• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN 3.1. Tipe Penelitian

Penelitian ini tergolong tipe penelitian eksplanatif, yaitu penelitian yang dilakukan dengan tujuan menguji atau membuktikan hipotesis (Siagian, 2011). Dalam penelitian eksplanatif dapat dilihat hubungan antara variabel penelitian dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnuya.

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas (X), yaitu: Upaya Pemberdayaan dan variabel terikat (Y), yaitu: Perkembangan kelompok. Melalui penelitian eksplanatif ini, penulis ingin menguji Dampak Upaya Pemberdayaan melalui Credit Union terhadap perkembangan kelompok dampingan YAK dengan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Yayasan Ate Keleng/Parpem (Partisipasi Pembangunan) sebagai Lembaga Kesejahteraan Sosial yang melakukan upaya pemberdayaan pada kelompok dampingan. Lokasinya berada di Jl. Jamin Ginting Km 4,5 Desa Sukamakmur Kecamatan Sibolangit Kabupaten Deliserdang.

Penelitian ini difokuskan pada satu kelompok CU dampingan YAK, yaitu kelompok CU Syaloom di desa Tanjung Purba Kecamatan Dolok Silau Kabupaten Simalungun. Adapun alasan peneliti memilih lokasi ini, karena desa tersebut telah dilaksanakan program Advokasi berupa pendidikan organisasi, pendidikan hak-hak dasar, pendidikan kesetaraan gender, pendidikan hukum dan politik, pendidikan HIV/AIDS dan Narkoba, Pendidikan Penyadaran Keluarga Harmonis dan Pendidikan UU Pertanahan. Program Pengembangan Ekonomi Masyarakat berupa peternakan ayam, peternakan lembu peternakan babi, sekolah lapangan

minum. Selain itu desa tersebut mengalami perkembangan baik dari jumlah pertambahan anggota maupun asset.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Penelitian

Secara sederhana populasi dapat diartikan sebagai sekumpulan obyek, benda, peristiwa ataupun individu yang akan dikaji dalam suatu penelitian (Siagian, 2011). Populasi adalah jumlah total dari seluruh unit atau elemen yang akan diteliti. Populasi dapat berupa organisme, orang atau sekelompok orang, masyarakat, organisasi, benda, objek peristiwa, atau laporan yang semuanya memiliki ciri-ciri dan harus didefinisikan secara spesifik dan tidak secara mendua (Silalahi, 2009).

Adapun jumlah Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota CU Syaloom sebanyak 323 anggota.

3.3.2 Sampel Penelitian

Roscoe dalam Siagian (2011) mendefinisikan sampel sebagai sebagian dari objek, kejadian, atau individu yang terpilih dari populasi yang akan diambil datanya atau yang akan diteliti. Dengan demikian dapat dikemukakan, bahwa sampel adalah bagian yang bersifat representatif dari populasi yang diambil datanya secara langsung. Apabila sampel lebih dari 100, maka yang diambil adalah 10% - 20% dari jumlah populasi (Silalahi, 2009). Sehingga diperoleh sampel penelitian sebagai berikut: 10% x 323= 32,3 yaitu 32 anggota.

memiliki pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam pengambilan sampelnya. Sehingga ditetapkan sampel pada penelitian ini adalah anggota CU yang telah mengikuti program Advokasi, Pengembangan Ekonomi Masyarakat dan Infrastruktur.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan, peneliti menggunakan data sebagai berikut: 1. Data Primer, dengan teknik pengumpulan data berupa:

a. Observasi, yaitu mengumpulkan data mengenai gejala tertentu yang dilakukan dengan mengamati, mendengar, dan mencatat kejadian yang menjadi sasaran penelitian.

Hal yang akan diobservasi dalam penelitian ini adalah partisipasi anggota CU dan kemampuan menyampaikan pendapat.

b. Kuesioner, yaitu kegiatan mengumpulkan data dengan cara menyebar daftar pertanyaan untuk dijawab atau diisi oleh responden sehingga peneliti memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian (Siagian, 2011).

Responden yang akan diminta untuk menjawab pertanyaan penelitian adalah anggota kelompok CU syaloom yang telah ditentukan sebagai sampel.

2. Data Sekunder yaitu data atau informasi yang diperoleh melalui studi kepustakaan yang berarti pengumpulan data atau informasi melalui penelaahan buku, jurnal dan karya tulis menyangkut masalah yang akan diteliti.

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis statistik inferensial yaitu melakukan kajian terhadap dua variabel dengan tujuan mengetahui pengaruh atau hubungan yang ada di antara variabel-variabel penelitian (Siagian, 2011: 229)

Untuk melihat hubungan antara variabel-variabel penelitian, teknik pengujian hipotesis korelasi yang digunakan adalah uji t. Uji t dilakukan dengan mengambil data 2 kali dan hanya pada anggota Credit Union Syaloom. Data yang dikumpulkan, yaitu

1. Perkembangan anggota kelompok sebelum adanya upaya pemberdayaan 2. Perkembangan anggota kelompok setelah adanya upaya pemberdayaan.

Adapun teknik pengujian hipotesis korelasi uji t dinyatakan dengan rumus: ∑D

t =

�N∑D2− (∑D2) N−1

Keterangan:

t = Nilai mean kelompok sampel d = Perbedaan skor antara Subyek

D2 = Kuadrat perbedaan skor N = Jumlah sampel

Dimana :

∑D :Jumlah keseluruhan nilai x1 (perlakuan pertama) dan x2 (perlakuan kedua) ∑�2 :Jumlah keseluruhan selisih dari kuadrat perlakuan pertama dan perlakuan

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

4.1. Gambaran Umum Desa Tanjung Purba

Desa Tanjung Purba merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Dolok Silau Kabupaten Simalungun. Dengan luas wilayah 650 Ha, desa Tanjung Purba adalah desa hasil pemekaran dari desa Cingkes pada tanggal 25 Maret 2011 berdasarkan Peraturan Nagori Cingkes No 1 Tahun 2011 Tentang Pemekaran/Pemecahan Nagori Cingkes Kecamatan Dolok Sialau Kabupaten Simalungun, sehingga disebut Nagori (Desa). Adapun batas- batas Desa Tanjung Purba adalah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara berbatasan dengan Nagori Bawang Kecamatan Dolok Silau Kab. Simalungun.

2. Sebelah Timur berbatasan dengan Nagori Bawang dan nagori Paribuan Kec. Dolok Sialu Kab. Simalungun

3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Nagori Cingkes Kec. Dolok Sialu Kab. Simalungun

4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Talimbaru Kec. Barusjahe Kab. Karo

Penduduk Desa Tanjung Purba berjumlah 1.024 jiwa, yang terdiri dari 206 Kepala Keluarga. Jumlah penduduk laki-laki 505 jiwa dan jumlah penduduk perempuan 519 jiwa. Penduduk Desa Tanjung Purba mayoritas adalah Suku Karo walaupun desa ini berada di Kabupaten Simalungun, penduduknya mayoritas bekerja di sektor pertanian baik di perladangan desa maupun persawahan.

Luas wilayah Tanjung Purba 650 Ha, dibagi menjadi 3 Dusun yang terdiri dari:

1. Dusun Rumah Simbelang, luas wilayah 200 Hektar dengan jumlah penduduk 349 jiwa.

3. Dusun Rumah Juluan, luas wilayah 150 Hektar dengan jumlah penduduk 331 jiwa. 4.1.1. Luas Wilayah

Nagori (Desa) Tanjung Purba adalah Nagori Persiapan (Hasil pemekaran) yang berada di Kecamatan Dolok Silau Kabupeten Simalungun dengan ketetapan sebagai berikut:

Luas Nagori :650 Ha Jumlah Kelapa Keluarga :206 KK Jumlah Penduduk :1.024 Jiwa Jumlah Huta :3 Huta/Dusun 4.1.2. Jumlah Penduduk

Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui jumlah penduduk Desa Tanjung Purba adalah 1.024 jiwa yang terbagi dalam 3 dusun. Jumlah penduduk terdiri dari penduduk laki-laki dengan jumlah 505 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 519 jiwa. Data tersebut tertera pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1

Data Penduduk Bersadarkan Jenis Kelamin

No Jenis Kelamin Frekuensi Persentase (%)

1 Laki – laki 505 Jiwa 49 %

2 Perempuan 519 Jiwa 51 %

Total 1.024 Jiwa 100

4.2. Keadaan Demografis Desa Tanjung Purba 4.2.1. Gambaran Penduduk Berdasarkan Usia

Jumlah penduduk yang diperoleh peneliti berdasarkan usia dengan kategori usia 1 tahun hingga 61 tahun keatas dapat dilihat pada Tabel, dengan variasi sebagai berikut:

Tabel 4.2

Data Penduduk Berdasarkan Usia

No Kategori Usia Frekuensi Persentase

1 1 – 10 Tahun 110 11% 2 11 – 20 Tahun 62 6% 3 21 – 30 Tahun 170 17% 4 31 – 40 Tahun 193 19% 5 41 – 50 Tahun 240 23% 6 51 – 60 Tahun 95 9% 7 61 Tahun keatas 115 15% Total 1.024 Jiwa 100 %

Sumber: Kepala Desa, April 2014

Pada Tabel 4.2 dapat dilihat jumlah penduduk dengan persentase terbanyak 23% ada pada usia 41 – 50 tahun dan persentase dengan jumlah penduduk yang sedikit usia 11 – 21 tahun sebanyak 6%.

4.2.2. Gambaran Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

Mata pencaharian merupakan sumber atau dasar dalam hal memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Jumlah yang diperoleh juga turut mempengaruhi tingkat kebutuhan. Dari informasi yang diperoleh penelti, mayoritas penduduk Desa Tanjung Purba bekerja sebagai Petani. Tersedianya lahan untuk bercocok tanam baik di perladangan maupun dipersawahan desa, membuat kegiatan pertanian sudah menjadi aktifitas turun temurun. Segala bentuk

penduduk berdasarkan mata pencaharian dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.3

Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian

No Mata Pencaharian Persentase

1 Petani 96 %

2 Pedagang/ Wiraswasta 4 %

Sumber: Kepala Desa, April 2014

Berdasarkan Tabel 4.3 Pekerjaan utama dan sumber penghasilan penduduk berasal dari aktivitas pertanian. Terdapat sebanyak 96% penduduk bekerja sebagai petani, sedangkan 4% bekerja sebagai wiraswasta. Sebagai desa yang sumber penghasilan utama dari pertanian, pastilah membutuhkan sistem dan strategi pertanian yang dapat meningkatkan hasil panen setiap bulannya. Apalagi pendapatan petani tidak dapat diprediksi setiap bulannya atau dengan kata lain tidak stabil. Oleh karena itu, disamping kegiatan pertanian jangka panjang, ada upaya yang dilakukan dengan sistem pertanian jangka pendek sehingga dapat menambah penghasilan petani setiap bulannya.

4.2.3. Gambaran Penduduk Berdasarkan Kondisi Perumahan

Gambaran umum perumahan penduduk Desa Tanjung Purba dibagi menjadi 3 (tiga) tipe perumahan, yaitu Permanen (lantai keramik, atap seng, dinding beton), Semi Permanen (lantai semen, atap seng, dinding setengah beton) dan Darurat (lantai tanah, dinding papan, atap bambu atau rumbia). Dari data yang diperoleh peneliti, gambaran umum kondisi

Tabel 4.4

Penduduk Berdasarkan Kondisi Perumahan

No Kondisi Perumahan Frekuensi

1 Permanen 100

2 Semi Permanen 3

3 Darurat 20

Total 720

Sumber: Kepala Desa, April 2014

Berdasarkan tabel 55 kondisi rumah penduduk dengan kategori permanen ada sebanyak 100 unit dengan persentase 14%. Kondisi rumah yang demikian juga menggambarkan tingkat penghasilan penduduk. Rumah dengan kategori permanen merupakan penduduk dengan penghasilan yang dapat dikatakan lebih dari mencukupi, sehingga mampu memenuhi biaya perumahan. Sementara itu persentase penduduk dengan kategori rumah semi permanen, ada sebanyak 83%. Kondisi rumah yang demikian sudah layak huni dan dalam kondisi yang baik. Sedangkan penduduk dengan kondisi rumah darurat terdapat sebanyak 3%, yaitu 20 unit. Kondisi rumah yang demikian karena jumlah pendapatan yang sedikit dan tidak mampu memenuhi kebutuhan akan biaya perumahan. Mengingat di daerah pedesaan kondisi ini dapat dikatakan baik.

4.3. Sarana dan Prasarana Desa Tanjung Purba 4.3.1. Sarana Ibadah

Sarana ibadah di Desa Tanjung Purba terdiri dari satu unit Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) dan satu unit Gereja Pantekosta di Indonesia (GPDI). Kondisi Gereja ini layak pakai sebagai sarana ibadah bagi penduduk setempat, walaupun berbeda nama jemaat gereja ini beragama Kristen Protestan (Kepala Desa, April 2014).

Desa Tanjung Purba tidak memiliki sarana pendidikan, hanya ada bangunan sekolah untuk PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini). Hal ini dikarenakan sarana pendidikan ada di Desa Induk Pemekaran yaitu Desa Cingkes. Terdapat sekolah SD di Cingkes yang jaraknya tidak jauh dari Desa Tanjung Purba (Kepala Desa, April 2014).

4.4. Sistem Pemerintahan Desa

Berdasarkan informasi yang diketahui peneliti dari Sekretaris Desa Tanjung Purba, susunan perangkat Desa setelah Pemekaran adalah sebagai berikut:

I. Perangkat Nagori Tanjung Purba

1. Pangulu : Johan

2. Sekretaris Nagori :Samuel Tarigan

3. Kepala Urusan pemerintahan dan Kemasyarakatan : Jaya Ginting 4. Kepala Urusan Perekonomian dan Pembangunan :Junedi Tarigan

5. Kepala Urusan Administrasi dan Keuangan Nagori : Parlindungan Tarigan II. Gamot Huta:

1. Huta Rumah Simbelang :Jondri Tarigan 2. Huta Rumah Jahean :Nelson Tarigan 3. Huta Rumah Juluan :Sentosa Tarigan III. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Nagori

6. Bidang-bidang

1) Keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan YME :Samuel Zamasi

2) Pembangunan :Dolatta Sinulingga

3) Peningkatan SDM dan Ekonomi Keluarga :Pergunanta Sembiring

4) Sosial Budaya :Kadir Ginting

5) Pemuda/ Olahraga/ Seni :Irwanta Barus 6) Pemberdayaan Perempuan (PKK) :Relida Br Barus

IV. Maujana Nagori

1. Ketua :Tiru Sembiring

2. Wakil Ketua : Keriahen Sembiring

3. Sekretaris : Kadar Barus

4. Anggota : Pantun Tarigan

Model Tarigan

4.5.1. Latar Belakang Berdirinya CU Syaloom

CU Syaloom merupakan koperasi simpan pinjam yang dibentuk dan didampingi oleh Yayasan Ate Keleng. CU Syaloom sudah berdiri sejak tahun 1999, namun baru disahkan dan dibentuk kepengurusan pada tahun 2000.

Terbentuknya CU Syaloom didasari oleh kondisi ekonomi masyarakat yang rendah pada masa itu. Hasil pertanian yang minim membuat masyarakat harus mampu mengelola keuangan rumah tangga. Pada masa itu masyarakat meminjam uang atau modal untuk membangun usaha dari para rentenir yang datang meminjamkan uang, dengan bunga yang tergolong tinggi banyak masyarakat yang akhirnya terjerat hutang.

Masuknya CU di Desa Tanjung Purba juga tidak begitu mudah, karena penduduk telah lebih dulu trauma meminjam uang seperti pada rentenir-rentenir yang datang ke desa. CU diperkenalkan melalui gereja, dari pelayanan jemaat ke jemaat. Konsep CU yang digunakan adalah sikap tolong menolong. Dimana suatu kelompok masyarakat mengumpulkan uang untuk kemudian dipinjamkan untuk menolong sesama jemaat yang membutuhkan (CU Syaloom, April 2014).

4.5.2. Kepengurusan CU Syaloom

Struktur kepengurusan CU Syaloom terdiri dari:

I. Dewan Penasehat : BP Runggun GBKP Tanjung Purba II. Pengurus CU Syaloom

5. Anggota :Dk. Togong Sembiring Pt. Irwanta Barus Juwita Br Ginting III. Pengurus Sosial

1. Dk. Eliarosa Br Perangin-angin 2. Veronika Br Tarigan

IV. Badan Pengawas 1. Pt. Johan Sembiring 2. Pt. Juneidi Tarigan 3. Dk. Agustinus Tarigan

V. Juru Buku :Asmida Br Sinulingga (CU Syaloom, April 2014) 4.5.3. Kegiatan CU Syaloom

Berdasarkan informasi yang diketahui peneliti dari anggota CU, semua kegiatan yang berkaitan dengan Advokasi, Pengembangan Ekonomi Masyarakat, dan Infrastuktur dilaksanakan secara Buttom Up. Semua kegiatan berasal dari masyarakat dan memang menjadi kebutuhan masyarakat. Sebagai kelompok yang dibentuk dan di dampingi oleh YAK, setiap kegiatan yang ada tentunya dilakukan atas kerjasama kelompok dengan lembaga tersebut.

Seperti yang telah dipaparkan pada bab sebelumnya, upaya pemberdayaan dilakukan melalui kelompok CU untuk melihat disamping kegiatan menabung ada kegiatan lain yang bermanfaat dan berdampak bagi masyrakat khususnya anggota CU. Adapun kegiatan yang telah dilakukan di CU Syaloom sebagai upaya pemberdayaan adalah sebagai berikut:

A. Kegiatan Advokasi

1. Pendidikan Organisasi 2. Pendidikan hak-hak dasar 3. Pendidikan Kesetaraan Gender

5. Pendidikan Narkoba dan HIV/AIDS

6. Pendidikan Penyadaran Keluarga Harmonis 7. Pendidikan UU Pertanahan

B. Kegiatan Pengembangan Ekonomi Masyarakat 1. Peternakan Ayam

2. Peternakan Lembu 3. Peternakan Babi

4. Sekolah Lapangan Jeruk 5. Sekolah Lapangan Sayuran C. Kegiatan Infrastruktur

1. Pembangunan Sarana Air Minum (CU Syaloom, April 2014)

4.6. Yayasan Ate Keleng/ Partisipasi Pembangunan (Parpem)

Yayasan Ate Keleng (YAK) adalah salah satu unit kerja bidang pelayanan Gereja Batak Karo Protestan yang didirikan tahun 1975. Didirikan atas dasar adanya kesadaran Gereja melihat persoalan kehidupan masyarakat dalam bidang politik, ekonomi dan social budaya, dengan daerah pelayanan yang tersebar di Kab. Deliserdang, Karo, Dairi, Langkat, Simalungun, Serdang Bedagai, Kodya Medan & Binjai, Kepulauan Riau.

4.6.1. Visi dan Misi Lembaga

1. Visi: Masyarakat mandiri dan mampu menggunakan hak-hak dan kewajibannya secara kritis untuk meningkatkan kesejahteraan.

4.6.2. Strategi Lembaga

Pendekatan yang partisipatif untuk membangun basis organisasi rakyat melalui Credit Union (CU) dan pembangunan prasarana desa yang dikelola oleh masyarakat.

4.6.3 Struktur Organisasi Periode 2010 – 2015 Bagan 4.1

Struktur Organisasi Yayasan Ate Keleng

4.6.4. Latar Belakang Berdirinya Lembaga

Yayasan Ate Keleng/ Parpem (Partisipasi Pembangunan) merupakan salah satu unit kerja bidang pelayanan Gereja Batak Karo Protestan yang didirikan tahun 1975. Dengan Visi membentuk masyarakat yang transformatif dalam artian krisis, berdaulat dan sejahtera. Untuk mewujudkan visinya lembaga melakukan pendekatan partisipatif dengan melibatkan

masyarakat akan hak-haknya.

Pada masa dekade awal perkembangan, nama Parpem ialah Departemen Pelayanan Pembangunan (Depelpem), kemudian pada dekade kedua berubah menjadi Departemen partisipasi pembangunan (Deparpem). Hingga pada dekade ketiga berubah lagi menjadi Yayasan Ate Keleng (YAK) yang lebih dikenal dengan nama Parpem (Partisipasi Pembangunan).

Berdrinya Parpem lebih pada proses melembagakan pelayanan gereja terhadap masyarakat. Dibentuk karena terjadi perubahan tata gereja pada tahun 1975, yang disadari bahwa sudah saatnya peran sosial gereja dilembagakan mengingat beberapa pendeta telah aktif melakukan pemecahan masalah-masalah sosial dipedesaan. Adanya pelayanan gereja tidak hanya dalam perspektif theologis namun juga strategis dan implementasinya bagi masyarakat dalam melihat persoalan dibidang ekonomi, politik dan sosial budaya.

Interaksi dengan masyarakat desa, baik di dalam maupun di luar gereja serta kepedulian terhadap realitas sosial masyarakat membuat Parpem menjadi bagian dari struktur GBKP yang mempunyai ciri khas dalam melakukan pemberdayaan sebagai bentuk pelayanan terhadap masyarakat. Parpem memang bukan satu-satunya Departemen yang mempunyai perhatian terhadap masalah sosial dan bermasyarakat dalam struktur GBKP. Ada Departemen Diakoni, yang mempunyai tugas memberikan pelayanan sosial. Namun Diakoni dikhususkan hanya pada jemaat gereja, lain halnya dengan Parpem, melayani masyarakat tanpa membedakan agama.

nilai-nilai lokal yang hampir punah, seperti Gotong Royong. Pemanfaatan aliran sungai sebagai pembangkit listrik dan mengoptimalkan fungsi aliran sungai sebagai sumber air minum (SAM) yang mudah diakses, serta mengumpulkan dana dalam bentuk Credit Union.

Proses panjang yang dialami Parpem mulai berdiri hingga sekarang terus mengalami penyesuaian. Dinamika implementasi program, perubahan kelembagaan dan pergantian kepeminpinan menyiratkan pergumulan yang tak putus-putus yang dihadapi Parpem. Dinamika ini digolongkan dalam tiga era, yakni: Era pertama, disebut sebagai era meletakkan dasar pijakan (berlangsung dalam kurun waktu dekade pertama dan dekade kedua). Era kedua disebut era mengawali kemandirian desa (Parpem sudah mencapai titik kesesuaian dan sudah berjalan dengan sistem yang tergolong padu antara program dan semangat pemandirian, khususnya pemandirian dibidang ekonomi). Era ketiga, disebut era menuju organisasi petani. Mulai dibentuk organisasi petani untuk mengambil peran yang lebih strategis dalam memperjuangkan kepentingan petani-petani.

Butuh waktu sekitar 15 tahun sejak berdirinya Parpem agar menjadi lembaga yang tepat ditengah-tengah masyarakat. Tidak hanya bermodal keprihatinan, namun juga perlu tindakan kongkrit. Oleh karena itu strategi dan upaya terus diformulasikan. Pada era ini, kegiatan utama Parpem berpusat pada upaya melepaskan masyarakat dari kesulitan pangan dan akses terhadap kebutuhan dasar dan terhadap dunia luar. Upaya yang dilakukan adalah program pelatihan dan kredit program pertanian-peternakan dan pembangunan infrastruktur, air, listrik dan jalan.

Strategi Parpem untuk menembus masyarakat dilakukan dengan memakai tradisi Karo, yaitu ikatan marga yang dinamakan pertuturen. Dampaknya adalah muncul rasa kekeluargaan. Dengan demikian, Parpem dapat memasuki desa tanpa kesusahan. Media yang digunakan untuk pertemuan ke desa-desa ialah jambur maupun gereja. Ketika berada di desa, Parpem bersama dengan masyarakat berdiskusi mengenai masalah yang terjadi di desa.

bisa diberikan oleh Parpem.

Dari pertemuan inilah kemudian diketahui persoalan masyarakat desa dan menjadi program unggulan Parpem, yakni peningkatan produksi pertanian dan pembangunan infrastruktur. Kedua hal ini dianggap masalah paling krusial dan memerlukan pemecahan. Pada masa itu, CU dianggap program pinggiran karena pengumpulan dana yang terlalu lama dan sulit membantu mengeluarkan desa dari kemiskinannya.

Terkait persoalan produksi pertanian, upaya yang dilakukan Parpem untuk mengatasinya ialah melalui kredit pertanian. Dana dipinjamkan kepada masyarakat, digunanakan untuk memulai usaha. Sedangkan untuk pembangunan infrastruktur sumber daya dan potensi desa digali, sumber daya yang ada diantaraya aliran sungai dikelola sebagai sumber energi listrik, sumber irigasi untuk pertanian dan sumber air minum untuk kebutuhan rumah tangga. Pengerjaan proyek ini tentunya melibatkan partisipasi masyarakat sepenuhnya, dana pengerjaan proyek difasilitasi oleh Parpem yang diperoleh dari lembaga penyedia donor.

Parpem mendapat dukungan dana dari gereja-gereja di dalam dan luar negeri melalui kolekte. Kemudian ada dukungan dari BOGM (Board of Global Mision), yang mendukung program pertanian. Dukungan dari Pelayanan Pembangunan Dewan Gereja Indonesia (Pelpem DGI) untuk proyek infrastruktur. Kemudian ada EZE atau EED yang dikenal dengan dukungan program terintegrasi (Integrated Program). Sejak tahun 1985 kerjasama Parpem dengan EZE meliputi seluruh program dan dukungan terhadap pengembangan kelembagaan.

yang telah ada di masyarakat menjadi jalan mudah masuknya CU. Dalam waktu kurang lebih 2 tahun, telah terbentuk 38 kelompok CU di desa dampingan Parpem.

Karena usaha yang dilakukan terus-menerus dengan mensosialisasikan CU, CU berkembang begitu cepat, sehingga membawa pengaruh cara pandang terhadap program- program lain. CU dipandang sebagai basis utama dari semua program yang telah terbentuk sebelumnya, CU bahkan dapat mengendalikan program-program lain.

Ide CU sebagai basis organisasi karena dianggap guru bagi program-program yang sudah terbentuk. Keberadaan CU memberikan dampak yang besar bagi masyarakat, lepasnya desa dari jeratan rentenir dan bangkitnya rasa percaya diri bahwa masyarakat memiliki kemampuan untuk mandiri secara ekonomi. Hingga saat ini CU menjadi bagian penting dalam parpem dan CU menjadi jalan masuk bagi semua kegiatan yang ada di Parpem.

4.7. Program YAK 1. Credit Union (CU)

CU berasal dari bahasa Latin “credere” yang artinya percaya dan “union” atau “unus” berarti kumpulan. Sehingga “Credit Union” memiliki makna kumpulan orang yang saling percaya, dalam suatu ikatan pemersatu dan sepakat untuk menabungkan uang mereka sehingga menciptakan modal bersama untuk dipinjamkan kepada anggota dengan tujuan produktif dan kesejahteraan.

Program Parpem dalam hal ini adalah membentuk dan mengembangkan CU untuk menciptakan lembaga keuangan dan pendidikan yang dikelola masyarakat secara demokratis dengan prinsip “dari, oleh dan untuk masyararakt”. Adapun bentuk kegiatan CU antara lain:

a. Pendampingan proses simpan pinjam b. Pelatihan pembukuan kepada pengurus c. Pelatihan kepemimpinan kepada pengurus

2. Advokasi

Advokasi merupakan tindakan yang secara langsung mewakili, mempertahankan, mencampuri, mendukung, atau merekomendasikan tindakan tertentu untuk kepentingan satu atau lebih individu, kelompok, atau masyarakat dengan tujuan untuk menjamin atau menopang keadilan sosial.

Dalam hal ini kegiatan Advokasi adalah untuk mewujudkan solidaritas masyarakat yang peduli dan mampu membela haknya untuk menyelesaikan persoalan secara kritis dan jujur melalui kegiatan: Pendidikan hak-hak dasar, Penyadaran hukum dan politik, Pendidikan kesetaraan gender, Penyadaran Bahaya HIV/AIDS dan Narkoba dan lain sebagainya menyangkut isu masalah sosial yang terjadi.

3. Pengembangan Ekonomi Masyarakat

Pengembangan Ekonomi Masyarakat merupakan kegiatan pendidikan dan pelatihan pertanian serta peternakan. Ditujukan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, melalui usaha pertanian selaras alam dan peternakan, seperti: Sosialisasi pembuatan dan pemakaian

Dokumen terkait