Interactive Control System , Organizational Learning, dan Kinerja Organisas
METODE PENELITIAN
sampel dalam penelitian ini adalah 50 manajer dari 16 perusahaan manufaktur di Banten yang terdaftar di Disperindag. Sedangkan yang menjadi responden dalam sampel penelitian ini adalah manajer keuangan, manajer produksi, manajer
pemasaran, manajer informasi dan manajer personalia. Adapun kriteria dari responden adalah manajer yang telah bekerja minimal 2 tahun dalam perusahaan tersebut. Alasan dipilihnya perusahaan manufaktur sebagai sampel adalah karena perusahaan manufaktur dianggap memiliki karakteristik yang lebih kompleks.
data untuk penelitian ini adalah data primer dalam bentuk responden dikumpulkan dengan metode diantar langsung kepada responden. ringkasan jumlah pengiriman dan pengembalian kuesioner pada masing-masing daerah dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 1.
Penelitian ini melakukan penyebaran kuesioner sebanyak 108 kuesioner sesuai dengan total 108 manajer dari 18 perusahaan manufaktur di Provinsi Banten yang dijadikan sampel. Dari jumlah tersebut kuesioner yang kembali berjumlah 50 kuesioner atau hanya 46,30% responden yang mengembalikan. syarat penggunaan Structural Equation Modelling (SEM) ialah ukuran sampel minimum 30 dan penelitian ini telah memenuhi syarat tersebut. Kuesioner yang tidak kembali berjumlah 44 kuesioner atau 40,74%. dan kuesioner yang tidak lengkap berjumlah 14 kuesioner atau 29,62%. Kuesioner yang tidak kembali kemungkinan disebabkan kuesioner tidak sampai di tangan responden yang dituju karena kesibukan manajer atau responden kesulitan mengingat informasi perusahaan untuk menjawab kuisioner.
HASIL-HASIL PENELITIAN
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat bahwa responden yang mengisi kuesioner penyebarannya hampir merata pada seluruh jenis manajer. Tabel 1
Persentase Pengiriman dan Pengembalian Kuesioner
No. Keterangan Jumlah Persentase
1 Kuesioner yang disebar 108 100 %
2 Kuesioner yang kembali 50 46,30%
3 Kuesioner yang tidak kembali 44 40,74% 4 Kuesioner yang tidak lengkap 14 12,96%
Volume 1 Nomor 2, Agustus 2011 Jurnal Akuntansi dan Keuangan 145
Penelitian ini menggunakan structural equation modeling (seM) sebagaai alat analisis multivariate sehingga memiliki leksibilitas yang lebih tinggi untuk menghubungkan teori dan data. Penelitian ini menggunakan software Smart PLS sebagai alat untuk memecahkan permasalahan seM.
Pada hasil uji terhadap outer loading seluruh variabel, tidak terdapat konstruk yang memiliki nilai outer loading dibawah 0.5. Hal ini menunjukan bahwa setiap indikator pada seluruh konstruk dianggap realibel sehingga tidak diperlukan eliminasi dan menghasilkan output smart Pls seperti pada gambar 2.
Pengujian Kualitas Data
Pengujian validitas data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan software Pls dengan Outer Model yaitu Convergent Validity yang dilihat dengan nilai square root of average variance extracted masing-masing konstruk dimana nilainya harus lebih besar dari 0,5.
tabel 3 menjelaskan nilai dari AVe dan akar AVe dari konstruk belief system, diagnostic control system, interactive control system, organizational learning dan kinerja organisasi. Dapat dilihat bahwa setiap konstruk (variabel) tersebut memiliki nilai AVe diatas 0,5. Hal ini menunjukkan bahwa setiap konstruk tersebut memiliki nilai validitas yang baik dari setiap Tabel 2
Persentase Jabatan Responden
No. Keterangan Jumlah Persentase
1 Manajer Keuangan 13 26% 2 Manajer Produksi 9 18% 3 Manajer Pemasaran 6 12% 4 Manajer Informasi 10 20% 5 Manajer Personalia 12 24% Keterangan: BS : Belief System
DCS : Diagnostic Control System ICS : Interactive Control System OL : Organizational Learning KO : Kinerja Organisasi
Tabel 3
Average Variance Extracted (AVE)
Average variance extracted (AVE) √AVE
Belief System 0.785 0.886
diagnostic Control system 0.721 0.849
Interactive Control System 0.604 0.777
Organizational learning 0.680 0.825 Kinerja Organisasi 0.521 0.721 Tabel 4 Composite Reliability Composite Reliability Belief System 0.935
diagnostic Control system 0.911
Interactive Control System 0.910
Organizational learning 0.892
Kinerja Organisasi 0.811
Tabel 5 Hasil Outer Loading
Volume 1 Nomor 2, Agustus 2011 Jurnal Akuntansi dan Keuangan 147
indikatornya atau kuesioner yang digunakan untuk mengetahui hubungan belief system, diagnostic control system, interactive control system, organizational learning dan kinerja organisasi dapat dikatakan valid.
Uji Reliabilitas
suatu data dikatakan reliabel jika composite reliability lebih dari 0,7. dari tabel 4 dapat dilihat setiap konstruk atau variabel laten tersebut memiliki nilai composite reliability diatas 0,7 yang menandakan bahwa internal consistency dari antar variabel memiliki reliabilitas yang baik.
Analisis Data
dalam gambar 5 dapat dilihat bahwa setiap konstruk dari masing masing variabel dijelaskan oleh indikator. uji terhadap outer loading bertujuan untuk melihat korelasi antara score item atau indikator dengan score konstruknya. indikator dianggap reliabel jika memiliki nilai korelasi diatas 0,7. Namun dalam tahap pengembangan korelasi 0,5 masih dapat diterima Ghozali (2006:24).
Hasil pengolahan dengan menggunakan Smart Pls nilai outer loadings indikator seluruh variabel tidak terdapat nilai yang kurang dari 0,5 dan menunjukkan nilai outer model atau korelasi dengan variabel secara keseluruhan sudah memenuhi Convergent validity. selain itu berdasarkan pengolahan menunjukan setiap indikator dari seluruh variabel memiliki nilai T-statistik yang lebih besar dari t-hitung (1.96) sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa seluruh variabel telah memenuhi syarat dari kecukupan model atau Discriminant validity.
Pengujian Kelayakan Model Penelitian
untuk Convergent validity dari model
pengukuran dengan releksif indikator dinilai berdasarkan korelasi antara item score/component score yang diestimasi dengan software Pls. Ukuran releksif individual dikatakan tinggi jika berkorelasi lebih dari 0,7 dengan konstruk (variabel laten) yang diukur. Namun menurut Chin dalam Ghozali (2006 ; 24), untuk penelitian tahap awal dari pengembangan, skala pengukuran nilai loading 0,5 sampai 0,6 dianggap cukup memadai.
dalam gambar 2 dapat dilihat secara keseluruhan korelasi setiap variabel yang menyatakan hubungan antar variabel. Dimana model tidak dilakukan eliminasi hal ini disebabkan tidak terdapat korelasi konstruk yang kurang dari 0,5 sehingga setiap variabel memenuhi kriteria convergent validity.
dalam menilai struktural model Pls dapat dilihat berdasarkan nilai R-Square untuk setiap variable latennya. Tabel 6 menunjukkan nilai R-square konstruk Organizational Learning sebesar 0.957 dan konstruk Kinerja Organisasi sebesar 0.382. semakin tinggi r-square, maka semakin besar variabel independen tersebut dapat menjelaskan variabel dependen sehingga semakin baik persaman struktural. untuk variabel Organizational Learning memiliki nilai R-square sebesar 0.957 yang berarti 95.7 % varians Kinerja Organisasi dijelaskan oleh variabel Organizational Learning sedangkan sisanya dijelaskan oleh variabel variable lain diluar variable yang diteliti dalam penelitian ini (Ghozali, 2006).
Pengujian dan Pembahasan Hipotesis
Hipotesis 1 menyatakan belief system memiliki hubungan yang positif dan signiikan terhadap organizational learning yang ditunjukan dengan nilai original sampel estimate sebesar 0.494 dan t-statistik sebesar 3.380 (lebih besar Tabel 6
R-Square
R-square
Belief System diagnostic Control system Interactive Control System
Organizational learning 0.957 Kinerja Organisasi 0.382
dari t-hitung, 1.96). Temuan ini konsisten dengan penelitian Widener (2007) yang menyebutkan terdapat hubungan positif antara belief system dengan organizational learning. studi empiris lainnya juga telah menemukan bahwa belief system membuka untuk ide-ide baru, tindakan, dan inisiatif. (MarginsoN, 2002)
Penjelasan logis hubungan antara belief system dan organizational learning adalah organisasi yang dapat menerapkan belief system secara konsisten dapat meningkatkan pembelajaran organisasi (organizational learning) tersebut. dengan implementasi belief system tersebut maka karyawan diberikan motivasi untuk terus berusaha menuju tujuan utama, pencapaian misi serta dalam mencari kesempatan, maka pembelajaran (organizational learning) pada organisasi tersebut akan meningkat seiring penerapan belief system yang konsisten. Melalui belief system manajer dapat mengkomunikasikan nilai-nilai organisasi kepda seluruh karyawan, hal tersebut dpaat meningkatkan pembelajaran karyawan organisasi tersebut.Hal ini menunjukan bahwa belief system yang tinggi akan meningkatkan keberhasilan organizational learning.
Hipotesis 2 menyatakan diagnostic control system memiliki hubungan yang positif dan signiikan terhadap organizational learning yang ditunjukan dengan nilai original sampel estimate sebesar 0.271 dan t-statistik sebesar 2.825 (lebih besar dari t-hitung, 1.96). Temuan ini konsisten dengan temuan Widener (2007) bahwa diagnostic control system memiliki hubungan yang positif dengan organizational learning.
Penjelasan logis hubungan antara diagnostic control system dan organizational learning adalah dengan adanya implementasi diagnostic control system karyawan dimotivasi untuk melakukan serta menyelaraskan perilaku karyawan
dengan tujuan organisasi, maka pembelajaran (organizational learning) atas organisasi tersebut dapat ditingkatkan. selain itu dengan adanya diagnostic control system terjadi mekanisme pemantauan dalam organisasi, implementasi diagnostic control system juga berfungsi sebagai sebuah pembelajaran loop tunggal karena dapat menginformasikan kepada manajer tentang hasil yang tidak sesuai harapan dengan rencana yang telah dirangkum selain itu manajer dapat membandingkan hasil yang dicapai dengan yang direncanakan. Hal tersebut menunjukan bahwa diagnostic control system yang tinggi akan meningkatkan keberhasilan organizational learning.
Hipotesis 3 menyatakan interactive control system memiliki hubungan yang positif dan signiikan terhadap organizational learning yang ditunjukan dengan nilai original sampel estimate sebesar 0.237 dan T-statistik sebesar 2.468 (lebih besar dari t-hitung, 1.96). Temuan ini konsisten dengan penelitian Henri (2006) yang menyatakan bahwa Interactive Control System memiliki korelasi positif dengan organizational learning. Abernethy Brownell (1999) menyimpulkan adanya dukungan empiris hubungan antara kontrol interaktif dan pembelajaran organisasi (organizational learning).
Penjelasan logis hubungan antara interactive control system dan organizational learning adalah organisasi yang menerapkan interactive control system memfasilitasi manajer puncak untuk melibatkan dirinya secara teratur dan personal pada aktivitas pengambilan keputusan dari bawahan, sehingga pembelajaran manajer pada organisasi tersebut dapat difasilitasi oleh interactive control system. dengan adanya interactive control system diskusi antara atasan, bawahan dan rekan dapat dikembangkan, sehingga Tabel 7
Pengujian dan Pembahasan Hipotesis
Original Sample Estimate Mean Of Subsamples Standard Deviation T-Statistic
Belief System -> Organizational Learning 0.494 0.487 0.146 3.380 Diagnostic Control System-> Organizational
learning
0.271 0.274 0.096 2.825
Interactive Control System-> Organizational learning
0.237 0.243 0.096 2.468
Volume 1 Nomor 2, Agustus 2011 Jurnal Akuntansi dan Keuangan 149
pembelajaran tentang perubahan-perubahan yang terjadi dalam organisasi dapat dikomunikasikan bersama. selain itu dengan adanya interactive control system dapat memberikan sinyal kepada bawahan mengenai pentingnya untuk mengusulkan dan menerapkan ide-ide baru, oleh sebab itu pembelajaran pada organisasi tersebut meningkat seiring implementasi interactive control system yang konsisten.
Hipotesis 3 menyatakan organizational learning memiliki hubungan yang positif dan signiikan terhadap kinerja yang ditunjukkan dengan nilai Original sample estimate sebesar 0.618 dan nilai t-hitung 6.092 yang lebih besar daripada t-tabel (1.96). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Hipotesis H4 diterima karena hubungan organizational learning pada Kinerja Organisasi adalah positif signiikan (t hitung lebih besar dari t table). temuan ini sesuai dengan temuan dari tippins dan sohi (2003).
Penjelasan logis hubungan antara organizational learning dan kinerja adalah sebuah organisasi yang melakukan pembelajaran (organizational learning) maka organisasi tersebut memiliki keahlian dalam menciptakan, mengambil, dan mentransfer pengetahuan, dan memodiikasi perilakunya untuk mereleksikan pengetahuan dan pengalaman baru, hal tersebut berdampak pada kinerja organisasi. dengan adanya pembelajaran (organizational learning) maka organisasi melakukan perbaikan-perbaikan dalam kegiatan internal maupun eksternal, sehingga perbaikan-perbaikan tersebut berdampak pada kinerja organisasi. Keberhasilan dalam mengelola dan mengintegrasikan pembelajaran organisasi (organizational learning) berdampak pada kesuksesan dalam mengembangkan kemampuan organisasi untuk mencapai keunggulan kompetitif yaitu kinerja organisasi. Hal tersebut menunjukan
bahwa organizational learning yang tinggi akan meningkatkan keberhasilan kinerja organisasi.
KESIMPULAN
Hasil pengujian hipotesis 1 sampai dengan hipotesis 4 menunjukan bahwa belief system, diagnostic control system, dan interactive control system berpengaruh dan signiikan terhadap organizational learning. temuan ini sesuai dengan hasil dari simon, (2000) bahwa belief system, diagnostic control system, and interactive control system yang diimplementasikan dalam rutinitas, bermaksud memandu perilaku dengan demikian belief system, diagnostic control system, and Interactive Control System memfasilitasi pembelajaran organisasi (Levitt dan March, 1988). Begitu juga dengan hasil dari organizational learning berpengaruh positif dan signiikan terhadap kinerja organisasi. temuan ini sesuai dengan Henri (2006b) dimana organisasi harus berhasil dalam mengelola dan mengintegrasikan pembelajaran organisasi mereka agar sukses dalam mengembangkan kemampuan organisasi untuk mencapai keunggulan kompetitif (kinerja organisasi).
Konstruk kapabilitas organisai yang diambil hanya sebatas pada organizational learning, sedangkan menurut Hult & Ketchen (2001) kapabilitas utama untuk mencapai keunggulan kompetitif terdiri dari Inovasi (innovativennes), pembelajaran organisasi (organizational learning), orientasi pasar (market orientation) dan kewirausahaan (entrepreneurship). dengan demikian, keterbatasan penelitian ini member peluang bagi penelitian kuantitatif yang akan datang untuk menguji hubungan terhadap konstruk lain yang ada pada kapabilitas.
REFERENSI
Abernethy, M. A., & lillis, A. M. (2001). interdependencies in organization design: A test in hospitals. Journal of Management Accounting Research, 2001, 107–129. Abernethy, M.A. and P. Brownell. 1999. the role
of budgets in organizations facing strategic change: An exploratory study. Accounting, Organizations and Society, 24: 189-204. Ahrens, t., & Chapman, C. s. (2007).
Management accounting as practice. Accounting, Organizations and Society, 32, 1–27.
Anthony, R.N.,& Govindarajan, V. 2005. Management Control Systems. Penerbit salemba empat, Jakarta.
Anthony, R.N.,&Govindarajan V. 2002. Management Control Systems. Chicago: Mcgraw-Hill irwin;.
Bisbe, J., & Otley, D. (2004). The effects of the interactive use of management control systems on product innovation. Accounting, Organizations and Society, 29(8), 709–737. Bisbe, J., Batista-Foguet, J.-M., & Chenhall, r.
(2006). Deining management accounting constructs: A methodological note on the risks of conceptual misspeciication. Accounting, Organizations and Society, 32, 789–820. Bruining, H., Bonnet, M., & Wright, M. (2004).
Management control systems and strategy change in buyouts. Management Accounting Research, 15, 155–177.
Chenhall, r. H. (2003). Management control systems design within its organizational context: Findings from contingency based research and directions for the future. Accounting, Organizations and Society, 28, 127–168.
dent, J. F. (1991). Accounting and organizational cultures: A ield study of the emergence of a new organisational reality. Accounting, Organizations and Society, 16, 705–732. Fisher, J. (1995). Contingency-based research on
management control systems: Categorization by level of complexity. Journal of Accounting Literature, 14, 24–53.
Ghozali, Imam. 2006. Structural Equation Modeling: Metode Alternatif dengan Partial Least Square (PLS). Penerbit Universitas
diponegoro, semarang.
Haas, M. d., & Kleingeld, A. (1999). Multilevel design of performance measurement systems: enhancing strategic dialogue throughout the organization. Management Accounting Research, 10(3), 233–261.
Henri, J.-F. (2006a). Organisational culture and performance measurement systems. Accounting, Organizations and Society, 31, 77–103.
Henri, J.-F. (2006b). Management control systems and strategy: A resource-based perspective. Accounting, Organizations and Society, 31, 529–558.
Hult, g. thomas M. 1998. Managing the international strategic sourcing process as a market-driven organizational learning system. Decision Sciences 29: 193-216.
Kaplan, R. S. 1983. Measuring manufacturing performance: A new challenge for managerial accounting research. The Accounting Review 58, 686-705.
Kober, r., Ng, J., & Paul, B. J. (2007). the interrelationship between management control mechanisms and strategy. Management Accounting Research, 18, 425–452
Levitt, B. and J.G. March. 1988. Organizational learning. Annual Review of Sociology 14: 319-340.
Marginson, d. e. W. (2002). Management control systems and their effects on strategy formation at middle-management levels: Evidence from a uK organisation. Strategic Management Journal, 23, 1019–1031.
Mundy, J. 2010. Creating dynamic tensions through a balanced use of management control systems. Accounting, Organizations and Society, 35, 499–523.
Otley, D.T. 1980. The contingency theory of management accounting: Achievements and prognosis. Accounting, Organizations and Society 5: 413-428.
Perera, s., & Harrison, g. (1997). Customer focused manufacturing strategy and the use of operations-based non-inancial performance measures: A research note. Accounting, Organizations and Society, 22, 557–572. shields, J. F., & shields, M. d. (1998).
Volume 1 Nomor 2, Agustus 2011 Jurnal Akuntansi dan Keuangan 151
Accounting, Organizations and Society, 23, 49–76.
simons, r. A. (1987). Planning, control, and uncertainty: A process view. In W. J. Bruns & R. S. Kaplan (Eds.), Accounting and management: Field study perspectives (pp. 339–362). Boston, MA: Harvard Business school Press.
Simons, R. A. (1990). The role of management control systems in creating competitive advantage: New perspectives. Accounting, Organizations and Society, 15(1), 127–143. simons, r. A. (1994). How new top managers
use control systems as levers of strategic renewal. Strategic Management Journal, 15, 169–189.
simons, r. A. (1995). Levers of control: How managers use innovative control systems to drive strategic renewal. Boston: Harvard Business school Press.
simons, r. A. (1999). How risky is your company? Harvard Business Review, 77(3), 85–94.
simons, r. A. (2000). Performance measurement and control systems for implementing strategy. New Jersey: Prentice Hall.
Slater, S.F. and J.C. Narver. 1995. Market orientation and the learning organization. Journal of Marketing: 59: 63-74.
Speklé, R. F. (2001). Explaining management control structure variety: A transaction cost economics perspective. Accounting, Organizations and Society, 26, 419–441. Tuomela, T.-S. (2005). The interplay of different
levers of control: A case study of introducing a new performance measurement system. Management Accounting Research, 16, 293– 320.
Widener, S. K. (2007). An empirical analysis of the levers of control framework. Accounting, Organizations and Society, 32, 757–788.
Volume 1 Nomor 2, Agustus 2011 Jurnal Akuntansi dan Keuangan 153Volume 1, Nomor 2, Agustus 2011 p 153-163 JurNAl AKuNtANsi dAN KeuANgAN
issN: 2301-4717