• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini berparadigma teori kritis. Pilihan pada paradigma ini didasarkan atas pertimbangan bahwa dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan laut di Teluk Tomini, terdapat salah satu aktor, Suku Bajo, mengalami penggusuran dan intervensi program resettlement. Hal ini menyebabkan komunitas tersebut terbelah menjadi komunitas Bajo laut dan Bajo darat. Situasi tersebut berdampak pada ketidaksetaraan relasi kekuasaan dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan laut, bahkan menyebabkan pembatasan dan hilangnya akses terhadap sumber daya tersebut yang menjadi basis penghidupan mereka sejak dahulu. Sementara itu, korporasi mendapat peran istimewah setelah memperoleh izin konsesi pengusahaan tambak, HPH, HGU, dan IPK dari negara sebagai pemegang kuasa sumber daya alam.

Pilihan paradigma teori kritis selanjutnya berimplikasi secara metodologis, yaitu panduan penelitian berbentuk kritik pembebasan. Melalui pilihan paradigma teori kritis ini, peneliti berusaha sampai pada pencapaian pemahaman dari aktor grassroot, Suku Bajo.

Strategi Penelitian

Penelitian ini menggunakan strategi studi kasus yang difokuskan pada konflik kepentingan dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan laut di Teluk Tomini. Menurut Stake (2000) studi kasus bukanlah pilihan metodologis, namun lebih sebagai pilihan objek yang diteliti. Sehubungan dengan pemahaman tersebut, metode penelitian ini dapat disebut sebagai ‘metode kasus historis’ karena memasukkan dimensi sejarah. Walaupun demikian, dimensi sejarah yang dimaksud dalam penelitian ini dibatasi mulai tahun 1972/1973, di mana sejak saat itu pemerintah Orde Baru mulai mencanangkan program resettlement (Bappenas, 1974).

Kasus historis menekankan bahwa pokok kajian penelitian ini bukan suatu kejadian sosial pada suatu waktu tertentu, melainkan suatu gejala atau proses sosial dalam suatu rentang waktu tertentu. Istilah kasus sendiri memberi pembatasan bahwa proses sosial yang dikaji tidak berada dalam cakupan sejarah non-kontemporer (klasik), melainkan dalam cakupan sejarah kontemporer yang sebagian pelakunya masih hidup (lihat Sitorus, 1999).

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Teluk Tomini, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Lokasi penelitian mencakup kawasan konservasi Cagar Alam Tanjung Panjang yang ditetapkan dengan SK Menhut No.250/Kpts-II/1984, kemudian direvisi dengan SK Menhut No. 573/Kpts-II/1995; kawasan konsesi lahan pertambakan dan operasional perusahaan kayu; kawasan pariwisata budaya; dan permukiman masyarakat adat Suku Bajo.

Suku Bajo di Teluk Tomini, Kabupaten Pohuwato, pada awalnya hanya terdiri dari satu komunitas, bertempat tinggal di atas permukaan laut (setelah melewati fase nomadik laut), oleh pemerintahan Orde Baru disebut Desa Torosiaje. Akibat program resettlement, Desa Torosiaje akhirnya terbelah menjadi dua komunitas. Suku Bajo yang dimukimkan kembali ke darat kemudian diberi nama Desa Torosiaje Jaya, sedangkan mereka yang bertahan di laut disebut Desa Torosiaje. Seiring berjalannya waktu, Desa Torosiaje Jaya kemudian dimekarkan lagi dan melahirkan Desa Bumi Bahari. Berhubung tujuan penelitian ini, yaitu menganalisis konflik yang terjadi dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan laut, baik konflik antara Suku Bajo dengan negara maupun Suku Bajo dengan korporasi, serta menganalisis hilangnya citizenship masyarakat adat Suku Bajo sebagai akibat dominasi negara dan korporasi dalam pengelolaan sumber daya pesisir laut, maka peneliti merasa perlu untuk menjangkau seluruh lokasi permukiman Suku Bajo, baik yang bertahan hidup di atas permukaan laut maupun yang telah hidup di daratan. Dengan demikian, lokasi penelitian ini melintasi batas-batas administratif desa.

Penelitian ini dilaksanakan selama dua tahun, terhitung sejak persiapan Januari 2013 sampai dengan Desember 2014. Penentuan waktu ini didasarkan atas pertimbangan bahwa pelaksanaan penelitian lapangan dapat dikatakan benar- benar tuntas apabila peneliti telah merampungkan penulisan disertasinya. Dengan demikian, selama penulisan disertasi, bila data lapangan masih ada kekurangan, maka peneliti kembali lagi ke lokasi penelitian untuk melengkapi data yang diperlukan.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang terkumpul dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari para aktor sebagai subjek kasus, baik aktor grassroots di tingkat desa, maupun aktor atas berupa pemerintah daerah, NGOs/LSM, anggota legislatif, bahkan sampai aktor pusat. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara mendalam (indept interview), observasi partisipasi pasif (passive participation), dan Focus Group Discussion (FGD). Dengan observasi partisipasi pasif (passive participation), peneliti datang ke tempat orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut (Stainback, dalam Sugiyono, 2009:66). Sementara itu, dalam wawancara mendalam, peneliti menerapkan wawancara semiterstruktur (semistructure interview). Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori indept interview, di mana dalam pelaksanaanya lebih bebas bila dibandingkan dengan wawancara terstruktur. Adapun tujuan dari wawancara semiterstruktur adalah untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang diwawancara diminta pendapat dan ide-idenya. Dalam melakukan wawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti dan mencatat apa yang dikemukakan oleh subjek kasus (lihat Esterberg, 2002; dalam Sugiyono, 2009:73-74). Selanjutnya, daftar subjek kasus yang diwawancarai dapat dilihat pada tabel 3 berikut.

Tabel 3. Daftar Subjek Kasus

No. Daftar Subjek Kasus Jumlah

1. Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil KKP 1 2. Ditjen Komunitas Adat Terpencil Kemensos 1

3. Ditjen Konservasi SDA Kemenhut 1

4. Bupati Pohuwato 1

5. Mantan Gubernur Gorontalo 1

6. Mantan Bupati Gorontalo 1

7. Mantan Bupati Pohuwato 1

8. Mantan Kadis Perikanan Pohuwato 1

9. Mantan Kadis Pariwisata Gorontalo 1

10. Ketua DPRD Pohuwato 1

11. Kadis Perikanan Pohuwato 1

12. Kadis Pariwisata Pohuwato 1

13. Kadis Sosial Pohuwato 1

14. Kepala Seksi BKSDA Wilayah Gorontalo 1

15. Ketua LSM Japesda 1

16. Mantan Fasilitator Program SUSCLAM 1

17 Ketua KSL Teluk Tomini 1

18. Ketua Pokja Mangrove Kabupaten Pohuwato 1

19. Pengusaha Tambak 1

20. Kepala Desa Torosiaje 1

21. Kepala Desa Torosiaje Jaya 1

22. Kepala Desa Bumi Bahari 1

Jumlah 23

Berbeda dengan aktor atas yang telah peneliti tentukan sejak awal sebelum ke lapangan, pemilihan subjek kasus bagi aktor grassroots untuk wawancara, peneliti menggunakan teknik bola salju (snowball sampling). Dengan teknik ini, maka peneliti pertama-tama mendatangi dan mewawancarai secara mendalam aktor kunci (kepala desa), dan setelah wawancara selesai, diminta untuk menyebutkan aktor lain yang dianggap mengetahui tentang topik permasalahan yang diteliti. Hal ini peneliti lakukan karena aktor atas dapat dengan mudah dikenali, sedangkan aktor grassroots dapat dikenali secara nyata setelah peneliti berada di lokasi penelitian dan melakukan wawancara dengan aktor tertentu.

Melengkapi data penelitian yang diperoleh melalui observasi dan wawancara mendalam, peneliti juga melakukan FGD baik dengan kelompok Suku Bajo, kelompok pengusaha, kelompok pegawai pemerintah, maupun kelompok LSM. Setelah dilaksanakan diskusi pada masing-masing kelompok, untuk mendapatkan data yang akurat kemudian diadakan cross check data dengan melakukan FGD gabungan keseluruhan kelompok yang ada. Kasus-kasus yang menjadi topik dalam FGD adalah: 1) kepemilikan dan pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut; 2) konservasi; dan 3) resettlement.

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui studi dokumen berupa laporan hasil-hasil penelitian sebelumnya, UU, PP, Kepres, Inpres,

Kepmen, Perda, dan lain-lain. Data yang diperoleh melalui studi dokumen tersebut berfungsi sebagai pelengkap data yang diperoleh melalui wawancara mendalam dan observasi partisipasi pasif. Selain itu, data sekunder berguna untuk mengonfirmasi data lapangan. Dengan teknik pengumpulan data seperti tersebut di atas, maka selama proses penelitian berlangsung, pada suatu waktu peneliti harus tinggal dan menetap di Teluk Tomini yang menjadi lokasi penelitian, tetapi pada waktu yang lain, peneliti harus mendatangi para aktor yang berada jauh di luar Teluk Tomini, baik di tingkat kecamatan, kabupaten, provinsi, bahkan di pusat.

Analisis Data

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskriptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2007).

Analisis data dilakukan bersamaan selama pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data dalam periode tertentu. Pada saat wawancara berlangsung, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban subjek kasus. Bila jawaban subjek setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel (lihat Sugiono, 2009).

Kredibilitas data diuji melalui triangulasi, yaitu mengecek kredibilitas data dari berbagai sumber dengan berbagai cara dan berbagai waktu. Dengan demikian terdapat triangulasi sumber, triangulasi teknik pengumpulan data, dan triangulasi waktu (Sugiono, 2009; Moleong, 2007). Sebagaimana ciri khas penelitian kualitatif, maka analisis data dalam penelitian ini bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan menjadi hipotesis. Berdasarkan hipotesis yang dirumuskan dari data tersebut, selanjutnya dicarikan data lagi secara berulang-ulang, sehingga dapat disimpulkan apakah hipotesis tersebut diterima atau ditolak berdasarkan data yang terkumpul. Bila berdasarkan data yang dikumpulkan secara berulang-ulang dengan teknik triangulasi, ternyata hipotesis diterima, maka hipotesis tersebut berkembang menjadi teori (Sugiyono, 2009:89).

BENTANG AGRARIA TELUK TOMINI