• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Kadar dan Sebaran Logam Berat Timbal (Pb) dalam Daging, Hati, dan Ginjal Ayam Broiler

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Kadar dan Sebaran Logam Berat Timbal (Pb) dalam Daging, Hati, dan Ginjal Ayam Broiler"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

OLIVITA PRIYONO. Kajian Kadar dan Sebaran Logam Berat Timbal (Pb) pada Daging, Hati, dalam Ginjal Ayam Broiler. Dibimbing oleh ADI WINARTO dan SITI SA’DIAH.

Timbal (plumbum) merupakan logam berat yang dapat menyebabkan keracunan dan dapat terakumulasi di dalam tubuh hewan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur kadar timbal dan mengkaji pola sebaran akumulasi timbal di dalam daging, hati, dan ginjal ayam broiler. Sampel jaringan diambil dari sembilan ekor ayam yang berasal dari daerah Jasinga, Caringin, dan Cihideung. Kadar timbal pada jaringan diukur dengan spektrofotometer serapan atom dan pola sebaran divisualisasikan dengan pewarnaan Rhodizonate. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kadar akumulasi timbal tertinggi ditemukan pada hati dan ginjal ayam broiler. Sebaran logam timbal pada jaringan hati ditemukan di pembuluh darah, sinusoid, dan hepatosit. Pada jaringan ginjal, timbal tersebar di glomerulus dan tubulus proksimal di daerah korteks ginjal. Logam timbal pada jaringan otot hanya ditemukan di pembuluh darah pada jaringan ikat dan tidak terdapat pada sel-sel otot.

Kata kunci: ayam broiler, daging, ginjal, hati, Timbal (Pb).

ABSTRACT

OLIVITA PRIYONO. A Level and Distribution Study of Heavy Metal Lead in Meat, Liver, and Kidney of Broiler Chicken. Supervised by ADI WINARTO and SITI SA’DIAH.

Lead (Plumbum) is a heavy metal that can cause poisoning and can be accumulated in the animals body. The aims of this research were to measure the level of lead accumulation and to examine the lead distribution pattern in the meat, liver, and kidney of broiler chickens. The tissue sampels were collected from nine chickens, which origin village are Jasinga, Caringin, and Cihideung. The lead concentration in tissues was measured by using Atomic Absorbance Spectrofotometry machine and the lead distributions was approached using rhodizonate staining. The lead measurement results showed that the highest level is found in liver and kidney of broiler chicken. The distributions of lead metal in liver tissue were located in blood vessel, sinusoid and hepatocyte. Its distributions in kidney tissue were found in glomerular tissue and proximal tubules at the kidney cortex. In the meat, the lead was scattered in blood vessels of connective tissue and was not found in muscle cells.

(2)

KAJIAN KADAR DAN SEBARAN LOGAM BERAT TIMBAL

(Pb) DALAM DAGING, HATI, DAN GINJAL AYAM BROILER

OLIVITA PRIYONO

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)
(4)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Kadar dan Sebaran Logam Berat Timbal (Pb) dalam Daging, Hati, dan Ginjal Ayam Broiler adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

(5)

ABSTRAK

OLIVITA PRIYONO. Kajian Kadar dan Sebaran Logam Berat Timbal (Pb) pada Daging, Hati, dalam Ginjal Ayam Broiler. Dibimbing oleh ADI WINARTO dan SITI SA’DIAH.

Timbal (plumbum) merupakan logam berat yang dapat menyebabkan keracunan dan dapat terakumulasi di dalam tubuh hewan. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengukur kadar timbal dan mengkaji pola sebaran akumulasi timbal di dalam daging, hati, dan ginjal ayam broiler. Sampel jaringan diambil dari sembilan ekor ayam yang berasal dari daerah Jasinga, Caringin, dan Cihideung. Kadar timbal pada jaringan diukur dengan spektrofotometer serapan atom dan pola sebaran divisualisasikan dengan pewarnaan Rhodizonate. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kadar akumulasi timbal tertinggi ditemukan pada hati dan ginjal ayam broiler. Sebaran logam timbal pada jaringan hati ditemukan di pembuluh darah, sinusoid, dan hepatosit. Pada jaringan ginjal, timbal tersebar di glomerulus dan tubulus proksimal di daerah korteks ginjal. Logam timbal pada jaringan otot hanya ditemukan di pembuluh darah pada jaringan ikat dan tidak terdapat pada sel-sel otot.

Kata kunci: ayam broiler, daging, ginjal, hati, Timbal (Pb).

ABSTRACT

OLIVITA PRIYONO. A Level and Distribution Study of Heavy Metal Lead in Meat, Liver, and Kidney of Broiler Chicken. Supervised by ADI WINARTO and SITI SA’DIAH.

Lead (Plumbum) is a heavy metal that can cause poisoning and can be accumulated in the animals body. The aims of this research were to measure the level of lead accumulation and to examine the lead distribution pattern in the meat, liver, and kidney of broiler chickens. The tissue sampels were collected from nine chickens, which origin village are Jasinga, Caringin, and Cihideung. The lead concentration in tissues was measured by using Atomic Absorbance Spectrofotometry machine and the lead distributions was approached using rhodizonate staining. The lead measurement results showed that the highest level is found in liver and kidney of broiler chicken. The distributions of lead metal in liver tissue were located in blood vessel, sinusoid and hepatocyte. Its distributions in kidney tissue were found in glomerular tissue and proximal tubules at the kidney cortex. In the meat, the lead was scattered in blood vessels of connective tissue and was not found in muscle cells.

(6)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Hewan

pada

Fakultas Kedokteran Hewan

KAJIAN KADAR DAN SEBARAN LOGAM BERAT TIMBAL

(Pb) DALAM DAGING, HATI, DAN GINJAL AYAM BROILER

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2013

(7)
(8)

Judul Skripsi: Kajian Kadar dan Sebaran Logam Berat Timbal (Pb) dalam Daging, Hati, dan Ginjal Ayam Broiler

Nama : Olivita Priyono NIM : B04080033

Disetujui oleh

drh Adi Winarto, PhD, PAVet Pembimbing I

Siti Sa’diah, SSi, Apt, MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS, PhD, APVet Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas limpahan hikmat dan karuniaNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada drh Adi Winarto, PhD, PAvet dan Siti Sa’diah SSi, Apt, MSi selaku dosen pembimbing yang selalu memberikan bimbingan, saran, kritik, dan arahan selama berlangsungnya penelitian hingga penyelesaian skripsi ini. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih juga kepada Bu Dian, Pak Wawan, Pak Kas, dan Pak Iwan atas bantuannya selama penelitian. Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. drh Idwan Sudirman selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan bimbingan dan nasihat selama penulis berada di FKH.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bogor International Club (BIC) atas bantuan dana penelitian yang diberikan. Di samping itu, ucapan terima kasih juga disampaikan kepada pegawai Rumah Potong Unggas (RPU) Bubulak atas kesediaannya membantu penulis dalam mengambil sampel.

Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada kedua orang tua dan semua saudara-saudariku yang senantiasa mendoakan dan memberikan perhatian. Terima kasih kepada teman sepenelitianku Yohana Paula atas bantuan dan kerjasamanya dan teman-teman Wisma Ayu (Kak Sinta, Kak Fitrah, Kak Nila, Chanif, Diana, Lala, Ade, Nurul, dan lainnya) atas dukungan dan persahabatannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman Avenzoar 45 yang selalu memberikan motivasi dan perhatian kepada penulis, dan pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk kemajuan ilmu pengetahuan.

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

Manfaat Penelitian 1

TINJAUAN PUSTAKA 2

METODE 5

Bahan 5

Alat 5

Prosedur Analisis Data 5

HASIL DAN PEMBAHASAN 7

SIMPULAN DAN SARAN 12

Simpulan 12

Saran 12

DAFTAR PUSTAKA 13

LAMPIRAN 16

(11)

DAFTAR TABEL

1 Kadar logam timbal pada organ ayam 7

DAFTAR GAMBAR

1 Gambaran histologis hati ayam broiler asal Caringin 7 2 Gambaran histologis ginjal ayam broiler asal Caringin 8 3 Gambaran histologis daging ayam broiler asal Caringin 8

DAFTAR LAMPIRAN

1 Kadar logam timbal (Pb) tiap sampel yang berasal dari Jasinga,

Kabupaten Bogor 16

2 Kadar logam timbal (Pb) tiap sampel yang berasal dari Caringin,

Kabupaten Bogor 17

3 Kadar logam timbal (Pb) tiap sampel yang berasal dari Cihideung,

Kabupaten Bogor 18

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Karkas ayam merupakan salah satu komoditas penting berdasarkan aspek gizi, sosial budaya, dan ekonomi. Industri karkas ayam mempunyai prospek ekonomi yang cukup cerah karena usaha peternakan ayam relatif mudah dikembangkan, cepat menghasilkan keuntungan, dan usaha pemotongannya sederhana. Produsen diharapkan dapat menyediakan karkas ayam yang berkualitas dan aman untuk memenuhi permintaan pasar yang cukup tinggi (Abubakar 2003). Produksi daging ayam ras pedaging di Jawa Barat pada tahun 2011 mencapai lebih dari 400 ribu ton dan mengalami peningkatan sebesar 5.85% dibandingkan tahun sebelumnya (Deptan 2012). Laju permintaan daging ayam di Indonesia sangat tinggi karena konsumsi daging ayam pada tahun 2011 naik 6.6% dibandingkan dengan tahun sebelumnya dari 3.55 kg per kapita per tahun menjadi 4.33 kg per kapita per tahun (Deptan 2012). Daging ayam disukai oleh konsumen karena harganya relatif murah, kualitas karkas relatif terpelihara, kandungan lemak dagingnya relatif rendah dibandingkan hewan ternak lainnya, dan ketersediaan jenis produk yang beragam di pasaran (Ensminger et al. 2004).

Logam timbal memiliki sifat mudah berikatan dengan senyawa lainnya dan mudah berubah bentuk. Oleh karena, itu, timbal masih banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Timbal digunakan dalam produksi batere, batere aki, anti knocking bensin, peluru, peralatan laboratorium, peralatan kedokteran, dan produk logam lainnya (William et al. 2000).

Penggunaan logam timbal sebenarnya tidak pernah ditujukan untuk bidang pertanian, tetapi pencemarannya dapat mengontaminasi pakan ternak atau lingkungan sekitar sehingga meningkatkan terjadinya akumulasi logam timbal di dalam tubuh hewan ternak (Mc Ewen dan Mc Nab 1997). Oleh sebab itu, kejadian akumulasi logam timbal di dalam tubuh ayam broiler perlu mendapat perhatian lebih.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji nilai kadar dan pola sebaran akumulasi timbal di dalam daging, hati, dan ginjal sehingga dapat diketahui tingkat cemaran logam asal ayam broiler yang dipotong di rumah potong unggas.

Manfaat Penelitian

(13)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Karkas Ayam

Menurut BSN (2009) dalam SNI 3924:2009 tentang mutu karkas dan daging ayam, karkas adalah bagian tubuh ayam yang telah dilakukan penyembelihan secara halal disertai dengan pencabutan bulu dan pengeluaran jeroan, tanpa kepala, leher, kaki, paru-paru, dan atau ginjal, dapat berupa karkas segar, karkas segar dingin, atau karkas beku. Soeparno (2005) mengatakan bahwa karkas ayam biasanya dijual ke konsumen dalam bentuk karkas utuh, belahan karkas kiri dan kanan, seperempat karkas, atau potongan-potongan yang lebih kecil. Menurut McLelland (1990), karkas ayam digolongkan ke dalam daging putih karena otot ayam mengandung serat otot putih yang lebih banyak dibandingkan serat otot merah. Serat otot putih hanya mengandung sejumlah kecil myoglobin. Otot putih dicirikan dengan memiliki kekuatan yang besar, tetapi tidak dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama.

Daging Ayam

Menurut BSN (2009) dalam SNI 3924:2009, daging ayam adalah otot skeletal dari karkas ayam yang aman, layak, dan lazim dikonsumsi manusia. Ensminger et al. (2004) menyatakan bahwa daging yang terkandung pada karkas ayam mengandung 19% protein; protein myofibril (11.5%), protein sarkoplasma (5.5%), dan protein stoma (2%). Myofibril terdiri atas aktin, myosin, dan tropomyosin yang berperan dalam kontraksi otot. Protein sarkoplasma terdiri atas myoglobin dan enzim glikolitik. Protein stoma terdiri atas kolagen yang terdapat pada jaringan ikat dan mitokondria.

Daging atau otot ayam yang umum digunakan untuk pengujian adalah otot pectoralis karena otot pectoralis berukuran paling besar dan arah serabutnya jelas. Otot pectoralis adalah otot unggas yang terbesar dan terdapat pada bagian superficial atau permukaan dada. Berat otot pectoralis kira-kira adalah 8% dari berat tubuh. Otot ini berfungsi untuk mengangkat sayap (Soeparno 2005).

Nukleus otot polos berbentuk panjang dan membulat pada bagian ujungnya. Jaringan otot polos dan jaringan ikat fibroblast terdapat pada otot ayam. Otot polos akan bergerak saat berkontraksi. Fibroblast yang terdapat pada jaringan otot tidak dapat bergerak saat berkontraksi. Sitoplasma bersifat eosinofilik dan homogen (Linda dan William 2000).

Hati Ayam

(14)

3 Satu lobulus hati terdiri dari vena sentralis, hepatosit, dan sinusoid. Sinusoid terlihat sebagai celah garis putih di antara hepatosit. Sinusoid berfungsi mengalirkan darah menuju vena sentralis. Hepatosit terlihat sebagai dua lapis sel yang tebal dan mengelilingi vena sentralis. Hepatosit berfungsi menjalankan fungsi hati (Linda dan William 2000).

Ginjal Ayam

Ginjal pada ayam terletak pada sisi kanan dan kiri columna vertebralis di bagian bawah tulang synsacrum. Ginjal ayam terbagi atas tiga lobus, yaitu kranial, medial, dan kaudal. Setiap lobus ginjal dialiri arteri renalis. Fungsi ginjal adalah sebagai filtrasi darah untuk diubah menjadi urine dan menjaga keseimbangan air di dalam tubuh (Grist 2006).

Ginjal ayam terbungkus oleh jaringan ikat kapsula dan memiliki dua regio, yaitu korteks dan medulla. Glomerulus, tubulus proksimal, dan tubulus distalis terdapat pada bagian korteks. Lumen tubulus distalis terlihat kosong dan sitoplasmanya lebih pucat. Tubulus kolektiva terdapat pada bagian medulla. Ginjal tidak memiliki renal pelvis (Aughey dan Frye 2001).

Pencemaran Logam Timbal

Timbal merupakan logam yang secara alami berwarna abu-abu kehitaman. Timbal dapat ditemukan di lapisan kerak bumi. Timbal dapat dikombinasikan dengan bahan kimia lainnya sehingga membentuk senyawa yang disebut garam-garam timbal. Garam-garam-garam timbal bersifat larut air, sedangkan unsur logam timbal sendiri tidak larut dalam air. Sebagian besar timbal yang termobilisasi ke lingkungan berasal dari aktivitas manusia sehingga paparan logam timbal inorganik dan senyawa garam timbal dapat terjadi di lingkungan sekitar dan di tempat kerja (Williams et al. 2000).

Cat dinding di beberapa negara masih mengandung Pb3(CO3)2(OH)2. Hal ini

perlu mendapat perhatian karena anak-anak dan hewan dapat menelan runtuhan cat tersebut. Penggunaan pestisida yang mengandung Pb3(AsO4)2 dan batere yang

terbuka akan mengeluarkan PbO2 pada tanah sehingga menyebabkan pencemaran

timbal di tanah. Bensin di banyak negara berkembang masih mengandung tetraethyl timbal Pb(C2H5)4 yang akan langsung teroksidasi di udara menjadi PbO2.

Timbal oksida yang menyebar di udara akan masuk dan terakumulasi ke dalam tanah, air, buah-buahan, dan sayur-sayuran dan akhirnya ke dalam hewan dan manusia (Cann dan Baird 2005).

Metabolisme Timbal dalam Tubuh Manusia

(15)

4 ekskresi timbal dalam tubuh secara keseluruhan terjadi dalam waktu paruh sekitar 28 hari. Dari darah dan tempat deposit, timbal kemudian diekskresikan melalui urine, feses, dan keringat. Tingkat ekskresi timbal melalui sistem urinaria adalah sebesar 76%, gastrointestinal 16%, dan rambut, kuku, serta keringat sebesar 8% (Riyadina 1997). Peterson dan Talcott (2006) menyatakan bahwa waktu paruh logam timbal di dalam darah dan jaringan tubuh hewan adalah 4-6 minggu, sedangkan waktu paruh logam timbal di tulang berlangsung dalam periode dekade.

Gejala Klinis Keracunan Timbal

Keracunan timbal disebut plumbism. Biasanya orang yang keracunan timbal mengonsumsi timbal sekitar 0.2-2.0 mg/hari (Darmono 1995). Naria (2005) menyatakan bahwa keracunan yang disebabkan oleh logam timbal dapat mengakibatkan efek yang kronis dan akut. Keterpaparan timbal secara akut melalui udara yang terhirup akan menimbulkan gejala rasa lemah, lelah, gangguan tidur, sakit kepala, nyeri otot dan tulang, sembelit, nyeri perut, dan kehilangan nafsu makan sehingga dapat menyebabkan anemia. Dampak kronis dari keterpaparan timbal diawali dengan kelelahan, kelesuan, dan gangguan gastrointestinal. Keterpaparan yang terus-menerus pada sistem syaraf pusat menunjukkan gejala insomnia (susah tidur), bingung atau pikiran kacau, konsentrasi berkurang, dan gangguan ingatan.

Spektrofotometer Serapan Atom (Atomic Absorbans Spectrophotometry)

Menurut Lajunen dan Perämäki (2004), metode analisis substansi dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom merupakan sebuah metode analisis untuk mengukur suatu unsur dalam jumlah yang kecil. Prinsip pengukurannya didasarkan pada penyerapan energi radiasi yang dilepaskan oleh atom-atom bebas. Komponen peralatan spektofotometer terdiri dari sumber radiasi, penembak emisi, pengatur sinyal, monokromator, multiplikasi foto, amplifier, dan pembaca hasil.

Supriyanto et al. (2007) menyatakan bahwa metode spektrofotometer serapan atom banyak dipilih untuk mengukur kadar logam. Hal ini dikarenakan bahwa alat ini mempunyai sensitifitas tinggi, mudah, murah, sederhana, cepat, dan sampel yang dibutuhkan sedikit. Pendapat yang sama juga dikatakan oleh Cahyadi (2009) bahwa kebanyakan logam diukur dengan menggunakan instrumen spektrofotometer serapan atom yang dapat mendeteksi logam hingga mencapai satuan ppm.

Pewarnaan Rhodizonate

(16)

5 diparafin. Beberapa logam lainnya yang dapat diwarnai oleh pewarna rhodizonate adalah Ag, Ba, Bi, Cd, Hg2+, Sn, Sr, dan Tl. Pewarna rhodizonate memberi warna pink sampai warna kemerahan pada logam timbal di kondisi pH yang asam. Pewarna rhodizhonate memberi warna kecokelatan pada logam timbal di kondisi netral. Barium, strontium, dan merkuri membentuk warna merah apabila diberi pewarnaan rhodizonate dan akan berwarna biru kehitaman apabila digunakan untuk mewarnai besi (Fe).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September-November 2012 di Laboratorium Nutrisi Fakultas Peternakan IPB, Laboratorium Bersama Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB, serta Laboratorium Histologi dan Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan meliputi daging, hati, dan ginjal ayam broiler. Larutan standar Pb, pelarut asam nitrat pekat, asetilen (bahan bakar), parafin, akuades, entellan®, larutan alkohol bertingkat, larutan xylol bertingkat, akuades, pewarnaan HE, dan pewarnaan rhodizonate.

Alat

Alat-alat yang digunakan adalah tissue cassatte, tissue embedding consule Sakura®, automatic tissue processor, mikrotom, object glass, cover glass, inkubator, hot plate, mikroskop cahaya Olympus Ch-20®, digital eye piece camera microscope,dan satu set peralatan Atomic Absorbans Spectrofotometry (AAS) Shimadzu AA-7000.

Prosedur Penelitian

Pengambilan dan Fiksasi Sampel Jaringan

(17)

6

Pengukuran Kadar Timbal

Metode analisa residu logam timbal pada daging, hati, dan ginjal dilakukan dengan metode wet ashing. Masing-masing sampel jaringan sebanyak 5 g digerus lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml dan ditambahkan 10 ml HNO3.

Campuran ini didiamkan selama satu jam pada suhu ruang di ruang asam, dipanaskan di atas hot plate selama 4-6 jam, lalu didinginkan satu malam di dalam wadah tertutup. Pada campuran diteteskan 0.8 ml H2SO4, dan dipanaskan selama

satu jam, ditambahkan HClO4 dan HNO3 sebanyak 6 tetes dengan perbandingan

2:1, dan dipanaskan hingga terjadi perubahan warna dari cokelat menjadi kuning muda. Sampel ditambahkan 4 ml akuades dan 1.2 ml HCl, dipanaskan kembali hingga homogen, diencerkan menjadi 25 ml dengan akuades, kemudian didinginkan dan disaring. Sampel siap dianalisa dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (Atomic Absorbans Spectrofotometry) dan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 217 nm.

Pembuatan Preparat Histologis

Sampel organ yang telah difiksasi dalam larutan Buffer Neutral Formalin (BNF) dipotong dan dimasukkan ke dalam tissue cassete untuk dilakukan proses dehidrasi. Proses selanjutnya, yaitu clearing menggunakan xylol I, II, III, lalu dilakukan infiltrasi dengan perendaman pada larutan parafin cair bertingkat sebelum diblok.

Setelah ketiga tahap selesai, dilanjutkan dengan embedding dalam parafin dan didinginkan pada suhu kamar sehingga menjadi blok parafin dan dipotong dengan menggunakan mikrotom dengan ketebalan 5 µm. Hasil pemotongan diletakkan sebentar di air hangat bersuhu 37oC agar tidak terjadi pengerutan, kemudian diambil dan diletakkan di atas object glass. Preparat dikeringkan di atas hot plate suhu 40-45°C selama 20 menit. Preparat disimpan semalam di inkubator suhu 37oC sebelum diwarnai.

Pewarnaan Rhodizonate

Sebelum dilakukan pewarnaan, preparat histologis dideparafinisasi dan direhidrasi. Pewarnaan Rhodizonate dilakukan dengan mencelupkan preparat histologis ke dalam akuades lalu direndam ke dalam larutan Rhodizonate (natrium rhodizonate 10 mg, akuades 5 ml, dan asam asetat glacial 0.5 ml) selama 30 menit. Preparat histologis yang sudah diberi warna kemudian didehidrasi dan ditutup dengan cover glass. Setelah entelan kering, pengamatan dilakukan dengan bantuan mikroskop cahaya Olympus Ch-20®.

Analisis Data

(18)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kadar timbal di dalam organ

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kandungan logam timbal terdeteksi pada daging, hati, dan ginjal ayam yang berasal dari Jasinga, Caringin, dan Cihideung. Kadar logam timbal (Pb) pada sampel daging, hati, dan ginjal disajikan di Tabel 1.

Tabel 1 Kadar logam timbal pada organ ayam

Organ Kadar konsentrasi Pb (ppm) Batasan nilai (ppm) Jasinga Caringin Cihideung SNI* Codex** Daging 0.83±0.26a 3.44±0.29b 2.99 ± 0.59b 1 0.1 Hati 0.56±0.21a 4.38±0.09b 3.82 ± 1.34b 1 0.5 Ginjal 0.90±0.38a 4.33±0.13b 2.82 ± 0.45b 1 0.5 *

Standar Nasional Indonesia 7387:2009

* *Codex Allimentarius Commission 2011

Keterangan: Huruf superscript (a,b) pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata (P< 0.05) antar kelompok sampel

Pola sebaran logam timbal

(19)

8

Gambar 2 Gambaran histologis ginjal ayam broiler asal Caringin. A dan C pewarnaan HE (a) glomerulus, (b) tubulus distalis, dan (c) tubulus proksimalis. B dan D pewarnaan Rhodizonate sebaran timbal di glomerulus (anak panah) dan di tubulus proksimalis (kepala panah).

(20)

9

Pembahasan

Kadar timbal di dalam organ

Nilai rataan kadar logam timbal di dalam jaringan yang diukur bervariasi dengan rentang 0.56-4.38 ppm. Nilai rataan tertinggi diperoleh pada jaringan hati sebesar 4.38 ppm. Besar nilai kandungan logam timbal pada sampel yang berasal di daerah Cihideung terlihat tidak setinggi pada daerah Caringin secara deskriptif, tetapi secara statistik nilai kandungan logam timbal di daerah Cihideung tidak berbeda nyata dengan daerah Caringin (P > 0.05). Nilai kandungan logam timbal pada sampel yang berasal dari kedua daerah Cihideung dan Caringin ditemukan lebih tinggi dari nilai sampel jaringan yang berasal dari Jasinga dan berbeda nyata secara statistik (P < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa kadar timbal pada sampel yang berasal dari Jasinga jauh di bawah nilai dari kedua daerah yang lain dan masih dalam batas aman menurut standar SNI 7387:2009 (BSN 2009), sedangkan sampel yang berasal dari daerah Cihideung dan Caringin mengalami peningkatan lebih dari 3x nilai batas aman menurut SNI 7387:2009 (BSN 2009). Keseragaman data cukup bervariasi. Oleh karena itu, data tersebut dapat mewakili.

Ayam merupakan hewan ternak yang mudah tercemari oleh logam timbal yang berada di sekitar lingkungannya. Hasil yang ditunjukkan pada sampel yang berasal dari Caringin di Tabel 1 menyatakan bahwa urutan timbal paling banyak ditemukan pada jaringan hati, lalu ginjal, dan terakhir daging. Kadar timbal pada jaringan hati lebih tinggi dari ginjal karena di hati masih terdapat banyak eritrosit yang tertinggal pada pembuluh darahnya. Trampel et al. (2003) mengatakan bahwa timbal yang dicerna oleh ayam akan menyebabkan peningkatan kadar timbal dalam darah lalu dideposit di jaringan lunak, telur, dan tulang. Akumulasi timbal paling tinggi di tulang, diikuti oleh ginjal, hati, dan jaringan ovari. Konsentrasi timbal terendah ditemukan pada otot skeletal.

Menurut BSN (2009) dalam SNI 7387:2009, kadar timbal maksimum yang diperbolehkan dalam daging dan daging olahan sebesar 1 ppm. Batas maksimum timbal dalam pangan hewani seperti daging sapi, daging ayam, dan lainnya sesuai yang dirumuskan dalam Codex Alimentarius Commission (2011) adalah 0.1 ppm, sedangkan pada jeroan ayam adalah 0.5 ppm. Kandungan logam timbal pada organ daging, hati, dan ginjal di daerah Jasinga masih berada di dalam batas aman berdasarkan standar SNI, walaupun masih kurang aman berdasarkan standar Codex Alimentarius Commision. Ketiga jaringan otot, hati, dan ginjal ayam di daerah Caringin dan Cihideung berada di batas ambang menurut Codex Alimentarius Commission dan SNI. Hal tersebut menunjukkan bahwa sudah terjadi pencemaran timbal pada daging ayam dan jeroannya di daerah Cihideung dan Caringin.

(21)

10

maksimal manusia per minggu menurut BSN (2009) dalam SNI 7387:2009 sebesar 0.025 mg/kg bobot badan.

Simulasi perhitungan dilakukan berdasarkan kandungan logam timbal tertinggi di jaringan otot pada Tabel 1. Kadar timbal tertinggi di jaringan otot adalah 3.44 ppm. Data konsumsi daging ayam per kapita per minggu tahun 2011 adalah 0.083 kg (Deptan 2012). Apabila seseorang memakan daging ayam sebanyak 0.083 kg per minggu dengan rataan kandungan timbal dalam otot sebesar 3.44 ppm, maka jumlah logam timbal yang termakan adalah 0.28 mg/orang/minggu atau menyumbangkan sekitar 16%. Pengkonsumsian daging ayam sebanyak 0.083 kg per minggu tidak memberi kontribusi yang besar terhadap jumlah timbal yang masuk dalam tubuh manusia. Jumlah ini akan semakin besar apabila semakin banyak daging yang dikonsumsi dalam waktu yang panjang dan perlu diingat bahwa logam timbal yang masuk ke dalam tubuh manusia juga dapat berasal dari air, udara, dan pangan lainnya.

Pola sebaran logam timbal

Logam timbal pada preparat histologis ditunjukkan oleh warna cokelat kehitaman. Hal ini berdasarkan pada pernyataan Rosandel et al. (2006) bahwa granula timbal berwarna merah dan cokelat kehitaman. Logam timbal pada hati ditemukan di eritrosit dalam pembuluh darah dan sinusoid, lebih dari itu logam timbal juga ditemukan pada hepatosit (Gambar 1). Akumulasi timbal pada ginjal ditemukan dalam glomerulus dan tubulus proksimalis (Gambar 2). Logam timbal pada sediaan daging ditemukan di pembuluh darah di daerah jaringan ikat (Gambar 3) dan tidak ditemukan di jaringan otot.

Hasil pewarnaan Rhodizonate pada jaringan hati (Gambar 1) menunjukkan bahwa logam timbal ditemukan di eritrosit yang tertinggal di pembuluh darah. Hasil ini sesuai dengan pendapat Ardyanto (2005) yang menyatakan bahwa sebanyak 95% Pb dalam darah terikat di eritrosit. Timbal yang diabsorpsi di usus diangkut oleh darah ke organ-organ lainnya. Riyadina (1997) menyatakan bahwa waktu paruh logam timbal di dalam darah adalah 20 hari. Logam timbal yang terdapat pada pembuluh darah dan sinusoid menunjukkan bahwa proses pencemaran logam timbal ke dalam tubuh ayam sangat mungkin masih berlangsung dan ikut bersirkulasi bersama darah menuju ke organ-organ lainnya.

Logam timbal terakumulasi pada hepatosit. Menurut Ensminger et al. (2004), salah satu fungsi hati pada ayam adalah mendetoksifikasi senyawa berbahaya. Logam timbal bersifat toksik dan berbahaya bagi kesehatan. Logam timbal yang terserap melalui usus akan menuju ke vena porta dan selanjutnya didetoksifikasi di hepatosit.

(22)

11 mereabsorpsi (penyerapan kembali) 80-85% filtrat glomerulus (Guyton dan Hall 2006).

Hasil pewarnaan Rhodizonate pada sediaan daging (Gambar 3) menunjukkan bahwa logam timbal ditemukan di pembuluh darah pada jaringan ikat dan tidak terdapat pada jaringan otot. Trampel et al. (2003) menyatakan bahwa konsentrasi timbal terendah ditemukan pada otot skeletal. Tingginya kadar logam timbal pada daging diduga terkait dengan masih banyaknya darah pada daging ayam karena proses penirisan darah yang tidak sempurna.

Pencemaran logam timbal

Pakan ayam komersial yang diproduksi oleh beberapa produsen mengandung kadar logam timbal (Pb) yang cukup tinggi. Konsentrasi rataan timbal pada berbagai merek pakan berdasarkan laporan Okoye et al. (2011) berada dalam rentang 1.10-7.33 mg/kg. Berdasarkan informasi tersebut, pakan ayam dalam berbagai tipe pakan masih mengandung timbal dengan konsentrasi yang beragam. Hal ini menunjukkan bahwa pakan dapat menjadi salah satu sumber potensial pencemar logam timbal bagi ayam broiler.

Hasil penelitian Suleman et al. (2011) menunjukkan bahwa hepatotoksisitas dan nefrotoksisitas pada ayam broiler terlihat pada pemberian timbal sebanayak 240 dan 280 mg/kg BB melalui oral. Hal ini berarti, sebagian besar pakan yang beredar dan digunakan di peternakan ayam menyebabkan terakumulasinya logam timbal yang bersifat hepatotoksik dan nefrotoksik di dalam tubuh ayam.

Hasil pengukuran kadar timbal pada Tabel 1 menunjukkan bahwa konsentrasi timbal pada daging ayam dapat juga mengindikasikan adanya cemaran logam timbal di areal peternakan. Peningkatan industrialisasi dan padatnya kendaraan di daerah Bogor memungkinkan terjadinya pencemaran logam timbal ke lingkungan sekitar peternakan. Adanya kandungan logam timbal di udara sebanyak 0.15 µg/m3 (Rachmawati 2005), di dalam tanah sebanyak 1.5-1.7 ppm (Dariah 2011), dan sebanyak 0.05-0.16 ppm logam timbal yang terkandung di air (Athena et al. 1996) di daerah Bogor dapat terakumulasi di berbagai wilayah sekitarnya dan mencemari tanah, air, dan tanaman hingga akhirnya terakumulasi ke tubuh hewan, terutama pada hati dan ginjal. Faktor di atas menggambarkan bahwa lokasi kandang yang berdekatan dengan jalan yang padat kendaraan dan pada tanah yang mengandung timbal dalam jumlah tinggi sangat berpengaruh terhadap keberadaan timbal dalam tubuh ayam.

Pemaparan logam timbal ke dalam tubuh ayam yang berasal dari kedua daerah teruji diduga berasal dari air dan lingkungan. Hal ini didasarkan pada pendapat Akan et al. (2010) bahwa sumber utama kontaminasi logam pada daging ayam dan kalkun berasal dari pakan unggas, air yang diminum, emisi gas kendaraan, dan tempat pemotongan yang kotor. Pakan dan tempat pemotongan tidak menjadi dugaan sumber cemaran karena pakan yang digunakan oleh ketiga daerah tersebut adalah pakan komersial dan berasal dari rumah potong unggas yang sama.

Pencegahan dan Pengobatan

(23)

12

ethylenediamine tetraacetic acid (CaNa2EDTA). Senyawa ini merupakan turunan EDTA (ethylenediamine tetraacetic acid). Sediaan CaNa2EDTA diberikan melalui intravena. Keberhasilan penggunaan CaNa2EDTA dalam pengobatan keracunan timbal bergantung pada logam timbal yang dapat diikat oleh agen pengkelat dan digantikan dengan kalsium, sehingga logam timbal dapat dikeluarkan melalui urin (Flora dan Pachauri 2010).

Pengobatan keracunan timbal pada ayam broiler termasuk tidak praktis dan tidak ekonomis. Pencegahan keracunan timbal pada ayam di area yang rawan terhadap keracunan timbal dapat dilakukan dengan mencukupi kebutuhan mineral Fe (besi) dan Ca (kalsium) ke dalam pakan ayam. Menurut Verster (2011), kekurangan kalsium dapat meningkatkan toksisitas timbal dengan menstimulasi sintesis enzim yang mengikat kalsium di usus sehingga semakin banyak timbal yang terikat pada enzim tersebut dibandingkan dengan kalsium. Kekurangan besi juga dapat menyebabkan keracunan timbal karena logam timbal akan berikatan dengan enzim aminolaevulinic acid dehidratase (ALAD) yang berfungsi mensintesis hemoglobin (Kim et al. 2003). Sintesis hemoglobin yang terganggu dapat menyebabkan anemia.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Nilai rataan kadar logam timbal pada ayam broiler bervariasi dalam rentang 0.56-4.38 ppm. Logam timbal pada ayam broiler lebih banyak terdapat di hati dan ginjal, tetapi tidak terakumulasi di dalam daging. Sebaran logam timbal pada jaringan hati terletak di pembuluh darah, sinusoid, dan hepatosit. Akumulasi logam timbal pada jaringan ginjal ayam ditemukan pada glomerulus dan tubulus proksimal pada bagian korteks. Sebaran logam timbal pada jaringan daging terletak di pembuluh darah pada jaringan ikat dan tidak terdapat pada jaringan otot.

Saran

(24)

13

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar. 2003. Mutu karkas ayam hasil pemotongan tradisional dan penerapan sistem hazard analysis critical control point. JIPI 22(1):33-39.

Ardyanto D. 2005. Deteksi pencemaran timah hitam (Pb) dalam darah masyarakat yang terpajan timbal (plumbum). J. Kes. Ling 2(1)67-76.

Aughey E, Frye FL. 2001. Comparative Veterinary Histology with Clinical Comparative. United Kingdom (GB): Manson Publishing Ltd.

Akan JC, Abdulrahman FI, Sodipo OA, Chiroma YA. 2010. Distribution of heavy metals in the liver, kidney, and meat of beef, mutton, caprine, and chicken from kasuwan shanu market in Maiduguri metropolis, borno state, Nigeria. J. of Appl. Sci. Eng. Technol 2(8):743-74.

Athena, Tugaswati T, Sukar. 1996. Kandungan logam berat (Hg, Cd, dan Pb) dalam air tanah pada perumahan tipe kecil di jabodetabek. Bul Penelit Kesehat. 24(4):18-27.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2009. SNI 3924:2009 tentang Mutu karkas dan daging ayam. [diunduh 2012 Sept 25]. Tersedia pada http://www.sisni.bsn.go.id/index.php/sni/Sni/download/9565

_____. 2009. SNI 7387:2009 tentang Batas maksimum cemaran logam berat pada pangan. [diunduh 2012 Sept 25]. Tersedia pada http://www.sisni.bsn.go.id/index.php/sni/Sni/download/9565.

[CAC] Codex Allimentarius Commission. 2011. Working Document For Information and Use in Discussions Related to Contaminants and Toxins in The GSCTFF. Netherlands (NL): Codex Allimentarius Commission.

Cahyadi B. 2009. Studi tentang kesensitifan spektrofotometer serapan atom (SSA) teknik vapour hydride Generation accessories (VHGA) dibandingkan dengan SSA nyala pada analisa unsur arsen (As) yang terdapat dalam air minum [Tesis]. Medan (ID): Universitas Sumatera Utara. 75 hlm.

Cann M, Baird C. 2005. Environmental Chemistry third edition. New York: W.H Freeman and Company.

Dariah A. 2011. Pengembangan pembenah tanah diperkaya senyawa humat >10% untuk meningkatkan kualitas fisik, kimia, dan biologi tanah dan produktivitas tanaman 30% pada lahan kering (masam dan netral alkalin) terdegradasi [Laporan akhir]. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanah.

Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta (ID): UI Press.

D’Mello JPF. 2003. Food Safety Contaminants and Traits. London (UK): CABI Publishing.

[Deptan] Departemen Pertanian. 2012. Konsumsi rata-rata per kapita per minggu beberapa bahan 2007-20011 [internet]. [diunduh 2012 Sept 22]. Tersedia pada http://www.deptan.go.id/Indikator/tabe -15a-konsumsi-rata.pdf.

____. 2012. Konsumsi rata-rata per kapita setahun beberapa bahan makanan di Indonesia 2007-2011 [internet]. [diunduh 2013 Jan 3]. Tersedia pada http://www.deptan.go.id/Indikator/tabe-15b-konsumsi-rata.pdf

(25)

14

http://www.deptan.go.id/infoeksekutif/nak/eis_nak2011/Prod_Dag_A_RasPed _Prov_11.pdf

Ensminger ME, Colin GS, Brant G. 2004. Poultry Science Fourth Edition. New Jersey (JE): Pearson Prentice Hall.

Fardiaz S. 1994. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Lajunen LHJ, Perämäki P. 2004. Spectrochemical Analysis by Atomic Absoprtion and Emission 2nd Edition. United Kingdom (GB): The Royal Society of Chemistry.

Linda MB, William MB. 2000. Color Atlas of Veterinary Histology Second Edition. United State of America: Lippincott Williams & Wilkins.

Naria E. 2005. Mewaspadai dampak bahan pencemar timbal (Pb) di lingkungan terhadap kesehatan. J Komunik. Penelit 17(4):66-72.

Flora SJS, Pachauri V. 2010. Chelation in metal intoxication. Int. J. Environ. Res. Pub. Health (7):2745-2788.

Grist A. 2006. Poultry Inspection 2nd Edition: Anatomy, physiology, and Disease Conditions. England (GB): Nottingham University Press.

Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology 11th edition. United State of America: Elsevier Saunders.

Kiernan JA. 1990. Histological and Histochemical Methods: Theory and Practise 2nd edition. Kanada (CA): Pergamon Press.

Kim HE, Lee SS, Hwangbo Y, Ahn KD, Lee BK. 2003. Cross sectional study of blood lead effect on iron status on Korean lead worker. Nutrition 19(7/8): 571-576.

McEwen SA, McNab WB. 1997. Contaminants of nonbiological origin in foods from animals. Rev Sci Tech Off Int Epiz. 16(2):684−693.

McLelland J. 1990. A Colour Atlas of Avian Anatomy. England (UK): Wolfe Publishing Ltd.

Okoye COB, Ibeto CN, Ihedioha. 2011. Assessment of heavy metals in chicken feeds sold in south eastern, Nigeria. Adv. Appl. Sci. Res. 2(3):63-68.

Peterson ME, Talcott PA. 2006. Small Animal Toxicology Second Edition. United State (UK): Elsevier Inc.

Rachmawati DS. 2005. Peranan hutan kota dalam menjerap dan menyerap timbal di udara ambien. [Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Tersedia pada: http://endesdahlan.staff.ipb.ac.id/files/2011/01/DwiSantiRachmawatiE0340004 2. pdf.

Ressang AA. 1984. Patologi Khusus Veteriner. Jakarta (ID): Departemen Urusan Research National.

Riyadina W. 1997. Pengaruh Pencemaran Plumbum Terhadap Kesehatan. Jakarta (ID): Departemen Kesehatan RI

Roshandel D, Rhosandel G, Golalipour MJ. 2006. Morphometric changes of rat testis after subchronic oral lead intoxication and D-penicillamine treatment. J Biol Sci 9(7):1310-1314.

Soeparno. 2005. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press

(26)

15 Supriyanto C, Samin, Kamal Z. 2007. Analisis cemaran logam berat Pb, Cu, dan Cd pada ikan air tawar dengan metode spektrometri nyala serapan atom (SSA). Seminar Nasional III SDM Teknologi Nuklir; 2007 Nov 21-22; Yogyakarta (ID): Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir–BATAN. hlm 147-152.

Trampel DW, Imerman PM, Carson TL, Kinker JA, Ensley SM. 2003. Lead contamination of chicken eggs and tissue from a small farm flock. J Vet Diagn Invest (15):418-422.

Verster RS. 2011. Evaluation of orally administered calcium carbonate and zinc sulphate on the gastrointestinal absorption of lead acetate in cattle. J. Life Sci. 8(2): 63-69.

(27)

16

Lampiran 1 Kadar logam timbal (Pb) tiap sampel yang berasal dari Jasinga, Kabupaten Bogor

No. Nama Sampel Kadar Pb (ppm) Rataan Standar Deviasi

1 OTT A1 0.53

0.83 0.26

2 OTT A2 0.94

3 OTT A3 1.00

4 HAT A1 0.33

0.56 0.21

5 HAT A2 0.73

6 HAT A3 0.62

7 GNJ A1 0.47

0.90 0.38

8 GNJ A2 1.03

(28)

17 Lampiran 2 Kadar logam timbal (Pb) tiap sampel yang berasal dari Caringin,

Kabupaten Bogor

No Nama Sampel Kadar Pb (ppm) Rata-rata Standar Deviasi

1 OTT-B1 3.19

3.44 0.29

2 OTT-B2 3.37

3 OTT-B3 3.76

4 HAT-B1 4.28

4.38 0.09

5 HAT-B2 4.42

6 HAT-B3 4.45

7 GNJ-B1 4.21

4.33 0.13

8 GNJ-B2 4.29

(29)

18

Lampiran 3 Kadar logam timbal (Pb) tiap sampel yang berasal dari Cihideung, Kabupaten Bogor

No. Nama Sampel Kadar Pb (ppm) Rataan Standar Deviasi

1 OTT-C1 3.29

2.99 0.59

2 OTT-C2 3.38

3 OTT-C3 2.32

4 HAT-C1 2.29

3.82 1.34

5 HAT-C2 4.79

6 HAT-C3 4.39

7 GNJ-C1 2.36

2.82 0.45

8 GNJ-C2 3.26

(30)

19 Lampiran 4 Hasil Uji T antara daerah Cihideung dan Caringin (α = 0.05)

H0 : kadar timbal daerah Cihideung = Caringin

H1 : kadar timbal daerah Cihideung ≠ Caringin

Cihideung Caringin

Mean 3.21 4.05

Variance 0.29 0.28

Observations 3 3

Hypothesized Mean Difference 0

Df 4

t Stat -1.92

P(T<=t) one-tail 0.06

t Critical one-tail 2.13

P(T<=t) two-tail 0.13

t Critical two-tail 2.78

karena P-value lebih besar dari P>0.05, maka terima H0. Kesimpulannya adalah

(31)

20

Lampiran 5 Hasil Uji T antara daerah Cihideung dan Jasinga (α = 0.05) H0 : kadar timbal daerah Cihideung = Jasinga

H1 : kadar timbal daerah Cihideung ≠ Jasinga

Cihideung Jasinga

Mean 3.21 0.76

Variance 0.29 0.03

Observations 3 3

Hypothesized Mean Difference 0

Df 2

t Stat 7.51

P(T<=t) one-tail 0.01

t Critical one-tail 2.92

P(T<=t) two-tail 0.02

t Critical two-tail 4.30

karena P-value lebih kecil dari P<0.05, maka tolak H0. Kesimpulannya, kadar

(32)

21 Lampiran 6 Hasil Uji T antara daerah Jasinga dan Caringin (α = 0.05)

H0 : kadar timbal daerah Jasinga = Caringin

H1 : kadar timbal daerah Jasinga ≠ Caringin

Jasinga Caringin

Mean 0.76 4.05

Variance 0.03 0.28

Observations 3 3

Hypothesized Mean Difference 0

Df 2

t Stat -10.18

P(T<=t) one-tail 0.00

t Critical one-tail 2.92

P(T<=t) two-tail 0.01

t Critical two-tail 4.3

karena P-value lebih kecil dari P<0.05, maka tolak H0. Kesimpulannya, kadar

(33)

22

RIWAYAT HIDUP

(34)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Karkas ayam merupakan salah satu komoditas penting berdasarkan aspek gizi, sosial budaya, dan ekonomi. Industri karkas ayam mempunyai prospek ekonomi yang cukup cerah karena usaha peternakan ayam relatif mudah dikembangkan, cepat menghasilkan keuntungan, dan usaha pemotongannya sederhana. Produsen diharapkan dapat menyediakan karkas ayam yang berkualitas dan aman untuk memenuhi permintaan pasar yang cukup tinggi (Abubakar 2003). Produksi daging ayam ras pedaging di Jawa Barat pada tahun 2011 mencapai lebih dari 400 ribu ton dan mengalami peningkatan sebesar 5.85% dibandingkan tahun sebelumnya (Deptan 2012). Laju permintaan daging ayam di Indonesia sangat tinggi karena konsumsi daging ayam pada tahun 2011 naik 6.6% dibandingkan dengan tahun sebelumnya dari 3.55 kg per kapita per tahun menjadi 4.33 kg per kapita per tahun (Deptan 2012). Daging ayam disukai oleh konsumen karena harganya relatif murah, kualitas karkas relatif terpelihara, kandungan lemak dagingnya relatif rendah dibandingkan hewan ternak lainnya, dan ketersediaan jenis produk yang beragam di pasaran (Ensminger et al. 2004).

Logam timbal memiliki sifat mudah berikatan dengan senyawa lainnya dan mudah berubah bentuk. Oleh karena, itu, timbal masih banyak dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari. Timbal digunakan dalam produksi batere, batere aki, anti knocking bensin, peluru, peralatan laboratorium, peralatan kedokteran, dan produk logam lainnya (William et al. 2000).

Penggunaan logam timbal sebenarnya tidak pernah ditujukan untuk bidang pertanian, tetapi pencemarannya dapat mengontaminasi pakan ternak atau lingkungan sekitar sehingga meningkatkan terjadinya akumulasi logam timbal di dalam tubuh hewan ternak (Mc Ewen dan Mc Nab 1997). Oleh sebab itu, kejadian akumulasi logam timbal di dalam tubuh ayam broiler perlu mendapat perhatian lebih.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji nilai kadar dan pola sebaran akumulasi timbal di dalam daging, hati, dan ginjal sehingga dapat diketahui tingkat cemaran logam asal ayam broiler yang dipotong di rumah potong unggas.

Manfaat Penelitian

(35)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi Karkas Ayam

Menurut BSN (2009) dalam SNI 3924:2009 tentang mutu karkas dan daging ayam, karkas adalah bagian tubuh ayam yang telah dilakukan penyembelihan secara halal disertai dengan pencabutan bulu dan pengeluaran jeroan, tanpa kepala, leher, kaki, paru-paru, dan atau ginjal, dapat berupa karkas segar, karkas segar dingin, atau karkas beku. Soeparno (2005) mengatakan bahwa karkas ayam biasanya dijual ke konsumen dalam bentuk karkas utuh, belahan karkas kiri dan kanan, seperempat karkas, atau potongan-potongan yang lebih kecil. Menurut McLelland (1990), karkas ayam digolongkan ke dalam daging putih karena otot ayam mengandung serat otot putih yang lebih banyak dibandingkan serat otot merah. Serat otot putih hanya mengandung sejumlah kecil myoglobin. Otot putih dicirikan dengan memiliki kekuatan yang besar, tetapi tidak dapat digunakan dalam jangka waktu yang lama.

Daging Ayam

Menurut BSN (2009) dalam SNI 3924:2009, daging ayam adalah otot skeletal dari karkas ayam yang aman, layak, dan lazim dikonsumsi manusia. Ensminger et al. (2004) menyatakan bahwa daging yang terkandung pada karkas ayam mengandung 19% protein; protein myofibril (11.5%), protein sarkoplasma (5.5%), dan protein stoma (2%). Myofibril terdiri atas aktin, myosin, dan tropomyosin yang berperan dalam kontraksi otot. Protein sarkoplasma terdiri atas myoglobin dan enzim glikolitik. Protein stoma terdiri atas kolagen yang terdapat pada jaringan ikat dan mitokondria.

Daging atau otot ayam yang umum digunakan untuk pengujian adalah otot pectoralis karena otot pectoralis berukuran paling besar dan arah serabutnya jelas. Otot pectoralis adalah otot unggas yang terbesar dan terdapat pada bagian superficial atau permukaan dada. Berat otot pectoralis kira-kira adalah 8% dari berat tubuh. Otot ini berfungsi untuk mengangkat sayap (Soeparno 2005).

Nukleus otot polos berbentuk panjang dan membulat pada bagian ujungnya. Jaringan otot polos dan jaringan ikat fibroblast terdapat pada otot ayam. Otot polos akan bergerak saat berkontraksi. Fibroblast yang terdapat pada jaringan otot tidak dapat bergerak saat berkontraksi. Sitoplasma bersifat eosinofilik dan homogen (Linda dan William 2000).

Hati Ayam

(36)

3 Satu lobulus hati terdiri dari vena sentralis, hepatosit, dan sinusoid. Sinusoid terlihat sebagai celah garis putih di antara hepatosit. Sinusoid berfungsi mengalirkan darah menuju vena sentralis. Hepatosit terlihat sebagai dua lapis sel yang tebal dan mengelilingi vena sentralis. Hepatosit berfungsi menjalankan fungsi hati (Linda dan William 2000).

Ginjal Ayam

Ginjal pada ayam terletak pada sisi kanan dan kiri columna vertebralis di bagian bawah tulang synsacrum. Ginjal ayam terbagi atas tiga lobus, yaitu kranial, medial, dan kaudal. Setiap lobus ginjal dialiri arteri renalis. Fungsi ginjal adalah sebagai filtrasi darah untuk diubah menjadi urine dan menjaga keseimbangan air di dalam tubuh (Grist 2006).

Ginjal ayam terbungkus oleh jaringan ikat kapsula dan memiliki dua regio, yaitu korteks dan medulla. Glomerulus, tubulus proksimal, dan tubulus distalis terdapat pada bagian korteks. Lumen tubulus distalis terlihat kosong dan sitoplasmanya lebih pucat. Tubulus kolektiva terdapat pada bagian medulla. Ginjal tidak memiliki renal pelvis (Aughey dan Frye 2001).

Pencemaran Logam Timbal

Timbal merupakan logam yang secara alami berwarna abu-abu kehitaman. Timbal dapat ditemukan di lapisan kerak bumi. Timbal dapat dikombinasikan dengan bahan kimia lainnya sehingga membentuk senyawa yang disebut garam-garam timbal. Garam-garam-garam timbal bersifat larut air, sedangkan unsur logam timbal sendiri tidak larut dalam air. Sebagian besar timbal yang termobilisasi ke lingkungan berasal dari aktivitas manusia sehingga paparan logam timbal inorganik dan senyawa garam timbal dapat terjadi di lingkungan sekitar dan di tempat kerja (Williams et al. 2000).

Cat dinding di beberapa negara masih mengandung Pb3(CO3)2(OH)2. Hal ini

perlu mendapat perhatian karena anak-anak dan hewan dapat menelan runtuhan cat tersebut. Penggunaan pestisida yang mengandung Pb3(AsO4)2 dan batere yang

terbuka akan mengeluarkan PbO2 pada tanah sehingga menyebabkan pencemaran

timbal di tanah. Bensin di banyak negara berkembang masih mengandung tetraethyl timbal Pb(C2H5)4 yang akan langsung teroksidasi di udara menjadi PbO2.

Timbal oksida yang menyebar di udara akan masuk dan terakumulasi ke dalam tanah, air, buah-buahan, dan sayur-sayuran dan akhirnya ke dalam hewan dan manusia (Cann dan Baird 2005).

Metabolisme Timbal dalam Tubuh Manusia

(37)

4 ekskresi timbal dalam tubuh secara keseluruhan terjadi dalam waktu paruh sekitar 28 hari. Dari darah dan tempat deposit, timbal kemudian diekskresikan melalui urine, feses, dan keringat. Tingkat ekskresi timbal melalui sistem urinaria adalah sebesar 76%, gastrointestinal 16%, dan rambut, kuku, serta keringat sebesar 8% (Riyadina 1997). Peterson dan Talcott (2006) menyatakan bahwa waktu paruh logam timbal di dalam darah dan jaringan tubuh hewan adalah 4-6 minggu, sedangkan waktu paruh logam timbal di tulang berlangsung dalam periode dekade.

Gejala Klinis Keracunan Timbal

Keracunan timbal disebut plumbism. Biasanya orang yang keracunan timbal mengonsumsi timbal sekitar 0.2-2.0 mg/hari (Darmono 1995). Naria (2005) menyatakan bahwa keracunan yang disebabkan oleh logam timbal dapat mengakibatkan efek yang kronis dan akut. Keterpaparan timbal secara akut melalui udara yang terhirup akan menimbulkan gejala rasa lemah, lelah, gangguan tidur, sakit kepala, nyeri otot dan tulang, sembelit, nyeri perut, dan kehilangan nafsu makan sehingga dapat menyebabkan anemia. Dampak kronis dari keterpaparan timbal diawali dengan kelelahan, kelesuan, dan gangguan gastrointestinal. Keterpaparan yang terus-menerus pada sistem syaraf pusat menunjukkan gejala insomnia (susah tidur), bingung atau pikiran kacau, konsentrasi berkurang, dan gangguan ingatan.

Spektrofotometer Serapan Atom (Atomic Absorbans Spectrophotometry)

Menurut Lajunen dan Perämäki (2004), metode analisis substansi dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom merupakan sebuah metode analisis untuk mengukur suatu unsur dalam jumlah yang kecil. Prinsip pengukurannya didasarkan pada penyerapan energi radiasi yang dilepaskan oleh atom-atom bebas. Komponen peralatan spektofotometer terdiri dari sumber radiasi, penembak emisi, pengatur sinyal, monokromator, multiplikasi foto, amplifier, dan pembaca hasil.

Supriyanto et al. (2007) menyatakan bahwa metode spektrofotometer serapan atom banyak dipilih untuk mengukur kadar logam. Hal ini dikarenakan bahwa alat ini mempunyai sensitifitas tinggi, mudah, murah, sederhana, cepat, dan sampel yang dibutuhkan sedikit. Pendapat yang sama juga dikatakan oleh Cahyadi (2009) bahwa kebanyakan logam diukur dengan menggunakan instrumen spektrofotometer serapan atom yang dapat mendeteksi logam hingga mencapai satuan ppm.

Pewarnaan Rhodizonate

(38)

5 diparafin. Beberapa logam lainnya yang dapat diwarnai oleh pewarna rhodizonate adalah Ag, Ba, Bi, Cd, Hg2+, Sn, Sr, dan Tl. Pewarna rhodizonate memberi warna pink sampai warna kemerahan pada logam timbal di kondisi pH yang asam. Pewarna rhodizhonate memberi warna kecokelatan pada logam timbal di kondisi netral. Barium, strontium, dan merkuri membentuk warna merah apabila diberi pewarnaan rhodizonate dan akan berwarna biru kehitaman apabila digunakan untuk mewarnai besi (Fe).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September-November 2012 di Laboratorium Nutrisi Fakultas Peternakan IPB, Laboratorium Bersama Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB, serta Laboratorium Histologi dan Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan meliputi daging, hati, dan ginjal ayam broiler. Larutan standar Pb, pelarut asam nitrat pekat, asetilen (bahan bakar), parafin, akuades, entellan®, larutan alkohol bertingkat, larutan xylol bertingkat, akuades, pewarnaan HE, dan pewarnaan rhodizonate.

Alat

Alat-alat yang digunakan adalah tissue cassatte, tissue embedding consule Sakura®, automatic tissue processor, mikrotom, object glass, cover glass, inkubator, hot plate, mikroskop cahaya Olympus Ch-20®, digital eye piece camera microscope,dan satu set peralatan Atomic Absorbans Spectrofotometry (AAS) Shimadzu AA-7000.

Prosedur Penelitian

Pengambilan dan Fiksasi Sampel Jaringan

(39)

5 diparafin. Beberapa logam lainnya yang dapat diwarnai oleh pewarna rhodizonate adalah Ag, Ba, Bi, Cd, Hg2+, Sn, Sr, dan Tl. Pewarna rhodizonate memberi warna pink sampai warna kemerahan pada logam timbal di kondisi pH yang asam. Pewarna rhodizhonate memberi warna kecokelatan pada logam timbal di kondisi netral. Barium, strontium, dan merkuri membentuk warna merah apabila diberi pewarnaan rhodizonate dan akan berwarna biru kehitaman apabila digunakan untuk mewarnai besi (Fe).

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan September-November 2012 di Laboratorium Nutrisi Fakultas Peternakan IPB, Laboratorium Bersama Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam IPB, serta Laboratorium Histologi dan Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan meliputi daging, hati, dan ginjal ayam broiler. Larutan standar Pb, pelarut asam nitrat pekat, asetilen (bahan bakar), parafin, akuades, entellan®, larutan alkohol bertingkat, larutan xylol bertingkat, akuades, pewarnaan HE, dan pewarnaan rhodizonate.

Alat

Alat-alat yang digunakan adalah tissue cassatte, tissue embedding consule Sakura®, automatic tissue processor, mikrotom, object glass, cover glass, inkubator, hot plate, mikroskop cahaya Olympus Ch-20®, digital eye piece camera microscope,dan satu set peralatan Atomic Absorbans Spectrofotometry (AAS) Shimadzu AA-7000.

Prosedur Penelitian

Pengambilan dan Fiksasi Sampel Jaringan

(40)

6

Pengukuran Kadar Timbal

Metode analisa residu logam timbal pada daging, hati, dan ginjal dilakukan dengan metode wet ashing. Masing-masing sampel jaringan sebanyak 5 g digerus lalu dimasukkan ke dalam erlenmeyer 100 ml dan ditambahkan 10 ml HNO3.

Campuran ini didiamkan selama satu jam pada suhu ruang di ruang asam, dipanaskan di atas hot plate selama 4-6 jam, lalu didinginkan satu malam di dalam wadah tertutup. Pada campuran diteteskan 0.8 ml H2SO4, dan dipanaskan selama

satu jam, ditambahkan HClO4 dan HNO3 sebanyak 6 tetes dengan perbandingan

2:1, dan dipanaskan hingga terjadi perubahan warna dari cokelat menjadi kuning muda. Sampel ditambahkan 4 ml akuades dan 1.2 ml HCl, dipanaskan kembali hingga homogen, diencerkan menjadi 25 ml dengan akuades, kemudian didinginkan dan disaring. Sampel siap dianalisa dengan menggunakan spektrofotometer serapan atom (Atomic Absorbans Spectrofotometry) dan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 217 nm.

Pembuatan Preparat Histologis

Sampel organ yang telah difiksasi dalam larutan Buffer Neutral Formalin (BNF) dipotong dan dimasukkan ke dalam tissue cassete untuk dilakukan proses dehidrasi. Proses selanjutnya, yaitu clearing menggunakan xylol I, II, III, lalu dilakukan infiltrasi dengan perendaman pada larutan parafin cair bertingkat sebelum diblok.

Setelah ketiga tahap selesai, dilanjutkan dengan embedding dalam parafin dan didinginkan pada suhu kamar sehingga menjadi blok parafin dan dipotong dengan menggunakan mikrotom dengan ketebalan 5 µm. Hasil pemotongan diletakkan sebentar di air hangat bersuhu 37oC agar tidak terjadi pengerutan, kemudian diambil dan diletakkan di atas object glass. Preparat dikeringkan di atas hot plate suhu 40-45°C selama 20 menit. Preparat disimpan semalam di inkubator suhu 37oC sebelum diwarnai.

Pewarnaan Rhodizonate

Sebelum dilakukan pewarnaan, preparat histologis dideparafinisasi dan direhidrasi. Pewarnaan Rhodizonate dilakukan dengan mencelupkan preparat histologis ke dalam akuades lalu direndam ke dalam larutan Rhodizonate (natrium rhodizonate 10 mg, akuades 5 ml, dan asam asetat glacial 0.5 ml) selama 30 menit. Preparat histologis yang sudah diberi warna kemudian didehidrasi dan ditutup dengan cover glass. Setelah entelan kering, pengamatan dilakukan dengan bantuan mikroskop cahaya Olympus Ch-20®.

Analisis Data

(41)

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Kadar timbal di dalam organ

Hasil pengukuran menunjukkan bahwa kandungan logam timbal terdeteksi pada daging, hati, dan ginjal ayam yang berasal dari Jasinga, Caringin, dan Cihideung. Kadar logam timbal (Pb) pada sampel daging, hati, dan ginjal disajikan di Tabel 1.

Tabel 1 Kadar logam timbal pada organ ayam

Organ Kadar konsentrasi Pb (ppm) Batasan nilai (ppm) Jasinga Caringin Cihideung SNI* Codex** Daging 0.83±0.26a 3.44±0.29b 2.99 ± 0.59b 1 0.1 Hati 0.56±0.21a 4.38±0.09b 3.82 ± 1.34b 1 0.5 Ginjal 0.90±0.38a 4.33±0.13b 2.82 ± 0.45b 1 0.5 *

Standar Nasional Indonesia 7387:2009

* *Codex Allimentarius Commission 2011

Keterangan: Huruf superscript (a,b) pada baris yang sama menyatakan adanya perbedaan nyata (P< 0.05) antar kelompok sampel

Pola sebaran logam timbal

(42)

8

Gambar 2 Gambaran histologis ginjal ayam broiler asal Caringin. A dan C pewarnaan HE (a) glomerulus, (b) tubulus distalis, dan (c) tubulus proksimalis. B dan D pewarnaan Rhodizonate sebaran timbal di glomerulus (anak panah) dan di tubulus proksimalis (kepala panah).

(43)

9

Pembahasan

Kadar timbal di dalam organ

Nilai rataan kadar logam timbal di dalam jaringan yang diukur bervariasi dengan rentang 0.56-4.38 ppm. Nilai rataan tertinggi diperoleh pada jaringan hati sebesar 4.38 ppm. Besar nilai kandungan logam timbal pada sampel yang berasal di daerah Cihideung terlihat tidak setinggi pada daerah Caringin secara deskriptif, tetapi secara statistik nilai kandungan logam timbal di daerah Cihideung tidak berbeda nyata dengan daerah Caringin (P > 0.05). Nilai kandungan logam timbal pada sampel yang berasal dari kedua daerah Cihideung dan Caringin ditemukan lebih tinggi dari nilai sampel jaringan yang berasal dari Jasinga dan berbeda nyata secara statistik (P < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa kadar timbal pada sampel yang berasal dari Jasinga jauh di bawah nilai dari kedua daerah yang lain dan masih dalam batas aman menurut standar SNI 7387:2009 (BSN 2009), sedangkan sampel yang berasal dari daerah Cihideung dan Caringin mengalami peningkatan lebih dari 3x nilai batas aman menurut SNI 7387:2009 (BSN 2009). Keseragaman data cukup bervariasi. Oleh karena itu, data tersebut dapat mewakili.

Ayam merupakan hewan ternak yang mudah tercemari oleh logam timbal yang berada di sekitar lingkungannya. Hasil yang ditunjukkan pada sampel yang berasal dari Caringin di Tabel 1 menyatakan bahwa urutan timbal paling banyak ditemukan pada jaringan hati, lalu ginjal, dan terakhir daging. Kadar timbal pada jaringan hati lebih tinggi dari ginjal karena di hati masih terdapat banyak eritrosit yang tertinggal pada pembuluh darahnya. Trampel et al. (2003) mengatakan bahwa timbal yang dicerna oleh ayam akan menyebabkan peningkatan kadar timbal dalam darah lalu dideposit di jaringan lunak, telur, dan tulang. Akumulasi timbal paling tinggi di tulang, diikuti oleh ginjal, hati, dan jaringan ovari. Konsentrasi timbal terendah ditemukan pada otot skeletal.

Menurut BSN (2009) dalam SNI 7387:2009, kadar timbal maksimum yang diperbolehkan dalam daging dan daging olahan sebesar 1 ppm. Batas maksimum timbal dalam pangan hewani seperti daging sapi, daging ayam, dan lainnya sesuai yang dirumuskan dalam Codex Alimentarius Commission (2011) adalah 0.1 ppm, sedangkan pada jeroan ayam adalah 0.5 ppm. Kandungan logam timbal pada organ daging, hati, dan ginjal di daerah Jasinga masih berada di dalam batas aman berdasarkan standar SNI, walaupun masih kurang aman berdasarkan standar Codex Alimentarius Commision. Ketiga jaringan otot, hati, dan ginjal ayam di daerah Caringin dan Cihideung berada di batas ambang menurut Codex Alimentarius Commission dan SNI. Hal tersebut menunjukkan bahwa sudah terjadi pencemaran timbal pada daging ayam dan jeroannya di daerah Cihideung dan Caringin.

(44)

10

maksimal manusia per minggu menurut BSN (2009) dalam SNI 7387:2009 sebesar 0.025 mg/kg bobot badan.

Simulasi perhitungan dilakukan berdasarkan kandungan logam timbal tertinggi di jaringan otot pada Tabel 1. Kadar timbal tertinggi di jaringan otot adalah 3.44 ppm. Data konsumsi daging ayam per kapita per minggu tahun 2011 adalah 0.083 kg (Deptan 2012). Apabila seseorang memakan daging ayam sebanyak 0.083 kg per minggu dengan rataan kandungan timbal dalam otot sebesar 3.44 ppm, maka jumlah logam timbal yang termakan adalah 0.28 mg/orang/minggu atau menyumbangkan sekitar 16%. Pengkonsumsian daging ayam sebanyak 0.083 kg per minggu tidak memberi kontribusi yang besar terhadap jumlah timbal yang masuk dalam tubuh manusia. Jumlah ini akan semakin besar apabila semakin banyak daging yang dikonsumsi dalam waktu yang panjang dan perlu diingat bahwa logam timbal yang masuk ke dalam tubuh manusia juga dapat berasal dari air, udara, dan pangan lainnya.

Pola sebaran logam timbal

Logam timbal pada preparat histologis ditunjukkan oleh warna cokelat kehitaman. Hal ini berdasarkan pada pernyataan Rosandel et al. (2006) bahwa granula timbal berwarna merah dan cokelat kehitaman. Logam timbal pada hati ditemukan di eritrosit dalam pembuluh darah dan sinusoid, lebih dari itu logam timbal juga ditemukan pada hepatosit (Gambar 1). Akumulasi timbal pada ginjal ditemukan dalam glomerulus dan tubulus proksimalis (Gambar 2). Logam timbal pada sediaan daging ditemukan di pembuluh darah di daerah jaringan ikat (Gambar 3) dan tidak ditemukan di jaringan otot.

Hasil pewarnaan Rhodizonate pada jaringan hati (Gambar 1) menunjukkan bahwa logam timbal ditemukan di eritrosit yang tertinggal di pembuluh darah. Hasil ini sesuai dengan pendapat Ardyanto (2005) yang menyatakan bahwa sebanyak 95% Pb dalam darah terikat di eritrosit. Timbal yang diabsorpsi di usus diangkut oleh darah ke organ-organ lainnya. Riyadina (1997) menyatakan bahwa waktu paruh logam timbal di dalam darah adalah 20 hari. Logam timbal yang terdapat pada pembuluh darah dan sinusoid menunjukkan bahwa proses pencemaran logam timbal ke dalam tubuh ayam sangat mungkin masih berlangsung dan ikut bersirkulasi bersama darah menuju ke organ-organ lainnya.

Logam timbal terakumulasi pada hepatosit. Menurut Ensminger et al. (2004), salah satu fungsi hati pada ayam adalah mendetoksifikasi senyawa berbahaya. Logam timbal bersifat toksik dan berbahaya bagi kesehatan. Logam timbal yang terserap melalui usus akan menuju ke vena porta dan selanjutnya didetoksifikasi di hepatosit.

(45)

11 mereabsorpsi (penyerapan kembali) 80-85% filtrat glomerulus (Guyton dan Hall 2006).

Hasil pewarnaan Rhodizonate pada sediaan daging (Gambar 3) menunjukkan bahwa logam timbal ditemukan di pembuluh darah pada jaringan ikat dan tidak terdapat pada jaringan otot. Trampel et al. (2003) menyatakan bahwa konsentrasi timbal terendah ditemukan pada otot skeletal. Tingginya kadar logam timbal pada daging diduga terkait dengan masih banyaknya darah pada daging ayam karena proses penirisan darah yang tidak sempurna.

Pencemaran logam timbal

Pakan ayam komersial yang diproduksi oleh beberapa produsen mengandung kadar logam timbal (Pb) yang cukup tinggi. Konsentrasi rataan timbal pada berbagai merek pakan berdasarkan laporan Okoye et al. (2011) berada dalam rentang 1.10-7.33 mg/kg. Berdasarkan informasi tersebut, pakan ayam dalam berbagai tipe pakan masih mengandung timbal dengan konsentrasi yang beragam. Hal ini menunjukkan bahwa pakan dapat menjadi salah satu sumber potensial pencemar logam timbal bagi ayam broiler.

Hasil penelitian Suleman et al. (2011) menunjukkan bahwa hepatotoksisitas dan nefrotoksisitas pada ayam broiler terlihat pada pemberian timbal sebanayak 240 dan 280 mg/kg BB melalui oral. Hal ini berarti, sebagian besar pakan yang beredar dan digunakan di peternakan ayam menyebabkan terakumulasinya logam timbal yang bersifat hepatotoksik dan nefrotoksik di dalam tubuh ayam.

Hasil pengukuran kadar timbal pada Tabel 1 menunjukkan bahwa konsentrasi timbal pada daging ayam dapat juga mengindikasikan adanya cemaran logam timbal di areal peternakan. Peningkatan industrialisasi dan padatnya kendaraan di daerah Bogor memungkinkan terjadinya pencemaran logam timbal ke lingkungan sekitar peternakan. Adanya kandungan logam timbal di udara sebanyak 0.15 µg/m3 (Rachmawati 2005), di dalam tanah sebanyak 1.5-1.7 ppm (Dariah 2011), dan sebanyak 0.05-0.16 ppm logam timbal yang terkandung di air (Athena et al. 1996) di daerah Bogor dapat terakumulasi di berbagai wilayah sekitarnya dan mencemari tanah, air, dan tanaman hingga akhirnya terakumulasi ke tubuh hewan, terutama pada hati dan ginjal. Faktor di atas menggambarkan bahwa lokasi kandang yang berdekatan dengan jalan yang padat kendaraan dan pada tanah yang mengandung timbal dalam jumlah tinggi sangat berpengaruh terhadap keberadaan timbal dalam tubuh ayam.

Pemaparan logam timbal ke dalam tubuh ayam yang berasal dari kedua daerah teruji diduga berasal dari air dan lingkungan. Hal ini didasarkan pada pendapat Akan et al. (2010) bahwa sumber utama kontaminasi logam pada daging ayam dan kalkun berasal dari pakan unggas, air yang diminum, emisi gas kendaraan, dan tempat pemotongan yang kotor. Pakan dan tempat pemotongan tidak menjadi dugaan sumber cemaran karena pakan yang digunakan oleh ketiga daerah tersebut adalah pakan komersial dan berasal dari rumah potong unggas yang sama.

Pencegahan dan Pengobatan

Gambar

Gambar 1  Gambaran histologis hati ayam broiler asal Caringin. A dan C pewarnaan HE (a) hepatosit, (b) sinusoid, (c) eritrosit, dan (d) dinding pembuluh darah
Gambar 3  Gambaran histologis daging ayam broiler asal Caringin. A dan C pewarnaan HE (a) jaringan otot dan (b) jaringan ikat
Gambar 1  Gambaran histologis hati ayam broiler asal Caringin. A dan C pewarnaan HE (a) hepatosit, (b) sinusoid, (c) eritrosit, dan (d) dinding pembuluh darah
Gambar 3  Gambaran histologis daging ayam broiler asal Caringin. A dan C pewarnaan HE (a) jaringan otot dan (b) jaringan ikat

Referensi

Dokumen terkait

Berbagai perdebatan mengenai nilai relevansi dari informasi pada laporan keuangan berdasarkan standar IFRS semakin meningkat, terlihat dari beberapa penelitian

mempunyai pengaruh terhadap Hubungan antara Kepemilikan Manajerial, Independensi Dewan Komisaris dan Komite Audit dengan Harga Saham pada Perusahaan Sektor Industri Barang

Tabel 4.22 : Hasil Analisis Deskriptif Rasio Lancar Tiga Tahun 83 Sebelum Dan Enam Tahun Sesudah Akuisisi Tabel 4.23 : Hasil Analisis Deskriptif Rasio Perputaran Total Aset

5 Adakah terdapat perbezaan yang signifikan antara permasalahan seperti kewangan, sosial dan hiburan, keluarga, agama/moral, akademik dan kerjaya, dan persekolahan yang

Perceptual distorsion dapat disebabkan karena perbedaan cara pandangan yang sempit pada diri sendiri dan perbedaaan cara berpikir serta cara mengerti yang sempit

Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh Schermerhorn Jr et al (2010), cara yang lain selain diferensiasi kontekstual adalah mengandalkan manajer menengah untuk

Pengembangan kapasitas pegawai Non PNS melalui pendidikan masih belum dapat berjalan dengan baik. Hak untuk memperoleh tugas belajar untuk pegawai Non PNS hanya

Suatu keadaan dimana oksigen yang terdapat dalam darah, oleh karena suatu Suatu keadaan dimana oksigen yang terdapat dalam darah, oleh karena suatu hal,