• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu Penelitian

Pengambilan sampel tanah dilakukan di kawasan hutan alam Desa Papaso, Kecamatan Batang Lubu Sutam, Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara (Gambar 1). Analisis sifat kimia tanah, isolasi serta identifikasi fungi pelarut fosfat dan fungi selulolitik dilakukan di Laboratorium Biologi Tanah, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Juli 2019 - Oktober 2019.

Gambar. 1 Peta Lokasi Penelitian

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah tanah dari tegakan pasak bumi, kapas, aquades, kantong plastik, kertas label, alkohol 96%, plastik kraf, plastik web, aluminium foil, kaca preparat, kaca objek dan kertas saring, Ca3(PO4)2 5g, larutan fisiologis steril (8,5 gr NaCl per liter akuades) dalam erlenmeyer 250 ml sebanyak 90 ml dan dalam tabung reaksi masing-masing berisi 9 ml, Carboxy Methyl Cellulose (CMC), Potato Dextrose Agar (PDA), media Pikovskaya, dan tepung selulosa.

Alat yang digunakan adalah cangkul, sarung tangan, masker, cawan petri, erlenmeyer, pipet tetes, inkubator, tabung reaksi, timbangan,pisau, kaca preparat, tali plastik, ember, oven, pipet volume, botol semprot, rak tabung reaksi, pipet steril, laminar air flow, gelas ukur, autoklaf, rotarimixer, shaker, jarum ose, sprayer, kamera, bunsen, mikroskop, dan alat tulis.

Prosedur Penelitian

1. Pengambilan Sampel Tanah

Lokasi pengambilan sampel tanah dilakukan di areal hutan Desa Papaso.

Pengambilan contoh tanah dilakukan secara diagonal, dengan kedalaman 0-5 cm dan 5-20 cm pada setiap lubang pengambilan contoh tanah yang berdasarkan kelerengan bukit yaitu lereng atas (21,3%), lereng tengah (16,6%) dan lereng bawah (12,5%). Contoh tanah yang diambil pada tiap titik kemudian dikompositkan sesuai kedalamannya dan ditempatkan pada plastik yang sudah diberi label. Menurut Saraswati et al. (2007) metode pengambilan contoh tanah komposit ditujukan untuk mendapatkan gambaran umum tentang keberadaan mikroba di suatu areal atau petak tanah. Contoh tanah komposit merupakan campuran dari anak contoh tanah yang diambil dari beberapa tempat pada areal yg sama secara diagonal. Semakin banyak jumlah anak contoh tanah yang diambil, maka semakin baik pula contoh tanah komposit yang dihasilkan.

20 m

20 m

Gambar 2. Petak Contoh Pengambilan Sampel Tanah Keterangan:

: Lokasi pengambilan sampel tanah

2. Isolasi Fungi Pelarut Fosfat A. Pembuatan Seri Pengenceran

Sepuluh (10) g tanah dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml yang berisi 90 ml larutan fisiologis steril (pengenceran 10-1), kemudian dikocok selama 30 menit pada shaker. Dibuat pengenceran secara serial, dari pengenceran 10-1 diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah berisi 9 ml larutan fisiologis steril (pengenceran 10-2) selanjutnya dikocok di atas rotamixer sampai homogen. Dari pengenceran 10-2 dipipet sebanyak 1 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan fisiologis (disebut pengenceran 10-3) dilakukan hal serupa berturut-turut sampai pengenceran 10-5. Dipakai suspensi tanah dari 3 pengenceran sebagai antisipasi bila pada pengenceran tersebut tidak diperoleh fungi pelarut fosfat.

B. Pemurnian Fungi Pelarut Fosfat

Pengenceran 10-3, 10-4, 10-5 dituangkan 12 ml media Pikovskaya (suhu sekitar 450C-500C) ke dalam cawan petri yang telah berisi 1 ml suspensi tanah, lalu putar cawan petri kearah kanan 3 kali dan ke arah kiri 3 kali agar media bercampur secara merata, biarkan sampai media mengeras (padat). Setelah media mengeras, cawan petri diinkubasi pada inkubator dalam keadaan terbalik selama 3 hari dengan suhu 280C-300C. Setelah diinkubasi selama 3 hari dilakukan pengamatan fungi yang tumbuh pada media. Dihitung populasi fungi pelarut fosfat secara manual untuk menentukan total fungi dalam setiap cawan petri.

Koloni fungi pelarut fosfat yang didapatkan kemudian diukur diameter koloni dan zona beningnya dengan menggunakan penggaris. Diameter paling besar di sekitar koloni menunjukkan besar kecilnya potensi fungi pelarut fosfat dalam melarutkan unsur P dari bentuk yang tidak larut. Dihitung indeks pelarutan (IP) Fosfat secara kualitatif yaitu:

IP = iameter zona bening iameter koloni

Keberadaan fungi pelarut fosfat ditandai dengan terbentuknya daerah zona bening (holozone) yang mengelilingi koloni fungi pelarut fosfat (Gambar 3).

Gambar 3. Fungi Pelarut Fosfat yang membentuk zona bening pada media Pikovskaya C. Identifikasi Fungi Pelarut Fosfat

Identifikasi fungi pelarut fosfat yang sudah tumbuh dilakukan setelah pemurnian, identifikasi dilakukan dengan mengamati ciri makroskopis dan mikroskopisnya. Pengamatan makroskopis meliputi pengukuran diameter koloni fungi pelarut fosfat dan pengamatan warna koloni yang dilakukan secara manual, sedangkan pengamatan mikroskopis fungi pelarut fosfat dilakukan dengan menggunakan mikroskop. Fungi yang sudah tumbuh di ambil sedikit dengan menggunakan selotip kemudian di tempelkan pada kaca preparat selanjutnya diamati di bawah mikroskop.

3. Isolasi Fungi Selulotik

A. Pembuatan Seri Pengenceran

Seri Pengenceran dibuat menurut metode yang disampaikan oleh Anas (1989). Siapkan pengenceran 10-2, 10-3 dan 10-4, dilakukan pemipetan 1 ml pada cawan petri. Lakukan penuangan 10-15 ml media, media yang digunakan adalah media CMC. Kemudian cawan petri digerakkan memutar kekiri dan kekanan agar suspensi fungi dapat tersebar merata pada cawan agar. Inkubasikan pada temperatur 28oC (suhu ruang) selama satu minggu (sesuai pertumbuhan).

B. Pemurniaan Fungi Selulotik

Metode yang digunakan untuk pemurnian fungi selulotik berdasarkan Saraswati et al. (2007) dimulai dengan memindahkan koloni fungi selulolitik yang sudah tumbuh pada media CMC ditambah larutan kongo red 0,1% yang baru sampai diperoleh koloni fungi selulolitik tunggal. Dihitung populasi fungi

Koloni

Zona Bening

selulolitik secara manual untuk menentukan total fungi dalam setiap cawan petri.

Jumlah sel permililiter dapat ditetapkan dengan rumus (Waluyo, 2010):

Koloni per ml atau per gram = Jumlah koloni per cawan x faktor pengenceran Koloni fungi selulolitik yang didapatkan kemudian diukur diameter koloni dan zona beningnya dengan menggunakan penggaris, kemudian dihitung nilai indeks selulolitik (IS). Daya degradasi selulosa diklasifikasikan berdasarkan nilai indeks selulolitik dengan kategori rendah apabila ≤ 1, kategori sedang antara 1-2 dan tinggi apabila ≥ 2 (Rudiansyah et al., 2017).

Indeks Selulolitik (IS) = iameter zona bening – iameter koloni

Keberadaan fungi selulolitik ditandai dengan adanya zona bening yang terbentuk mengelilingi koloni fungi selulolitik yang ditumbuhkan pada media Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dengan kongo red 0,1% (Gambar 4).

Gambar 4. Fungi Selulolitik yang membentuk zona bening pada media CMC dengan kongo red 0,1%

C. Identifikasi Fungi Selulolitik

Identifikasi fungi selulolitik yang sudah tumbuh dilakukan setelah pemurnian, identifikasi dilakukan dengan mengamati ciri makroskopis dan mikroskopisnya. Pengamatan makroskopis meliputi pengukuran diameter koloni fungi selulolitik dan pengamatan warna koloni yang dilakukan secara manual, sedangkan pengamatan mikroskopis fungi selulolitik dilakukan dengan menggunakan mikroskop. Fungi yang sudah tumbuh di ambil sedikit dengan menggunakan selotip kemudian di tempelkan pada kaca preparat selanjutnya diamati di bawah mikroskop.

Koloni

Zona Bening

4. Pengolahan Data

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial, yaitu dengan 2 faktor. Faktor pertama adalah sumber tanah dari 3 kelerengan (lereng atas, tengah, dan bawah) dan faktor kedua adalah dari dua kedalaman tanah (kedalaman 0-5 cm dan 5-20 cm). Semua perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 18 jumlah unit percobaan.

Model linear Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial yang digunakan dalam percobaan ini adalah :

Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + €ijk Dimana :

Yijk : Respon atau nilai pengamatan keberadaan fungi dari sumber tanah ke-i pada kedalaman tanah ke-j ulangan ke-k

µ : Rataan umum keberadaan fungi αi : Pengaruh sumber tanah ke-i βj : Pengaruh kedalaman tanah ke-j

(αβ)ij : Interaksi antara sumber tanah dengan kedalaman tanah

ijk : Pengaruh galat pada keberadaan fungi dari sumber tanah ke-i pada kedalaman tanah ke-j ulangan ke-k

Untuk mengetahui pengaruh dari setiap perlakuan maka akan dilakukan analisis sidik ragam (Anova).

Dokumen terkait