• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN

Dalam dokumen INOVASI DAN APLIKASI TEKNOLOGI PERTAMBA (Halaman 191-200)

DAN KEC SEMATU JAYA,KAB LAMANDAU, KALIMANTAN TENGAH

4. METODE PENELITIAN

Metodologi penelitian yang dilakukan adalah pengumpulan data sekunder dan pengukuran langsung posisi cebakan besi yang sudah diketahui dari berbagai literatur yang ada untuk mengetahui kedudukannya secara tepat menggunakan Global Positioning System (GPS) dan melacak penyebarannya secara lateral serta pengambilan conto bijih besi untuk dilakukan analisis kimia.

Penyelidikan secara khusus untuk bijih besi di kedua kabupaten tersebut jarang dilakukan tetapi penyelidikan di daerah sekitarnya telah dilakukan oleh beberapa peneliti yaitu: Weltevreden (1921) mempelajari bijih besi di Kalimantan, R.W. Van Bemelen (1949) mempelajari geologi dan mineralisasi di Indonesia, Direktorat Geologi bekerjasama dengan JICA-MMAJ (1979) melakukan Survey Geologi di Kalimantan Tengah, Steve Bugg, dkk., (1998) melakukan peninjauan di daerah Kuala Kurun, Kalimantan Tengah, PT. Tebolai Seng Pertiwi (1991) melakukan eksplorasi di Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat dan Kabupaten Lamandau, Nila E.S, dkk., (1995) melakukan pemetaan geologi Lembar Palangkaraya sekala 1 : 250.000, Direktorat Sumberdaya Mineral bekerjasama dengan KOICA-KIGAM (1999) melakukan pemetaan geologi di Kuala Kurun, Kalimantan Tengah dan Rio Tinto Borneo Investment Pte. Ltd (2005) melaksanakan kegiatan eksplorasi mineral logam di daerah Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah.

181

5. GEOLOGI

5.1. Geologi Regional

Kepulauan Indonesia bagian Timur, umumnya sangat dipengaruhi oleh tumbukan Lempeng Pasifik, Lempeng India, Australia dan Lempeng Eurasia yang relatif lebih intensif (Gambar 1).Benturan intensif tersebut menyebabkan daerah ini menjadi salah satu daerah yang sangat dinamis dan memberikan berbagai ragam bahan tambang. Berdasarkan tatanan tektonik Kalimantan, wilayah penyelidikan termasuk di dalam Schwaner Mountain (Herman Darman & F. Hasan Sidi, 2000) yang didominasi oleh tubuh batolit tonalit – granodiorit dan sebagian kecil batuan basa serta intrusi granit yang menyebabkan regional metamorphism. Tektonostratigrafi Pulau Kalimantan dibentuk oleh paparan sedimen Paleozoikum – Mesozoikum, batuan gunung api yang diterobos oleh batuan granit kapur yang merupakan bagian dari lempeng benua/Paparan Sunda.

Zona penunjaman telah terbentuk, unsur-unsurnya terdiri dari perlipatan dan pensesaran pada batuan sedimen turbidit, ofiolit dan melange berumur Kapur – Eosen. Pada Oligosen Akhir – Miosen Awal, terjadi kegiatan magmatik di bagian Barat, Tengah, dan Timurlaut Kalimantan, sedangkan di bagian Tengahnya terbentuk zona cebakan emas yang berasosiasi dengan batuan gunung api atau terobosan batuan subvulkanik bersusunan andesitik. Kegiatan magmatisme masih berlanjut hingga akhir Miosen, sedangkan yang lebih muda terjadi pada Plio–Pleistosen.

Tiga kegiatan orogenesa yang mempengaruhi geologi Pulau Kalimantan adalah orogenesa Kalimantan bagian Tengah, orogenesa jalur Meratus, dan orogenesa Sabah.

Dari interpretasi foto udara, struktur yang berkembang di bagian tepi Timurlaut Paparan Sunda dengan batuan dasar Pra–Tersier menunjukkan arah kelurusan strukturnya berpola Timurlaut – Baratdaya, hingga Utara – Selatan, sedangkan di bagian Timur Cekungan Melawi berkembang struktur sinklin dengan arah sumbu Timur – Barat dan kelurusan struktur berarah Baratlaut – Tenggara.

Daerah penyelidikan, berdasarkan tatanan geologi tersebut di atas, terletak pada kratonik busur magmatik Tengah Kalimantan berumur Neogen, yang bertindak

182 sebagai sumber mineralisasi, secara umum dapat disebutkan bahwa mineralisasi logam terdapat pada batuan beku berkomposisi asam sampai sedang yang menerobos batuan sedimen Pra-Tersier.

Gambar1. Magnetisasi sebagai fungsi medan yang dikenakan.

5.2. Geomorfologi Regional

Morfologi wilayah Kabupaten Lamandau didominasi oleh morfologi dataran (dataran pantai – rawa-rawa) dengan ketinggian antara 0 – 27 meter di atas permukaan air laut (dpl).Dengan kemiringan lereng 0 – 28%, sebagian daerah ini terutama ada di daerah bagian Utara yang merupakan morfologi perbukitan dengan ketinggian maksimum 336 meter dpl. Berdasarkan klasifikasi Satuan Morfologi Van Zuidamm, secara garis besar daerah penyelidikan dapat dikelompokkan menjadi 3 satuan morfologi, yaitu :

183 1. Satuan Endapan Aluvial, Satuan morfologi terdapat di bagian Timur wilayah penyelidikan dan menempati area sebesar 15% dari seluruh luas wilayah penyelidikan, dengan arah penyebaran Utara – Selatan. Ketinggian berkisar antara 5 – 8 meter di atas permukaan laut.

2. Satuan Perbukitan Bergelombang Lemah, terdapat di bagian Tengah - Timur area seluas 50% dari total wilayah penyelidikan dengan arah penyebaran Timurlaut – Baratdaya. Dengan ketinggian berkisar antara 10 – 57 meter di atas permukaan laut.

3. Satuan Perbukitan Bergelombang Sedang, terdapat di bagian tengah wilayah penyelidikan dan menempati area sekitar 35% dari total luas wilayah penyelidikan dengan arah penyebaran Timurlaut – Baratdaya. Ketinggian sekitar 57 -336 meter di atas permukaan laut.

5.3. Stratigrafi

Berdasarkan Peta Geologi Lembar Pangkalanbuun, skala 1 : 250.000 Tahun 1994, secara umum stratigrafi wilayah pengamatan disusun oleh kelompok batuan berumur Trias Akhir – Kapur Tengah dari satuan batuan malihan (metasediment) dan satuan batuan gunung api andesitik–riolitik. Kedua satuan batuan tersebut diterobos oleh granit, granodiorit, dan gabro berumur Kapur Akhir yang kemudian ditutup oleh kelompok batuan gunung api Tersier Awal (Gambar 2).

Secara umum satuan batuan/ formasi yang dijumpai pada daerah penyelidikan dari yang termuda sampai yang tertua adalah :

1. Formasi Kuayan, terdiri dari breksi tak terpisahkan, lava, dasit, riolit, andesit dan tufa. Formasi ini merupakan batuan tertua yang tersingkap di lembar Pangkalan Bun. Formasi batuan ini pada umumnya mengalami pelapukan lanjut dan diperkirakan berumur Trias. Di daerah peninjauan formasi batuan ini yang tersebar di lapangan.

2. Formasi Kuayan, terdiri dari breksi tak terpisahkan, lava, dasit, riolit, andesit dan tufa. Formasi ini merupakan batuan tertua yang tersingkap di lembar Pangkalan Bun. Formasi batuan ini pada umumnya mengalami pelapukan

184 lanjut dan diperkirakan berumur Trias. Di daerah peninjauan formasi batuan ini yang tersebar di lapangan.

3. Granit Mandahan,terdiri dari granit, graniot biotit dan diorit. Satuan batuan ini menerobos batuan gunung api yang lebih tua (Formasi Kuayan), dan diperkirakan terbentuk pada waktu terjadinya pengangkatan pada zaman Kapur Akhir.

4. Batuan Gunung Api Kerabai, terdiri dari tuf, breksi tufan, lava, batupasir kuarsa tufan, dan batulempung tufan. Setempat dijumpai lapisan tipis karbon, dengan struktur perarian silangsiur. Satuan ini merupakan kelanjutan dari Batuan Gunung Api Kerabai pada Lembar Kendawangan yang diperkirakan berumur Kapur Akhir – Paleosen.

5. Formasi Dahor, terdiri dari konglomerat, batupasir dan perselingan lempung yang mengandung sisipan lignit dengan lingkungan pengendapan peralihan, tebal formasi sekitar 500 meter, berumur Miosen Tengah – Plioplistosen. 6. Endapan Rawa, terdiri dari gambut, lanau pasiran dan sisipan pasir, lempung

kaolinitan dan sisa tumbuhan.

7. Aluvium, terdiri dari lempung, pasir, kerikil, kerakal, bongkah, dijumpai sebagai endapan sungai dan pantai.

Secara umum satuan batuan/formasi yang dijumpai pada daerah penyelidikan dari yang termuda sampai yang tertua adalah :

1. Endapan Aluvial (Qa)

Tersusun atas material lepas lempung, lanau, pasir dan kerikil.Terbentuk pada kisaran umur Holosen.Pola penyebaran satuan batunan ini mengikuti pola aliran sungai di wilayah penyelidikan.

2. Formasi Kuayan (TRvk)

Tersusun atas breksi gunung api, lava, dasit, riolit, andesit, dan tuf. Terbentuk pada kisaran umur Jura Awal – Tengah, terdapat hampir di seluruh wilayah penyelidikan dengan luas sekitar 4.700 Hektar.

185 5.4. Struktur Geologi

Struktur geologi secara regional menunjukkan bahwa batuan menunjukkan tanda-tanda fase deformasi, proses magma dan metamorfosa yaitu:

1. Deformasi dan metamorfosa regional pada Perm-Trias Akhir. 2. Intrusi granit pada Jura Akhir.

3. Intrusi granit yang disertai metamorfosa termal (Kapur Awal).

4. Intrusi granit yang disertai metamorfosa termal (Kapur Akhir), pengangkatan regional dan vulkanisme yang menerus sampai Paleosen.

5. Sumbat gunung api pada Oligosen – Miosen.

Tonalit Sepauk merupakan batuan yang secara genesa berhubungan dengan dua proses magmatisme pada Jaman Kapur. Batuan ini juga diperkirakan berkorelasi dengan peristiwa magmatisme tepi benua melalui zona penunjaman yang miring ke selatan.

Granit Sukadana merupakan retas dan sill mafik dan felsik yang setempat – setempat menerobos batuan beku yang berumur Kapur Atas dan/ atau yang lebih tua lagi.Retas dan sill ini kemungkinan merupakan pemasok bahan untuk batuan Gunungapi Kerabai dan Basal Bunga.

Seluruh proses magmatis Kapur – Paleosen ini mencerminkan suatu transisi dari rezim tektonik kompresi yang terjadi selama intrusi granit yang berhubungan dengan penunjaman Kapur Bawah menuju rezim tektonik regangan yang berlangsung selama masa magmatis akhir, yaitu selama Oligo-Miosen. Struktur yang mengontrol di daerah ini nampak jelas pada kelurusan di foto udara.

Struktur geologi hasil interpretasi dan pengamatan lapangan yang dilakukan umumnya berupa kelurusan yang diduga sebagai struktur patahan berarah Baratlaut – Tenggara dan Barat – Timur. Struktur patahan ini berkembang pada satuan batuan malihan (metasediment), satuan batuan gunung api andesitik–riolitik dan juga berkembang pada batuan terobosan, artinya patahan-patahan tersebut terbentuk baik sebelum maupun sesudah terjadinya proses terobosan.

186 Secara umum struktur geologi yang berkembang di daerah penyelidikan adalah berupa kelurusan yang beberapa diantaranya dapat teramati pada pola aliran sungai di daerah penyelidikan.

Gambar 2 .Korelasi Formasi Batuan di Lokasi Penelitian (Hermanto dkk, 1994)

5.5. Geologi Lokal

Wilayah penyelidikan merupakan daerah dengan singkapan batuan yang berumur tua.Secara umum kondisi batuan sudah mengalami pelapukan yang intensif, sehingga tubuh batuan menjadi lunak. Litologi yang ditemui antara lain: lava, tuff, dan riolit yang membentuk breccia structure. Batuan yang dijumpai dalam keadaan segar hanya lava, dengan warna abu-abu, fanerik halus, vesikuler yang dicirikan

187 bekas lubang gas. Dari segi indeks warna, lava yang ditemui masuk dalam batuan beku asam – intermediet.

Secara megaskopis tuff dijumpai banyak mengandung butiran mineral kuarsa, berwarna putih.secara umum dijumpai pada kedalaman antara 200 – 300 cm di bawah permukaan, setempat dijumpai berwarna merah karena pengaruh oksidasi. Blok Bukit Hitam diasumsikan sebagai bukit yang dibentuk oleh litologi siliceous tuff, yaitu batuan vulkanik yang didominasi oleh tuff yang mengandung mineral kuarsa.

Morfologi Bukit Batu Hitam merupakan suatu bentukan morfologi bergelombang sedang, memiliki elevasi antara 67 – 110 meter di atas permukaan laut dengan kemiringan lereng antara 10% - 20%.

188 6. HASIL PENELITIAN

Indikasi cebakan bijih besi primer berdasarkan data yang ada di Kabupaten Lamandau, Propinsi Kalimantan Tengah, dicirikan oleh adanya bongkah bijih berbagai ukuran pada puncak bukit, salah satu diantaranya adalah Bukit Batu Hitam yang menjadi fokus wilayah penyelidikan. Secara geologi daerah ini memberikan kemungkinan adanya kandungan mineral bijih besi yang cukup potensial berdasarkan data-data batuan induk, proses magmatisme purba, serta proses mineralisasi dan alterasi.

Berdasarkan data kegiatan eksplorasi survey lapangan, yang telah dilakukan terdapat 67 titik bor dengan kedalaman antara 50 – 60 meter dengan jarak antara 500 – 1000 meter. Telah dibuat 67 titik sumur uji dengan dimensi 1 x 4 x 3 meter.Telah dibuat parit uji sebanyak 8 titik dengan dimensi 20 x 1 x 3 meter.

Ciri–ciri endapan yang terdapat di Bukit Hitam adalah berwarna hitam dan sebagian berwarna coklat kekuningan akibat adanya oksidasi.Terdapat tufa yang sebagian telah mengalami pelapukan.

Jenis Bahan galian yang akan ditambang berupa bahan galian bijih besi yang sebagian masih bersifat masif dalam hal ini bijih besi high magnetism dan sebagian telah berubah menjadi hematite dan limonite. Bijih besi dapat digunakan sebagai pelapis logam maupun rangka logam pada industri elektroplatting.Sehingga perlu kualitas yang memadai.Keterdapatan mineral Fe dalam sample yang dianalisa, terdapat bijih besi dengan kualitas tinggi yang mencapai kadar 63,27%. Berdasarkan uji kualitas laboratorium, dapat ditunjukkan kandungan mineral seperti pada Tabel 2.

Metode yang digunakan untuk menghitung sumberdaya adalah dengan menggunakan metode contour yaitu dengan asumsi ketebalan dan kadar bijih besi mengecil dari tengah ke tepi cebakan. Koordinat daerah prospeksi dapat dilihat pada Tabel 3.

Hasil perhitungan adalah hasil dari penemuan singkapan yang dikorelasikan dengan bentuk morfologi dari topografi serta hasil dari test pit, trenching pit maupun hasil dari pemboran yang dilakukan dengan radius 500 meter.

189 Perhitungan sumberdaya dihitung dari kontur 105 m sampai dengan 50 m dimana volume yang diperoleh dari perhitungan sumberdaya adalah 1.213.095,8389 m3. Densitas bijih besi 2,4 ton/m3, jadi 2,911,430.01 ton.

Tabel 2. Koordinat Batas Daerah Penelitian

No. Parameter Unit %

1 Al2O3 % wt 2,75-29,54 2 CaO % wt 0,01-1,39 3 Cr2O3 % wt <0,01-0,06 4 Fe2O3 % wt 6,01-90,48 5 Fe Total % wt 4,20-63,27 6 K2O % wt 0,02-452 7 MgO % wt <0,01-0,57 8 MnO % wt <0,01-18,36 9 Na2O % wt <0,01-0,96 10 P2O5 % wt 0,03-0,11 11 SiO2 % wt 3,15-57,42 12 TiO2 % wt 0,15-1,35 13 V2O5 % wt <0,01-0,05

Tabel 3. Koordinat Daerah Prospeksi

No. mT mU

1 566,767.32 9,763,946.96

2 566,898.88 9,763,946.96

3 566,900.01 9,763,853.96

Dalam dokumen INOVASI DAN APLIKASI TEKNOLOGI PERTAMBA (Halaman 191-200)