• Tidak ada hasil yang ditemukan

Studi Pragmatik dan Semiotik Satra

BAB II TINJAUN UMUM TERHADAP NOVEL “SENANDUNG

2.4 Studi Pragmatik dan Semiotik Satra

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan prgmatik sastra untuk menganalisis nilai-nilai yang terkandung dalam cerita novel

“Senandung Ombak” karya Yukio Mishim, penulis menggambil beberapa cuplikan yang teks yang memiliki nilai dalam cerita novel tersebut.

Pragmatik sastra adalah cabang penelitian ilmu sastra yang mengarah kepada aspek kegunaan sastra. Penelitian ini muncul atas dasar ketidak

hanya sebagai teks itu saja. Kajian struktural dianngap hanya mampu menjelaskan makna karya sastra dari permukaannya saja. Maksudnya, kajian struktur sering melupakan aspek pembaca sebagai penerimaan makna atau pemberi makna terhadap peranan pembaca dalam menerima, memahami dan menghayati karya sastra, karena pembaca sangat berperan dalam menetukan sebuah karya sastra itu merupakan karya sastra atau tidak dan sebagai sebuah keutuhan komunikasi sastrawan-karya sastra – pembaca, maka hakikatnya karya sastra yang tidak sampai kepada pembaca bukanlah karya sastra, Siswanto dan Roekhan dalam Endraswara (2008:70).

Pendekatan pragmatik satra memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan kepada pembaca, seperti tujuan pendidikan moral, agama, dan tujuan pendidikan lainya. Dengan kata lain pragmatik sastra bertugas sebagai pengungkapan tujuan yang dikemukakan para pengarang untuk mendidik masyrakat pembacanya.

Sebanyak nilai-nilai, ajaran-ajaran dan pesan-pesan yang diberikan kepada pembaca, maka sebaik dan berniali tinggi karya sastra tersebut, Abrams dalam Jabrohim (2012:670). Menurut Selden dalam Endraswara (2008:70) karya sastra tidak mempunyai keberadaan sampai karya sastra dibaca, pembacalah yang menerapkan kode untuk menyampaikan pesan.

Menurut Teeuw dalam Endraswara (2008:71) Kajian prgmatik selalu memunculkan persoalan yang berkaitan dengan masalah pembaca, yaitu apa yang dilakukan pembaca dengan karya sastra, apa yang dilakukan karya sastra dengan pembacanya serta apakah tugas dan batas

kemungkinan pembaca sebagai pemberi makna. Hal ini berhubungan dengan manfaat pragmatik sastra terhadap fungi-fungsi karya satra dalam masyarakat, perkembangan dan penyebarluasannya sehinnga manfaat karya sastra dapat dirasakan melalui peran pembaca dalam memahami karya sastra. Dengan indikator karya sastra pembaca dan karya sastra, tujuan pendekatan pragmatik adalah memberikan manfaat terhadap pembaca, maka masalah yang dapat dipecahkan melalui pendekatan prgamtik diantaranya adalah berbagai tanngapan masyarakat tertentu terhadap sebuah karya sastra.

Dari teks pragmatik, karya sastra dikatakan berkualitas apabila memenuhi keinginan pembaca. Maksudnya, betapapun hebatnya sebuah karya sastra, jika tidak dapat dipahami oleh pembaca karya sastra tersebut dikatakan gagal. Karya sastra tersebut tergolong black literature (sastra hitam) yang hanya dibaca oleh pengarangnya. Karena itu yang terpenting dari aspek pragmatik adalah mampu menumbuhkan kesenangan pembacanya. Hal ini selaras dengan pendapat sidney dalam Endraswara (2008: 17) yang mengatakan bahwa sastra hendaknya mempunyai fungsi to teach (memberikan ajaran) dan delight (memberi kenikmatan).

Selain pendekatan pragmatik, penulis juga menggunakan teori semiotik atau semiotika untuk melihat tanda (makna) nilai-nilai dalam novel Senandung Ombak dan manfaat novel tersebut bagi pembaca.

Menurut Aminuddin (2000: 124) semiotika adalah studi sistem lambang yamg pada dasarnya merupakan lanjutan dari strukturalisme. Bagi

didalamnya sudah ada potensi komunikatif. Potensi itu ditandai denggan digunakannya lambang-lambang kebahasaan. Tetapi lambang dalam karya sastra adalah lambang yang bersifat artistik.

Menurut Art Van Zoest dalam Santosa (1993: 3) Semiotika adalah studi tentang tanda-tandan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungan dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaanya oleh mereka yang menggunakannya. Kemudian menurut Sutadi Wiryaatmaja, semiotika adalah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda dan maknanya yang luas dalam masyarakat, baik yang menggunakan bahasa ataaupun non bahasa.

Junus dalam Jabrohim (2012:86) mengemukakan bahwa karya satra merupakan stuktur sistem tanda yang bermakna, tanpa memperhatikan sistem tanda-tanda dan maknanya, maka struktur karya sastra atau karya sastra itu sendiri tidak dapat di mengerti maknanya secara optimal. Penelitian menggunakan teori semiotik juga dapat mengharapkan hubungan teks sastra pembaca. Tanda yang dapat karya sastra menghubungkan antara penulis, karya sastra dan pembaca.

Dalam hubungan ini teks sastra adalah sarana komunikasi sastra antara pengarang dan pembaca. Jika pengarang dalam merefleksikan karya menggunakan kode atau tanda tertentu yang mudah dipahami oleh pembaca, maka karya sastra tersebut akan mudah dipahami, tetapi sebaliknya jika tanda yang digunakan pengarang masih asing bagi pembaca, maka karya sastra tersebut akan sulit dipahami. Pada saat

menggunakan kode tertentu kadang-kadang justru timbul makna baru.

Teatapi semiotik arti atau makna karya sastra akan lebih mudah dipahami.

Namun arti atau makna dalam semiotik sendiri adalah meaning of meaning atau disebut juga makna (significance).

Dengan demikian, penulis akan menngunakan kajian semiotika untuk menjelaskan makna melalui tanda-tanda dalam kutipan teks novel”

Senandung Ombak” karya Yikio Mishima yang memiliki nilai pragmatik.

BAB III

ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP CERITA NOVEL

“SENANDUNG OMBAK” KARYA YUKIO MISHIMA

3.1 Sinopsis cerita novel “Senandung Ombak” karya Yukio Mishima

Novel Karya Yukio Mishima yang berjudul Senandung Ombak ini bercerita tentang kisah cinta dipulau utajima ini menceritakan seorang pemuda nelayan bernama Shinji dan seorang gadis pencari mutiara yang bernama Hatsue yang tengah dilanda cinta. Awal mereka bertemu saat Shinji dalam perjalan pulang dari laut. Dia melihat seorang gadis yang belum pernah dilihatnya selama ini. Ia bersandar sambil beristrahat pada seonggok kayu-kayu besar yang terletak diatas pasir, yang biasanya disebut swipoa karena bentuknya demikian. Rupanya gadis itu baru saja selesai membantu pekerjaan membawa benda-benda itu dalam beristrahat disana umtuk sekedar menarik napas. Anak muda itu tidak bisa mengingat apakah ia pernah melihat gadis itu sebelumnya. Tak ada seraut wajah pun diseluruh Utajima yang tidak bisa dikenalnya. Anak muda itu pun sengaja berjalan melintas tepat didepan gadis tersebut. Seperti anak-anak memandang sesuatu yang asing, maka ia berhenti dan menatap wajah gadis itu dengan jeli. Gadis itu mengerutkan alisnya sedikit. Tapi ia tetap juga meneruskan pandangan nya kelaut, tak sedikit pun matanya beranjak ke arah anak muda itu. Selesai dari pengamatanya secara diam-diam ia segera melanjutkan lagi langkah untuk pulang. Selama diperjalana pulang pun Shinji terus memikirkan gadis itu.

Pada keesokan harinya mereka kembali melakukan aktifitas mereka yaitu berlayar menengkap ikan. Pekerjaan di Pulau Utajima adalah nelayan dan mencari mutiara. Pada saat jam makan siang mereka istrahat sambil bercerita-cerita. Saat semuanya asik makan sambil bercerita salah satu temanya Shinji yang bernam Jukchi bercerita tentang gadis itu.

Jukcihi mengatakan bahwa gadis itu anak dari Terukchi Miyata.

Terukchi Miyata mempunyai empat anak gadis dan seorang anak laki-laki. Kata orang dia mempunya anak gadis cukup banyak, maka tiga diantaranya dikawinkankannya dan membiarkan yang seorang lagi diadopsi keluarga wanita penyelam sekitar Oizaki di Shima. Kemudian secara tak terduga, putra satu-satunya, Matsu, meninggal lantaran sakit paru-paru tahun lalu. Hidup seorang duda dan hidup kesepian maka Terukichi Miyata memanggil kembali anak yag diadopsi itu, dan anak yang diadopsi itu adalah bernama Hatsue. Setelah Hatsue dipanggil kembali ayahnya memasukkannya kembali ke dalam silsilah keluarga dan memutuskan untuk mencari suami untuk putrinya.

Bicara tentang gadis itu serta bayangans si gadis yang telah ia lihat dipantai kemaren, menyebabkan keduanya susul menyusul kedalam pikiran Shinji. Pada waktu yang bersamaan ia sadar, dengan persaan yang tertekan akan kehidupannya sendiri yang miskin. Kenangan gadis itu terasa demikian dekat sehari sebelumnya itu, tiba-tiba saja sekarang terasa demikian jauh dari padanya karena sekarang ia tahu bahwa ayahnya adalah Terukchi Miyata, pemilik duah buah kapal muatan seratus delapan puluh

Empat atau lima hari kemudian angin bertiup sangat kencang, tak sebuah perahu pun yang pergi melaut begitu juga dengan ibu-ibu penyelam. Ibi Shinji meminta bantuannya untuk mencari kayu bakar di hutan dan ditengah perjalanan Shinji dan Hatsue bertemu secara tiba-tiba.

Mereka tidak menyangkan bisa bertemu kembali. Jadi keduanya berdirilah disana, terkejut bagaikan binatang yang secara tiba-tiba bertatapan dalam rimba, saling memandang ke dalam mata masing-masing, perasaan mereka terombang-ambing antara was-was dan penasaran dan salah satu diantara mereka pun berbicara dan saling memperenalkan diri masing-masing.

Akhirnya banyak bercerita hingga lupa bahwa matahari sudah hampir mau tenggelam. Setelah mereka sadar hari sudah mulai gelap merakapun saling berpamitan dan berjanji akan bertemu kembali. Sampai sekarang, Shinji selalu tenteram, hidup dengan senang, walaupun miskin.

Tapi sejak peristiwa itu ia jadi pemurung, gelisah dan suka melamun.

Begitupun yang dirasakan oleh Hatsue, dia sering senyum-senyum sendiri.

Seiring berjalannya waktu akhirnya saling jatuh cinta.

Dipertemuan berikutnya akhirnya mereka saling mengungkapkan perasaan mereka masing-masing dan menjalin sebuah hubungan. Seiring berjalannya waktu hubungan mereka pun diketahui oleh orang tua mereka dari warga dan mendengar kabar tak sedap tentang hubungan mereka yang dikabarkan sudah melakukan seks sebelum mereka menikah. Mendengar kabar tak sedap itu membuat ayah Hatsue menjadi marah besar dan tidak merestui hubungan mereka berdua. Dan akhirnya Hatsue tidak pernah dikasih izin keluar oleh ayahnya agar Hatsue dan Shinji tidak bertemu.

Tetapi walaupun Hatsue di kurung dirumah dia tidak pernah menyerah untuk bertemu dengan Shinji. Dia selalu berusaha memberi kabar kepada Shinji dengan menulis surat-surat, dan dia juga tidak pernah menyerah untuk meyakinkan ayah nya bahawa Shinji pantas menjadi pendamping hidupnya.

Sedangkan disisi lain Chiyoko, anak kepala penjaga mercusuar mencintai Shinji dan Yasuo, ketua dari perkumpulan nelayan muda di Utajima pun mencintai Hatsue. Mereka berdua selalu mengganggu hubungan Hatsue dan Shinji. Walaupun Yasuo selalu memfitnah Shinji, Hatsue selalu percaya kepada Shinji bahwa Shinji bukan seperti apa yang dikatakan Yasuo. Penantian cinta yang berliku-liku dan penuh rintangan tetap membuat Hatsue dan Shinji tetap tambah dalam menjalaninya.

Hingga pada suatu saat ketika kedua pemuda yang mencintai Hatsue, Shinji dan Yasuo bertemu untuk bekerja di kapal Utajima-Maru.

Pada usia 17 tahun mereka akan memulai latihan samudera dengan apa yang dikatakan denga “ pencuci beras”. Denggan memanfaatkan kesempatan itu ayah Hatsue menguji merekaa dalam kapal Utajima-Maru untuk berlayar bersama nahkoda yang diutus untuk kelayakan kedua pemuda tersebut untuk menjadi suami Hatsue.

Ditenggah perjalanan terdapat badai yang sangat besar sehinnga mengakibatkan sekat tambang yang mengikatkan Utajima-Maru pada pelampungnya lepas tetapi tidak ada yang berani, begitu juga dengan

Dan satunya orang yang berani turun yaitu Shinji, dia rela mempertaruhkan nyawanya dan menahan begitu dinginnya air alau seperti es demi hanya untuk memperbaiki sekat yang putus itu agar orang-orang yang didalam kapat tersebut selamat semua. Setelah mereka sampain di pulau nakodapun menceritakan semua yang terjadi, setelah mendenga cerita dari nahkoda kapal tersebut ayah Hatsue akhirnya berubah pikiran dan merestui hubungan mereka.

3.2 Nilai pragmatik apa yang terdapat dalam novel “Senandung Ombak” karya Yukio Mishima

Untuk mengetahui nilai-nilai pragmatik sastra yang terkandung dalam novel ”Senandung Ombak” karya Yukio Mishima maka penulis akan mengananlisi beberapa cuplikan teks yang mengandung nilai-nilai tersebut. Berikut adalah analisis nilai-nilai kestiaan yang diwujudkan dalam bentuk kesabaran, pantang menyerah, berdoa dalam menjalani liku-liku hubungannya dalam novel “Senandung Ombak” karya Yukio Mishima, yaitu:

Cuplikan 1 (hal 133-134)

Beberapa hari kemudian, ketika mereka sedang makan siang di atas Taihe-Maru sambil istrahat menangkap ikan, Ryuji berkata karena baginya masalah itu sudah tak tertahankan lagi.

Ryuji: “Kak Shin, hal ini benar-benar menyebakan darahku mendidih-cara Yasuo menyebarkan hal-hal buruk mengenai kau”.

Shinji: “ Jadi ia?” Shinji tersenyum dan tetap memperlihatkan ketabahan dan kesabaran seorang laki-laki. Dan dia berkat “Jangan hiraukan apapun yang mereka katakan tentang aku. Saya hanya menganggap bahwa ini sebuah tantangan bagi saya untuk bagaimana menghadapi masalah yang datang kepada saya saya. karena kedepan nya kita tidak tau maslah apa saja nanti yang saya hadapi, mungkin juga akan lebih besar dari masalah yang sekarang ini, dan saya sudah siap dan akan selalu bersabar menghadapi semua ini”. Mendengar perkaatan Shinji akhirnya mereka terdiam dan kembali melanjutkan makan.

Analisis:

Shinji: “ Jadi ia?” Shinji tersenyum dan tetap memperlihatkan ketabahan dan kesabaran seorang laki-laki. Dan dia berkat “Jangan hiraukan apapun yang mereka katakan tentang aku. Saya hanya menganggap bahwa ini sebuah tantangan bagi saya untuk bagaimana menghadapi masalah yang datang kepada saya. karena kedepan nya kita tidak tau masalah apa saja nanti yang kita hadapi, mungkin juga akan lebih besar dari masalah yang sekarang ini, dan saya sudah siap dan akan selalu bersabar menghadapi semua ini”.

Dari cuplikan teks diatas kita dapat melihat kesabaran Shinji.

Meskipun semua orang menghina, memfitnah, namun dia tetap sabar dan tidak membalaskan perkataan-perkataan penduduk yang tidak mendukungnya. Namun ia merasa semakin termotivasi karena ia

mengaagap semakin banyak rintangaan yang menghadangnya maka semakin tersulut semangat juangnya.

Cuplikan 2 (hal. 157)

Tulisannya sangat sulit dibaca, Hatsue menerangkan bahwa ia menulisnya ditempat tidur dini hari, sambil meraba-raba dalam gelap untuk menghindari kecurigaan dari ayahnya jika menghidupkan lampu.

Biasanya dia menulis surat kadang-kadang diwaktu siang, dan

“mengirimkannya” menjelang perahu para nelayan melaut keesokan paginya. Tapi pagi itu, katanya, ada sesuatu yang hendak dikatakannya segera, sehinnga ia telah merobek surat panjang yang ditulisnya kemarin dan menulis surat itu sebagai gantinya.

Analisis:

Berdasarkan cupllikan teks diatas kita dapat melihat kestiaan Hatsue yang diwujudkan dalam bentuk kesabaran. Meskipun surat yang ditulis Hatsue sudah dirobek oleh ayahnya, dia tetap sabar. Walaupun dia sudah dimarahai oleh ayahnya agar tidak berhubungan lagi dengan Shinji.

Dia tetap sabar dan menulis surat itu kembali. Sambil meraba-raba dalam kegelapan yang hanya disinari cahaya bulan. Dia takut menyalakan lampu karena nanti ayahnya curiga, karena menghindari hal itu akhirnya dia tidak menyalakan lampu untuk menulis surat itu kembali.

Cuplikan 3 (hal.193-194)

Mulai sekarang, setiap hari aku akan pergi kekuil Yashiro, berdoa demi keselamatammu dan hubungan kita direstui oleh ayah, Hatiku

besamamu. Aku meyertakan sebuah potreku, sehinnga karena itu aku bisa berlayar bersamamu. Potret ini diambil di tanjung Daio. Tentang kalian, ayah tak sedikitpun bicara kepadaku, tapi kupikir ia punya alasan khusus untuk menempatkan kalian berdua, kau dan Yasuo di kapalnya.

Analisis:

Dari cuplikan diatas menunjukkan sikap kegigihannya berdoa yang dimiliki oleh Hatsue. Hatsue terus berdoa agar Shinji pulang dengan selamat dari lautan yang luas yang sewaktu-waktu bisa merengut nyawanya. Dan juga selau berdoa agar hubungan mereka direstui oleh Ayahnya.

Dari segi pragmatik yang telah dijelaskan dalam teori Abrams, penulis melihat bahwa Hatsue merupakan seorang yang sabar dan tidak pantang menyerah berdoa. Dia selalu sabar menunggu Shinji pulang dan selalu mendoakan keselamatan Shinji. Dan dia tidak pernah patah semangat, karena hubungan mereka yang tidak di restui oleh ayahnya,Dia terus meyakinkan ayah nya bahwa Shinji orang yang sangat baik dan bertangung jawab dan dia tidak pernah lupa berdoa agara suatu saat nanti ayahnya berubah pikiran dan merestui hubungan mereka. Dan didalam benak Hatsue tidak ada kata menyerah dalam dirinya.

Cuplikan 4 (hal 195)

“Ayah, Shinji tidak seperti yang ayah pikirkan dia orang sangat baik, pekerja keras,sayang sama keluarga dan tidak seperti yang

. Dan bagaimana pun juga akau melihat ada sinar harapan untuk kita. Jangan hilang harapan dan teruslah berjuang aku akan menunggumu disini sampai kau kembali.

Analisis:

Berdasarka cuplikan teks diatas kita dapat melihat keteguhan Hatsue untuk meyakinkan ayahnya. Dia tidak pernah menyerah dan berhenti meyakinkan ayahnya. Bahwa Shinji pantas menjadi pendamping hidupnya. Hal tersebut menunjukan bahwa Hatsue akan siap menghadapi tantangan apa saja yang akan dihadapnya. Yang terdapat dalam cuplikan “.

Dan bagaimana pun juga akau melihat ada sinar harapan untuk kita.

Jangan hilang harapan dan teruslah berjuang aku akan menunggumu disini sampai kau kembali.”

Dia selalu sabar menunggu Shinji pulang dan selalu mendoakan keselamatan Shinji. Dan dia tidak pernah patah semangat, karena hubungan mereka yang tidak di restui oleh ayahnya,Dia terus meyakinkan ayah nya bahwa Shinji orang yang sangat baik dan bertangung jawab dan dia tidak pernah lupa berdoa agara suatu saat nanti ayahnya berubah pikiran dan merestui hubungan mereka. Dan didalam benak Hatsue tidak ada kata menyerah dalam dirinya.

Dari segi pragmatik yang telah dijelaskan Abrams, penulis melihat bahwa hatsue sosok yang sabar dan tidak mudah putus asa. Namun ia merasa semakin termotivasi karena ia menganggap semakin banyak

rintangan yang menghadangnya, maka semakin tersulut semangat juangnya.

Cuplikan 5 (hal 155)

Dalam hatinya Shinji berdoa “Dewa bantu lah saya dalam menghadapi semua ini, berikanlah saya jalan untuk menyelesaikan masalah ini dan berikanlah saya selalu kebahagiaan”

Kantor kuil tiba-tiba terang. Shinji berseru, dan tambaklah pendeta muncul dari jendela.

Analisis:

Dari cuplikan diatas menunjukan sikap kesabaran Shinji.

Kesabaran Shinji yang diwujudkan dalam bentuk berdoa. Meskipun dia banyak masalah dia tidak putus asa dia tetap berdoa agar dia kuat menghadapi semua masalah yang dia alaminya. Dan selalau dilindungi dalam melakukan pekerjaannya sehari-hari.

Cuplikan 6 (hal 190 -191)

“Nahkoda itu menawarkan barang kali ia besedia bekerja di Utajima-maru sebagai seorang “pencuci beras”.

Sang ibu terdiam, sedangkan Shinji menyahut bahwa ia akan setuju untuk ikut berlayar karena ini menjadi sebuah tantang baginya untuk membuktikan kepada ayah Hatsue.

Analisis:

Berdasarkan cuplikan diatas kita dapat melihat perjuangan Shinji untuk membuktikan kepada Ayah Hatsue bahwa dia sangat menyayangi putrinya.

Dari segi pragmatik yang telah dijelaskan teori Abrams, penulis meliha bahwa Shinji sosok yang pantang menyerah. Shinji berani menerima sebagi “pencuci beras” dan ikut berlayar kelautan yang sangat luas dengan ombak yang sangat besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa Shinji akan siap menghadapi tantangan apa saja yang akan dihadapinya, dan dengan cara begitu dia bisa menunjukan kepada Ayah Hatsue bahwa dia bisa menghidupi kebutuhan Hatsue dan membahagiakannya.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dalam menganalisis novel Senandung Ombak Karya Yukio Mishima adalah sebagai berikut:

1. Novel Senandung Ombak merupakan jenis novel pragmatik dan novel perjungan. Hal ini karena novel Senandung Ombak menggambarkan tentang peranggai, jiwa dan perjuangan seorang gadis yang bernama Hatsue dan Shinji sebagai tokoh dalam cerita. Novel ini bercerita tentang kesetiaan,kesabaran dan perjuangan Hatsue dalam mempertahankan hubungannya dengan Shinji, karena hubungan mereka tidak direstui oleh ayah Hatsue karena Shinji orang yang miskin. Dengan perjuangan panjang dan berat akhirnya Hatsue dan Shinji berhasil mewujudkan immpianya tesebut.

2. Tema yanga diangkat dalam novel ini adalah “ Sesulit apapun keadaan yang sedang dihadapi, bukanlah menjadi alasan untuk mewujudkan sebuah mimpi”

3. Nilai yang paling menonjol dalam novel ini adalah kesetian dalam menjaga hubungan. Nilai kesetiaan tersebut diwujudkan dalam bentuk kesabaran, perjuanggan atau pantang menyerah,

4. Novel “Senandung Ombak” Karya Yukio Mishima jika dilihat dari segi pragmatik merupakan novel yang baik. Hal ini dikarenakan banyaknya memberikan pembelajaran bagi diri penulis maupun pembaca khususnya dalam menghadapi masalah yang sama.

4.2 Saran

Melalui skripsi ini penulis berharap agar pembaca dapat lebih banyak memahami tentang karya sastra, Khususnya analisis karya sastra yang berhubungan dengan pendekatan pragmatik sastra. Karena semakin banyak kita mengetahui sesuatu mengenai analisis karya sastra maka pengetahuan kita mengenai karya sastra pun akan semakin luas. Melalui skripsi ini penulis juga berharap pembaca memiliki minat untuk membaca karya-karya sastra, yaitu novel. Novel merupakan salah satu karya sastra yang menarik karena cerita dalam novel dikemas dengan gaya bahas yang mudah dipahami. Dengan membaca novel kita mendapat cerita yang menarik, bagus dan insipiratif.

DAFTAR PUSTAKA

Altenberd dan Lewis. 1996. Teori Pengkajian Fiksi. Sumberpustakaku.

Blogspot.Com>2015/02

Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penilitian Sastra. Yogyakarta : Media presindo.

Fananie, Zainudin 2000. Telaah Sastra. Surakarta : Muhammadiyah University Press

Jabrohim. 2012 .Teori Penelitian Sastra, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Nazir. Mohammad. 1988. Metode Penelitian Jakarta : Ghalia Indonesia

Nugriyantoro. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. http://diglid.unila.ac.id

Nursisto. 2000. Penuntun Mengarang. Yogyakarta : Adicita Karya Nusa

Pradopo. 1995. Kajian Semiotik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Pradopo. 1995. Kajian Semiotik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Dokumen terkait