• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Mamuju terletak di Provinsi Sulawesi Barat, Pulau Sulawesi. Berdasarkan posisi dan letak geografis wilayah, berada pada koordinat 1038’110”-2054’552” lintang selatan dan 1054’47”-1305’35” bujur timur.

Kabupaten Mamuju yang ber-ibukota di Mamuju sekaligus Ibukota dari Provinsi Sulawesi Barat, di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Mamuju Tengah dan Provinsi Sulawesi Selatan, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Majene, Kabupaten Mamasa dan Provinsi Sulawesi Selatan, di sebelah timur berbatasan dengan Provinsi Sulawesi Selatan, dan disebelah barat berbatasan dengan selat Makassar (Gambar 3).

Penelitian ini dilakukan dari bulan Maret 2014 hingga Desember 2015, termasuk kegiatan lapangan, penulisan tesis, pembuatan jurnal, seminar, dan ujian.

Jenis Data dan Sumber Data Tahun

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder, Sumber data diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Perencanaan Pembangunan Daerah dan dinas-dinas terkait. Sumber data tahun yang digunakan tahun 2002, 2006, 2009, 2013 dan 2015. Sumber data juga diakses melalui publikasi artikel maupun makalah/jurnal ilmiah dari internet untuk mendukung ketersediaan data lainnya yang lebih lengkap. Jenis data yang dikumpulkan disesuaikan dengan tujuan penelitian sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 2.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah menguraikan sektor potensial ekonomi wilayah dan karakteristik fisik-geografis wilayah di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat dalam dimensi regional dan lokal, yang didukung dengan tiga tujuan antara yaitu, (1) mengidentifikasi potensi wilayah Kabupaten Mamuju dalam perspektif Pulau Sulawesi, (2) mengidentifikasi sektor dan komoditas unggulan di dalam Kabupaten Mamuju dan (3) Menyusun arahan pengembangan wilayah di Kabupaten Mamuju.

Bagan Alir Penelitian

Bagan alir penelitian ini didasarkan atas 2 bagian, yaitu sektor potensi ekonomi wilayah dan Karakteristik fisik-geografis wilayah Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat dalam dimensi regional dan lokal. Untuk itu, dilakukan dengan 4 tahapan penelitian, yaitu tahapan analisis permasalahan wilayah dengan indikator perkembangan wilayah, tahapan pengumpulan data, tahapan analisis data, dan tahapan interpretasi hasil. Pada tahap permasalahan dilakukan analisis dengan kondisi eksiting Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat dengan indikator perkembangan wilayah dilihat dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), PDRB/PDRB perkapita dan kebijakan pembangunan.

Tahapan pengumpulan data yang diperlukan untuk dilakukan analisis sektor unggulan eksisting dan potensi wilayah, yaitu untuk sektor unggulan dalam perspektif Pulau Sulawesi berupa unit data PDRB Kab/Kota se-pulau Sulawesi kemudian sektor unggulan dan komoditas unggulan kecamatan di Kabupaten Mamuju data PDRB/PDRB perkapita se-kecamatan Kabupaten Mamuju, produktivitas, produksi dan luas lahan di Kabupaten Mamuju. Karakteristik fisik geografis wilayah berupa data fisik-georafis wilayah pulau Sulawesi berupa Peta Ecoregion Pulau Sulawesi, peta administrasi, data geologi, data topografi, elevasi, kemiringan lereng, data jenis tanah, dan data land use.

Pada tahapan analisis data, dalam dimensi regional, untuk mengetahui potensi wilayah Kabupaten Mamuju dalam perspektif pulau Sulawesi sektor potensial ekonomi wilayah digunakan unit data PDRB Kab/Kota se-pulau Sulawesi dengan analisis LQ- SSA dan analisis Typology Klassen untuk memperoleh keunggulan Kabupaten Mamuju, dan untuk mengetahui karateristik fisik-geografis wilayah dalam perspektif pulau Sulawesi, digunakan data fisik wilayah Pulau Sulawesi berupa unit peta administrasi, Peta Ecoregion Pulau Sulwesi dengan analisis geomorfologi, dan data geologi, data topografi, elevasi, kemiringan lereng, data jenis tanah, dan data land use untuk memperoleh gambaran umum fisik-geografis wilayah Kabupaten Mamuju.

Dalam dimensi lokal, untuk mengetahui sektor unggulan pembangunan di dalam Kabupaten Mamuju, digunakan data PDRB perkapita se-kecamatan Kabupaten Mamuju, dengan analisis analisis LQ, SSA, matriks DS dan LQ. untuk memperoleh sektor dan komoditas unggulan pembangunan di dalam Kabupaten Mamuju wilayah, Selanjutnya, tahap interpretasi hasil dengan membuat arahan pengembangan wilayah dan pembangunan. Bagan alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Tabel 2 Jenis dan sumber data tahun yang digunakan, metode dan teknik analisis data dan output yang diharapkan

Tujuan Penelitian Jenis dan Sumber Data Tahun Sumber Data Tahun Metode Analisis Data Output yang di harapkan Tujuan 1:

Mengidentifikasi potensi wilayah Kabupaten Mamuju dalam perspektif Pulau Sulawesi Sektor potensial ekonomi wilayah  Peta Administrasi Tahun 2014  PDRB Kab/Kota se- Sulawesi Tahun 2002 dan 2006  Bappeda Tahun 2014  BPS Kab/Kota se- Sulawesi dalam Angka tahun 2005 dan 2010  Location Quotient (LQ)  Shift-Share Analysis (SSA)  Typology Klassen Keunggulan Kab. Mamuju Tujuan 2:

Mengidentifikasi sektor dan komoditas unggulan di dalam Kabupaten Mamuju a. Sektor dan kawasan unggulan wilayah  PDRB kecamatan Kabupaten Mamuju Tahun 2006 dan 2013  BPS Kabupaten Mamuju dalam Angka Tahun 2010 dan 2014  Location Quotient (LQ)  Shift-Share Analysis (SSA)  Matriks DS dan LQ Sektor unggulan pembangunan b. Potensi fisik- geografis wilayah  Peta Ekoregion Pulau Sulawesi Tahun 2015  Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2015  Analisis unit geomorfologi Gambar Umum Kondisi Fisik- geografis wilayah Kab. Mamuju  Peta Landsistem Tahun 2010  Peta RBI Tahun 2010  Peta Penggunaan Lahan Tahun 2010  Peta DEM SRTM 90  Peta Jenis Tanah  Badan Informasi Geospasial (BIG) Tahun 2010  Analisis kemampuan dan kesesuaian lahan Kemampuan dan kesesuaian lahan Kab. Mamuju Tujuan 3: Menyusun arahan pengembangan wilayah di Kabupaten Mamuju  Produktivitas, produksi dan luas lahan Kabupaten Mamuju Tahun 2009 dan 2013  BPS Kabupaten Mamuju dalam Angka Tahun 2010 dan 2014  Location Quotient (LQ)  Shift-Share Analysis (SSA)  Matriks SSA dan LQ  Matriks arahan Arahan pengembangan wilayah di Kabupaten Mamuju

Gambar 4 Bagan alir penelitian

Metode Analisis Data

Mengidentifikasi Potensi Wilayah Kabupaten Mamuju Dalam Perspektif Pulau Sulawesi

Mengidentifikasi potensi wilayah Kabupaten Mamuju dalam perspektif Pulau Sulawesi di dasarkan pada 2 pendekatan, yaitu sektor potensial ekonomi wilayah dan karakteristik fisik-geografis wilayah, sebagai berikut :

Sektor Potensial Ekonomi Wilayah

Untuk mengidentifikasi potensi wilayah dalam perspektif Pulau Sulawesi, melalui perkembangan ekonomi wilayah dilakukan dengan analisis Location Quotient

(LQ), analisis shift-share (SSA) dan Typology Klassen.

Metode Location Quotient (LQ), merupakan salah satu pendekatan yang umum digunakan dalam model ekonomi basis (sektor basis) sebagai langkah awal untuk melihat sektor kegiatan ekonomi wilayah yang menjadi pemacu pertumbuhan pembangunan daerah. Metode LQ digunakan untuk mengkaji kondisi perekonomian mengarah pada identifikasi spesialisasi kegiatan perekonomian (Carroll et al. 2007; Chiang 2008; Jing et al. 2009), sehingga nilai LQ yang sering digunakan untuk penentuan sektor basis dapat dikatakan sebagai sektor yang akan mendorong tumbuhnya ANALISIS PERMASALAHAN DENGAN INDIKATOR PERKEMBANGAN WILAYAH 1. Indeks Pembanguan Manusia (IPM) 2. PDRB /PDRB Perkapita 3. Kebijakan Pembangunan KONDISI EKSITING 1. Kesenjangan Pembangunan 2. Pertumbuhan Ekonomi tidak merata 3. Keterbelakangan Wilayah PERKEMBANGAN WILAYAH TAHAP ANALISIS DATA TAHAP INTERPRETASI HASIL Arahan pengembangan wilayah di Kabupaten Mamuju

TAHAP PENGUMPULAN

DATA PDRB Kab/Kota Se-Sulawesi dan

PDRB/PDRB perkapita kecamatan Kabupaten Mamuju LQ, SSA dan Klassen Sektor Unggulan Pembangunan LQ, SSA, Matriks LQ dan DS Komoditas Unggulan

Peta Administrasi dan Data Ekoregioan se-Pulau Sulawesi dan data fisik

lahan Kab. Mamuju

Karakteristik fisik-geografis dan Potensi Fisik Wilayah Analisis Unit Geomorfologi

dan Analisis Kemampuan Lahan

atau berkembangnya sektor lain serta berdampak pada penciptaan nilai tambah (Shukla 2000). Untuk mendapatkan nilai LQ digunakan persamaan analisis LQ sebagai berikut (Sjafrizal 2012) :

Dimana :

 PDRB Kab.Kota, i : PDRB sektor i di Kab/Kota pada tahun tertentu

 ΣPDR Kab.Kota : Total PDRB Kabupaten /Kota pada tahun tertentu

 PDRB Kab.Kota Sulawesi, i : PDRB sektor i Kab/Kota se-Pulau Sulawesi pada tahun tertentu

 ΣPDRB Kab.Kota Sulawesi : Total PDRB Kab/Kota se-Pulau Sulawesi pada tahun tertentu

Berdasarkan formulasi yang ditunjukkan dalam persamaan di atas, maka ada tiga kemungkinan nilai LQ yang dapat diperoleh (Sjafrizal 2012), yaitu:

 Nilai LQ = 1 Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di Kabupaten Mamuju dalam perspektif Pulau Sulawesi adalah sama dalam perekonomian regional

 Nilai LQ > 1 Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di Kabupaten Mamuju dalam perspektif Pulau Sulawesi adalah lebih besar dalam perekonomian regional

 Nilai LQ < 1 Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i di Kabupaten Mamuju dalam perspektif Pulau Sulawesiadalah lebih kecil dalam perekonomian regional

Jika nilai LQ>1, maka dapat disimpulkan bahwa sektor tersebut merupakan sektor basis dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian wilayah. Sebaliknya, Jika nilai LQ<1, maka sektor tersebut bukan merupakan sektor basis dan kurang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak perekonomian wilayah. Data yang digunakan dalam analisis Location Quotient (LQ), yaitu data PDRB wilayah Kab/Kota se-Pulau Sulawesi berdasarkan atas dasar harga konstan tahun 2000 menurut lapangan usaha tahun 2006.

Selanjutnya, analisis shift-share (SSA) digunakan untuk mengetahui perubahan dan pergeseran sektor perekonomian wilayah (Akkemik 2011). Hasil analisis shift share

akan menggambarkan kinerja sektor-sektor dalam PDRB di Kabupaten Mamuju Sulawesi Barat dibandingkan PDRB Kab/Kota se-Pulau Sulawesi. Kemudian dilakukan analisis terhadap penyimpangan yang terjadi sebagai hasil perbandingan tersebut. Jika nilai tersebut positif (+), maka dikatakan sektor dalam PDRB memiliki keunggulan kompetitif atau sebaliknya. Data yang digunakan dalam analisis shift share, yaitu unit data PDRB wilayah Kab/Kota se-Pulau Sulawesi 2 titik tahun, berdasarkan atas dasar harga konstan tahun 2000 menurut lapangan usaha tahun 2002 dan 2006. Penggunaan data harga konstan dengan tahun dasar yang sama agar bobotnya (nilai riilnya) bisa sama dan perbandingan menjadi valid (Tarigan 2007; Rustiadi et al. 2011).

Melalui analisis shift share, maka pertumbuhan ekonomi wilayah ditentukan oleh tiga komponen, yaitu:

1. Regional Share (RS), adalah pertumbuhan total wilayah Pulau Sulawesi pada dua titik tahun yang menunjukkan dinamika total wilayah.

2. Proportional Shift (PS) adalah menunjukkan pertumbuhan total aktivitas sektor

di Kab/Kota secara relatif di wilayah agregat yang lebih luas.

3. Differential Shift (DS) adalah menunjukkan tingkat kompetisi (competitiveness)

suatu aktivitas/sektor di Kab/Kota yang bersangkutan.

Secara matematis, Regional Share (RS), Proportional Shift (PS) dan Differential Shift

(DS) dapat diformulasikan (Rustiadi et al. 2011), sebagai berikut:

a b c

Dimana :

a : komponen regional share (RS) b : komponen proportional shift (PS) c : komponen differential shift (DS)

X.. : Nilai total aktivitas/sektor dalam total regional Sulawesi Xi. : Nilai aktivitas/sektor ke-i dalam total regional Sulawesi Xij : Nilai aktivitas/sektor ke-i dalam unit wilayah Kab/Kota ke-j t1 : titik tahun akhir

t0 : titik tahun awal

Selanjutnya Typology Klassen digunakan untuk memperoleh klasifikasi posisi pertumbuhan sektor perekonomian wilayah. Analisis Typology Klassen digunakan dengan tujuan mengidentifikasi posisi sektor ekonomi unggulan wilayah dengan memperhatikan sektor pertumbuhan sektoral (SSA pada nilai differential shift) dan pemusatan aktivitas ekonomi (Location Quotient) dengan menggunakan Klassen

(Typology Klassen) (Rustiadi et al. 2011). Dalam analisis pertumbuhan ekonomi

regional komponen nilai differential shift (DS) lebih penting dibandingkan dengan komponen regional share (Freddy 2001). Hal ini disebabkan nilai differential shift (DS) digunakan untuk melihat kompetisi perubahan pertumbuhan dari suatu kegiatan ekonomi wilayah sedangkan nilai Location Quotient (LQ) untuk melihat pemusatan aktivitas ekonomi terhadap aktivitas ekonomi total wilayah atau sebagai sektor basis ekonomi/sektor komparatif wilayah. Dari kedua komponen ini jika besaran DS dan LQ dinyatakan dalam suatu bidang datar, dengan nilai DS sebagai sumbu vertical (y) dan nilai LQ sebagai sumbu horizontal (x), maka diperoleh empat kategori posisi relatif ekonomi tersebut, dapat dilihat pada Tabel 3.

Menurut Hill dalam Kuncoro (2004) analisis tipologi wilayah yang diamati dapat dibagi menjadi empat klasifikasi, yaitu:

1. High growth and high income (daerah cepat maju dan cepat tumbuh)

2. High growth but low income (daerah berkembang cepat/potensial)

3. High income but low growth (daerah maju tapi tertekan)

4. Low growth and low income (daerah relatif tertinggal)

Dengan Kriteria sebagai berikut:

1 High growth and high income, Kuadran I (DS positif dan LQ positif/>1) adalah

wilayah/sektor maju dengan pertumbuhan sangat cepat (rapid growth

2 High growth but low income, Kuadran II (DS positif dan LQ negatif/<1) adalah wilayah/sektor dengan kecepatan pertumbuhan terhambat namun cenderung berpotensi (depressed region/industry yang berpotensi).

3 High growth but low income, Kuadran III (DS negatif dan LQ positif/>1) adalah

wilayah/sektor dengan kecepatan pertumbuhan terhambat tapi maju/berkembang

(depressed region/industry yang berkembang/ developing).

4 Low growth and low income, Kuadran IV (DS negatif dan LQ negatif/<1) adalah

wilayah/sektor depressed region/industry relatif tertinggal dengan daya saing lemah dan juga peranan terhadap wilayah rendah.

Tabel 3 Kriteria Typology Wilayah

Location Quotient (LQ)

Differential Shift (DS)

Negatif (-) Positif (+)

Positif (+/>1) sektor potensial atau masih dapat berkembang dengan

cepat (kuadran II)

sektor maju dan tumbuh cepat (kuadran I) Negatif (-/<1) sektor relatif tertinggal

(Kuadran IV)

sektor maju tapi tertekan (Kuadran III) Sumber: Hill dalam Kuncoro (2004)

Mengidentifikasi Sektor dan Komoditas Unggulan di dalam Kabupaten Mamuju

Untuk mengetahui sektor unggulan pembangunan wilayah kecamatan dengan cara mengidentifikasi potensi unggulan pembangunan tiap kecamatan di Kabupaten Mamuju berdasarkan unit administrasi kecamatan yang dilakukan dengan mengkombinasikan hasil analisis Location Quotient (LQ), dan hasil Shift Share Analysis

(SSA) pada komponen nilai differential shift (DS) digunakan analisis matriks DS dan LQ. Data yang digunakan pada analisis Location Quotient (LQ), yaitu unit data PDRB kecamatan Kabupaten Mamuju berdasarkan atas dasar harga konstan tahun 2000 untuk lapangan usaha tahun 2013. Data yang digunakan pada analisis analisis Shift Share

Analysis (SSA), yaitu unit data PDRB kecamatan Kabupaten Mamuju dua titik tahun,

berdasarkan atas dasar harga konstan tahun 2000 untuk lapangan usaha tahun 2006 dan 2013.

Metode analisis Location Quotient (LQ) digunakan untuk mengetahui pemusatan suatu aktivitas ekonomi wilayah (Jin et al. 2009) dalam cakupan wilayah agregat yang lebih luas dan dapat mengidentifikasi keungulan komparatif suatu wilayah dengan asumsi (1) kondisi geografis relatif sama, (2) pola-pola aktivitas bersifat seragam, dan (3) setiap aktivitas menghasilkan produk yang sama (Shukla 2000). Dengan persamaan analisis LQ diformulasikan sebagai berikut (Sjafrizal 2012):

Dimana :

PDRB Kecamatan,i : PDRB sektor i di kecamatan pada tahun tertentu.

ΣPDRB Kecamatan : Total PDRB kecamatan pada tahun tertentu. PDRB Kabupaten,i : PDRB sektor i di kabupaten pada tahun tertentu.

ΣPDRB Kabupaten : Total PDRB Kabupaten Mamuju pada tahun tertentu. Berdasarkan formulasi yang ditunjukkan dalam persamaan di atas, maka ada tiga kemungkinan nilai LQ yang dapat diperoleh (Sjafrizal 2012 ), yaitu:

 Nilai LQ = 1 Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i potensi unggulan pembangunan kecamatan adalah sama dalam pembangunan di Kabupaten Mamuju

 Nilai LQ > 1 Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i potensi unggulan pembangunan kecamatan adalah lebih besar dalam pembangunan di Kabupaten Mamuju

 Nilai LQ < 1 Ini berarti bahwa tingkat spesialisasi sektor i potensi unggulan pembangunan kecamatan adalah lebih kecil dalam pembangunan di Kabupaten Mamuju

Jika nilai LQ>1, maka sektor tersebut merupakan sektor basis dan potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak pembangunan wilayah. Sebaliknya, jika nilai LQ<1, maka sektor tersebut bukan merupakan sektor basis dan kurang potensial untuk dikembangkan sebagai penggerak pembangunan wilayah.

Selain LQ yang digunakan dalam menganalisis sektor unggulan juga digunakan SSA untuk melihat tingkat keunggulan kompetitif (competitiveness) wilayah, berdasarkan kinerja sektor lokal (local sector) di wilayah tersebut. Teknik analisis SSA bertujuan untuk menganalisa pergeseran kinerja suatu sektor di suatu wilayah untuk dipilah berdasarkan sumber-sumber penyebab pergeseran, untuk melihat keungulan kompetitif dan mengetahui sektor apa saja yang memberikan kontribusi terbesar dalam pertumbuhan wilayah (Rustiadi et al. 2011). Ada tiga sumber penyebab pergeseran pertumbuhan sebagai berikut:

 Komponen regional share (RS), merupakan pertumbuhan total wilayah pada dua titik tahun yang menunjukkan dinamika total wilayah.

 Komponen proportional shift (PS), menunjukkan pertumbuhan total aktivitas/sector secara relatif di wilayah agregat yang lebih luas.

 Komponen differential shift (DS), menunjukkan tingkat kompetitif (competitiveness)

aktivitas/sektor tertentu disuatu wilayah.

Jika komponen differential shift bernilai positif, maka suatu wilayah dianggap memiliki keunggulan kompetitif aktivitas/sektor tertentu karena secara fundamental masih memiliki potensi untuk terus tumbuh meskipun faktor-faktor eksternal (komponen share dan proportional shift) tidak mendukung.

Rumus umum dari persamaan Shift Share Analysis (SSA) sebagai berikut (Rustiadi et al. 2011):

a b c Dimana:

a : Komponen RegionalShare (RS) b : Komponen Proportional Shift (PS) c : Komponen Differential Shift (DS)

X.. : Nilai total aktivitas/sektor dalam total wilayah kecamatan yang terjadi Xi : Nilai aktivitas/sektor ke-i dalam total wilayah kecamatan

Xij : Nilai aktivitas/sektor ke-i dalam unit wilayah kecamatan ke-j t1 : Titik tahun akhir

Selanjutnya digunakan analisis matriks kuadrant DS dan LQ, untuk memperoleh klasifikasi sektor unggulan pembangunan. Analisis matriks kuadrant DS dan LQ, mengidentifikasi sektor keunggulan pembangunan secara komparatif maupun secara kompetitif wilayah dengan memperhatikan pertumbuhan ekonomi wilayah dan sektor basis ekonomi wilayah. Jika perolehan hasil analisis shift-share pada kompenen nilai

differential shift positif (DS+) dan nilai Location Quotient (LQ>1), maka suatu sektor

dikatakan sebagai sektor unggulan pembangunan, adapun matriks kuadran DS dan LQ (Yulisa 2011)

Matriks kuadran DS dan LQ terdiri dari 4 kuadran yang masing-masing memiliki makna yang berbeda. Untuk kuadaran I memiliki nilai SSA pada komponen

Differential Shift positif (DS+) dan nilai (LQ>1) ini menunjukkan sektor unggulan

pembangunan baik secara komparatif maupun kompetitif wilayah. Pada kuadran II memiliki nilai SSA pada komponen Differential Shift positif (DS+) dan nilai (LQ<1), pada kuadran ini sektor bukan merupakan sektor unggulan, namun demikian merupakan sektor kompetitif/daya saing tinggi. Demikian halnya, pada kuadran III memiliki nilai SSA pada komponen Differential Shift negatif (DS-) dan nilai (LQ>1), pada kuadran ini sektor bukan merupakan sektor unggulan, namun demikian bersifat komparatif atau sektor basis, sedangkan pada kuadran IV nilai SSA pada komponen Differential Shift

negatif (DS-) dan nilai (LQ<1), pada kuadran ini sektor bukan kompetitif/daya saing dan bukan sektor basis/komparatif atau sektor bukan unggulan dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Matriks kuadran DS dan LQ

Karakteristik fisik-geografis Wilayah

Untuk mengidentifikasi karakteristik fisik wilayah dalam perspektif Pulau Sulawesi, unit analisis yang digunakan adalah (1) unit geomorfologi yang dirinci menjadi unit-unit bentuklahan (landscape) sebagai unit analisis gemorfologi, dan unit geomorfologi Pulau Sulawesi sebagai unit analisis pembanding. (2) Pemetaan unit geomorfologi didahului dengan pemetaan bentuklahan (landscape), yang dilihat dari bentuk permukaannya (morfologi) asal proses pembentukannya (morfogenesis) dan tahapan perkembangannya (morfokronologi), yang dilakukan dengan pendekatan

Kelas Kemampuan Lahan

Intentitas dan macam penggunaan meningkat Cagar

alam Hutan

Pengembalaan Pertanian

Terbatas Sedang Intensif Terbatas Sedang Intensif Sangat Intensif Hambatan meningkat, kesesuaian dan pilihan penggunaan lahan berkurang I II III IV V VI VII VIII

geomorfologi. Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk permukaan bumi (Thornbury 1985). Proses geomorfik adalah semua proses perubahan baik fisik maupun kimia yang mempengaruhi bentuk permukaan bumi (Thorbunry 1985). Dengan pengamatan terhadap unit-unit geomorfologi yang ada di Pulau Sulawesi diturunkan dari Peta Ekoregion Pulau (skala 1:500.000) mengidentifikasi asal proses bentuklahan

(landscape). Berdasarkan pada peta tersebut untuk melihat karakteristik fisik geografis

dalam perspektif kabupaten akan didasarkan pada unit bentuklahan (landform), yaitu berupa informasi lebih rinci dari setiap unit geomorfologis yang didasarkan pada bentuk relief (morfologi), proses pembentukannya (morfogenesis), dan tahapan perkembangannya (morfokronologi). Pada tahap ini diperoleh hasil peta bentuklahan

(landform), yaitu berupa informasi lebih rinci dari setiap unit geomorfologis.

Klasifikasi kemampuan lahan

Menurut Arsyad (2000) klasifikasi kemampuan lahan adalah suatu cara penilaian lahan (yang membuat komponen-komponen lahan) secara sistematis dan pengelompokkan kedalam beberapa kategori berdasarkan pada sifat-sifat yang merupakan potensi dan penghambat dalam penggunaannya secara lestari. Sistem klasifikasi kemampuan lahan pertama dikembangkan oleh Dinas Konservasi Tanah Amerika serikat, Pada tahun 1950-an yaitu menggunakan sistem Hockensmith dan

Steele.

Sistem klasifikasi kemampuan lahan telah dilakukan oleh Direktorat Tata Guna Tanah tahun 1955 yang melakukan klasifikasi tanah dengan modifikasi sistem

Hockensmith dan Steele. Pada tahun 1962 dilakukan usaha yang sama oleh Pusat

Penelitian Tanah Bogor. Namun sistem yang digunakan tersebut masih kurang sesuai untuk survey tanah yang lebih detail. Dudal dan Supraptohardjo tahun 1957 mengembangkan sistem lain dengan menggunakan pendekatan semi kuantitatif yang kemudian diperbaiki lagi dengan konsep yang dikemukakan Requier. Selanjutnya pada tahun 1975 atas kerjasama Pusat Penelitian Tanah Bogor dengan FAO, disusun sebuah konsep “land capability Appraisal Sysytem for Agriculture Uses in Indonesia” (Supraptohardjo dan Robinson, 1975 dalam Hardjowigeno 2000). Sistem ini didasarkan atas beberapa tipe pengunaan lahan, produkitivitas, produksi, luas lahan, tingkat pengetahuan teknis dan pengolahan, keadaan sosial ekonomi, kebutuhan tanaman, di samping faktor-faktor utama yaitu sifat-sifat tanah dan faktor lingkungannya, dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Skema hubungan antara kelas kemampuan lahan dengan intensitas dan penggunaan lahan (Arsyad 2000).

Klasifikasi kemampuan lahan adalah proses karakterisasi lahan yang mencakup sifat-sfat tanah, topografi, drainase, dan kondisi lingkungan lain. Berdasarkan karakteristik lahan tersebut, dilakukan klasifikasi kemampuan lahan. Metode ini menjelaskan, mengkelaskan lahan dan alokasi-alokasi pemanfatannya yang tepat berdasarkan kemampuan lahan yang dikategorikan dalam bentuk kelas dan subkelas. Dengan metode ini dapat diketahui yang sesuai untuk pertanian, lahan yang harus dilindungi dan lahan yang dapat digunakan untuk pemanfaatan lainnya, pengelompokkan kelas kemampuan lahan dilakukan untuk membantu dalam penggunaan dan interpretasi peta tanah. Dengan demikian, apabila tingkat bahaya/resiko kerusakan dan hambatan penggunaan meningkat, maka spectrum penggunaan lahan menurun. Selanjutnya peta bentuklahan (landform), data tekstur tanah (lapisan atas dan bawah), data kemiringan lereng, data drainase, dan data kedalaman efektif, ditumpang- tindihkan (overlay) untuk menghasilkan peta kelas kemampuan lahan. Adapun klasifikasi kemampuan lahan pada tingkat unit pengolahan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Klasifikasi kemampuan lahan pada tingkat unit pengelolaan Faktor

Penghambat/Pembatas

Kelas Kemampuan Lahan

I II III IV V VI VII VIII

1 Tekstur tanah (t) a. Lapisan atas (40cm) t2/t3 t1/t4 t1/t4 ( * ) ( * ) ( * ) ( * ) t5 b. Lapisan bawah t2/t3 t1/t4 t1/t4 ( * ) ( * ) ( * ) ( * ) t5 2 Lereng Permukaan (%) L0 L1 L2 L3 ( * ) L4 L5 L6 3 Drainase d0/d1 d2 d3 d4 (* *) ( * ) ( * ) ( * ) 4 Kedalaman efektif Ko k0 k1 k2 ( * ) k3 ( * ) ( * ) 5 Keadaan erosi e0 e1 e1 e2 ( * ) e3 e4 ( * ) 6 Kerikil/Batuan b0 b0 b0 b1 b2 (+) (+) b3 7 Banjir O0 O1 O2 O3 O4 (+) (+) (+)

Catatan : (*) : Dapat mempunyai sebaran sifat faktor yang lebih rendah. (**) : Permukaan tanah selalu tergenang air

Secara umum pendekatan penentuan kemampuan lahan, sebagai berikut:

1. Pendekatan pertama, yang menggunkan data dasar tanah/lahan yang sudah mempunyai komponen data yang diperlukan untuk menyusun kemampuan lahan.

Dokumen terkait