• Tidak ada hasil yang ditemukan

Desain, Tempat, dan Waktu

Desain penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu penelitian yang dilakukan pada satu waktu. Pemillihan tempat dilakukan dengan cara pupossive, yaitu Desa Bubulak. Bubulak dipilih karena dari seluruh Kelurahan di Bogor Barat, Kelurahan Bubulak menjadi satu-satunya kelurahan yang belum berkembang dan memiliki keluarga dengan tingkat sosial ekonomi menengah ke bawah paling banyak. Penelitian ini dilakukan pada keluarga yang memiliki anak prasekolah di tempat tersebut untuk menganalisis kesiapan menikah suami istri, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis. Waktu pengambilan data dari penentuan contoh hingga wawancara dilaksanakan dari bulan Juni hingga Juli 2011.

Jumlah dan Cara Penarikan Contoh

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah keluarga dengan anak prasekolah di Desa Bubulak. Menurut Hurlock (1980) masa awal anak-anak berada pada rentang umur dua hingga enam tahun Tempat yang dipilih untuk menjadi lokasi penelitian adalah RW 01, 02, 03, 06, 07, 08, 09, dan 11 di Desa Bubulak. Lokasi penelitian memiliki 13 RW, namun hanya dipilih delapan Rw saja karena kebanyakan keluarga yang ada lima RW lainnya merupakan rumah orangtua contoh sehingga contoh hanya datang pada saat ada posyandu diadakan. Jumlah contoh dalam penelitian ini sebanyak 90 keluarga yang diambil dari delapan RW di Desa Bubulak dengan metode simple random sampling. Jumlah populasi ditentukan dari delapan RW yang sudah dipilih. Kriteria untuk contoh penelitian ini adalah keluarga utuh dengan anak pertama usia prasekolah.

Gambar 3 Metode Penarikan Contoh Penelitian Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer didapatkan melalui wawancara dengan bantuan kuesioner kepada contoh untuk mengunpulkan karakteristik keluarga, membantu melakukan recall kesiapan menikahnya, pemenuhan tugas dasar dan tugas krisis keluarga. Karakteristik keluarga terdiri dari jumlah anggota keluarga, usia saat menikah, usia saat ini, pendidikan, pekerjaan, dan pendapatan. Kesiapan menikah diukur melalui tujuh dimensi, yaitu intekektual, emosi, sosial, moral, individu, finansial, dan mental.

Pengembangan kuesioner diawali dari definisi kesiapan menikah menurut Duvall (1971) yang harus siap secara fisik, emosi, tujuan, finansial, dan pribadi. Definisi dari Duvall kemudian dilanjutkan dengan melihat perkembangan yang harus dicapai sebagai dewasa muda. Menurut Papalia dan Olds (1986) seorang dewasa muda harus dapat mengembangakan kemampuan intelektual, sosial, emosi, dan moralnya. Selain itu, ada kesiapan khusus yang harus dipersiapkan oleh seorang dewasa muda untuk menikah. Untuk kesiapan intelektual dan moral, kuesioner yang digunakan dikembangkan dari Personal Value Scale (Schott1985). Kesiapan emosi dan sosial dikembangakan dari konsep kecerdasan emosi dan keterampilan sosial dalam Goleman (1994). Kesiapan individu, finansial, dan mental dikembangkan dari konsep yang dikemukakan oleh Rapoport dalam Duvall (1971). Kuesioner pemenuhan tugas dasar dikembangkan dari indikator

Total n= 90 Kelurahan Bubulak Kecamatan Bogor Barat

N= 118 Purpossive Purpossive Simple random Sampling Kota Bogor Purpossive

keluarga pra-sejahtera menurut BKKBN, sedangkan pemenuhan tugas krisis dikembangkan dari krisis menurut Duvall (1971) dan Hurlock (1980). Pernyataan mengenai pemenuhan tugas krisis keluarga diturunkan dari tugas perkembangan keluarga, orangtua, dan anak usia prasekolah menurut Duvall (1971). Namun karena ada beberapa kesamaan tugas krisis yang dikembangkan dari Duvall maupun Hurlock, maka beberapa pernyataan digabung agar tidak mengakibatkan overlaping. Instrumen kesiapan menikah dan tugas dasar memiliki nilai cronbach alpha sebesar 0,6. Untuk tugas krisis nilai reliabilitasnya sebesar 0,9. Data sekunder didapatkan dari data monografi desa. Berikut adalah tabel variabel dan responden yang digunakan sebagai alat ukur

Tabel 1 Variabel dan responden yang digunakan dalam kuesioner

No Variabel Responden 1 Karakteristik keluarga: a. Jenis Kelamin b. Besar keluarga c. Usia d. Pendidikan e. Pekerjaan f. Pendapatan Suami Istri

2 Kesiapan menikah pasangan a. Kesiapan Emosi b. Kesiapan Sosial c. Kesiapan Intelektual d. Kesiapan Moral e. Kesiapan individu f. Kesiapan finansial g. Kesiapan mental Suami Istri

3 Tugas dasar keluarga a. Sandang b. Pangan c. Papan d. Kesehatan Istri 4 Tugas Krisis

a. Tugas krisis terkait anak

b. Tugas krisis terkait hubungan suami dan istri

c. Tugas krisis terkait kesiapan sekolah anak

Istri

Menurut BKKBN, kebutuhan dasar keluarga antara lain sandang, pangan, papan, pendidikan, dan kesehatan. Namun indikator menyelesaikan pendidikan hingga sembilan tahun tidak dimasukkan ke dalam item pernyataan karena kriteria keluarga yang dijadikan contoh dalam penelitian ini adalah keluarga yang anaknya belum menempuh wajib belajar. Contoh yang akan dijadikan penelitian

adalah pasangan suami istri dengan asumsi memiliki kesiapan menikah yang berbeda-beda. Pemenuhan tugas dasar ditanyakan kepada istri dengan asumsi istri lebih banyak dirumah dan pengelolaan rumah tangga yang dipegang oleh istri. Waktu yang dihabiskan oleh istri dan anak juga menjadi asumsi istri lebih mengetahui pemenuhan tugas krisis dalam keluarga.

Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari hasil wawancara terlebih dahulu dilakukan proses editing, coding, scoring, entering, cleaning, dan analyzing yang menggunakan bantuan program komputer yang sesuai. Karakteistik keluarga dianalisis dengan menggunakan frekuensi dan tabulasi silang. Umur suami dan istri dikelompokkan menurut Hurlock (1980), yaitu dewasa awal, madya, dan akhir. Berdasarkan BKKBN, besar keluarga dapat dikelompokkan menjadi keluarga kecil (≤ 4 orang), keluarga sedang (5-6 orang), dan keluarga besar (≥ 7 orang). Pendapatan perkapita keluarga dikategorisasi sesuai dengan pendapatan per kapita di perkotaan Provinsi Jawa Barat menurut BPS tahun 2010 yang kemudian dikelompokkan menjadi baik dan kurang.

Secara keseluruhan, kategori pengelompokkan untuk kesiapan menikah, tugas dasar, dan tugas krisis dibedakan menjadi tinggi, sedang, dan rendah. Nilai tersebut didapatkan dari rumus interval kelas yang disajikan berikut ini

Interval kelas (A) = skor maksimum (NT) - skor minimum (NR) Jumlah Kelas

Adapun variabel, skala, dan kategori skor disajikan pada tabel berikut ini Tabel 2 Variabel, skala data, dan kategori skor

No Variabel Skala Data Kategori skor

1 Karakteristik keluarga

a.Jenis Kelamin Nominal [1] Laki-laki; [2] Perempuan

b.Besar keluarga Rasio [1] Keluarga kecil (≤ 4 orang); [2] Keluarga sedang

(5-6); [3] Keluarga besar (≥ 7 orang)

c.Usia Rasio [1] Dewasa awal (18-40); [2] Dewasa madya (40-

60)

d.Pendidikan Rasio [0] tidak sekolah; [1-6] SD; [7-9] SMP; [10-12]

SMA; [13-16] Sarjana (S1); [17-18] master (S2); [20-23] doktor (S3)

e.Pekerjaan Nominal [0] tidak bekerja; [1] PNS; [2] karyawan swasta; [3]

wiraswasta; [4] buruh; [5] kyai/ustad/guru agama

f.Pendapatan Rasio BPS kota di Jawa Barat (2010)

[1] ≤ Rp 212.210[2] >Rp 212.210

2 Kesiapan menikah

a.Kesiapan Emosi (10) Ordinal Rendah (0-3); Sedang (4-7); Tinggi (8-10)

Lanjutan Tabel 2

No Variabel Skala Data Kategori skor

c.Kesiapan Intelektual (6)

Ordinal Rendah (0-2); Sedang (3-4); Tinggi (5-6) d.Kesiapan Moral

(11)

Ordinal Rendah (0-3); Sedang (4-7); Tinggi (8-11) e.Kesiapan individu

(12)

Ordinal Rendah (0-3); Sedang (4-7); Tinggi (8-12) f.Kesiapan finansial

(8)

Ordinal Rendah (0-2); Sedang (3-5); Tinggi (6-8) g.Kesiapan mental

(5)

Ordinal Rendah (0-1); Sedang (2-3); Tinggi (4-5) 3 Tugas Dasar (7) Ordinal Rendah (0-2); Sedang (3-4); Tinggi (5-6) 4 Tugas Krisis

a. Tugas Krisis Anak Prasekolah (10)

Ordinal Rendah (0-3); Sedang (4-6); Tinggi (7-10) b. Tugas Krisis

Hubungan Suami istri (3)

Ordinal Rendah (0-1); Sedang (2); Tinggi (3)

c. Tugas Krisi Kesiapan Memasuki usia Sekolah (2)

Ordinal Rendah (0); Sedang (1); Tinggi (2)

Data yang telah diskoring kemudian disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Data juga dianalisis secara deskriptif dan inferensia. Uji statistik yang digunakan adalah:

a. Uji korelasi Pearson untuk melihat hubungan kesiapan menikah, pemenuhan tugas dasar, dan tugas krisis.

b. Uji beda t-test untuk menganalisis perbedaan kesiapan menikah suami dan istri

c. Uji regresi linear berganda untuk melihat pengaruh kesiapan menikah terhadap pemenuhan tugas krisis. Pengaruh kesiapan menikah dan tugas dasar tidak dilakukan dalam penelitian ini karena pemenuhan tugas dasar yang seragam sehingga tidak terlihat adanya pengaruh antara kesiapan menikah suami dan istri dengan pemenuhan tugas dasar. Model regresi kesiapan menikah terhadap pemenuhan tugas krisis dapat didefinisikan dalam persamaan sebagai berikut:

Pengaruh kesiapan menikah terhadap pemenuhan tugas krisis

Y= ẞ0 + ẞ1X11+ ẞ2X12+ ẞ3X13+ẞ4X14+ẞ5X15+ẞ6X16+ẞ7X17++ ẞ8X21+ ẞ9X22+ẞ10X23+ẞ11X24+ẞ12X25+ẞ13X26 + ẞ14X27e

Keterangan :

Y = Pemenuhan tugas dasar X11 = Kesiapan intelektual suami X12 = Kesiapan emosi suami X13 = Kesiapan sosial suami X14 = Kesiapan moral suami X15 = Kesiapan individu suami X16 = Kesiapan finansial suami X17 = Kesiapan mental suami X21 = Kesiapan intelektual istri X22 = Kesiapan emosi istri X23 = Kesiapan sosial istri X24 = Kesiapan moral istri X25 = Kesiapan individu istri X26 = Kesiapan finansial istri X27 = Kesiapan mental istri e = Galat

Definisi Operasional

Keluarga adalah sekumpulan orang yang terdiri atas suami, istri, dan anak yang dipersatukan oleh pernikahan, hubungan darah atau adopsi

Besar keluarga adalah jumlah orang yang berada dalam suatu tumah tangga yang terdiri atas ayah/suami, ibu/istri, anak, dan lainnya yang terikat pernikahan atau adopsi

Pendapatan per kapita adalah jumlah uang per bulan yang diterima ayah atau ibu yang bekerja dan kemudian dibagi setiap anggota keluarga

Pendidikan adalah lamanya seseorang menempuh jalur formal untuk mendapatkan pengetahuan atau ilmu

Lama Pernikahan adalah lamanya suami istri membentuk sebuah rumah tanngga Keluarga Prasekolah adalah suami dan istri yang memiliki anak pertama usia

tiga sampai lima tahun.

Kesiapan Menikah adalah hal-hal yang harus dilakukan oleh seorang individu yang akan menikah yang terdiri atas pemenuhan tugas perkembangannya sebagai remaja dan lainnya yang dapat membantunya dalam kehidupan berkeluarga nantinya. Kesiapan menikah diukur melalui kesiapan emosi, sosial, moral, intelektual, dan kesiapan lainnya (individu, finansial, dan mental)

Kesiapan Emosi adalah potensi diri untuk merasakan, menggunakan, mengkomunikasikan, mengendalikan, mendidentifikasi apa yang dirasakan dalam dirinya.

Kesiapan Sosial adalah kemampuan untuk bergaul atau berhubungan dengan orangtua maupun orang lain di sekitarnya.

Kesiapan Moral adalah kemampuan seseorang dalam membedakan mana yang baik dan buruk serta mana yang benar dan salah yang menjadi nilai absolut dalam diri manusia

Kesiapan Intelektual adalah kemampuan daya tangkap, daya pikir, dan daya ingat serta memecahkan masalah

Tugas Dasar adalah peubah yang harus dipenuhi oleh keluarga yang menjadi awal pemenuhan tahapan selanjutnya.

Tugas Krisis adalah tahapan kritis dalam tahap perkembangan keluarga atau individu yang dicirikan dari ketidakmampuan keluarga atau individu dalam menangani stres dalam kehidupannya karena kekurangan sumberdaya dalam menangani stres tersebut. Tugas krisis diukur melalui indikator yang dikembangkan dari Duvall (1971) dan Hurlock (1980)

HASIL PENELITIAN

Gambaran umum lokasi penelitian

Desa Bubulak, Kelurahan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat menjadi pilihan sebagai lokasi penelitian karena diantara seluruh Kecamatan Bogor Barat, Keluarhan Bubulak menjadi satu-satunya kelurahan yang belum berkembangan dengan jumlah masyarakan menengah ke bawah yang lebih banyak. Berdasarkan data monografi desa, luas kelurahan adalah 157,085 Ha. Luas daerah ini diperuntukkan untuk beberapa hal seperti jalan, sawah, ladang, bangunan umum, pemukiman, jalur hijau, pekuburan, dan lai-lain. Sebanyak 68,265 Ha digunakan sebagai ladang dan 47,2 Ha dijadikan perumahan. Desa Bubulak berada dalam dataran rendah dengan ketinggian 160 meter dari permukaan laut. Batas sebelah utara Keluarahan Bubulak adalah Kelurahan Semplak, sedangkan batas selatannya adalah Kelurahan Margajaya. Batas sebelah barat adalah Keluarhan Situgede dan batas timurnya adalah Kelurahan Sindangbarang. Jarak Kelurahan Bubulak ke pusat pemerintahan kecmatan sejauh 6 km, sedangkan ke pemerintahan pusat kota sejauh 9 km. Desa Bubulak memiliki 13 RW dengan jumlah kepala keluarga per tahun 2010 sebanyak 3437 kepala keluarga dengan jumlah laki-laki sebanyak 6280 orang dan perempuan 6194 orang. Untuk penduduk musiman, terdapat 137 kepala keluarga yang tercatat di Desa Bubulak1.

Karakteristik keluarga Besar keluarga

BKKBN menyebutkan bahwa keluarga dengan anggota tiga sampai empat orang termasuk dalam kategori keluarga kecil. Hampir seluruh contoh (98,8%) memiliki besar keluarga kecil (Tabel 3). Satu contoh lainnya anggota keluarga sebanyak lima orang. Rata-rata besar keluarga contoh adalah sebesar 3,21 orang atau tiga orang dengan standar deviasi sebesar 0,437.

1

Tabel 3 Sebaran keluarga berdasarkan besar keluarga

Besar Keluarga Jumlah Persentase

Kecil (3-4 orang) 89 98,8 Sedang (5-7 orang) 1 1,1 Besar (≥ 8 orang) 0 0 Total 90 100 Keterangan: Nilai minimum-maksimum : 3-5 Rata-rata±sd besar keluarga contoh : 3,21±0,437

Lama menikah contoh

Gambar 4 menunjukkan bahwa hampir setengah contoh (48,9%) menikah selama lima tahun. Satu contoh menikah selama tiga tahun dan terdapat dua contoh yang sudah menikah selama 10 tahun. Lama menikah contoh berada dalam rentang tiga sampai sepuluh tahun. Rata-rata lama menikah contoh adalah 5,13 tahun dengan standar deviasi sebesar 1,144.

Gambar 4 Sebaran contoh berdasarkan lama menikah Usia suami dan istri saat ini

Hurlock (1980) membagi usia dewasa kedalam tiga kategori, yaitu dewasa muda (18-40 tahun), dewasa madya (40-60 tahun), dan dewasa akhir ( >60 tahun). Terlihat dari Tabel 4 bahwa hampir seluruh suami dan istri (94,4% dan 98,9%) berada dalam rentang usia dewasa muda dengan rentang usia 22 sampai 47 tahun. Rata-rata umur suami saat ini adalah 32,94 tahun, sedangkan umur istri saat ini adalah 28,08 tahun. Terdapat perbedaan yang sangat signifikan antara usia suami dan istri dengan nilai p value sebear 0,000.

1,1 24,4 48,9 20 2,2 1,1 2 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 lama menikah per se nt as e (% ) (tahun) 3 4 5 6 7 9 10

Tabel 4 Sebaran contoh berdasarkan usia saat ini

Kategori Suami Istri Total

Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase

Dewasa muda (18-40) 85 94,4 89 98,9 174 96,7

Dewasa madya (40-60) 5 5,6 1 1,1 6 3,3

Total 90 100 90 100 180 100

Keterangan:

Nilai minimum-maksimum umur suami dan istri saat ini : 22-47 Rata-rata±sd umur suami dan istri saat ini : 30,5±4,8

P value : 0,000

Usia menikah suami dan istri

Blood (1962) menyatakan bahwa umur merupakan indikator seseorang sudah matang dan dewasa. Kematangan seseorang yang akan menikah diperlukan untuk membentuk komitmen dalam pernikahan. Undang-undang no. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan menjelaskan bahwa seseorang diperbolehkan menikah pada usia 19 tahun untuk laki-laki dan 16 tahun untuk perempuan. Berdasarkan undang-undang tersebut, terlihat dalam penelitian ini bahwa seluruh laki-laki menikah lebih dari umur 19 tahun dan hanya terdapat satu perempuan (1,1%) yang menikah saat umur 16 tahun (Tabel 5). Perbedaan yang sangat signifikan terdapat antara umur menikah suami dan istri dengan nilai p value sebesar 0,000.

Tabel 5 Sebaran contoh berdasarkan umur menikah

Kategori Jumlah Persentase Total

Jumlah Persentas Suami ≤19 tahun 0 0 0 0 >19 tahun 90 100 90 100 Istri ≤16 tahun 1 1,1 1 1,1 >16 tahun 89 98,9 89 98,9 Keterangan :

Nilai minum-maksimum umur menikah suami : 20-39 Rata-rata±sd umur menikah suami : 27,8±4,2 Nilai minum-maksimum umur menikah istri : 16-36 Rata-rata±sd umur menikah suami : 22,9±3,7

P value : 0,000**

Pekerjaan suami dan istri

Gambar 5 menjelaskan bahwa 41,1 persen suami bekerja sebagai buruh. Buruh disini antara lain buruh bangunan, buruh pabrik, sopir, dan penjaga warung. Untuk istri, hampir seluruhnya (87,8%) tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga.

Gambar 5 Sebaran contoh berdasarkan pekerjaan Lama pendidikan suami dan istri

Pendidikan merupakan jalan untuk meningkatkan kualitas kehidupan. Pendidikan akan memberikan wawasan, pengetahuan, dan membentuk perilaku yang baik2. Pemerintah mewajibkan masyarakat untuk menempuh pendidikan minimal sembilan tahun menurut Undang-undang No. 47 tahun 2008. Tabel 6 menunjukkan bahwa lebih dari separuh suami menempuh sekolah formal kurang dari sembilan tahun dengan nilai rata-ata dan standar deviasi sebesar 9,7 dan 2,8. Sama halnya dengan suami, istri juga menempuh pendidikan formal kurang dari sembilan tahun sebanyak 65,6 persen. Rata-rata istri menempuh pendidikan selama 8,84 tahun dengan nilai standar deviasi sebesar 3,1. Terdapat perbedaan pendidikan yang signifikan antara suami dan istri dengan nilai p value sebesar 0,049.

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan lama pendidikan

Pendidikan Suami Istri Total

Jumlah Persentase Jumlah Persentase Jumlah Persentase

≤ 9 tahun 48 53,3 59 65,6 107 59,4

> 9 tahun 42 46,7 31 34,4 73 40,6

Total 90 100 90 100 180 100

Keterangan:

Nilai minimal-maksimal lama pendidikan suami dan istri : 0-16 Rata-rata±sd lama pendidikan suami dan istri : 9,3±3,1

P value : 0,049 1,1 2,2 31,1 3,3 25,6 3,3 41,1 2,2 1,1 0 1,1 87,8 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 Suami Istri per se nt as e (% ) PNS Karyawan Wiraswasta Buruh

Kyai/guru agama/ustadz Tidak bekerja/IRT

2

http://umum.kompasiana.com/2009/06/30/pendidikan-sebagai-salah-satu-faktor-untuk-meningkatkan- kualitas-hidup-manusia-bag-1/

Pendapatan per kapita

Garis kemiskinan wilayah perkotaan di Provinsi Jawa Barat menurut BPS tahun 2010 adalah Rp212 210. Berdasarkan hal tersebut, Tabel 7 menunjukkan bahwa 86,7 persen contoh memiliki pendapatan per kapita di atas garis kemiskinan wilayah perkotaan di Provinsi Jawa Barat menurut BPS 2010.

Tabel 7 Sebaran keluarga berdasarkan garis kemiskinan BPS

Garis Kemiskinan BPS 2010 Jumlah Persentase

< Rp 212.210 12 13,3 ≥ Rp 212.210 78 86,7 Total 90 100 Rata-rata±sd 482.000 ± 357.654 Min-max 70.000-1.666.667 Keterangan:

Nilai minimal-maksimal pendapatan per kapita contoh : Rp70.000-1.666.667 Rata-rata±sd pendapatan per kapita contoh : Rp482.000±357.654

Kesiapan Menikah

Kesiapan menikah diartikan oleh Duvall (1971) sebagai laki-laki dan perempuan yang telah menyelesaikan tugas perkembangan remajanya dan telah siap secara fisik, emosi, finansial, tujuan, dan pribadi siap untuk bertanggung jawab dan menikah. Untuk itu peneliti mengukur kesiapan menikah dari beberapa dimensi, yaitu kesiapan intelektual, emosi, sosial, moral, individu, finanasial, dan mental.

Kesiapan Intelektual

Kesiapan intelektual meliputi pernyataan tentang kemampuan contoh untuk mendapatkan informasi. Kesiapan intelektual diartikan oleh Papalia dan Olds (1986) sebagai kemampuan seseorang seperti belajar, mengingat, beralasan, dan berpikir. Tabel 8 dapat terlihat bahwa sebagian hampir seluruh istri (94,4%) dapat memenuhi pernyataan mengenai keikutsertaannya dalam mnencari berita yang menggemparkan dunia, seperti berita tsunami di Aceh tahun 2004 hingga selesai. Hal ini terkait dengan pekerjaan istri yang 87,8 persen bekerja sebagai ibu rumah tangga sehingga memiliki waktu untuk mengikuti berita. Kebanyakan istri mendapatkan berita dari sekilas berita saat sedang menonton televisi. Lain halnya dengan 94,4 persen suami yang mencari berita terbaru melalui televisi, surat kabar, maupun internet tapi hanya 84,4 persen saja yang menikuti kejadian yang

menggemparkan dunia hingga selesai. Bagi suami, tidak perlu mengikuti berita sampai selesai karena bagi mereka mengetahui berita terbaru saja sudah cukup.

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan pemenuhan item pernyataan kesiapan intelektual

Hasil penelitian yang dilakukan Dopplet dan Wallace (1955) dalam Papalia dan Olds (1986) menunjukkan bahwa kesiapan intelektual dewasa muda akan meningkat pada usia 20-an dan akan menurun setelahnya. Kemampuan ini akan berubah seiring jalannya waktu dan berhubungan dengan aspek motorik dan emosi. Hasil penelitian ini menunjukkan kesiapan intelektual suami lebih tinggi daripada istri dan ada perbedaan yang nyata antara kecerdasa intelektual suami dan istri. Sebuah penelitian yang dilakukan Furnham dan Bunclark (2006) dan Furnham dan Petrides (2004) dalam Sanchez et.al (2008) menyebutkan bahwa laki-laki memiliki nilai kesiapan intelektual yang lebih baik daripada perempuan. Pencapaian kesiapan intelektual suami yang tinggi dapat terlihat dari pendidikan suami yang juga lebih tinggi daripada istri. Pendidikan akan memberikan akses bagi keluarga untuk melakukan salah satu syarat minimal untuk menikah yang disebutkan oleh Burgess dan Locke (1960), yaitu memperoleh sumberdaya ekonomi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga. Semakin tinggi pendidikan maka kesempatan untuk mendapatkan pekerjaan dan pendapatan akan semakin tinggi juga (Duvall 1971).

Pemenuhan suami (32,2%) maupun istri (44,4%) mengenai keikutsertaannya dalam perkumpulan seni sebagai upaya untuk melestarikan budaya masih rendah. Dilihat dari rata-ratanya, suami dapat memenuhi kesiapan intelektual lebih baik daripada istri. Perbedaan yang signifikan terdapat pada

No Pernyataan Suami (%) Istri (%)

1

Saat saya menemukan hal yang baru, saya memiliki rasa keingintahuan yang tinggi untuk mendalami hal tersebut

91,1 81,1

2 Saya mengikuti perkumpulan budaya sebagai

upaya untuk melestarikan budaya 44,4 32,2

3 Saya mencari berita untuk mendapatkan berita

terbaru (melalui surat kabar, televisi, internet) 94,4 85,6 4 Saya suka membaca buku mengenai ilmu

pengetahuan 80 71,1

5

Saat ada peristiwa yang menggemparkan dunia, saya akan mengikuti kejadian tersebut hingga selesai

84,4 94,4

6 Saya menyukai perkembangan dunia politik 54,4 41,1

kesiapan intelektual keduanya dengan nilai p-value sebesar 0,020. Secara keselurahan, lebih dari separuh suami berada dalam memiliki kesiapan intelektual yang tinggi dan mayoritas istri berada dalam kategori sedang (Tabel 9).

Tabel 9 Sebaran kategori skor berdasarkan kesiapan intelektual contoh

Kategori Suami Istri Total

n % n % n % Rendah (0-33.3%) 6 6.7 8 8.9 14 7.8 Sedang (33.4-66.7%) 34 37.8 47 52.2 81 45 Tinggi (66.8-100%) 50 55.6 35 38.9 85 47.2 Total 90 100 90 100 180 100 Kesiapan Emosi

Kesiapan emosi diartikan sebagai kemampuan seseorang dalam mengontrol, mengendalikan, dan mengevaluasi emosi. Papalia dan Olds (1986) mendefinisikan kesiapan emosi adalah kemampuan seseorang untuk berhubungan dengan dunia, orang lain, dan perasaan. Kesiapan emosi dinilai Blood (1962) sebagai konsep penting dalam kesiapan menikah karena konsep ini sebagai tanda bahwa seseorang telah masuk pada masa dewasa. Hampir seluruh suami (98,9%) dan istri (95,6%) dapat menyelesaikan pekerjaan tepat waktu dan sebanyak 93,3 persen suami dan istri mendapatkan dukungan dari keluarga disegala aktivitas saat sebelum menikah (Tabel 10). Terdapat satu istri yang merokok, baik dalam aktivitas sehari-harinya maupun saat sedang stres.

Tabel 10 Sebaran contoh berdasarkan pemenuhan item pernyataan kesiapan emosi 1 Saat saya dikhianati oleh pasangan, saya akan merasa

kecewa 81,1 57,8

2 Saya tidak menggerutu saat marah 33,3 24,4

3 Apabila pasangan saya diganggu oleh orang lain, saya tidak

akan menghampiri 44,4 90

4 Saya tidak merokok saat stres 28,9 98,9

5 Saya mendapat dukungan dari keluarga disegala aktivitas

saya 93,3 93,3

6 Saya dapat menyelesaikan pekerjaan saya tepat waktu 98,9 95,6 7 Jika ada teman yang mengganggu pekerjaan saya, maka saya

akan menyuruhnya pergi dengan baik-baik 57,8 52,2 8 Saya tidak pernah melempar barang dan berteriak jika saya

merasa kesal dengan beban pekerjaan 68,9 23,3

9 Saat saya berbeda persepsi dengan teman saya, maka saya

segera menyamakan persepsi kami 58,9 42,2

10 Saya ikut sedih ketika mendengarkan cerita sedih teman saya 73,3 81,1

Rataan (%) 63,9 71,2

Tabel 10 terlihat bahwa suami dapat memenuhi pernyataan kesiapan emosi rata-rata enam pernyataan (63,9%), sedangkan istri rata-rata tujuh pernyataan

(71,2%). Pernyataan yang pemenuhannya masih rendah oleh suami adalah merokok saat sedang setres maupun dalam aktivitas sehari-hari karena suami yang tidak merokok hanya tiga dari sepuluh orang (28,9%). Untuk istri, pernyataan yang pemenuhannya masih rendah adalah tidak melempar barang saat sedang marah. Sebanyak 76,7 persen istri yang melempar barang saat marah. Terlihat pada penelitian ini bahwa kesiapan emosi istri lebih baik daripada suami dan ada perbedaan yang signifikan antara kesiapan emosi suami dan istri. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Awasthi dan Katyal (2005) menghasilkan kesiapan emosi wanita lebih baik daripada laki-laki. Penemuan ini diduga karena kesiapan emosi berhubungan dengan menjaga dan mengekspresikan emosi yang terlihat dari kemampuan empatinya, tanggung jawab sosialnya, dan hubungan interpersonalnya. Selain kemampuannya untuk menjaga emosi dan hubungan personalnya, kesiapan emosi dipengaruhi oleh lingkungan masyarakatnya dan

Dokumen terkait