• Tidak ada hasil yang ditemukan

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September-November 2012 di Laboratorium Nutrisi Fakultas Peternakan IPB, Laboratorium Bersama Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB, serta Laboratorium Histologi dan Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan meliputi daging, hati, dan ginjal ayam broiler. Larutan standar Pb, pelarut asam nitrat pekat, asetilen (bahan bakar), parafin, akuades, entellan®, larutan alkohol bertingkat, larutan xylol bertingkat, akuades, pewarnaan HE, dan pewarnaan rhodizonate.

Alat

Alat-alat yang digunakan adalah tissue cassatte, tissue embedding consule Sakura®, automatic tissue processor, mikrotom, object glass, cover glass, inkubator, hot plate, mikroskop cahaya Olympus Ch-20®, digital eye piece camera microscope,dan satu set peralatan Atomic Absorbans Spectrofotometry (AAS) Shimadzu AA-7000.

Prosedur Penelitian Pengambilan dan Fiksasi Sampel Jaringan

Ayam broiler diperoleh dari Rumah Potong Unggas Bubulak. Sampel jaringan yang diambil sebanyak 3 ekor ayam terdiri dari bagian daging, hati, dan ginjal untuk setiap daerah peternakan. Setiap sampel yang diambil dibagi menjadi dua bagian sama rata. Bagian pertama dipersiapkan untuk pengukuran kadar timbal dengan metode spektrofotometer serapan atom segera setelah sampel didapatkan. Bagian sampel yang kedua difiksasi dengan larutan Buffer Neutral Formalin (BNF) untuk pembuatan preparat histologis.

5 diparafin. Beberapa logam lainnya yang dapat diwarnai oleh pewarna rhodizonate adalah Ag, Ba, Bi, Cd, Hg2+, Sn, Sr, dan Tl. Pewarna rhodizonate memberi warna pink sampai warna kemerahan pada logam timbal di kondisi pH yang asam. Pewarna rhodizhonate memberi warna kecokelatan pada logam timbal di kondisi netral. Barium, strontium, dan merkuri membentuk warna merah apabila diberi pewarnaan rhodizonate dan akan berwarna biru kehitaman apabila digunakan untuk mewarnai besi (Fe).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September-November 2012 di Laboratorium Nutrisi Fakultas Peternakan IPB, Laboratorium Bersama Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB, serta Laboratorium Histologi dan Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan meliputi daging, hati, dan ginjal ayam broiler. Larutan standar Pb, pelarut asam nitrat pekat, asetilen (bahan bakar), parafin, akuades, entellan®, larutan alkohol bertingkat, larutan xylol bertingkat, akuades, pewarnaan HE, dan pewarnaan rhodizonate.

Alat

Alat-alat yang digunakan adalah tissue cassatte, tissue embedding consule Sakura®, automatic tissue processor, mikrotom, object glass, cover glass, inkubator, hot plate, mikroskop cahaya Olympus Ch-20®, digital eye piece camera microscope,dan satu set peralatan Atomic Absorbans Spectrofotometry (AAS) Shimadzu AA-7000.

Prosedur Penelitian Pengambilan dan Fiksasi Sampel Jaringan

Ayam broiler diperoleh dari Rumah Potong Unggas Bubulak. Sampel jaringan yang diambil sebanyak 3 ekor ayam terdiri dari bagian daging, hati, dan ginjal untuk setiap daerah peternakan. Setiap sampel yang diambil dibagi menjadi dua bagian sama rata. Bagian pertama dipersiapkan untuk pengukuran kadar timbal dengan metode spektrofotometer serapan atom segera setelah sampel didapatkan. Bagian sampel yang kedua difiksasi dengan larutan Buffer Neutral Formalin (BNF) untuk pembuatan preparat histologis.

6

Pengukuran Kadar Timbal

Metode analisa residu logam timbal pada daging, hati, dan ginjal dilakukan dengan metode wet ashing. Masing-masing sampel jaringan sebanyak 5 g digerus lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml dan ditambahkan 10 ml HNO3.

Campuran ini didiamkan selama satu jam pada suhu ruang di ruang asam, dipanaskan di atas hot plate selama 4-6 jam, lalu didinginkan satu malam di dalam wadah tertutup. Pada campuran diteteskan 0.8 ml H2SO4, dan dipanaskan selama

satu jam, ditambahkan HClO4 dan HNO3 sebanyak 6 tetes dengan perbandingan

2:1, dan dipanaskan hingga terjadi perubahan warna dari cokelat menjadi kuning muda. Sampel ditambahkan 4 ml akuades dan 1.2 ml HCl, dipanaskan kembali hingga homogen, diencerkan menjadi 25 ml dengan akuades, kemudian didinginkan dan disaring. Sampel siap dianalisa dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (Atomic Absorbans Spectrofotometry) dan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 217 nm.

Pembuatan Preparat Histologis

Sampel organ yang telah difiksasi dalam larutan Buffer Neutral Formalin (BNF) dipotong dan dimasukkan ke dalam tissue cassete untuk dilakukan proses dehidrasi. Proses selanjutnya, yaitu clearing menggunakan xylol I, II, III, lalu dilakukan infiltrasi dengan perendaman pada larutan parafin cair bertingkat sebelum diblok.

Setelah ketiga tahap selesai, dilanjutkan dengan embedding dalam parafin dan didinginkan pada suhu kamar sehingga menjadi blok parafin dan dipotong dengan menggunakan mikrotom dengan ketebalan 5 µm. Hasil pemotongan diletakkan sebentar di air hangat bersuhu 37oC agar tidak terjadi pengerutan, kemudian diambil dan diletakkan di atas object glass. Preparat dikeringkan di atas hot plate suhu 40-45°C selama 20 menit. Preparat disimpan semalam di inkubator suhu 37oC sebelum diwarnai.

Pewarnaan Rhodizonate

Sebelum dilakukan pewarnaan, preparat histologis dideparafinisasi dan direhidrasi. Pewarnaan Rhodizonate dilakukan dengan mencelupkan preparat histologis ke dalam akuades lalu direndam ke dalam larutan Rhodizonate (natrium rhodizonate 10 mg, akuades 5 ml, dan asam asetat glacial 0.5 ml) selama 30 menit. Preparat histologis yang sudah diberi warna kemudian didehidrasi dan ditutup dengan cover glass. Setelah entelan kering, pengamatan dilakukan dengan bantuan mikroskop cahaya Olympus Ch-20®.

Analisis Data

Data kadar logam timbal pada sampel yang telah dikumpulkan berupa kadar timbal dalam satuan ppm dianalisis dengan t-test dan dibandingkan dengan nilai standar SNI 7387:2009. Pengamatan sebaran logam timbal pada peparat yang telah diwarnai dilakukan secara mikroskopis dan disajikan secara deskriptif.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil Kadar timbal di dalam organ

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kandungan logam timbal terdeteksi pada daging, hati, dan ginjal ayam yang berasal dari Jasinga, Caringin, dan Cihideung. Kadar logam timbal (Pb) pada sampel daging, hati, dan ginjal disajikan di Tabel 1.

Tabel 1 Kadar logam timbal pada organ ayam

Organ Kadar konsentrasi Pb (ppm) Batasan nilai (ppm) Jasinga Caringin Cihideung SNI* Codex** Daging 0.83±0.26a 3.44±0.29b 2.99 ± 0.59b 1 0.1 Hati 0.56±0.21a 4.38±0.09b 3.82 ± 1.34b 1 0.5 Ginjal 0.90±0.38a 4.33±0.13b 2.82 ± 0.45b 1 0.5 *

Standar Nasional Indonesia 7387:2009

* *Codex Allimentarius Commission 2011

Keterangan: Huruf superscript (a,b) pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata (P< 0.05) antar kelompok sampel

Pola sebaran logam timbal

Gambar 1 Gambaran histologis hati ayam broiler asal Caringin. A dan C pewarnaan HE (a) hepatosit, (b) sinusoid, (c) eritrosit, dan (d) dinding pembuluh darah. B dan D pewarnaan Rhodizonate sebaran timbal di sinusoid dan hepatosit (anak panah) dan di eritrosit (kepala panah).

8

Gambar 2 Gambaran histologis ginjal ayam broiler asal Caringin. A dan C pewarnaan HE (a) glomerulus, (b) tubulus distalis, dan (c) tubulus proksimalis. B dan D pewarnaan Rhodizonate sebaran timbal di glomerulus (anak panah) dan di tubulus proksimalis (kepala panah).

Gambar 3 Gambaran histologis daging ayam broiler asal Caringin. A dan C pewarnaan HE (a) jaringan otot dan (b) jaringan ikat. B dan D pewarnaan Rhodizonate sebaran timbal terdapat di jaringan ikat (kepala panah) dengan dan tidak terdapat di jaringan otot.

9

Pembahasan Kadar timbal di dalam organ

Nilai rataan kadar logam timbal di dalam jaringan yang diukur bervariasi dengan rentang 0.56-4.38 ppm. Nilai rataan tertinggi diperoleh pada jaringan hati sebesar 4.38 ppm. Besar nilai kandungan logam timbal pada sampel yang berasal di daerah Cihideung terlihat tidak setinggi pada daerah Caringin secara deskriptif, tetapi secara statistik nilai kandungan logam timbal di daerah Cihideung tidak berbeda nyata dengan daerah Caringin (P > 0.05). Nilai kandungan logam timbal pada sampel yang berasal dari kedua daerah Cihideung dan Caringin ditemukan lebih tinggi dari nilai sampel jaringan yang berasal dari Jasinga dan berbeda nyata secara statistik (P < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa kadar timbal pada sampel yang berasal dari Jasinga jauh di bawah nilai dari kedua daerah yang lain dan masih dalam batas aman menurut standar SNI 7387:2009 (BSN 2009), sedangkan sampel yang berasal dari daerah Cihideung dan Caringin mengalami peningkatan lebih dari 3x nilai batas aman menurut SNI 7387:2009 (BSN 2009). Keseragaman data cukup bervariasi. Oleh karena itu, data tersebut dapat mewakili.

Ayam merupakan hewan ternak yang mudah tercemari oleh logam timbal yang berada di sekitar lingkungannya. Hasil yang ditunjukkan pada sampel yang berasal dari Caringin di Tabel 1 menyatakan bahwa urutan timbal paling banyak ditemukan pada jaringan hati, lalu ginjal, dan terakhir daging. Kadar timbal pada jaringan hati lebih tinggi dari ginjal karena di hati masih terdapat banyak eritrosit yang tertinggal pada pembuluh darahnya. Trampel et al. (2003) mengatakan bahwa timbal yang dicerna oleh ayam akan menyebabkan peningkatan kadar timbal dalam darah lalu dideposit di jaringan lunak, telur, dan tulang. Akumulasi timbal paling tinggi di tulang, diikuti oleh ginjal, hati, dan jaringan ovari. Konsentrasi timbal terendah ditemukan pada otot skeletal.

Menurut BSN (2009) dalam SNI 7387:2009, kadar timbal maksimum yang diperbolehkan dalam daging dan daging olahan sebesar 1 ppm. Batas maksimum timbal dalam pangan hewani seperti daging sapi, daging ayam, dan lainnya sesuai yang dirumuskan dalam Codex Alimentarius Commission (2011) adalah 0.1 ppm, sedangkan pada jeroan ayam adalah 0.5 ppm. Kandungan logam timbal pada organ daging, hati, dan ginjal di daerah Jasinga masih berada di dalam batas aman berdasarkan standar SNI, walaupun masih kurang aman berdasarkan standar Codex Alimentarius Commision. Ketiga jaringan otot, hati, dan ginjal ayam di daerah Caringin dan Cihideung berada di batas ambang menurut Codex Alimentarius Commission dan SNI. Hal tersebut menunjukkan bahwa sudah terjadi pencemaran timbal pada daging ayam dan jeroannya di daerah Cihideung dan Caringin.

Menurut Darmono (1995), urutan toksisitas logam berat pada manusia adalah Hg2+ > Cd2+ > Ag2+ > Ni2+ > Pb2+ > As2+ > Cr2+ > Sn2+ > Zn2+. Hal ini menunjukkan bahwa logam timbal patut diwaspadai karena memiliki toksisitas yang cukup tinggi terhadap manusia. Logam timbal yang masuk ke dalam tubuh melalui konsumsi makanan harus dijaga serendah mungkin. Berdasarkan data WHO pada tahun 1993, ditetapkan bahwa batas konsumsi timbal manusia adalah 0.025 ppm atau 0.025 mg per kg bobot badan per minggu. Perhitungan ini setara dengan 1.75 mg timbal per minggu untuk seseorang dengan bobot badan 70 kg (D’Mello 2003). Batasan pengkonsumsian ini sama dengan batas konsumsi timbal

10

maksimal manusia per minggu menurut BSN (2009) dalam SNI 7387:2009 sebesar 0.025 mg/kg bobot badan.

Simulasi perhitungan dilakukan berdasarkan kandungan logam timbal tertinggi di jaringan otot pada Tabel 1. Kadar timbal tertinggi di jaringan otot adalah 3.44 ppm. Data konsumsi daging ayam per kapita per minggu tahun 2011 adalah 0.083 kg (Deptan 2012). Apabila seseorang memakan daging ayam sebanyak 0.083 kg per minggu dengan rataan kandungan timbal dalam otot sebesar 3.44 ppm, maka jumlah logam timbal yang termakan adalah 0.28 mg/orang/minggu atau menyumbangkan sekitar 16%. Pengkonsumsian daging ayam sebanyak 0.083 kg per minggu tidak memberi kontribusi yang besar terhadap jumlah timbal yang masuk dalam tubuh manusia. Jumlah ini akan semakin besar apabila semakin banyak daging yang dikonsumsi dalam waktu yang panjang dan perlu diingat bahwa logam timbal yang masuk ke dalam tubuh manusia juga dapat berasal dari air, udara, dan pangan lainnya.

Pola sebaran logam timbal

Logam timbal pada preparat histologis ditunjukkan oleh warna cokelat kehitaman. Hal ini berdasarkan pada pernyataan Rosandel et al. (2006) bahwa granula timbal berwarna merah dan cokelat kehitaman. Logam timbal pada hati ditemukan di eritrosit dalam pembuluh darah dan sinusoid, lebih dari itu logam timbal juga ditemukan pada hepatosit (Gambar 1). Akumulasi timbal pada ginjal ditemukan dalam glomerulus dan tubulus proksimalis (Gambar 2). Logam timbal pada sediaan daging ditemukan di pembuluh darah di daerah jaringan ikat (Gambar 3) dan tidak ditemukan di jaringan otot.

Hasil pewarnaan Rhodizonate pada jaringan hati (Gambar 1) menunjukkan bahwa logam timbal ditemukan di eritrosit yang tertinggal di pembuluh darah. Hasil ini sesuai dengan pendapat Ardyanto (2005) yang menyatakan bahwa sebanyak 95% Pb dalam darah terikat di eritrosit. Timbal yang diabsorpsi di usus diangkut oleh darah ke organ-organ lainnya. Riyadina (1997) menyatakan bahwa waktu paruh logam timbal di dalam darah adalah 20 hari. Logam timbal yang terdapat pada pembuluh darah dan sinusoid menunjukkan bahwa proses pencemaran logam timbal ke dalam tubuh ayam sangat mungkin masih berlangsung dan ikut bersirkulasi bersama darah menuju ke organ-organ lainnya.

Logam timbal terakumulasi pada hepatosit. Menurut Ensminger et al. (2004), salah satu fungsi hati pada ayam adalah mendetoksifikasi senyawa berbahaya. Logam timbal bersifat toksik dan berbahaya bagi kesehatan. Logam timbal yang terserap melalui usus akan menuju ke vena porta dan selanjutnya didetoksifikasi di hepatosit.

Hasil pewarnaan Rhodizonate pada jaringan ginjal (Gambar 2) menunjukkan bahwa akumulasi logam timbal ditemukan di glomerulus dan tubulus proksimal pada bagian korteks. Logam timbal terdapat pada bagian glomerulus karena terkait dengan fungsi glomerulus sebagai filtrasi. Darah dari arteri renalis akan menuju arteri interlobaris dan akhirnya menuju glomerulus untuk difiltrasi. Hasil filtrat yang berasal dari glomerulus akan menuju kapsula Bowman dan kemudian masuk ke dalam tubulus proksimal yang terdapat di bagian korteks (Guyton dan Hall 2006). Logam timbal terakumulasi di tubulus proksimal pada bagian korteks karena terkait dengan fungsi tubulus proksimal. Fungsi tubulus proksimal adalah

11 mereabsorpsi (penyerapan kembali) 80-85% filtrat glomerulus (Guyton dan Hall 2006).

Hasil pewarnaan Rhodizonate pada sediaan daging (Gambar 3) menunjukkan bahwa logam timbal ditemukan di pembuluh darah pada jaringan ikat dan tidak terdapat pada jaringan otot. Trampel et al. (2003) menyatakan bahwa konsentrasi timbal terendah ditemukan pada otot skeletal. Tingginya kadar logam timbal pada daging diduga terkait dengan masih banyaknya darah pada daging ayam karena proses penirisan darah yang tidak sempurna.

Pencemaran logam timbal

Pakan ayam komersial yang diproduksi oleh beberapa produsen mengandung kadar logam timbal (Pb) yang cukup tinggi. Konsentrasi rataan timbal pada berbagai merek pakan berdasarkan laporan Okoye et al. (2011) berada dalam rentang 1.10-7.33 mg/kg. Berdasarkan informasi tersebut, pakan ayam dalam berbagai tipe pakan masih mengandung timbal dengan konsentrasi yang beragam. Hal ini menunjukkan bahwa pakan dapat menjadi salah satu sumber potensial pencemar logam timbal bagi ayam broiler.

Hasil penelitian Suleman et al. (2011) menunjukkan bahwa hepatotoksisitas dan nefrotoksisitas pada ayam broiler terlihat pada pemberian timbal sebanayak 240 dan 280 mg/kg BB melalui oral. Hal ini berarti, sebagian besar pakan yang beredar dan digunakan di peternakan ayam menyebabkan terakumulasinya logam timbal yang bersifat hepatotoksik dan nefrotoksik di dalam tubuh ayam.

Hasil pengukuran kadar timbal pada Tabel 1 menunjukkan bahwa konsentrasi timbal pada daging ayam dapat juga mengindikasikan adanya cemaran logam timbal di areal peternakan. Peningkatan industrialisasi dan padatnya kendaraan di daerah Bogor memungkinkan terjadinya pencemaran logam timbal ke lingkungan sekitar peternakan. Adanya kandungan logam timbal di udara sebanyak 0.15 µg/m3 (Rachmawati 2005), di dalam tanah sebanyak 1.5-1.7 ppm (Dariah 2011), dan sebanyak 0.05-0.16 ppm logam timbal yang terkandung di air (Athena et al. 1996) di daerah Bogor dapat terakumulasi di berbagai wilayah sekitarnya dan mencemari tanah, air, dan tanaman hingga akhirnya terakumulasi ke tubuh hewan, terutama pada hati dan ginjal. Faktor di atas menggambarkan bahwa lokasi kandang yang berdekatan dengan jalan yang padat kendaraan dan pada tanah yang mengandung timbal dalam jumlah tinggi sangat berpengaruh terhadap keberadaan timbal dalam tubuh ayam.

Pemaparan logam timbal ke dalam tubuh ayam yang berasal dari kedua daerah teruji diduga berasal dari air dan lingkungan. Hal ini didasarkan pada pendapat Akan et al. (2010) bahwa sumber utama kontaminasi logam pada daging ayam dan kalkun berasal dari pakan unggas, air yang diminum, emisi gas kendaraan, dan tempat pemotongan yang kotor. Pakan dan tempat pemotongan tidak menjadi dugaan sumber cemaran karena pakan yang digunakan oleh ketiga daerah tersebut adalah pakan komersial dan berasal dari rumah potong unggas yang sama.

Pencegahan dan Pengobatan

Agen pengkelat dapat menurunkan toksisitas logam dengan memobilisasi racun logam ke dalam urin. Agen pengkelat yang dapat dipergunakan untuk mengobati keracunan logam timbal pada hewan adalah calcium disodium

12

ethylenediamine tetraacetic acid (CaNa2EDTA). Senyawa ini merupakan turunan EDTA (ethylenediamine tetraacetic acid). Sediaan CaNa2EDTA diberikan melalui intravena. Keberhasilan penggunaan CaNa2EDTA dalam pengobatan keracunan timbal bergantung pada logam timbal yang dapat diikat oleh agen pengkelat dan digantikan dengan kalsium, sehingga logam timbal dapat dikeluarkan melalui urin (Flora dan Pachauri 2010).

Pengobatan keracunan timbal pada ayam broiler termasuk tidak praktis dan tidak ekonomis. Pencegahan keracunan timbal pada ayam di area yang rawan terhadap keracunan timbal dapat dilakukan dengan mencukupi kebutuhan mineral Fe (besi) dan Ca (kalsium) ke dalam pakan ayam. Menurut Verster (2011), kekurangan kalsium dapat meningkatkan toksisitas timbal dengan menstimulasi sintesis enzim yang mengikat kalsium di usus sehingga semakin banyak timbal yang terikat pada enzim tersebut dibandingkan dengan kalsium. Kekurangan besi juga dapat menyebabkan keracunan timbal karena logam timbal akan berikatan dengan enzim aminolaevulinic acid dehidratase (ALAD) yang berfungsi mensintesis hemoglobin (Kim et al. 2003). Sintesis hemoglobin yang terganggu dapat menyebabkan anemia.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Nilai rataan kadar logam timbal pada ayam broiler bervariasi dalam rentang 0.56-4.38 ppm. Logam timbal pada ayam broiler lebih banyak terdapat di hati dan ginjal, tetapi tidak terakumulasi di dalam daging. Sebaran logam timbal pada jaringan hati terletak di pembuluh darah, sinusoid, dan hepatosit. Akumulasi logam timbal pada jaringan ginjal ayam ditemukan pada glomerulus dan tubulus proksimal pada bagian korteks. Sebaran logam timbal pada jaringan daging terletak di pembuluh darah pada jaringan ikat dan tidak terdapat pada jaringan otot.

Saran

Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan mengenai kadar timbal di pakan, tanah, udara, dan air yang berada di sekitar lokasi RPU dan peternakan ayam broiler.

12

ethylenediamine tetraacetic acid (CaNa2EDTA). Senyawa ini merupakan turunan EDTA (ethylenediamine tetraacetic acid). Sediaan CaNa2EDTA diberikan melalui intravena. Keberhasilan penggunaan CaNa2EDTA dalam pengobatan keracunan timbal bergantung pada logam timbal yang dapat diikat oleh agen pengkelat dan digantikan dengan kalsium, sehingga logam timbal dapat dikeluarkan melalui urin (Flora dan Pachauri 2010).

Pengobatan keracunan timbal pada ayam broiler termasuk tidak praktis dan tidak ekonomis. Pencegahan keracunan timbal pada ayam di area yang rawan terhadap keracunan timbal dapat dilakukan dengan mencukupi kebutuhan mineral Fe (besi) dan Ca (kalsium) ke dalam pakan ayam. Menurut Verster (2011), kekurangan kalsium dapat meningkatkan toksisitas timbal dengan menstimulasi sintesis enzim yang mengikat kalsium di usus sehingga semakin banyak timbal yang terikat pada enzim tersebut dibandingkan dengan kalsium. Kekurangan besi juga dapat menyebabkan keracunan timbal karena logam timbal akan berikatan dengan enzim aminolaevulinic acid dehidratase (ALAD) yang berfungsi mensintesis hemoglobin (Kim et al. 2003). Sintesis hemoglobin yang terganggu dapat menyebabkan anemia.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Nilai rataan kadar logam timbal pada ayam broiler bervariasi dalam rentang 0.56-4.38 ppm. Logam timbal pada ayam broiler lebih banyak terdapat di hati dan ginjal, tetapi tidak terakumulasi di dalam daging. Sebaran logam timbal pada jaringan hati terletak di pembuluh darah, sinusoid, dan hepatosit. Akumulasi logam timbal pada jaringan ginjal ayam ditemukan pada glomerulus dan tubulus proksimal pada bagian korteks. Sebaran logam timbal pada jaringan daging terletak di pembuluh darah pada jaringan ikat dan tidak terdapat pada jaringan otot.

Saran

Penelitian lebih lanjut perlu dilakukan mengenai kadar timbal di pakan, tanah, udara, dan air yang berada di sekitar lokasi RPU dan peternakan ayam broiler.

KAJIAN KADAR DAN SEBARAN LOGAM BERAT TIMBAL

Dokumen terkait