• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP NOVEL SENANDUNG OMBAK KARYA YUKIO MISHIMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP NOVEL SENANDUNG OMBAK KARYA YUKIO MISHIMA"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP NOVEL “SENANDUNG OMBAK”

KARYA YUKIO MISHIMA

YUKIO MISHIMA NO SAKUHIN NO “SHIOSAI” TO IU SHOSETSU NI TAISURU PURAGUMATIKU NO BUNSEKI

SKRIPSI

Skripsi Ini Diajukan Kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu budaya Universitas Sumatera Utara Medan Untuk Melengkapi Salah Satu Syarat

Ujian Sarjana Dalam Bidang Ilmu Sastra Jepang

Oleh:

Mei Serli 140708021

PROGRAM STUDI SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2019

(2)
(3)
(4)
(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus yang telah meberikan kekuatan kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini. Penulis dapar menyelesaikan skripsi ini yang merupakan syarat untuk mencapai gelar sarajana di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara. Adapun skripsi ini yang berjudul “

ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP NOVEL SENANDUNG OMBAK KARYA YUKIO MISHIMA”.

Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis menerima bantuan baik secara moril maupun materi. Utuk itu penulis inggin menyampaikan ucapan terima kasih sedalam-dalamnya kepda pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yakni kepada:

1. Bapak Dr. Budi Agustono, M.S, Selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Hamzon Situmorang, M.S.,Ph.D., selaku ketua Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Eman Kusdiyana M. Hum, selaku Dosen pembimbing yang telah banyak membantu dan membingbing penulis dengan kesabaranya dalam memberikan arahan, dukungan, tenaga, serta waktu untuk menyelesaikan skripsi ini.

4. Seluruh Dosen Program Studi Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah memberika

(6)

5. ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat selama perkuliahan di Sastra Jepang sehinnga penulis dapat menyelesaikan

perkuliahan.

6. Ayahanda Musmuliyadi dan ibunda tercinta Tiolan Br Samosir, orang tua penulis yang senantiasa memberikan kasih sayang beserta doa-doa dan semangat setiap harinya. Penulis bangga mempunyai orang tua seperti bapak dan ibu, teladan yang luar biasa yang kalian berikan.

7. Kepada adik-adik penulis, Wendo, Trisnawaty, Erwin,

Raynelda. Terima kasih untuk doa dan dukungannya terhadap penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga kita selalu diberikan kesehatan dan buat adik-adik tetap semangat dalam studinya.

8. Seluruh keluarga besar penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih selalu mengiringi doa dan semangat kepada penulis. Semoga penulis tetap dapat menjadi

kebanggaan dalam keluarga.

9. Kepada sahabat penulis Donglas Sinaga yang selalu menemani dalam suka dan duka selama penyelesaian skrpsi ini, Mari kita tetap menjadi tetap teman yang selalu mendukung dan

memberikan semangat.

10. Seluruh teman-teman di Sastra Jepang USU khusunya stambuk 2014 yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu namun kalian selalu memberikan semangat dan terus mendukung

(7)

dalam penyelesaian skripsi ini.Semoga kita tetap menjadi teman dan sahabat yang selalu mendukung satu sama lain.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulis skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca skripsi ini. Dan semoga skripsi ini berguna dan bermanfaat bagi penulis serta para pembaca.

Medan, Januari 2019

Penulis,

Mei serli

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iv

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 5

1.3 Ruang Lingkup Pembahasan ... 6

1.4 Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori ... 7

1.4.1 Tinjauan Pustaka. ... 7

1.4.2 Kerangka Teori. ... 9

1.5 Tujuan dan Manfaat penelitian ... 11

1.5.1 Tujuan Penelitian ... 11

1.5.2 Manfaat Penelitian ... .12

1.6 Metode Penelitian ... 12

BAB II TINJAUN UMUM TERHADAP NOVEL “SENANDUNG OMBAK” KARYA YUKIO MISHIMA DAN STUDI PRAGMATIK DAN SEMIOTIKA SASTRA 2.1 Defenisi Novel ... 15

2.2 Resensi Novel “Senandung Ombak” karya Yukio Mishima ... 18

2.2.1 Tema ... 18

(9)

2.2.2 Tokoh ... 21

2.2.3 Alur atau Plot ... 22

2.2.4 Latar atau Setting. ... 24

2.3 Biografi Pengarang... .27

2.4 Studi Pragmatik dan Semiotik Satra ... 29

BAB III ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP CERITA NOVEL “SENANDUNG OMBAK” KARYA YUKIO MISHIMA 3.1 Sinopsis cerita novel “Senandung Ombak” Karya Yukio Mishima ... 34

3.2 Nilai pragmatik yang terdapat dalam novel “Senandung Ombak” karya Yukio Mishima ... 38

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 4.1 Kesimpulan. ... 45

4.2 Saran ... 46

DAFTAR PUSTAKA

ABSTRAK

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sastra adalah seni yang berhubungan dengan penciptaan dan ungkapan pribadi (ekspresi). (Sumardjo, 1984: 15). Selain itu, sastra juga merupakan hasil karya manusia untuk memenuhi kebutuhannya. Manfaat sastra pada dasarnya sebagai alat komunikasi antara sastrawan dan masyarakat pembacanya.

Karya sastra adalah ciptaan yang disampaikan dengan komunitatif tentang maksud penulis untuk tujuan estetika. karya-karya ini sering menceritakan sebuah kisah baik yaitu non fiksi dan fiksi.

Menurut Geir Farner non fiksi adalah setiap karya informatif tentang maksud yang pengarangnya dengan itikad baik bertanggung jawab atas kebenaran atau akurasi dari peristiwa, orang, atau informasi yang disajikan.

Sedangkan fiksi dapat diartikan sebagai porsa naratif yang bersifat imajinatif, namun biasanya masuk akal dan mengandung kebenaran yang mendramatisasikan hubungan-hubungan antara manusia.

Contohnya:Novel,cerpen,roman,cerita bersambung. (Altenbernd dan Lewis, 1966: 14). Karya fiksi berupa novel dang sangat dinikmati para pembaca.

(11)

Novel merupakan sebuah karya fiksi prosa yang tertulis dan naratif, Biasanya dalam bentuk cerita. Novel memiliki cerita lebih panjang dan lebih kompleks dari cerpen, dan tidak dibatasi keterbatasan struktural dan metrikal sandiwara atau sajak. Umumnya sebuah novel bercerita tentang tokoh-tokoh dan kelakuan mereka dalam kehidupan seharhari, dengan menitik beratkan pada sisi-sisi yang aneh dari naratif tersebut.

Menurut Nugriyantoro (2010: 10) mengemukakan bahwa novel merupakan karya fiksi yang dibangun oleh unsur-unsur pembangunan, yakni unsur intrinsik dan unsur ekstrensik. Novel juga diartikan sebgagai suatu karangan berbentuk prosa yang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang lain disekeliingnya dengan menonjolkan watak dan sifat pelaku. Melalui watak dan perilaku para tokoh cerita pembaca dapat meneladani atau dijadikan pembelajaran dalam berperilaku.

Menurut Harjashujana dengan membaca novel mendapat pembelajaran tentang hidup dan menambah pengetahuan, segala sesuatu yang kita baca pada sebuah novel maka akan mendapatkan informasi baru dan berguna, misalnya pada isi cerita novel terdapat tantangan sebuah hidup, kisah perjuangan dalam mencapai cita-cita, dan lain sebagainya.

Salah satu novel yang dapat dijadikan segi teladan bagi saya atau pembaca adalah salah satu novel jepang yang berjudul “Shiosai” yang sudah di terjemahkan kedalam bahasa indonesia yaitu “Senandung Ombak”.

(12)

Novel Shiosai (Senandung Ombak) salah satu hasil karya roman Yukio Mishima yang berhasil mendapatkan penghargaan Shinchoca Literary Prize setelah diterbitkan. Novel ini menceritakan kisah percintaan yang rumit dari sebuah desa nelayan terpencil di Jepang, jauh di sebuah pulau kecil yang berhadapan dengan samudra pasifik. “Senandung Ombak” berkisah tentang cinta pertama yang abadi antara Hatsue seorang gadis cantik dan kaya di desa itu dan dengan Shinji seorang nelayan muda yang miskin. Shinji terpesona sejak pertama kali melihat Hatsue saat senja hari di pantai, dan pertemuan berikutnya saling jatuh cinta dan menjalin sebuah hubungan.

Disisi lain ada juga seorang pria muda yang mencintai Hatsue yang bernama Yasuo. Yasuo Kawamoto seorang anak dari keluarga terkemuka dikampung itu dan memiliki daya untuk menjadikan orang lain menurutinya. Hatsue sudah dijodohkan dengan Yasuo oleh ayah Hatsue, karena Yasuo juga anak orang kaya. Tetapi Hatsue tidak menyetuji perjodohan itu karena Hatsue tidak mencintai Yasuo. Yasuo akhirnya melakukan hal yang licik untuk menghancurkan hubungan Hatsue dan Shinji. Yasuo memfitnah mereka keluarga dan penduduk dipulau itu agar tidak merestui serta tidak menyukai mereka dengan mengatakan bahwa mereka sudah melakukan hubungan seks. Ketika kabar tak sedap dari seluruh warga desa menguji cinta mereka, Shinji harus mempertaruhkan nyawanya di laut, ditengah hempasan ombak dan badai pasifik untuk membuktikan ketulusan dan kelayakannya untuk memiliki seorang Hatsue.

(13)

tidak di izinkan keluar rumah agar Hatsue dan Shinji tidak bertemu lagi.

Karena ayah Hatsue tidak merestui hubungan mereka berdua, Tetapi Hatsue tidak pernah menyerah, Dia selalu berusaha memberi kabar kepada Shinji dengan melalui surat dan selalu diam-diam menemui Shinji. Hatsue selalu sabar menanti shinji pulang, Dia tidak pernah berhenti berdoa agar Shinji pulang dengan selamat dan hubungan mereka di restui oleh ayah nya. karena kesabaran, kesungguhan dan keteguhan hati akhirnya hubungan mereka berdua di restui oleh ayah Hatsue. Dengan demikian novel diatas pengarang ingin menyampaikan tentang kegigihan atau tokoh utama dalam mendapatkan cintanya. Karena bagaimanapun suatu kebenaran akan terungkap dan seberat apapun masalah pasti akan terselesaikan juga.

Dengan membaca novel “Senandung Ombak” penulis merasa atau melihat adanya nilai pragmatik yang dapat dijadikan pembelajaran bagi penulis. Khususnya dalam mendapatkan percintaan yang tidak mendapat restu dari orang tua. Sehinga penulis dalam skripsi ini ingin encoba membahas novel tersebut dari sudut pandang pragmatik sastra.

Menurut pendapat (Soeratno 1994: 5) bahwa pragmatik sastra, berwawasan bahwa karya sastra sebagai produk yang menawarkan pandangan, saran, harapan, dan langkah-langkah untuk mencapai masyarakat dan bangsa indonesia “idaman”. Pendapat ini memberikan kejelasan bahwa karya sastra perlu diteliti tidak saja dari aspek retorik yang mengakibatkan pembaca tertarik, melainkan apa yang dilakukan pembaca setelah menikmati karya sastra. Oleh karena itu, penulis mersa

(14)

tertarik untuk menganalisis nilai-nilai pragmatik yang terdapat dalam novel “Senandung Ombak” Karya Yukio Mishima ini menyajikannya dalam skripsi dengan judul “ ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP NOVEL SENANDUNG OMBAK KARYA YUKIO MISHIMA”.

1.2 Rumusan Masalah

Novel “Senandung Ombak” Karya Yukio Mishima merupakan novel yang terlaris di jepang dan sudah di terjemahkan kedalam bahasa indonesia. Dan penulis telah membaca novel yang berbahasa indonesia berulang kali. Novel ini menceritakan bagaimana seorang pemuda nelayan bernama Shinji dan seorang gadis pencari mutiara Hatsue yang tengah dilanda cinta. Hubungan mereka pada awalnya sempat tidak direstui oleh oran tua Hatsue karena Shinji miskin sehingg tidak pantas dijadikan suami Hatsue karena status sosial.

Nilai-nilai yang tercermin dalam cerita berkaitan dengan tokoh utama novel Senandung Ombak, yaitu shinji, tokoh hatsue. Dari tokoh- tokoh diatas terdapat nilai-nilai yamg mampu memberikan pelajaran moral bagi pembaca antara lain :shinji yang walaupun hubungan mereka tidak direstui oleh ayahnya hatsue, shinji tetap sabar dan berdoa agar suatu saat nanti ayah hatsue merestui hubungan mereka. Dan shinji tidak pernah bermalas-malasan bekerja walaupun dia punya banyak masalah, dia tetap semangat menjalani kehidupannya sehari-hari. Tokoh hatsue walapun tidak diizinkan keluar dari rumah dan tidak bisa berjumpa dengan shinji,

(15)

dia selalu menulis surat dan selalu memberi semangat kepada Shinji. Dan dia selalu berusaha dan sabar untuk membujuk ayahnya agar merestui hubungan mereka. Usaha-usaha untuk mewujudkan cinta Shinji terhadap Hatsue yang mendapatkan rintangan dari ayahnya merupakan pembelajaran bagi penulis.

Berdasarkan hal tersebut dan dikaitkan dengan pendekatan pragmatik dalam menganalisi novel ini, maka penulis merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan, sebagai berikut:

1. Nilai pragmatik apa saja yang terdapat dalam novel

“senandung ombak” yang dapat dapat dijadikan cerminan yang baik bagi pembaca?

2. Bagaimana bentuk nilai pragmatik diungkapkan oleh Yukio Mishima dalam novel melalui para tokoh ceritanya.

1.3 Ruang lingkup Pembahasan

Dari permasalahan yang telah diuraikan, penulisan membatasi ruang lingkup pembahasan agar penelitian ini tidak terlalu luas dan lebih terarah atau terfokus pada masalah yang diteliti.

Dalam hal ini, penulis akan menganalisis nilai prgmatik yang terdapat dalam novel “Senandung Ombak” Karya Yuki Mishima dalam edisi terjemahan bahasa indonesia yang diterjemahkan oleh Avifah Ve.

Novel ini merupakan cetakan pertama yang terbit pada bulan November

(16)

2017, terdiri dari 240 halaman yang terbagi dalam 16 bab. Novel ini diterbitkan oleh penerbit Diva Press.

Pada skrpsi ini, penulis memfokuskan pembahasanya mengenail nilai pragmatik yang terdapat dalam novel “ Senandung Ombak” Karya Yukio Mishima dengan cara mengambil cuplikan teks yang mengandung nilai-nilai pragmatik yang ditunjukkan oleh tokoh cerita.

Agar pembahasan masalah dalam skripsi ini memiliki akurasi data yang jelas, maka pada bab II penulis juga akan menjelaskan mengenai definisi novel, resensi novel “ senandung ombak “, studi pragmatik dan serta biografi simgkat pengarang Yukio Mishima.

1.4. Tinjauan Pustaka dan Kerangka Teori

1.4.1 Tinjauan Pustaka

Menurut Nursisto (2000: 2) Karya sastra adalah sesuatu yang dapat menyenangkan hati dan memiliki nilai kegunaan bagi siapa saja yang mampu mengapresiasi. Karya sastra bukan hanya sekedar dibaca dan dihayati sebagai pengisi waktu, melainkan didalamnya terkandung nilai- nilai yang bermakna bagi kehidupan. Dari penjelasan tersebut dapat diketahui bahwa pembaca sangat berperan dalam menentukan bernilai atau tidaknya sebuah karya sastra. Salah satu karya sastra yang memiliki manfaat menyenangkan pembaca dan memberikan peengajaran adalaah novel.

(17)

(http://www.sumberpengertian.co/pengertian-novel-menurut-para- ahli-beserta-ciri-ciri-dan-unsur-unsurnya). Menurut Rostamaji Novel adalah sebuah karya sastra yang mempunyai dua unsur, yaitu unsur instrinsik dan ekstrinsik yang mana keduanya saling berkaitan dengan karena saling berpengaruh dalam sebuah karya sastra.

Novel atau sering disebut sebagi roman adalah suatu cerita prosa yang fiktif dalam panjang yang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta adegan nyata yang representative dalam suatu alur atau suatu keadaan yang agak kacau atu kusut. Novel mempunyai ciri bergntung pada tokoh, menyajikan lebih dari suatu impresi, menyajikan lebih dari suatu efek, memyajikan lebih dari satu emosi (Tarigan, 1991:164-165).

Dari aspek pragmatik, sebuah novel dikatakan berkualitas apabila memenuhi keinginan pembaca, seperti mampu menghibur atau mengajarkan sesuatu hal yang baik yang dapat dijadikan pelajaran bagi pembaca atau memberikan gambaran bahwa pembaca mendapat manfaat yang mampu mengubah dirinya menjadi lebih baik. Seperti disaat membaca nonel “Senandung Ombak” pembaca merasakan nilai-nilai yang dapat menjadi cerminan dalam kehidupan.

Penelitian terhadap novel Senandung Ombak pernah dilakukan sebelumnya oleh Selfi Indriyani (Skripsi Universitas Diponegoro Semarang, 2017) dengan judul “Kepribadian Tokoh Utama Dalam Novel Shiosai Karya Mishima Yukio”. Penelitian Selfi Indriyani menggambarkan tokoh utama shinji memiliki kepribadian introvert dengan

(18)

tipe perasa dan pemikiran dalam alam sadar serta intuitif dan pengindraan yang ada dalam alam ketidaksadaranya. Selfi Indriyani menggunakan unsur instinsik dan pendekatan psikologis.

Penelitian Selffi Indriyani tersebut mengkaji novel “ Senandung Ombak” dari segi psikologis tokoh utama shinji sedangkan pada skripsi ini penulis akan mengkaji novel tersebut dari segi pragmatik yang akan bermanfat bagi pembaca.

1.4.2 Kerangka Teori

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan pragmatik dan semiotik sebagai landasan teori dalam menganalisis novel “Senandung Ombak” Karya Yukio Mishima.

Pragmatik adalah pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepada pembaca.

Dalam hal ini tujuan tersebut dapat berupa tujuan pendidikan, moral, politik, agama, ataupun tujuan yang lain. Atau pendekatan pendekatan pragmatik adalah pendekatan yang memandang karya sastra sebagai sesuatu hal yang dibuat atau diciptakan untuk mencapai atau menyampaikan efek-efek tertentu pada penikmat karya sastra, baik berupa efek kesenangan, estetika, atau efek pengajaran moral, agama atau pendidikan efek-efek lainya. Pendekatan ini cenderung menilai karya sastra berdasarkan berhasil atau tidaknya pencapaian tujuan-tujuan tersebuat bagi pembacanya. Pendekatan ini menekankan strategi estetik

(19)

untuk menarik dan mempengaruhi tanggapan-tanggapan pembacanya kepada masalah yang dikemukakan dalam karya sastra.

Menurut Abrams dalam Jabrohim (2012 : 67) pendekatan pragmatik melihat karya sastra tersebut adalah model pendekatan yang melihat karya sastra berdasarkan sudut pandang pembaca. Pendekatan pragmatik sastra memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan tertentu kepda pembaca, seperti tujuan pendidikan, moral, agama, atau tujuan pendidikan lainya. Dengan demikian, yang menjadi objek analisis sastra bukanlah karya sastra itu sendiri (objek estetik) melainkan yang lebih penting adalah tujuan-tujuan atau nilai-nilai (objek ekstraestetik) yang bersifaf praktis (pragmatik) yang tercermin dalam karya sastra. Konsep ini memandang bahwa karya sastra yang banyak memuat nilai atau tujuan yang bermanfaat bagi pembaca dianggap sebagai karya yang baik (Abrams dalam sikki et al, 1998 : 323).

Berdasarkan teori tersebut, penulisi akan menganalisis nilai-nilai pragmatik yang terdapat dalam novel Senandung Ombak yang berguna untuk mendidik atau mengedukasi penulis sebagai pembaca selain sebagai media hiburan yang menyenangkan.

Selain pendekatan pragmatik, penulis juga menggunakan pendekatan semiotik untuk menganalisis nilai-nilai yang terkandung dalam cerita novel “Senandung Ombak” Karya Yukio Mishima. Semiotik (semiotika) adalah ilmu tentang tanda-tanda. Ilmu ini menganggap bahawa fenomena sosial masyarkat dan kebudayaan itu merupakan tanda- tanda. Semiotik juga mempelajari sistem-sistem, aturan-aturan, dan

(20)

konvensi-konvensi yang memungkinkan tanda-tanda tersebut mempunyai arti (Pradopo, 1995: 119).

Untuk mendapatkan tanda-tanda yang terdapat nilai pragmatik yang terdapat dalam isi cuplikan dari novel, penelitian dilakukan dengan cara terlebih dahulu membaca dan menganalisis isi cuplikan yang berkaitan dengan nilai pendekatan pragmatik. Kemudaian penulis memaknai tanda-tanda yang berkaitan dengan nilai-nilai pragmatik yang diungkapkan oleh pengarang melalui para tokoh cerita dalam novel berjudul “Senandung Ombak” Karya Yukio Mishima.

Beberapa nilai yang terdapat dalam cerita novel “Senandung Ombak” Karya Yukio Mishima, yaitu keberanian, kesabaran, tanggung jawab, pantang meyerah, berserah diri kepada tuhan, pekerja keras dan kepedulian. Nilai-nilai tersebut mewakali pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembacanya.

1..5 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.5.1 Tujuan Penelitian

Berdasarkan yang telah dikemukakan penulis dalam latar bekang masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui nilai-nilai pragmatik apa saja yang terdapat dalam novel “Senandung Ombak” Karya Yukio Mishima.

(21)

2. Untuk mendeskripsikan bentuk nilai pragmatik yang diungkapkan Yukio Mishima dalam novel “Senandung Ombak” melalui interaksi dalam peran tokok cerita.

1.5.2 Manfaat Penelitian

Selain memiliki tujuan, penelitian ini juga memiliki manfaat yang tidak hanya bagi penulis tetapi juga bagi pihak-pihak lain yang berhubungan dengan karya sastra. Manfaaat dari penelitian ini antara lain adalah:

1. Menambah wawasan dan pengetahuan dalam menganalisis sebuah karya sastra berdasarkan pendekatan pragmatik sastra.

2. Menambah pengetahuan dan wawasan dalam hal memahami, menyikapi, dan keberanian dalam menentukan pilihan hidup, serta bertindak.

1.6 Metode Penelitian

Dalam menulis sebuah karya ilmiah dibutuhkan metode penelitian sebagai alat mencapai tujuan yang di maksud. Metode merupakan cara mengungkapkan kebenaran yang objektif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dan studi kepustakaan.

Metode dekskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan suatu keadaan, peristiwa, objek apakah orang, atau segala yang terkait dengan variabel-variabel yang bisa dijelaskan baik dengan angka-angka maupun kata-kata (punaji setyosari,

(22)

2010). Sukmadinta menjelaskan penelitian deskrptif adalah bentuk penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun fenomena buatan (Sukmadinta, 2006: 72).

Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif karena pendekatan ini mempunyai tujuan untuk memperoleh jawaban yang terkait dengan pendapat, tanggapan atau presepsi seseorang sehingga pembahasannya harus secara kualitatif atau menggunakan uraian kata- kata.

Menurut M. Nazir (Nazir, 1988: 111) dalam bukunya yang berjudul “Metode Penelitian” mengemukakan bahwa studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur,catatan-catatan, dan laporan-laporan yang memiliki hubungan dengan masalah yang dipecahkan. Penulis mengambil data kepustakaan yang bersumber dari buku, hasil-hasil penelitian (skripsi), internet, dan sumber-sumber lainya yang dibutuhkan. Tujuan dari studi ini adalah untuk mencari fakta dan mengetahui konsep metode yang digunakan.

Kemudian dari data-data kepustakaan tersebut penulis membaca dan mencari teori yang berhubungan dengan penelitian mengenai analisis cerita novel “Senandung Ombak” berdasarkan pendekatan pragmatik sastra.

(23)

Langkah-langkah yang dilakukan penulis dalam menyusun penelitian ini adalah:

1. Membaca novel “Senandung Ombak” Karya Yukio Mishima yang telah diterjemahkan kedalam bahasa indonesia.

2. Mengumpulkan data referensi dan buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, yaitu tentang kajian pragmatik sastra.

3. Menganalisis dan mendeskripsikan nilai-nilai pragmatik yang terdapat dalam novel “Senandung Ombak” Karya Yukio Mishima yang memberikan cerminan bagi pembaca.

4. Menyusun seluruh data yang telah dianalisi menjadi sebuah laporan berbentuk skrpsi.

(24)

BAB II

TINJAUAN UMUM TERHADAP NOVEL SENANDUNG OMBAK KARYA YUKIO MISHIMA DAN STUDI PRAGMATIK DAN

SEOMIOTIKA SASTRA

2.1 Defenisi Novel

Novel adalah sebuah karya fiksi prosa yang berbentuk tertulis dan bersifat naratif, biasanya dalam bentuk cerita. Penulis novel disebut novelis. Kata novel berasal dari bahasa Italia novella yang berarti “sebuah kisah, sepotong berita”, dan juga dari bahasa Latin yakni novellus yang diturunkan pula dari kata novies yang berarti baru, dikatakan baru karena jika dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainya seperti puisi dan drama, maka jenis novel ini baru muncul kemudian setelahnya (Tarigan,1984:

164).

Novel adalah kisahan atau cerita yang diemban oleh pelaku-pelaku tertentu dengan peranan, latar serta tahapan dan rangkain cerita tertentu yang bertolak dari hasil imajinasi penggarangnya sehingga menjalin sebuah cerita (Aminuddin, 2000: 66). Pengarang umumnya ingin menampilkan ide serta imajinasinya ke dalam novel. Menurut H.B. Jassin dalam Suroto (1989: 19) novel ialah suatu kejadian yang luar biasa dari kehidupan orang-orang (tokoh cerita) luar biasa karena dalam kejadian ini terlahir suatu konflik atau suatu pertikaian yang mengalihkan perubahan nasib mereka.

(25)

Jenis-jenis novel dapat dibedakan berdasarkan isi cerita dan mutu novel. Suharianto dalam Rahmadhani (2013: 13) membagi jenis novel berdasarkan tinjauan isi, gambaran dan maksud pengarang yaitu, sebagai berikut:

1. Novel Berendens, yaitu sebuah novel yang menunjukkan keganjilan-keganjilan dan kepincangan-kepincangan dalam masyarakat. Oleh karena itu novel ini sering disebut novel bertujuan.

2. Novel Psikologi, yaitu novel yang menggambarkan perangai, jiwa seseorang serta perjuangannya.

3. Novel Sejarah, yaitu novel yang menceritakan seseorang dalam suatu masa sejarah. Novel ini melukiskan dan menyelidiki adat istiadat dan perkembangan masyarakat pada masa itu.

4. Novel anak-anak, yaitu novel yang melukiskan kehidupan dunia anak-anak yang dapat dibacakan oleh orang tua untuk pembelajaran kepada anaknya, ada pula yang biasanya hanya dibaca oleh anak-anak saja.

5. Novel Detektif, yaitu novel isinya mengajak pembaca memutar otak guna memikirkan akibat dari beberapa kejadian yang dilukiskan pengarang dalam cerita.

6. Novel Perjuangan, yaitu novel yang melukiskan suasana perjuangaan dan peperangan yang diderita seseorang.

(26)

7. Novel Proganda, yaitu novel yang isinya semata-mata untuk kepentingan propaganda terhadap masyarakat tertentu.

Berdasarkan pembagian jenis-jenis novel diatas, dapat dilihat bahwa novel Senandung Ombak Karya Yukio Mishima termasuk dalam novel psikologi dan novel perjuangan. Hal ini karena novel Senandung Ombak Karya Yukio Mishima menggambarkan tentang peranggai, jiwa dan perjuangan seorang gadis yang bernama Hatsue sebagai tokoh utama.

Novel ini bercerita tentang kestiaan Hatsue untuk tetap menjaga cintanya.

Walaupun ayah Hatsue tidak merestui hubungan mereka tetapi Hatsue terus berusaha meyakinkan ayahnya bahwa Shinji pantas untuk menjadi pasangan hidupnya. Dengan perjuangan panjang dan berat akhrirnya hubungan Hatsue dan Shinji mendapat restu dari ayahnya hatsue.

Secara garis besar unsur pembangunan sebuah novel dibagi menjadi dua bagian yaitu unsur intrinsik dan unsur ekstinsik. Kedua unsur inilah yang sering banyak disebut para kritikus dalam rangka mengkaji atau membicarakan novel atau karya sastra pada umumnya. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri.

Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya sastra hadir sebagi karya sastra, unsur-unsur yang secara faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik sebuah novel adalah unsur-unsur yang turut serta membangun cerita. Kepaduan antar berbagai unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah novel berwujud. Atau sebaliknya, jika dilihat dari

(27)

membaca sebuah novel. Unsur yang dimaksud adalah : peristiwa, cerita, plot, penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya bahasa dan lain-lain (Ramadhani 2013: 18)

Dipihak lain, unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada diluar karya sastra itu, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme karya sastra. Atau secara lebih khusus dapat dikatakan sebagai unsur-unsur yang mempengaruhi bangun cerita sebuah karya sastra, namun tidak ikut menjadi bagian didalamnya. Walau demikian unsur ekstrinsik cukup berpengaruh terhadap totalitas bangun cerita yang dihasilkan. Oleh karena itu, umsur ekstrinsik sebuah novel haruslah tetap dipandang sebagai sesuatu yang penting. Adapun beberapa unsur ekstrinsik novel yaitu : sejarah atau biografi pengarang, situasi dan kondisi, nilai-nilai dalam cerita, dan lain-lain (Nurgiyantoro 1995: 23) 2.2 Resensi Novel “Senandung Ombak” Karya Yukio Mishima

Sebuah karya sastra dibangun atas unsur intrinsik seperti tema, penokohan, alur, plot, dan latar atau setting. Hal ini merupakan struktur formal dalam sebuah novel yang menjadi fokus dalam menganalisis novel

“Senandung Ombak” Karya yukio mishima.

2.2.1 Tema

Menurut scharbach dalam Aminuddin (2000:91) istilah tema berasal dari bahasa latin yang berarti tempat untuk meletakkan suatu perangkat. Disebut demikian karena tema adalah ide yang mendasarai suatu cerita sehingga berperan juga sebagai pangkal tolak pengarang

(28)

dalam memaparkan karya fiksi yang diciptakanya. Sebab itulah penyikapan terhadap tema yang diberikan pengarangnya dengan pembaca umumnya terbalik. Seorang pengarang harus memahami tema cerita yang akan dipaparkan sebelum melaksanakan proses kreatif penciptaan, sementara pembaca baru dapat memahami tema bila mereka telah selesai memahami unsur-unsur signifikan yang menjadi media pemapar tema tersebut.

Lebih lanjut lagi scharbach menjelaskan bahwa tema is not synonymous whith moral or message... the does relate to meaning and poupose, in the sense. Karena tema adalah kaitan hubungan antara makna dan tujuan pemaparan prosa fiksi oleh pengarangnya, maka untuk memahami tema, seperti telah di singgung diatas, pembaca harus terlebih dahulu memahami unsur-unsur signifikan yang membangun suatu cerita, menyimpulkan makna yang di kandungnya, serta mampu menghubungkan dengan tujuan penciptaan pengarangnya.

Tema adalah sesuatu yang menjadi pokok permasalahan atau sesuatu yang menjadi pemikiriran pengarang (ide cerita) yang ingin disampaikan kepada pembacanya. Tema ini disampaikan pengarang melalui jalinan cerita yang ia buat didalam novel. Selain ide cerita, tema dapat berupa pandangan hidup, hal ini sebagaiman dikemukakan oleh Brook tarigan (1984: 125) bahwa tema adalah pandangan hidup tertentu yang membentuk atau membangun dasar atau gagasan utama dari suatu karya sastra.

(29)

Sementara itu, menurut Fananie (2000:84) tema adalah ide, gagasan, pandangaan hidup pengarang yang melatarbelakangi terciptanya karya sastra. Karena karya sastra merupakan refeleksi kehidupan masyarakat, maka tema yang diungkapkan dalam karya sastra sangat beragam. Tema dapat berupa pesan moral, etika, agama, sosial, budaya, teknologi dan tradisi yang terikat erat dengan masalah kehidupan. Tema suatu cerita hanya dapat diketahui atau ditafsirkan setelah kita membaca cerita serta menganalisis. Hal ini dapat dilakukan dengan mengetahui alur cerita serta penokohan dialog-dialognya, hal ini sangat penting karena ketiganya memiliki kerterkaitan satu sama lain dalam sebuah cerita.

Dialog biasanya mendukung penokohan/perwatakan, sedangkan tokoh- tokoh yang tampil dalam cerita tersebut berfungsi untuk mendukung alur dan mengetahui bagaimana jalanya cerita tersebut, dari alur ini lah kita dapat menafsirkan tema cerita tersebut.

Contohnya pada cerita novel “Senandung Ombak” karya yukio mishima, dalam novel ini menceritakan bagaimana perjuangan Hatsue memperjuangkan hubunganya dengan Shinji dan untuk meyakinkan ayah nya bahwa Shinji pantas menjadi pendamping hidupnya, walaupun Shinji orang miskin.

Dari hal yang telah penulis jelaskan di atas tampak tema yang ingin disampaikan oleh pengarang adalah “Sesulit apapun keadaan yang sedang dihadapi, bukanlah menjadi alasan untuk berhenti mewujudkan sebuah mimpi”.

(30)

2.2.2 Tokoh

Penokohan atau perwatakan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya maupun batinya yang dapat berubah, pandang hidupnya, sikapnya, keyakinannya, adat istiadatnya dan sebagainya. Menurut Jones dalam Nurgiyantoro (1995:165) penokohan adalah pelukisan gambar yang jelas tentang seorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Sedangkan menurut Kosasih dalam Ramadhani (2013:11) penokohan adalah cara pengaarang menggambarkan karakter tokoh-tokoh dalam cerita. Penokohan adalah bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam ceritanya dan bagaimana pula perilaku tokoh-tokoh tersebut. Dalam penokohan ada dua hal penting, yaitu pertama berhubungan denga tehnik penyampaian dan yang kedua adalah berhubungan dengan watak atau kepribadian tokoh yang ditambilkan.

Kedua hal ini memiliki hubungan yang sangat erat karena penampilan dan penggambaran sang tokoh harus mendukung watak tokoh tersebut (Aminuddin, 2007:79).

Boulton dalam Aminuddin (2000:79) mengungkapkan bahwa cara pengarang menggambarkan atau memunculkan tokohnya itu dapat berbagai macam. Para tokoh yang terdapat dalam suatu cerita memiliki peranan yang berbeda-beda. Abrams dalam Nugriyantoro (19950:165) menjelaskan bahwa tokoh cerita adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif yang ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kencenderungan tertentu seperti diekspresikan dalam ucapan dan apa yang

(31)

Menurut Nugriyantoro (1995:176) berdasarkan peranan dan tingkat pentingnya, tokoh terdiri atas tokoh utama dan tokoh tambahan. Tokoh utama adalah yang diutamakan pengarang dalam novel yang bersangkutan dan tokoh yang memiliki peranan penting dalam cerita tersebut, ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang di kenai kejadian. Tokoh tambahan memiliki peranan tidak penting karena kemunculannya hanya melengkapi, melayani dan mendukung pelaku utama. Tokoh tambahan kejadiannya lebih sedikit dibandingkan tokoh utama, yakni hanya ada jika berkaitan dengan tokoh utama secara langsung.

Penokohan dalam novel Senandung Ombak Karya Yukio Mishima sebagai berikut:

1. Hatsue adalah tokoh utama dalam novel Senandung Ombak yang merupakan seorang gadis yang setia, sabar dan penyayang.

2. Shinji yang menjalin hubungan dengan Hatsue. Ia merupakan orang yang pekerja keras, pantang menyerah, setia.

3. Ibu Shinji orang yang sangat mendukung hubungan Hatsue dan Shinji.

4. Ayah Hatsue orangnya pemarah, keras kepala dan orang yang sangat menentang hubungan Hatsue dan Shinji.

2.2.3 Alur atau Plot

(32)

Alur atau Plot adalah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusun satu persatu dan saling berkaitan satu sama lain menurut hukum sebab akiba tdari awal sampe akhir cerita. Peristiwa yang satu akan mengakibatkan timbulnya peristiwa yang lain, peristiwa yang lain tersebut akan menjadi sebab bagi timbulnya peristiwa berikutnya dan seterusnya sampai peristiwa itu berakhir (Aminuddin, 2000:83).

Tahapan plot dibentuk oleh satuan-satuan peristiwa, setiap peristiwa selalu diemban oleh pelaku-pelaku dengan perwatakan tertentu, selalu memiliki setting tertentu dan selalu menampilkan suasana tertentu pula. Sebab itu lah dengaan memahami plot, pembaca dapat sekaligus berusaha memahami penokohan/perwatakan maupun setting.

Dalam tahap alur selalu terdapat konflik. Konflik merupakan inti dari sebuah alur. Konflik dapat diartikan sebagai sebuah pertentangan.

Menurut Kosasih dalam Ramadhani (2013:10) bentuk-bentuk pertentangan antara lain:

1. Pertentangan manusia dengan dirinya sendiri, 2. Pertentangan manusia dengan sesamanya.

3. Pertentangan manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan ekonomi, sosial, politik dan budaya,

4. Pertentangan manusia dengan Tuhan atau keyakinan,

Bentuk-bentuk konflik inilah yang kemudian diangkat kedalam novel dan menggerakkan alur cerita. Berdasarkan uraian tentang konflik

(33)

Karya Yukio Mishima adalah pertentangan manusia dengan sesamanya.

Keinginan Hatsue untuk meyakinkan ayahnya bahwa hubungannya dengan Shinji dianggap hanya sebagai omongan kosong belaka. Tetapi meskipun demikian Hatsue tetap berusaha dan tetap berjuang untuk mewujudkan mimpinya tersebut.

Alur atau Plot dibagi menjadi dua jenis, yaitu:

1. Alur maju adalah alur yang susunannya mulai peristiwa pertama, kedua, ketiga dan seterusnya sampai cerita berakhir.

2. Alur mundur adalah alur yang susunanya dimulai dari peristiwa terakhir, kemudian kembali pada peristiwa awal kemudian akhirnya kembali pada peristiwa akhir sebelumnya.

Dari penjelasan alur (plot) di atas, maka alur yang terdapat pada cerita novel Senandung Ombak Karya Yukio Mishima ini adalah alur maju. Karena dalam cerita novel ini susunanya berurutan hinnga di akhir cerita.

2.2.4 Latar atau Setting

Latar atau setting adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta suasana yang terjadi dalam cerita novel. Latar berfungsi sebagai pendukung alur dan penokohan, memberi nuansa makna terntu serta mampu menciptakan suasana-suasana tertentu yang menggerakkan emosi atau aspek kejiwaan pembacanya. Gambaran situasi yang jelas akan

(34)

membantu memperjelas peristiwa yang sedang dikemukakan pengarang (Aminuddin, 2000:68).

Sebagai salah satu bagian unsur pembangunan karya fiksi, setting selalu memiliki hubungan dengan unsur-unsur signifikan yang lain dalam rangka membangun totalitas makna serta adanya kesatuan (unity) dari keseluruhan isi yang dipaparkan pengarangnya. Setting selalu memiliki hubungan dengan penokohan dan alur untuk mewujudkan suatu tema cerita (Ramadhani, 2013:15).

Menurut Abrams dalam Fananie (2000:99) secara garis besar latar dapat dikategorikan dalam tiga bagian yaitu:

1. Latar Tempat

Latar tempat mengarah pada lokasi terjadinya peristiwa yang diceritkan dalam sebuah cerita. Penngambaran latar tempat ini hendaklah tidak bertentangan dengan realita tempat yang bersangkutan, hingga pembaca (terutama yang mengenal tempat tersebut) menjadi tidak yakin dengan apa yang kita sampaikan. Agar dapat mendiskripsikan suatu tempat secara meyakinkan, pengarang perlu menguasai situasi geografis lokasi yang bersangkutan. Sebab, tentunya tidak ada satupun desa, kota atau daerah yang sama persis dengan daerahnya.

Dalam novel Senandung Ombak lokasi berlangsung cerita bervariasi sesuai dengan peristiwa-peristiwa terjadi disebush

(35)

Utajima. Tetapi terdapat juga ditempat lain seperti, pantai Taman, gua ditanjung Benten, rumah, pemandian umum, kuil Yashiro, gunung Higashi dan kuburan.

2. Latar Waktu

Latar waktu mengarah pada saat terjadinya peristiwa, yang meliputi hari, tanggal bulan, tahun, bahkan zaman tertentu yang melatarbelakangi cerita tersebut. Dalam cerita non fiksi, latar waktu merupakan hal yang perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan keracunan ceritanya itu sendiri.

Latar waktu dalam Senandung Ombak adalah pada masa zaman Modren. Peristiwa-peristiwa dalam novel berlangsung pada waktu musim panas, musim semi, musim salju, saat senja, saat badai.

3. Latar Sosial

Latar sosial mengarah kepada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat disuatu tempat yang diceritakan dalam karya fiksi maupun non fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan bersikap, dan lain sebagainya. Latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang bersangkutan, misalnya rendah, menengah atau tinggi.

(36)

Dalam novel ini penggarang banyak manampilkan kehidupan sosial para masyarakat nelayan di Utajima Jepang dan terdapat perbedaan status sosial yang cukup lebar antara yang kaya dan yang miskin. Akan tetapi, hal itu tidak menghalangi jalinan cinta antara Hatsue dengan Shinji yang berbeda status sosialnya. Shinji dari keluarga miskin sedangkan Hatsue adalah putri dari Terukichi, seorang saudagar kaya pemilik kapal Utajima-maru.

2.3 Biografi Pengarang

Pengarang novel “Senandung Ombak” adalah Yukio Mishima.

Yukio Mishima adalah nama pena dari penulis sekaligus penyair, dramawan, aktor dan sutrdara jepang bernama Kimitake Hiraoka yang dimana nama itu nama pemberian oleh orang tuanya atau nama aslinya.

Yukio Mishima lahir di Shinjuku, Tokyo, 14 Januari 1925, dia lahir dari kalangan bangsawan. Ayahnya seorang pejabat pemerintahan bernama Azusa Hiraoka, Ibunya bernama Shizue, putri dari Kenzo Hashi, seorang kepala sekolah generasi kelima di Kaisei Academy Tokyo.Ia memiliki adik perempuan bernama Mitsuko yang meninggal pada usia 17 tahun akibat tipus pada tahun 1945, dan seorang adik laki-laki Chiyuki.

Masa kecilnya didominasi oleh neneknya yang bernama Natsu, ia diambil dan dipisahkan dari kedua orang tuanya selama beberapa tahun.

Mishima dikembalikan kepada kedua orang tuanya ketika sudah berusia 12 tahun. Ayahnya seorang tentara yang menyenangi disiplin militer. Pada

(37)

membaca karya-karya Oscar Wilde,Rainer Maria Rilke dan sejumlah pengarang klasik jepang. Setelah 6 tahun bersekolah, ia diterima sebagi anggota termuda dewan redaktur perkumpulan sastra disekolah. Ia diundang untuk menulis sebuah cerira pendej prosa untuk majalah sastra Gakushuin dan mengirm cerita berjudul Hanazakari no Mori sehingga membuat guru-guru Mishima begitu terkesan dengan cerita yang ditulisnya. Dikhawatirkan menyebabkan reaksi yang tidak baik dari teman-teman sekelanya, oleh karena itu para guru menciptakan nama pena untuk dirinya dan sekaj itu ia dikenal sebagi Yukio Mishima.

Mishima lulus dari Universitas Tokyo, Ia mendapat gelar Sarjana Hukum dari Universitas Kerajaan di Tokyo pada tahun 1947. Setelah lulus, ia bekerja pada Kementerian Keuangan. Tapi ia hanya beberapa bulan bekerja disana, karena berniat menggunakan seluruh waktunya untuk memupuk bakatnya sebagai seorang sastrawan. Pada usia 33 tahun, ia telah menerbitkan 12 roman, 5 lakon sandiwara, sejumlah esai dan sajak. Senandung Ombak diterbitkan di Jepang dengan judul Shiosai, mendapat hadiah sastra Shinchosa pada tahun 1951. Ia tiga kali dinominsika sebagai penerima Nobel kesustraan dan sudah banyak mendapat penghargaan atas karya-karya satra yng dibuatnya.

Karya-karya Yukio Mishima mendapat perhatian dunia internasinal, dan mendapat penggemar yang cukup banyak di Eropa dan Amerika Serikat. Sebagian besar dari karya-karya terkenalnya sudah diterjemahkan kedalam bahasa Ingris, Ia juga namyak melakukan perjalanan. Pada tahun 1952 ia mengunjungi Yunani negara yang begitu

(38)

dikaguminya sejak anak-anak. Unsur-unsur Yunani tampak dalam

“Shiosai atau Senandung Ombak” (“Sound of the waves”) yang diterbitkan tahun 1954, dan isnpirasinya bersal dari legenda Yunani Daphins dan Chole

Pada usia 20 tahun, ia meramalkan sendiri bahwa hidupnya sudah mendekati ajal. Karena kesehatanya terganggu, ia tidak terpanggil mengikuti wajib militer sehingga terlepaslah keinginanya untuk gugur di medan perang pada saat-saat terakhir Perang Dunia II. Mishima menikah dengan Yoko Sugiyama pada 11 juni 1958, Dua anak lahir dari istrinya, Seorang anak perempuan bernama Noriko lahir (2 Juni 1959) dan seorang anak laki-laki bernama Lichiro (lahir 2 Mei 1962)`

Pada tahun 1970, ketika usianya baru 45 tahun dan bakatnya cemerlang sebagai sastrawan sedang memuncak, ia melakukan seppuku. Ia dikenang setelah mati bunuh diri.

2.4 Studi Pragmatik dan Semiotik

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan prgmatik sastra untuk menganalisis nilai-nilai yang terkandung dalam cerita novel

“Senandung Ombak” karya Yukio Mishim, penulis menggambil beberapa cuplikan yang teks yang memiliki nilai dalam cerita novel tersebut.

Pragmatik sastra adalah cabang penelitian ilmu sastra yang mengarah kepada aspek kegunaan sastra. Penelitian ini muncul atas dasar ketidak

(39)

hanya sebagai teks itu saja. Kajian struktural dianngap hanya mampu menjelaskan makna karya sastra dari permukaannya saja. Maksudnya, kajian struktur sering melupakan aspek pembaca sebagai penerimaan makna atau pemberi makna terhadap peranan pembaca dalam menerima, memahami dan menghayati karya sastra, karena pembaca sangat berperan dalam menetukan sebuah karya sastra itu merupakan karya sastra atau tidak dan sebagai sebuah keutuhan komunikasi sastrawan-karya sastra – pembaca, maka hakikatnya karya sastra yang tidak sampai kepada pembaca bukanlah karya sastra, Siswanto dan Roekhan dalam Endraswara (2008:70).

Pendekatan pragmatik satra memandang karya sastra sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan kepada pembaca, seperti tujuan pendidikan moral, agama, dan tujuan pendidikan lainya. Dengan kata lain pragmatik sastra bertugas sebagai pengungkapan tujuan yang dikemukakan para pengarang untuk mendidik masyrakat pembacanya.

Sebanyak nilai-nilai, ajaran-ajaran dan pesan-pesan yang diberikan kepada pembaca, maka sebaik dan berniali tinggi karya sastra tersebut, Abrams dalam Jabrohim (2012:670). Menurut Selden dalam Endraswara (2008:70) karya sastra tidak mempunyai keberadaan sampai karya sastra dibaca, pembacalah yang menerapkan kode untuk menyampaikan pesan.

Menurut Teeuw dalam Endraswara (2008:71) Kajian prgmatik selalu memunculkan persoalan yang berkaitan dengan masalah pembaca, yaitu apa yang dilakukan pembaca dengan karya sastra, apa yang dilakukan karya sastra dengan pembacanya serta apakah tugas dan batas

(40)

kemungkinan pembaca sebagai pemberi makna. Hal ini berhubungan dengan manfaat pragmatik sastra terhadap fungi-fungsi karya satra dalam masyarakat, perkembangan dan penyebarluasannya sehinnga manfaat karya sastra dapat dirasakan melalui peran pembaca dalam memahami karya sastra. Dengan indikator karya sastra pembaca dan karya sastra, tujuan pendekatan pragmatik adalah memberikan manfaat terhadap pembaca, maka masalah yang dapat dipecahkan melalui pendekatan prgamtik diantaranya adalah berbagai tanngapan masyarakat tertentu terhadap sebuah karya sastra.

Dari teks pragmatik, karya sastra dikatakan berkualitas apabila memenuhi keinginan pembaca. Maksudnya, betapapun hebatnya sebuah karya sastra, jika tidak dapat dipahami oleh pembaca karya sastra tersebut dikatakan gagal. Karya sastra tersebut tergolong black literature (sastra hitam) yang hanya dibaca oleh pengarangnya. Karena itu yang terpenting dari aspek pragmatik adalah mampu menumbuhkan kesenangan pembacanya. Hal ini selaras dengan pendapat sidney dalam Endraswara (2008: 17) yang mengatakan bahwa sastra hendaknya mempunyai fungsi to teach (memberikan ajaran) dan delight (memberi kenikmatan).

Selain pendekatan pragmatik, penulis juga menggunakan teori semiotik atau semiotika untuk melihat tanda (makna) nilai-nilai dalam novel Senandung Ombak dan manfaat novel tersebut bagi pembaca.

Menurut Aminuddin (2000: 124) semiotika adalah studi sistem lambang yamg pada dasarnya merupakan lanjutan dari strukturalisme. Bagi

(41)

didalamnya sudah ada potensi komunikatif. Potensi itu ditandai denggan digunakannya lambang-lambang kebahasaan. Tetapi lambang dalam karya sastra adalah lambang yang bersifat artistik.

Menurut Art Van Zoest dalam Santosa (1993: 3) Semiotika adalah studi tentang tanda-tandan segala yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungan dengan tanda-tanda lain, pengirimannya, dan penerimaanya oleh mereka yang menggunakannya. Kemudian menurut Sutadi Wiryaatmaja, semiotika adalah ilmu yang mengkaji kehidupan tanda dan maknanya yang luas dalam masyarakat, baik yang menggunakan bahasa ataaupun non bahasa.

Junus dalam Jabrohim (2012:86) mengemukakan bahwa karya satra merupakan stuktur sistem tanda yang bermakna, tanpa memperhatikan sistem tanda-tanda dan maknanya, maka struktur karya sastra atau karya sastra itu sendiri tidak dapat di mengerti maknanya secara optimal. Penelitian menggunakan teori semiotik juga dapat mengharapkan hubungan teks sastra pembaca. Tanda yang dapat karya sastra menghubungkan antara penulis, karya sastra dan pembaca.

Dalam hubungan ini teks sastra adalah sarana komunikasi sastra antara pengarang dan pembaca. Jika pengarang dalam merefleksikan karya menggunakan kode atau tanda tertentu yang mudah dipahami oleh pembaca, maka karya sastra tersebut akan mudah dipahami, tetapi sebaliknya jika tanda yang digunakan pengarang masih asing bagi pembaca, maka karya sastra tersebut akan sulit dipahami. Pada saat

(42)

menggunakan kode tertentu kadang-kadang justru timbul makna baru.

Teatapi semiotik arti atau makna karya sastra akan lebih mudah dipahami.

Namun arti atau makna dalam semiotik sendiri adalah meaning of meaning atau disebut juga makna (significance).

Dengan demikian, penulis akan menngunakan kajian semiotika untuk menjelaskan makna melalui tanda-tanda dalam kutipan teks novel”

Senandung Ombak” karya Yikio Mishima yang memiliki nilai pragmatik.

(43)

BAB III

ANALISIS PRAGMATIK TERHADAP CERITA NOVEL

“SENANDUNG OMBAK” KARYA YUKIO MISHIMA

3.1 Sinopsis cerita novel “Senandung Ombak” karya Yukio Mishima

Novel Karya Yukio Mishima yang berjudul Senandung Ombak ini bercerita tentang kisah cinta dipulau utajima ini menceritakan seorang pemuda nelayan bernama Shinji dan seorang gadis pencari mutiara yang bernama Hatsue yang tengah dilanda cinta. Awal mereka bertemu saat Shinji dalam perjalan pulang dari laut. Dia melihat seorang gadis yang belum pernah dilihatnya selama ini. Ia bersandar sambil beristrahat pada seonggok kayu-kayu besar yang terletak diatas pasir, yang biasanya disebut swipoa karena bentuknya demikian. Rupanya gadis itu baru saja selesai membantu pekerjaan membawa benda-benda itu dalam beristrahat disana umtuk sekedar menarik napas. Anak muda itu tidak bisa mengingat apakah ia pernah melihat gadis itu sebelumnya. Tak ada seraut wajah pun diseluruh Utajima yang tidak bisa dikenalnya. Anak muda itu pun sengaja berjalan melintas tepat didepan gadis tersebut. Seperti anak-anak memandang sesuatu yang asing, maka ia berhenti dan menatap wajah gadis itu dengan jeli. Gadis itu mengerutkan alisnya sedikit. Tapi ia tetap juga meneruskan pandangan nya kelaut, tak sedikit pun matanya beranjak ke arah anak muda itu. Selesai dari pengamatanya secara diam-diam ia segera melanjutkan lagi langkah untuk pulang. Selama diperjalana pulang pun Shinji terus memikirkan gadis itu.

(44)

Pada keesokan harinya mereka kembali melakukan aktifitas mereka yaitu berlayar menengkap ikan. Pekerjaan di Pulau Utajima adalah nelayan dan mencari mutiara. Pada saat jam makan siang mereka istrahat sambil bercerita-cerita. Saat semuanya asik makan sambil bercerita salah satu temanya Shinji yang bernam Jukchi bercerita tentang gadis itu.

Jukcihi mengatakan bahwa gadis itu anak dari Terukchi Miyata.

Terukchi Miyata mempunyai empat anak gadis dan seorang anak laki-laki. Kata orang dia mempunya anak gadis cukup banyak, maka tiga diantaranya dikawinkankannya dan membiarkan yang seorang lagi diadopsi keluarga wanita penyelam sekitar Oizaki di Shima. Kemudian secara tak terduga, putra satu-satunya, Matsu, meninggal lantaran sakit paru-paru tahun lalu. Hidup seorang duda dan hidup kesepian maka Terukichi Miyata memanggil kembali anak yag diadopsi itu, dan anak yang diadopsi itu adalah bernama Hatsue. Setelah Hatsue dipanggil kembali ayahnya memasukkannya kembali ke dalam silsilah keluarga dan memutuskan untuk mencari suami untuk putrinya.

Bicara tentang gadis itu serta bayangans si gadis yang telah ia lihat dipantai kemaren, menyebabkan keduanya susul menyusul kedalam pikiran Shinji. Pada waktu yang bersamaan ia sadar, dengan persaan yang tertekan akan kehidupannya sendiri yang miskin. Kenangan gadis itu terasa demikian dekat sehari sebelumnya itu, tiba-tiba saja sekarang terasa demikian jauh dari padanya karena sekarang ia tahu bahwa ayahnya adalah Terukchi Miyata, pemilik duah buah kapal muatan seratus delapan puluh

(45)

Empat atau lima hari kemudian angin bertiup sangat kencang, tak sebuah perahu pun yang pergi melaut begitu juga dengan ibu-ibu penyelam. Ibi Shinji meminta bantuannya untuk mencari kayu bakar di hutan dan ditengah perjalanan Shinji dan Hatsue bertemu secara tiba-tiba.

Mereka tidak menyangkan bisa bertemu kembali. Jadi keduanya berdirilah disana, terkejut bagaikan binatang yang secara tiba-tiba bertatapan dalam rimba, saling memandang ke dalam mata masing-masing, perasaan mereka terombang-ambing antara was-was dan penasaran dan salah satu diantara mereka pun berbicara dan saling memperenalkan diri masing-masing.

Akhirnya banyak bercerita hingga lupa bahwa matahari sudah hampir mau tenggelam. Setelah mereka sadar hari sudah mulai gelap merakapun saling berpamitan dan berjanji akan bertemu kembali. Sampai sekarang, Shinji selalu tenteram, hidup dengan senang, walaupun miskin.

Tapi sejak peristiwa itu ia jadi pemurung, gelisah dan suka melamun.

Begitupun yang dirasakan oleh Hatsue, dia sering senyum-senyum sendiri.

Seiring berjalannya waktu akhirnya saling jatuh cinta.

Dipertemuan berikutnya akhirnya mereka saling mengungkapkan perasaan mereka masing-masing dan menjalin sebuah hubungan. Seiring berjalannya waktu hubungan mereka pun diketahui oleh orang tua mereka dari warga dan mendengar kabar tak sedap tentang hubungan mereka yang dikabarkan sudah melakukan seks sebelum mereka menikah. Mendengar kabar tak sedap itu membuat ayah Hatsue menjadi marah besar dan tidak merestui hubungan mereka berdua. Dan akhirnya Hatsue tidak pernah dikasih izin keluar oleh ayahnya agar Hatsue dan Shinji tidak bertemu.

(46)

Tetapi walaupun Hatsue di kurung dirumah dia tidak pernah menyerah untuk bertemu dengan Shinji. Dia selalu berusaha memberi kabar kepada Shinji dengan menulis surat-surat, dan dia juga tidak pernah menyerah untuk meyakinkan ayah nya bahawa Shinji pantas menjadi pendamping hidupnya.

Sedangkan disisi lain Chiyoko, anak kepala penjaga mercusuar mencintai Shinji dan Yasuo, ketua dari perkumpulan nelayan muda di Utajima pun mencintai Hatsue. Mereka berdua selalu mengganggu hubungan Hatsue dan Shinji. Walaupun Yasuo selalu memfitnah Shinji, Hatsue selalu percaya kepada Shinji bahwa Shinji bukan seperti apa yang dikatakan Yasuo. Penantian cinta yang berliku-liku dan penuh rintangan tetap membuat Hatsue dan Shinji tetap tambah dalam menjalaninya.

Hingga pada suatu saat ketika kedua pemuda yang mencintai Hatsue, Shinji dan Yasuo bertemu untuk bekerja di kapal Utajima-Maru.

Pada usia 17 tahun mereka akan memulai latihan samudera dengan apa yang dikatakan denga “ pencuci beras”. Denggan memanfaatkan kesempatan itu ayah Hatsue menguji merekaa dalam kapal Utajima-Maru untuk berlayar bersama nahkoda yang diutus untuk kelayakan kedua pemuda tersebut untuk menjadi suami Hatsue.

Ditenggah perjalanan terdapat badai yang sangat besar sehinnga mengakibatkan sekat tambang yang mengikatkan Utajima-Maru pada pelampungnya lepas tetapi tidak ada yang berani, begitu juga dengan

(47)

Dan satunya orang yang berani turun yaitu Shinji, dia rela mempertaruhkan nyawanya dan menahan begitu dinginnya air alau seperti es demi hanya untuk memperbaiki sekat yang putus itu agar orang-orang yang didalam kapat tersebut selamat semua. Setelah mereka sampain di pulau nakodapun menceritakan semua yang terjadi, setelah mendenga cerita dari nahkoda kapal tersebut ayah Hatsue akhirnya berubah pikiran dan merestui hubungan mereka.

3.2 Nilai pragmatik apa yang terdapat dalam novel “Senandung Ombak” karya Yukio Mishima

Untuk mengetahui nilai-nilai pragmatik sastra yang terkandung dalam novel ”Senandung Ombak” karya Yukio Mishima maka penulis akan mengananlisi beberapa cuplikan teks yang mengandung nilai- nilai tersebut. Berikut adalah analisis nilai kestiaan yang diwujudkan dalam bentuk kesabaran, pantang menyerah, berdoa dalam menjalani liku-liku hubungannya dalam novel “Senandung Ombak” karya Yukio Mishima, yaitu:

Cuplikan 1 (hal 133-134)

Beberapa hari kemudian, ketika mereka sedang makan siang di atas Taihe-Maru sambil istrahat menangkap ikan, Ryuji berkata karena baginya masalah itu sudah tak tertahankan lagi.

Ryuji: “Kak Shin, hal ini benar-benar menyebakan darahku mendidih- cara Yasuo menyebarkan hal-hal buruk mengenai kau”.

(48)

Shinji: “ Jadi ia?” Shinji tersenyum dan tetap memperlihatkan ketabahan dan kesabaran seorang laki-laki. Dan dia berkat “Jangan hiraukan apapun yang mereka katakan tentang aku. Saya hanya menganggap bahwa ini sebuah tantangan bagi saya untuk bagaimana menghadapi masalah yang datang kepada saya saya. karena kedepan nya kita tidak tau maslah apa saja nanti yang saya hadapi, mungkin juga akan lebih besar dari masalah yang sekarang ini, dan saya sudah siap dan akan selalu bersabar menghadapi semua ini”. Mendengar perkaatan Shinji akhirnya mereka terdiam dan kembali melanjutkan makan.

Analisis:

Shinji: “ Jadi ia?” Shinji tersenyum dan tetap memperlihatkan ketabahan dan kesabaran seorang laki-laki. Dan dia berkat “Jangan hiraukan apapun yang mereka katakan tentang aku. Saya hanya menganggap bahwa ini sebuah tantangan bagi saya untuk bagaimana menghadapi masalah yang datang kepada saya. karena kedepan nya kita tidak tau masalah apa saja nanti yang kita hadapi, mungkin juga akan lebih besar dari masalah yang sekarang ini, dan saya sudah siap dan akan selalu bersabar menghadapi semua ini”.

Dari cuplikan teks diatas kita dapat melihat kesabaran Shinji.

Meskipun semua orang menghina, memfitnah, namun dia tetap sabar dan tidak membalaskan perkataan-perkataan penduduk yang tidak mendukungnya. Namun ia merasa semakin termotivasi karena ia

(49)

mengaagap semakin banyak rintangaan yang menghadangnya maka semakin tersulut semangat juangnya.

Cuplikan 2 (hal. 157)

Tulisannya sangat sulit dibaca, Hatsue menerangkan bahwa ia menulisnya ditempat tidur dini hari, sambil meraba-raba dalam gelap untuk menghindari kecurigaan dari ayahnya jika menghidupkan lampu.

Biasanya dia menulis surat kadang-kadang diwaktu siang, dan

“mengirimkannya” menjelang perahu para nelayan melaut keesokan paginya. Tapi pagi itu, katanya, ada sesuatu yang hendak dikatakannya segera, sehinnga ia telah merobek surat panjang yang ditulisnya kemarin dan menulis surat itu sebagai gantinya.

Analisis:

Berdasarkan cupllikan teks diatas kita dapat melihat kestiaan Hatsue yang diwujudkan dalam bentuk kesabaran. Meskipun surat yang ditulis Hatsue sudah dirobek oleh ayahnya, dia tetap sabar. Walaupun dia sudah dimarahai oleh ayahnya agar tidak berhubungan lagi dengan Shinji.

Dia tetap sabar dan menulis surat itu kembali. Sambil meraba-raba dalam kegelapan yang hanya disinari cahaya bulan. Dia takut menyalakan lampu karena nanti ayahnya curiga, karena menghindari hal itu akhirnya dia tidak menyalakan lampu untuk menulis surat itu kembali.

Cuplikan 3 (hal.193-194)

Mulai sekarang, setiap hari aku akan pergi kekuil Yashiro, berdoa demi keselamatammu dan hubungan kita direstui oleh ayah, Hatiku

(50)

besamamu. Aku meyertakan sebuah potreku, sehinnga karena itu aku bisa berlayar bersamamu. Potret ini diambil di tanjung Daio. Tentang kalian, ayah tak sedikitpun bicara kepadaku, tapi kupikir ia punya alasan khusus untuk menempatkan kalian berdua, kau dan Yasuo di kapalnya.

Analisis:

Dari cuplikan diatas menunjukkan sikap kegigihannya berdoa yang dimiliki oleh Hatsue. Hatsue terus berdoa agar Shinji pulang dengan selamat dari lautan yang luas yang sewaktu-waktu bisa merengut nyawanya. Dan juga selau berdoa agar hubungan mereka direstui oleh Ayahnya.

Dari segi pragmatik yang telah dijelaskan dalam teori Abrams, penulis melihat bahwa Hatsue merupakan seorang yang sabar dan tidak pantang menyerah berdoa. Dia selalu sabar menunggu Shinji pulang dan selalu mendoakan keselamatan Shinji. Dan dia tidak pernah patah semangat, karena hubungan mereka yang tidak di restui oleh ayahnya,Dia terus meyakinkan ayah nya bahwa Shinji orang yang sangat baik dan bertangung jawab dan dia tidak pernah lupa berdoa agara suatu saat nanti ayahnya berubah pikiran dan merestui hubungan mereka. Dan didalam benak Hatsue tidak ada kata menyerah dalam dirinya.

Cuplikan 4 (hal 195)

“Ayah, Shinji tidak seperti yang ayah pikirkan dia orang sangat baik, pekerja keras,sayang sama keluarga dan tidak seperti yang

(51)

. Dan bagaimana pun juga akau melihat ada sinar harapan untuk kita. Jangan hilang harapan dan teruslah berjuang aku akan menunggumu disini sampai kau kembali.

Analisis:

Berdasarka cuplikan teks diatas kita dapat melihat keteguhan Hatsue untuk meyakinkan ayahnya. Dia tidak pernah menyerah dan berhenti meyakinkan ayahnya. Bahwa Shinji pantas menjadi pendamping hidupnya. Hal tersebut menunjukan bahwa Hatsue akan siap menghadapi tantangan apa saja yang akan dihadapnya. Yang terdapat dalam cuplikan “.

Dan bagaimana pun juga akau melihat ada sinar harapan untuk kita.

Jangan hilang harapan dan teruslah berjuang aku akan menunggumu disini sampai kau kembali.”

Dia selalu sabar menunggu Shinji pulang dan selalu mendoakan keselamatan Shinji. Dan dia tidak pernah patah semangat, karena hubungan mereka yang tidak di restui oleh ayahnya,Dia terus meyakinkan ayah nya bahwa Shinji orang yang sangat baik dan bertangung jawab dan dia tidak pernah lupa berdoa agara suatu saat nanti ayahnya berubah pikiran dan merestui hubungan mereka. Dan didalam benak Hatsue tidak ada kata menyerah dalam dirinya.

Dari segi pragmatik yang telah dijelaskan Abrams, penulis melihat bahwa hatsue sosok yang sabar dan tidak mudah putus asa. Namun ia merasa semakin termotivasi karena ia menganggap semakin banyak

(52)

rintangan yang menghadangnya, maka semakin tersulut semangat juangnya.

Cuplikan 5 (hal 155)

Dalam hatinya Shinji berdoa “Dewa bantu lah saya dalam menghadapi semua ini, berikanlah saya jalan untuk menyelesaikan masalah ini dan berikanlah saya selalu kebahagiaan”

Kantor kuil tiba-tiba terang. Shinji berseru, dan tambaklah pendeta muncul dari jendela.

Analisis:

Dari cuplikan diatas menunjukan sikap kesabaran Shinji.

Kesabaran Shinji yang diwujudkan dalam bentuk berdoa. Meskipun dia banyak masalah dia tidak putus asa dia tetap berdoa agar dia kuat menghadapi semua masalah yang dia alaminya. Dan selalau dilindungi dalam melakukan pekerjaannya sehari-hari.

Cuplikan 6 (hal 190 -191)

“Nahkoda itu menawarkan barang kali ia besedia bekerja di Utajima-maru sebagai seorang “pencuci beras”.

Sang ibu terdiam, sedangkan Shinji menyahut bahwa ia akan setuju untuk ikut berlayar karena ini menjadi sebuah tantang baginya untuk membuktikan kepada ayah Hatsue.

(53)

Analisis:

Berdasarkan cuplikan diatas kita dapat melihat perjuangan Shinji untuk membuktikan kepada Ayah Hatsue bahwa dia sangat menyayangi putrinya.

Dari segi pragmatik yang telah dijelaskan teori Abrams, penulis meliha bahwa Shinji sosok yang pantang menyerah. Shinji berani menerima sebagi “pencuci beras” dan ikut berlayar kelautan yang sangat luas dengan ombak yang sangat besar. Hal tersebut menunjukkan bahwa Shinji akan siap menghadapi tantangan apa saja yang akan dihadapinya, dan dengan cara begitu dia bisa menunjukan kepada Ayah Hatsue bahwa dia bisa menghidupi kebutuhan Hatsue dan membahagiakannya.

(54)

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dalam menganalisis novel Senandung Ombak Karya Yukio Mishima adalah sebagai berikut:

1. Novel Senandung Ombak merupakan jenis novel pragmatik dan novel perjungan. Hal ini karena novel Senandung Ombak menggambarkan tentang peranggai, jiwa dan perjuangan seorang gadis yang bernama Hatsue dan Shinji sebagai tokoh dalam cerita. Novel ini bercerita tentang kesetiaan,kesabaran dan perjuangan Hatsue dalam mempertahankan hubungannya dengan Shinji, karena hubungan mereka tidak direstui oleh ayah Hatsue karena Shinji orang yang miskin. Dengan perjuangan panjang dan berat akhirnya Hatsue dan Shinji berhasil mewujudkan immpianya tesebut.

2. Tema yanga diangkat dalam novel ini adalah “ Sesulit apapun keadaan yang sedang dihadapi, bukanlah menjadi alasan untuk mewujudkan sebuah mimpi”

3. Nilai yang paling menonjol dalam novel ini adalah kesetian dalam menjaga hubungan. Nilai kesetiaan tersebut diwujudkan dalam bentuk kesabaran, perjuanggan atau pantang menyerah,

(55)

4. Novel “Senandung Ombak” Karya Yukio Mishima jika dilihat dari segi pragmatik merupakan novel yang baik. Hal ini dikarenakan banyaknya memberikan pembelajaran bagi diri penulis maupun pembaca khususnya dalam menghadapi masalah yang sama.

4.2 Saran

Melalui skripsi ini penulis berharap agar pembaca dapat lebih banyak memahami tentang karya sastra, Khususnya analisis karya sastra yang berhubungan dengan pendekatan pragmatik sastra. Karena semakin banyak kita mengetahui sesuatu mengenai analisis karya sastra maka pengetahuan kita mengenai karya sastra pun akan semakin luas. Melalui skripsi ini penulis juga berharap pembaca memiliki minat untuk membaca karya-karya sastra, yaitu novel. Novel merupakan salah satu karya sastra yang menarik karena cerita dalam novel dikemas dengan gaya bahas yang mudah dipahami. Dengan membaca novel kita mendapat cerita yang menarik, bagus dan insipiratif.

(56)

DAFTAR PUSTAKA

Altenberd dan Lewis. 1996. Teori Pengkajian Fiksi. Sumberpustakaku.

Blogspot.Com>2015/02

Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penilitian Sastra. Yogyakarta : Media presindo.

Fananie, Zainudin 2000. Telaah Sastra. Surakarta : Muhammadiyah University Press

Jabrohim. 2012 .Teori Penelitian Sastra, Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Nazir. Mohammad. 1988. Metode Penelitian Jakarta : Ghalia Indonesia

Nugriyantoro. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. http://diglid.unila.ac.id

Nursisto. 2000. Penuntun Mengarang. Yogyakarta : Adicita Karya Nusa

Pradopo. 1995. Kajian Semiotik. Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Panuti Sudijiman. 1986. http://asemmanis wordpres. Com/2009/10/03/pengertian- sastra secara-umum-dan-menurut-para-ahli

Selfi, Indriyani. 2017. Analisis Psikologis Terhadap Cerita Novel “Senandung Ombak” Karya Yukio Mishima. Skripsi Universitas Diponegoro Semarang

Sumardjo. 1984. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta: PT. Gramedia

Tarigan, Heny Guntur. 1984. Prinsip Dasar-Dasar Sastra. Bandung :Angkasa.

Referensi

Dokumen terkait

yang dilakukan dalam penelitian ini, meliputi: (1) per siapan media tanam, tanah sebagai media tanam diper oleh dar i lokasi 1 kebun, diber sihkan dan dimasukkan ke

4 Program peningkatan pengembangan sistem pelaporan capaian kinerja dan keuangan. a Penyusunan laporan realisasi keuangan dan

Intersubjektivitas yang terjadi dalam The Egmont Group, sebagai transgovermental organization, terkait dengan penanganan pendanaan terorisme kemudian terlihat dari

Gambang : Alat musik pukul tradisional yang dibuat dari bilah-bilah kayu atau bambu yang panjang dan besarnya tidak sama, dimainkan dengan cara dipukul. Rumpun :

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh kemandirian pribadi terhadap perilaku kewirausahaan pada pedagang pakaian Pasar Petisah

Dari analisa yang dilakukan pada model rantai di atas didapatkan hasil tegangan Von Mises yang terbesar pada daerah antara sambungan rantai sebesar 6,81 x 10 8 Pa

perusahaan (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal perusahaan (peluang.. dan ancaman) yang dianalisis dengan satu model analisis yaitu model matriks. SWOT untuk

Instruksi Kerja Layanan Pembaca diberikan kepada para pemustaka yang ingin membaca atau mencari koleksi perpustakaan yang dimiliki perpustakaan FMIPA