• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemahaman yang mendalam tentang ilmu-ilmu hadis memiliki peran penting dalam mendalami hadis. Hadis memiliki peran-peran penting dalam agama. Peran pertama adalah bahwa hadis itu merupakan penjelas bagi al-Qur'an.1 Sebagaimana disebutkan di atas bahwa Rasulullah merupakan perwujudan dari al-Qur'an yang ditafsirkan untuk manusia, serta ajaran Islam yang dijabarkan dalam kehidupan sehari-hari.2 Peran kedua adalah bahwa hadis berfungsi sebagai salah satu sumber hukum Islam.3

Sebagai landasan hukum, hadis harus telah teruji otentisitasnya. Untuk menguji otentisitas sebuah hadis maka perlu dikenal hal-hal yang berhubungan dengan kaidah ke-s}ah}i>h}-an hadis. Kaidah ke-s}ah}i>h}-an hadis ini juga menjadi barometer pengujian validitas hadis. Kaidah ke-s}ah}i>h}-an hadis dilihat dari dua sisi: sanad dan matan. s}alat

1Ketika menjelaskan tentang kedudukan hadis (sunnah) dalam Islam M.M. Azami

menjabarkan tugas dan peran Rasulullah saw. saw. kepada 4 (empat) bagian, yaitu: a. Menjelaskan Kitabullah; b. Rasulullah saw. merupakan teladan baik yang wajib dicontoh oleh setiap muslim; c. Rasulullah saw. wajib ditaati; d. Rasulullah saw. mempunyai wewenang (kekuasaan) untuk membuat suatu aturan. M.M. Azami, Studies in Early Hadith Literature (Indiana Polis: American Trust Publication, 1978) yang telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia Hadis Nabawi dan Sejarah Kodifikasinya oleh: Ali Mustafa Yaqub (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000), h. 27-33 baca pada bagian Kedudukan Sunnah dalam Islam.

2Demikianlah yang dipahami oleh Ummu al-Mukminin Aisyah r.a. pemahaman itu

dituangkan dalam sebuah ungkapan yang singkat, padat, dan cemerlang sebagai jawaban yang diajukan kepada beliau tentang bagaimana akhlak Rasulullah saw.: "akhlak beliau adalah al-Qur'an". Lihat Yusuf Qardhawi, loc.cit.

3Ibid., h. 17-19. Subhi As-Shalih, op.cit.,, h. 265-279. Bisa juga dilihat pada Muhammad

'Ajaj al-Khatib, Ushul al-Hadits 'Ulumuhu wa Musthalahuhu, (Beirut:Dar al-Fikr, 2006), h. 24-34. Dapat juga dirujuk pada M. Syuhudi Ismail, Metodologi Penelitian Hadis Nabi, selanjutnya disebut metodologi (Jakarta: Bulan Bintang, 2007), h. 7-10

1. Kaidah Ke-S}ah}i>h}-an Sanad

Ibnu al-Sala>h mengemukakan definisi mengenai hadis s}ah}i>h} sebagai berikut:

ُﺚْﻳِﺪَْﳊا َﻮُﻬَـﻓ :ُﺢْﻴِﺤﱠﺼﻟا ُﺚْﻳِﺪَْﳊَا

ﻦَﻋ ِﻂِﺑﺎﱠﻀﻟا ِلْﺪَﻌْﻟا ِﻞْﻘَـﻨِﺑ ُﻩُدﺎَﻨْﺳِإ ُﻞِﺼﱠﺘَـﻳ ْيِﺬﱠﻟا ُﺪَﻨْﺴُﻤْﻟا

.ًﻼﱠﻠَﻌُﻣ َﻻَو اًذﺎَﺷ ُنْﻮُﻜَﻳ َﻻَو ُﻩﺎَﻬَـﺘْﻨُﻣ َﱃِإ ِﻂِﺑﺎﱠﻀﻟا ِلْﺪَﻌْﻟا

Hadis s}ah}i>h} adalah hadis yang bersambung sanadnya dengan penukilan hadis dari (periwayat yang) ‘adl (dan) d}a>bit} dari (periwayat yang) ‘adl dan d}a>bit} bersumber dari periwayat yang berkualitas yang sama (sampai jalur) terakhirnya, dan tidak (mengandung) sya>z\ dan ‘illat.4

Dari definisi tersebut maka dapat dijabarkan sebagai berikut: a. Kaidah Tentang Persambungan Sanad.5

Ittis}a>l al-Sanad (kebersambungan sanad) merupakan persyaratan yang harus dimiliki oleh sebuah hadis untuk dapat dimasukkan ke dalam status s}ah}i>h}.6 Kes}ah}i>h}an hadis menentukan keberadaan sebuah hadis untuk dapat digunakan sebagai hujjah.

Maksdud dari bersambungnya sanad adalah tidak terputusnya mata rantai periwayat dari Rasulullah saw. sampai kepada mukharrij (yang mengeluarkan/penghimpun riwayat hadis dalam karya tulis) hadis. Setiap

4Abū ‘Amr ‘Usmān bin ‘Abd al-Rahman Al-Syahrazuri, Muqaddimah Ibn al-Sala>h fī

‘Ulu>m al-Hadi>s\ (Beirūt: Dār al-Kutub al-’Ilmiyah, 1995), h. 15.

5Sanad secara bahsa berarti sandaran, tempat bersandar. Menurut istilah ilmu hadis sanad

memiliki arti jalan yang menyampaikan kepada matan hadis. Matan sendiri secara bahasa berarti punggung jalan, tanah yang keras dan tinggi. Sementara yang dimaksud dengan matan dalam ilmu hadis ialah penghujung sanad, yakni sabda Rasulullah saw. Lihat Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadis, (Semarang: Pustaka Rizki Putra, 1999) h. 168

6

Hadis dapat dimasukkan kedalam kategori shahih (shahih) jika memenuhi 5 (lima) syarat, yaitu: a. Sanad Bersambung dari awal sanad sampai akhirnya; b. Para periwayat memiliki sifat 'adil; c. Dlabith, atau kadang disebut juga tam al-dlabt; d. Tidak terdapat syadz; e. Tidak terdapat 'illat. Bisa dulihat pada: Manna' al-Qaththan, Mabahits fiy 'Ulum al-Hadits, (T.Tp.: Maktabah Wahbah, 2004) yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia Pengantar Studi Ilmu

Hadis, oleh: Mifdhol Abdurrahman, (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2006), h. 117. Muhammad

perawi telah mengambil hadis secara langsung dari gurunya mulai dari permulaan sampai akhir sanad.7 M. Syuhudi Ismail menjelaskannya sebagai: seluruh rangkaian periwayat dalam sanad, mulai dari periwayat yang disandari oleh mukharrij sampai kepada periwayat tingkat sahabat yang menerima hadis dari Rasulullah saw. bersambung dalam periwayatan.8

b. Kaidah Tentang Ke-‘adil-an Periwayat.

Periwayat yang memiliki sifat ‘a>dil merupakan salah satu persyaratan lainnya setelah (bukan dalam arti urutan) ittis}al al-Sanad. Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy mengartikan ‘a>dil sebagai suatu tenaga jiwa (malakah) yang mendorong manusia tetap berlaku taqwa dan memelihara muru>'ah (membersihkan diri dari segala macam sifat yang kurang baik).9 Ke-‘a>dil-an merupakan kajian khusus keislaman yang juga menunjukkan aspek keberagamaan atau ketaatan seorang periwayat.10

Sementara M. Syuhudi Ismail dengan lebih sistematis memberikan definisi dari ‘a>dil itu dengan memasukkannya ke dalam kaidah minor ke-s}ah}i>h-}an hadis sebagai berikut:11

 Beragama Islam;

 Mukallaf (baligh dan berakal);  Melaksanakan ketentuan agama;  Memelihara muru'ah.

7Manna' al-Qaththan, loc.cit.

8

M. Syuhudi Ismail, Kaidah, op.cit., h. 131.

9Teungku Muhammad Hasbi Ash Shiddieqy, op.cit., h. 205.

10

Daniel Juned, Ilmu Hadis Paradigma Baru dan Rekonstruksi Imu Hadis (Jakarta: Penerbit Erlangga, 2010), h. 29.

11

Selanjutnya penulis terakhir menyatakan bahwa secara umum, para ulama juga telah mengemukakan cara menetapkan ke-‘adil-an para periwayat hadis berdasarkan kepada:

 Popularitas keutamaan periwayat di kalangan ulama hadis;  Penilaian dari para kritikus hadis;

 Penerapan kaidah al-Jarh wa al-Ta‘di>l,12

jika para periwayat tidak sepakat tentang kualitas pribadi periwayat tertentu.13

Dalam kaidah ke-‘adil-an Periwayat ini sering kali muncul berbagai permasalahan. Di antara permasalahan yang sering muncul adalah pertanyaan para penekun hadis tentang apakah seluruh sahabat Rasulullah saw. bersifat ‘adil. Di antara sahabat yang sering dibicarakan justru adalah sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadis yakni Abu Hurairah.14

c. Kaidah Tentang Ke-d}a>bit}-an Periwayat.

Salah satu syarat yang lainnya dari kes}ah}i>h}an sebuah hadis adalah bahwa periwayat harus bersifat d}a>bit}. D{a>bit} dapat diartikan sebagai sifat yang terkandung di dalamnya kredibilitas ilmu yang baik baik secara hafalan atau melalui tulisan. Oleh karena itu Manna>' al-Qaththan membaginya kepada d}abit} s}adran dan d}abit} kita>ban. Istilah pertama adalah keadaan periwayat yang benar-benar hafal hadis yang didengarnya dan mampu mengungkapkannya kapan saja. Sementara istilah kedua adalah keadaan

12al-Jarh: pengungkapan sisi negatif periwayat. al-Ta'dil pengungkapan sisi positif

periwayat. Kedua hal ini akan didiskusikan lebih lanjut dalam tulisan ini pada pembahasan "Kaidah al-jarh wa al-ta'dil dan penerapannya dalam penelitian hadis"

13

Ibid.

14Perdebatan mengenai ‘ada>lah al-s}ah}a>bah (keadilan para sahabat) banyak dikemukakan

oleh tidak hanya oleh orientalis, seperti G.H.A. juynboll yang menghabiskan satu bab penuh dalam bukunya, The Authenticity of the Tradition Literature Discussion in Modern Egypt, untuk membahas tentang keberadaan Abu Hurairah (sebagai seorang sahabat) yang penuh dengan berbagai kritikan. Abu Rayyah juga mengemukakan berbagai kritikan terhadap Abu Hurairah. Lihat Masiyan M. Syam, Hadis di Mata Orientalis (Jambi: IAIN STS Press, 2009), h. 72-78

periwayat menjaga dengan baik hadis yang didengarnya dalam bentuk tulisan.15

M. Syuhudi Ismail merinci dengan sederhana tentang d}abit} ini sebagai berikut:16

 Periwayat memahami dengan baik riwayat yang didengarnya atau diterimanya;

 Periwayat hafal dengan baik riwayat yang didengarnya atau diterimanya;  Periwayat mampu menyampaikan dengan baik riwayat yang telah

dihafalnya; (a) kapan saja dia menghendaki; (b) sampai saat dia menyampaikan riwayat tersebut kepada orang lain.

d. Syaz\ dan Permasalahannya.

Secara bahasa kata Syaz\ memiliki arti: yang jarang, yang menyendiri, yang asing, yang menyalahi aturan, dan yang menyalahi orang banyak.17 Berkenaan dengan Syaz\ ini, terjadi perbedaan pendapat. Paling tidak ada tiga perbedaan pendapat yang menonjol. Tiga perbedaan itu adalah yang dikemukakan oleh al-Sya>fi'i>, al-Ha>kim, dan Abu Ya'la al-Khali>li>.18

Al-Syafi'i> berpendapat bahwa suatu hadis dinyatakan mengandung Syaz\ jika hadis yang diriwayatkan oleh seorang yang s\iqah dan periwayatan

15Manna' al-Qaththan, op.cit., h. 117. Hal senada juga dikemukakan oleh Muhammad

'Ajjaj al-Khatib, loc.cit. Bandingkan juga dengan ungkapan yang menyebutkan bahwa d}abt ini berhubungan dengan daya serap dan daya simpan informasi yang diperoleh dari sumber tertentu. Lihat Daniel Juned, loc. Cit.

16

M. Syuhudi Ismail, Kaidah, op.cit., h. 141

17Muhammad ibn Mukarram ibn Manzur, Lisan al-'Arab, (Mesir: al-Dar al-Misriyyah,

T.th), juz V, h. 28-29.

18Tiga pendapat yang penulis kemukakan disarikan dari M. Syuhudi Ismail, Kaidah,

tersebut berbeda dengan banyak periwayatan yang disampaikan oleh periwayat yang bersifat s\iqah juga.19

Al-Ha>kim al-Naisaburiy menyatakan bahwa hadis yang Syaz\ adalah hadis yang diriwayatkan oleh seorang periwayat yang s\iqah, tetapi tidak ada periwayat s\iqah yang lainnya yang meriwayatkan hadis tersebut.

Sementara menurut Abu Ya'la al-Khali>li>, hadis yang Syaz\ adalah hadis yang sanadnya hanya satu macam, baik periwayatnya bersifat s\iqah maupun tidak bersifat s\iqah. Apabila periwayatnya tidak s\iqah, maka hadis itu ditolak sebagi hujjah, sedang bila periwayatnya s\iqah, maka hadis itu dibiarkan (tawaqqaf), tidak ditolak dan tidak diterima sebagai hujjah.

e. 'Illat dan Permasalahannya.

Ibnu al-S{alah20mengartikan ‘illat21 sebagai sebab yang tersembunyi yang merusak kualitas hadis. Keberadaan ‘illat menyebabkan hadis yang pada lahirnya kelihatan berkualitas s}ah}i>h} menjadi tidak s}ah}i>h}. ‘Illat dan Syaz\ hadis dapat ditemukan pada sanad, matan, atau pada sanad dan matan secara bersamaan. Namun demikian, ‘illat hadis terbanyak ditemukan pada sanad.22 Secara umum ulama hadis menyatakan bahwa ‘illat hadis kebanyakan berbentuk sebagai berikut:23

 Sanad yang kelihatan muttas}il dan marfu>',24

ternyata muttas}il tetapi mawqu>f;25

19Bandingkan dengan Daniel Juned, op. cit., h. 30. Penulis ini menyebut istilah syaz\

sebagai adanya teks yang tampak bertentangan secara frontal (tad}a>d) dengan teks lain dalam kasus yang sama ketika dilakukan komparasi dengan teks lainnya.

20

Abu 'Amr 'Usman ibn 'Abd al-Rahman ibn al-Shalah, 'Ulum al-Hadits, yang naskahnya diteliti oleh Nur al-Din 'Itr, (al-Madinah al-Munawwarah: al-Maktabah al-Ilmiyyah, 1972), h. 81

21

‘Illat secara bahasa berarti: cacat, kesalahan baca, penyakit, dan keburukan. Lihat Ibn

Manzur, op.cit., juz VIII, h. 498

22

Abu 'Amr 'Usman ibn 'Abd al-Rahman ibn al-Shalah, op.cit., h. 82-83

23M. Syuhudi Ismail, Kaidah, op.cit., h. 155; lihat juga Abu 'Amr 'Usman ibn 'Abd

 Sanad yang kelihatan muttas}il dan marfu>', ternyata muttas}il tetapi mursal;26

 Terjadi percampuran hadis dengan bagian hadis lain;

 Terjadi kesalahan penyebutan periwayat, karena ada lebih dari seorang periwayat yang memiliki kemiripan nama, sementara kualitasnya tidak sama-sama s\iqah.

2. Kaidah Ke-S}ah}i>h}-an Matan

Meskipun dalam pembahasan sebelumnya telah penulis kemukakan sedikit mengenai Syaz\ dan 'illat yang menjadi pembahasan khas dalam penelitian matan, namun penulis merasa perlu untuk mengemukakannya secara lebih khusus dalam sub bahasan ini.

Di antara kaidah ke-s}ah}i>h}-an matan hadis yang dikemukakan oleh ulama adalah sebagai berikut:

Al-Khatib al-Bagda>di> menyatakan bahawa matan hadis yang dapat diterima (maqbu>l) itu adalah sebagai berikut:27 a. Tidak bertentangan dengan akal sehat; b. Tidak bertentangan dengan hukum al-Qur'an yang telah muhkam; c. Tidak bertentangan dengan hadis mutawatir; d. Tidak bertentangan dengan amalan yang telah disepakati oleh ulama' salaf (tidak bertentangan dengan ijma'); e. Tidak bertentangan dengan dalil yang sudah pasti; f. Tidak bertentangan dengan hadis ah}ad yang lebih kuat.

24

Marfu' : jalur sanad yang bersambung sampai kepada Rasulullah saw.

25Mawquf: alur sanad yang hanya sampai kepada tingkat sahabat

26

Mursal: Hanya sampai kepada tabi'iy (generasi setelah sahabat)

27Abu Bakr Ahmad bin 'Ali Tsabit al-Khatib al-Baghdadi, al-Kifayah fiy 'Ilm al-Riwayah,

Sementara itu Salahuddin al-Adabi28 menyatakan bahwa tanda matan hadis yang dijadikan tolok ukur (ma‘a>yir) diterimanya sebuah hadis adalah: a. Tidak bertentangan dengan petunjuk al-Qur'an; b. Tidak bertentangan dengan hadis yang lebih kuat; c. Tidak bertentangan dengan akal sehat, indra dan sejarah; d. Susunan pernyataannya menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian.

Syuhudi Isma'il menyatakan bahwa jumhur ulama' berpendapat bahwa di antara tanda-tanda matan hadis yang palsu adalah sebagai berikut:29 a. Susunan bahasanya rancu; b. Kandungannya bertentangan dengan akal sehat dan sangat sulit diinterpretasi secara rasional; c. Bertentangan dengan tujuan pokok ajaran Islam; d. Bertentangan dengan hukum alam (sunnatullah); e. Bertentangan dengan sejarah; f. Bertentangan dengan petunjuk al-Qur'an ataupun hadis mutawatir yang telah mengandung petunjuk umum ajaran Islam.

Sesungguhnya dari beberapa kriteria tentang bisa diterimanya (maqbu>l) sebuah matan yang telah dijelaskan sebelumnya ini, dapat disimpulkan bahwa semuanya memiliki arah yang sama. Kalaupun ada yang satu lebih banyak dari yang lain, itu menunjukkan bahwa yang lebih sedikit itu sudah mencakup kepada beberapa kriteria yang lebih banyak.

Maka dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa di antara petunjuk yang mengarahkan kepada dapat diterimanya sebuah matan hadis adalah sebagai berikut:

a. Sesuai dengan petunjuk al-Qur'an; b. Sesuai hadis yang lebih kuat; c. Sesuai akal sehat, indra dan sejarah;

28

Shalahuddin ibn Ahmad Adlabi, Manhaj Naqd Matan 'ind 'Ulama' Hadits

al-Nabawi, (Beirut: Dar al-Afaq al-Jadidah, 1403 H.), h. 208

29

M. Syuhudi Ismail, Kriteria Hadis Shahih: Kritik Sanad dan Matan dalam Yunahar Ilyas dan M. Mas'udi (ed.) Pengembangan Pemikiran terhadap Hadis, (Yogyakarta: Lembaga

d. Susunan pernyataannya menunjukkan ciri-ciri sabda kenabian.

Dokumen terkait