• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kerangka Pemikiran Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis program ketahanan pangan yang dilakukan Pemerintah, terutama dalam hal kebijakan belanja pemerintah. Penelitian ini dibatasi pada wilayah Propinsi Jawa Barat dan lima anggaran belanja pemerintah yang bersumber dari anggaran Kementerian Pertanian RI. Investasi publik yang bersumber dari Pemerintah Daerah tidak dimasukkan sebagai variabel independen dengan pertimbangan bahwa alokasi belanja daerah relative sangat kecil dan beragam jenis programnya. Begitu juga dengan investasi swasta, tidak disertakan dalam variabel independen karena investasi swasta sangat kecil pada budi daya usaha padi dan lebih banyak dialokasikan untuk sektor perkebunan.

Jumlah belanja pemerintah dan pengaruhnya terhadap produksi padi dilakukan analisa secara deskriptif berdasarkan data grafik dari sisi sosial, ekonomi, dan politik. Belanja pemerintah tersebut terbagi ke dalam empat jenis belanja, yaitu belanja sosial, belanja subsidi, belanja investasi publik, dan belanja lainnya. Keempat jenis bentuk belanja tersebut dicerminkan dari lima program utama yang memiliki alokasi belanja yang cukup besar di Kementerian Pertanian, yaitu subsidi pupuk, bantuan benih unggul, rehabilitasi irigasi tersier, bantuan permodalan PUAP (pemberdayaan usaha agribisnis pedesaan), dan sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu (SL-PTT).

Untuk memperkuat hasil studi, dilakukan analisis ekonometrika melalui pendugaan model panel data statis. Data panel antara anggaran belanja pemerintah dan produksi padi di sebagian kabupaten/kota di wilayah propinsi Jawa Barat dalam jangka waktu tujuh tahun terakhir akan dibuat beberapa model regresi data panel statis (fixed effect model, random effect model, pool least square) dengan jumlah produksi padi sebagai variabel dependen dan jenis program atau belanja pemerintah sebagai variabel independen. Analisis model ini diharapkan dapat mengetahui program atau jenis belanja pemerintah yang berpengaruh signifikan ataupun tidak signifikan terhadap produksi padi.

Analisis pengaruh masing-masing program yang dibiayai melalui belanja pemerintah ini diharapkan dapat mengatasi masalah kesalahan dalam investasi pemerintah. Daryanto (2012) menyoroti bahwa selama ini sektor pertanian seringkali mendapatkan alokasi anggaran yang kecil dari total APBN. Hal ini menjadikan sektor pertanian sebagai sektor yang mendapatkan investasi publik rendah (underinvestment). Yang lebih mengkhawatirkan adalah rendahnya investasi tersebut diikuti oleh kesalahan alokasi pada program-program yang tidak signifikan pengaruhnya terhadap output pertanian (misinvestment). Untuk itu, penelitian ini bertujuan agar besarnya pengaruh pada lima program utama terhadap produksi padi dapat diketahui, sehingga dapat mengurangi kesalahan investasi berupa underinvestment maupun misinvestment dan dapat memperbaiki kebijakan peningkatan produksi pangan utama di masa yang akan datang.Secara ringkas, kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 2. Kerangka pemikiran penelitian Keterangan : Cluster/kelompok Peningkatan Produksi Pangan Utama Ketahanan Pangan Pertumbuhan Penduduk

Fuel, Food, Feed Konversi Lahan

Perubahan Iklim

Penguatan Faktor Produksi Penerapan

Teknologi Analisis Model Data Panel Statis

Investasi Sarana

Belanja Sosial Subsidi Program Lain Investasi Pemerintah Return of Investment Tinggi Misinvestment Underinvestment Subsidi Pupuk Bantuan Benih Unggul Rehabilitasi Irigasi Tersier

Bantuan Modal PUAP Sekolah Lapang Analisis Kebijakan R & D Diseminasi Teknologi Lahan Tenaga Kerja Kapital/input produksi

Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan adalah data sekunder. Data sekunder berasal dari data yang dikeluarkan oleh BPS (Badan Pusat Statistik) dan Kementerian Pertanian RI, Dinas Pertanian Propinsi Jawa Barat, Dinas Pertanian Kabupaten/Kota wilayah Propinsi Jawa Barat, serta studi pustaka. Data sekunder yang dianalisis adalah data jumlah anggaran belanja pemerintah untuk program peningkatan padi dan data produksi padi di 20 Kabupaten/Kota di wilayah Propinsi Jawa Barat selama kurun waktu tahun 2007 – 2013. Berdasarkan data

cross section 20 Pemerintah Kabupaten/Kota dan data time series dari tahun 2007-2013, penyajian data dikelompokkan dalam bentuk data panel.

Beberapa alasan pemilihan 20 daerah Pemerintah Kabupaten/Kota dari total 26 Kabupaten/Kota di wilayah Propinsi Jawa Barat sebagai subjek kajian antara lain :

1. Seluruh Kabupaten sebagai basis data karena merupakan daerah yang sebagian besar wilayahnya merupakan daerah pertanian.

2. Wilayah Kota dipilih sebanyak 3 sampel, yaitu sebanyak 3 dari total 9 Pemerintah Kota. Kota tersebut antara lain Kota Bogor yang mewakili daerah barat, Kota Banjar yang mewakili daerah Priangan Selatan, dan Kota Tasikmalaya yang mewakili daerah selatan.

Jumlah amatan data panel untuk setiap variabelnya adalah 20 x 7 = 140 amatan. Data tersebut terdiri dari jumlah produksi padi, anggaran bantuan benih unggul, anggaran subsidi pupuk, anggaran pembangunan irigasi tersier, anggaran bantuan permodalan, dan anggaran sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu. Jumlah produksi padi dalam satuan ton digunakan sebagai variabel dependen. Sedangkan anggaran untuk bantuan benih unggul, subsidi pupuk, pembangunan irigasi tersier, bantuan permodalan, dan sekolah lapang pengelolaan tanaman terpadu sebagai variabel independen yang semuanya dinyatakan dalam satuan ribu rupiah. Nilai dari setiap variabel independen adalah nilai riil yang sudah disesuaikan dengan nilai nominal pada masing-masing tahun melalui perhitungan indeks harga konsumen di wilayah Propinsi Jawa Barat, dimana harga riil pada tahun 2007 sebagai basis perhitungan.

Anggaran subsidi pupuk merupakan belanja pemerintah yang diberikan kepada produsen pupuk yang ditunjuk Pemerintah, yaitu PT. Pupuk Indonesia Holding Company. Besarnya anggaran yang dikeluarkan berdasarkan atas selisih biaya produksi dikurangi harga eceran (subsidi) dikalikan jumlah pupuk yang dikonsumsi. Jadi, petani membeli pupuk dengan harga yang telah disubsidi oleh Pemerintah. Program bantuan benih unggul diberikan dalam bentuk barang, yaitu petani menerima benih unggul yang disediakan oleh BUMN (badan usaha milik negara) yang telah ditunjuk oleh Pemerintah atau perusahaan benih pemenang tender. Anggaran rehabilitasi irigasi tersier diberikan kepada setiap kelompok tani dan digunakan untuk memperbaiki saluran irigasi di lahan sawah milik petani dengan tujuan untuk mengurangi kebocoran dan kerusakan saluran.

Belanja pemerintah untuk program bantuan permodalan PUAP diberikan dalam bentuk uang kepada setiap gabungan kelompok tani (gapoktan). Setiap gapoktan di setiap desa (satu desa satu gapoktan) menerima bantuan modal sebesar Rp 100 juta sebagai modal awal lembaga keuangan mikro agribisnis yang

dapat digunakan oleh anggota untuk pembiayaan budi daya usaha tani. Sedangkan untuk program SL-PTT, Pemerintah memberikan anggaran untuk melakukan kegiatan pembelajaran dan pelatihan, serta penyuluhan terkait diseminasi teknologi dalam hamparan 25 Ha sawah untuk setiap paket SL-PTT. Anggaran bantuan pupuk dan benih unggul untuk 1 Ha laboratorium lapang (LL) dalam paket SL-PTT tidak dimasukkan karena dikhawatirkan tumpang tindih dengan variabel subsidi pupuk dan bantuan benih unggul sebagai variabel tersendiri.

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif disajikan dalam bentuk grafik produksi padi dan total anggaran belanja 5 program pemerintah di 20 Kabupaten/Kota. Hal ini untuk memudahkan pemahaman dan penafsiran mengenai tren produksi padi dan tren belanja anggaran Pemerintah untuk pembangunan pertanian komoditas padi serta hubungan antar keduanya selama tujuh tahun terakhir (periode tahun 2007-2013) di wilayah Propinsi Jawa Barat. Dari trend dan hubungan secara grafis tersebut, dilakukan analisis kebijakan fiskal Pemerintah dan dampak yang dihasilkan terhadap produksi padi melalui pendekatan sosial, ekonomi, dan politik.

Analisis Model Regresi

Data panel (longitudinal data) adalah data yang memiliki dimensi ruang (individu) dan waktu. Dalam data panel, data cross section yang sama diobservasi menurut waktu. Jika setiap unit cross section memiliki jumlah observasi time series yang sama, maka disebut balanced panel. Sedangkan unit cross section

yang tidak memiliki jumlah observasi time series yang sama, maka disebut

unbalanced panel. Karena data panel merupakan gabungan dari data cross-section dan datatime series, jumlah pengamatan menjadi sangat banyak.

Penggunaan data panel diharapkan dapat mengatasi kelemahan yang tidak dapat dijawab oleh model cross section atau time series murni. Model dari data panel statis ditulis dengan persamaan :

Yit = α + βXit + εit ; t = 1, 2, …… t Dimana : t = waktu i = cluster X= variabel independen Y= variabel dependen

Secara umum, keunggulan dari penggunaan data panel dalam analisis ekonometrik (Baltagi, 2005) antara lain adalah :

(1) Mampu mengontrol heterogenitas individu.

(2) Memberikan informasi yang lebih banyak dan beragam, meminimalkan masalah kolinearitas dan meningkatkan jumlah derajat bebas serta efisien. (3) Data panel dapat digunakan dalam studi dynamic of adjustment secara lebih

baik.

(4) Mampu mengukur dan mengidentifikasi efek yang tidak dapat dideteksi apabila menggunakan model cross section atau time series murni.

(5) Dapat digunakan untuk mengkonstruksi dan menguji model perilaku yang lebih kompleks dibandingkan data cross section atau time series murni.

Menurut Verbeek (2004) dalam Firdaus (2011), penggunaan model data panel memiliki dua keuntungan dibandingkan data time series atau cross section

saja, yaitu data panel membuat jumlah observasi lebih besar dan marginal effect

dari peubah penjelas dapat dilihat dari dua dimensi (individu dan waktu) sehingga estimasi yang dihasilkan akan lebih akurat. Disamping memiliki keuntungan, model data panel juga memiliki beberapa kekurangan (Baltagi, 1995), yaitu

(1) Masalah pengumpulan dan penyusunan data. (2) Kemungkinan distorsi dari kesalahan pengukuran. (3) Dimensi seri waktu yang lebih pendek.

(4) Terjadinya masalah selektivitas individu cross section.

(5) Ketergantungan data cross section.

Metode yang digunakan diperoleh dari prosedur untuk mendapatkan hasil pendugaan parameter yang memiliki sifat tak bias linier terbaik (Best Linear Unbiased Estimator/BLUE). Secara ringkas, sifat BLUE mengandung arti bahwa pendugaan parameter yang dihasilkan akan memiliki varian yang minimum. Metode pendugaan untuk mendapatkan estimasi yang bersifat BLUE mensyaratkan sejumlah asumsi yaitu: (i) hubungan antara variabel independen dengan variabel dependennya bersifat linier, (ii) variabel dependennya adalah non stokastik, (iii) tidak ada hubungan linier antar variabel dependen (multicolinierity test), (iv) galat memiliki nilai harapan nol (0), (v) galat memiliki varians yang konstan untuk semua observasi (heteroscedasticity test), (vi) galat ε adalah independen secara statistik (autocorrelation test).

Metode Estimasi

Dalam teori ekonometri, suatu model yang menyatukan antara data deret waktu (time series) dan data individu (cross section) menghasilkan data yang disebut pooled data atau data panel atau longitudinal data, sehingga dalam data panel jumlah obsservasi merupakan hasil kali observasi deret waktu (T>1) dengan observasi individu (N>1). Juanda dan Junaidi (2012) berpendapat bahwa berdasarkan variasi-variasi asumsi yang dibentuk, terdapat tiga pendekatan dalam perhitungan model regresi data panel, yaitu :

(1) Metode Common Constant (The Pooled OLS Method = PLS)

Pendekatan PLS menggunakan metode OLS (ordinary least square) biasa dan merupakan metode paling sederhana.

(2) Metode Fixed Effect Model (FEM)

Pendekatan FEM membedakan intersep antar individu karena dianggap mempunyai karakteristik tersendiri. Dalam membedakan intersepnya dapat digunakan peubah dummy sehingga metode ini dikenal dengan model Least Square Dummy Variable.

(3) Metode Random Effect Model (REM)

Berbeda dengan FEM, metode REM menganggap bahwa intersep antar individu bersifat random dan merupakan gabungan antara error dari masing-masing cross section dengan error dari time series.

Sedangkan Firdaus (2011) menyebutkan bahwa terdapat dua pendekatan yang umum diaplikasikan yaitu: Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM). Model regresi data panel Fixed Effect Model (FEM) digunakan untuk menduga model yang peubah penjelas dengan efek individu dan waktu memiliki korelasi yang pola sifatnya tidak acak (fixed). Sedangkan Random Effect Model (REM) digunakan untuk menduga model korelasi antara peubah penjelas dengan efek dari unit cross-sectional diasumsikan random.

Penduga FEM dapat dihitung dengan beberapa teknik pendugaan sebagai berikut (Firdaus, 2011) :

(1) Pooled Least Square (PLS)

Pendekatan PLS menggunakan gabungan dari seuruh data (pooled). Kelebihan PLS adalah tingginya derajat bebas sehingga menghasilkan estimasi yang efisien. Kelemahannya, dugaan parameter koefisien regresi peubah bebas akan bias. Hal ini disebabkan karena PLS tidak dapat membedakan observasi yang berbeda pada periode yang sama atau observasi yang sama pada periode yang berbeda.

(2) Within Group (WG)

Pendekatan ini digunakan untuk mengatasi bias pada masalah PLS. Teknik yang digunakan adalah dengan menggunakan data deviasi dari rata-rata individu. Kelemahan WG adalah nilai varians lebih besar dibanding PLS dan tidak dapat mengakomodir karakteristik time-invariant pada FEM. (3) Least Square Dummy Variable (LSDV)

Metode ini bertujuan untuk dapat merepresentasikan perbedaan intersep, yaitu dengan dummy variable.

(4) Two Way Error Component Fixed Effect Model

Model ini disusun berdasarkan fakta bahwa terkadang fixed effect tidak hanya berasal dari individu, tetapi juga dari variasi antar waktu. Kelemahannya adalah berkurangnya derajat kebebasan sehingga mengurangi efisiensi dari parameter yang diestimasi.

Sedangkan untuk menduga panel data dengan model estimasi REM, Firdaus (2011), dapat digunakan dua pendekatan :

(1) Pendekatan Between Estimator

Pendekatan ini berkaitan dengan dimensi antar data (differences between individual), yang ditentukan sebagaimana OLS (ordinary least square)

estimator pada sebuah regresi dari rata-rata individu y dalam nilai x secara individu.

(2) Pendekatan Generalized Least Square (GLS)

Pendekatan GLS mengkombinasikan informasi dari dimensi antar dan dalam (between and within) data secara efisien.

Untuk memilih salah satu model estimasi yang dianggap paling tepat dari tiga jenis model data panel, maka perlu dilakukan serangkaian uji (Juanda dan Junaidi, 2012), yaitu:

(1) Uji statistik F yang dikenal dengan istilah Chow Test atau Likelihood Test Ratio, digunakan untuk menentukan perlu tidaknya memakai metode estimasi dengan individual effect atau memilih antara PLS atau fixed effect;

(2) Uji Lagrange Multiflier (LM) yang dikembangkan oleh Breusch-Pagan untuk memilih antara PLS atau random effect; dan

(3) Uji Hausman untuk menentukan pilihan metode estimasi antara fixed effect vs random effect berdasarkan nilai wald..

Menurut Nachrowi (2005) dalam Chadijah dan Elfiyan (2009), untuk memilih Fixed Effect Model atau Random Effect Model sebagai model yang sesuai ada beberapa cara untuk menentukan,yaitu :

(1) Jika T (jumlah data time-series) > N (jumlah data cross-sectional), maka disarankan menggunakan Fixed Effect Model (FEM).

(2) Jika N (jumlah data cross-sectional) > T (jumlah data time-series), makadisarankan menggunakan Random Effect Model (REM).

(3) Jika efek cross-sectional berkorelasi dengan salah satu atau lebih variabel X, maka penaksir FEM yang tak bias dan sesuai.

(4) Uji hipotesis yang dapat digunakan untuk lebih meyakinkan keputusan dalam memilih model terbaik adalah dengan menggunakan Uji Hausman.

Model untuk produksi padi di Propinsi Jawa Barat dapat dituliskan dalam persamaan berikut :

Yit = b1i + b2 X1it +b3 X2it + b4 X3it + b5 X4it + b6 X5it + eit ………(2.1) Dimana :

Yit = Produksi padi pada kabupaten i dan tahun ke-t

b1i = intersep

X1it = Subsidi pupuk pada kabupaten i dan tahun ke-t

X2it = Bantuan benih unggul pada kabupaten i dan tahun ke-t

X3it = Bantuan permodalan pada kabupaten i dan tahun ke-t

X4it = Pembagunan irigasi tersier pada kabupaten i dan tahun ke-t

X5it = Sekolah lapang pada kabupaten i dan tahun ke-t

eit = Error

Uji Model Uji F statistik

Uji F bertujuan untuk menunjukkan apakah semua variabel independen yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Hipotesis 1 H0 : α1, α2, α3 = 0 semua variabel independen tidak mampu mempengaruhi variabel dependen secara bersama-sama. Hipotesis 2 H1 : α12, α3 ≠ 0 semua variabel independen mampu mempengaruhi variabel dependen secara bersama-sama.

Artinya semua variabel independen secara simultan merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen. Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F dengan kriteria pengambilan keputusan yaitu membandingkan nilai F hasil perhitungkan dengan nilai F menurut tabel. Keputusan yang diambil adalah : H0 diterima jika nilai F statistik < nilai F tabel artinya semua variabel independen bukan merupakan penjelas yang signifikan terhaap variabel dependen. H1 diterima jika nilai F statistik > nilai F tabel, artinya

semua variabel tak independen merupakan penjelas yang signifikan terhadap variabel dependen.

Uji Chow atau Likelihood Test Ratio

Uji Chow digunakan untuk memilih model FEM atau PLS. Hipotesis nol (H0) yang digunakan adalah intersep dan slope adalah sama. Jika nilai F statistik lebih besar dari nilai F tabel, maka H0 akan ditolak, yang berarti asumsi koefisien intersep dan slope sama tidak berlaku, sehingga regresi data panel dengan FEM lebih baik dari model PLS. Adapun uji F-statistiknya adalah sebagai berikut :

(RSS1 – RSS2)/n - 1

Fhitung = ……….. (2.2)

(RSS2) / (nT – n – K) Dimana,

n = jumlah individu T = jumlah periode waktu

K = banyaknya parameter dalam model FEM RSS1 = residual sum squares PLS

RSS2 = residual sum squares FEM

Uji Lagrange Multiflier (LM)

Uji LM digunakan untuk memilih model random effect atau Pool Least Square. Uji LM bisa juga dinamakan uji signifikansi random effect yang dikembangkan oleh Bruesch–Pagan (1980). Uji LM Bruesch–Pagan ini didasarkan pada nilai residual dari metode PLS. Hipotesis nolnya adalah intersep dan slope sama. Uji LM ini didasarkan pada distribusi chi-square dengan derajat bebas sebesar jumlah variabel independen. Jika nilai LM statistik lebih besar dari nilai kritis statistik chi-square maka kita menolak hipotesis nol, berarti estimasi yang lebih tepat dari regresi data panel adalah model random effect. Sebaliknya jika nilai LM statistik lebih kecil dari nilai kritis statistik chi-square maka kita menerima hipotesis nol yang berarti model PLS lebih baik digunakan dalam regresi.

Uji Hausman

Untuk menentukan salah satu model diantara dua model fixed effect atau random effect, Hausman telah mengembangkan suatu uji yang didasarkan pada ide bahwa Least Square Dummy Variabel (LSDV) dalam metode Fixed Effect dan Generalized Least Square (GLS) pada Random Effect adalah efisien, sedangkan metode Ordinary Least Square (OLS) tidak efisien, dilain pihak alternatifnya adalah metode OLS efisien dan GLS tidak efisien.

Oleh karena itu, hipotesis nolnya adalah hasil estimasi keduanya tidak berbeda sehingga uji Hausman bisa dilakukan berdasarkan perbedaan estimasi

tersebut. Unsur penting untuk uji ini adalah kovarian matrik dari perbedaan vector.

Hasil metode Hausman adalah bahwa perbedaan kovarian dari estimator yang efisien dengan estimator yang tidak efisien adalah nol, sehingga statistik uji Hausman mengikuti distribusi statistik chi-square dengan derajat bebas sebanyak k, dimana k adalah jumlah variabel independen. Jika nilai statistik Hausman lebih besar dari nilai kritisnya, maka H0 ditolak dan model yang tepat adalah model fixed Effect, sedangkan sebaliknya bila nilai statistik uji Hausman lebih kecil dari nilai kritisnya maka H0 diterima dan model yang tepat adalah model Random Effect.

Uji Klasik

Secara umum dalam pendekatan ekonometrik perlu dilakukan apa yang disebut sebagai uji asumsi klasik. Tujuannya agar diperoleh penaksiran yang bersifat Best Linier Unbiased Estimator (BLUE), maka terhadap estimasi model penelitian yang terpilih sebagai model terbaik tersebut perlu dilakukan uji asumsi klasik yang terdiri dari :

(1) Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data yang digunakan memiliki distribusi normal atau tidak. Data yang baik memiliki distribusi yang normal atau mendekati normal. Normalitas dapat dideteksi dengan menggunakan uji Jarque-Berra (JB) dan metode grafik. Penelitian ini akan menggunakan metode J-B test yang dilakukan dengan menghitung skewness

dan kurtosis. Apabila J-B hitung < nilai X2 (Chi Square) tabel, maka nilai residual berdistribusi normal.

……… (2.3) Dimana : S = Skewness statistik K = Kurtosis ………. (2.4) ………. (2.5) Dimana

dan = dugaan rata-rata median ke-3 dan ke-4 = nilai rata-rata contoh

= nilai dugaan simpang error contoh

Jika nilai J-B hitung> J-B tabel, maka hipotesis yang menyatakan bahwa residual Ut terdistribusi normal ditolak dan sebaliknya.

(2) Uji Multikolinearitas

Multikolinearitas adalah kondisi terdapatnya hubungan linier atau korelasi yang tinggi antara masing-masing variabel independen dalam model regresi. Multikolinearitas biasanya terjadi ketika sebagian besar variabel yang digunakan saling terkait dalam suatu model regresi. Oleh karena itu masalah multikolinearitas tidak terjadi pada regresi linier sederhana yang hanya melibatkan satu variabel independen, tetapi pada model yang melibatkan lebih dari dua variabel..

Indikasi terdapat masalah multikolinearitas dapat kita lihat dari kasus-kasus sebagai berikut:

1. Nilai R2 yang tinggi (signifikan), namun nilai standar error dan tingkat signifikansi masing-masing variabel sangat rendah.

2. Perubahan kecil sekalipun pada data akan menyebabkan perubahan signifikan pada variabel yang diamati.

3. Nilai koefisien variabel tidak sesuai dengan hipotesis, misalnya variabel yang seharusnya memiliki pengaruh positif (nilai koefisien positif), ditunjukkan dengan nilai negatif.

4. Melakukan regresi parsial dengan cara :

a. Mengestimasi model awal dalam persamaan sehingga mendapat nilai R2

b. Menggunakan auxilary regression pada masing-masing variabel independen

c. Membandingkan nilai R2 dalam model persamaan awal dengan r2 pada model regresi parsial. Jika nilai r2 dalam regresi parsial lebih tinggi maka terdapat multikolinearitas.

Penelitian ini menggunakan regresi parsial, yaitu dengan meregresi setiap variabel penjelas terhadap sisa variabel penjelas untuk memperoleh koefisien determinasi r2 (koefisien determinasi regresi parsial). Nilai r2 ini kemudian dibandingkan dengan koefisien determinasi R2 pada model regresi awal. Apabila r2 melebihi R2, maka terdapat hubungan yang kolinear di antara variabel penjelasnya. Selama sifat multikolinearitas yang muncul bukan multikolinearitas sempurna, maka model tetap dapat diestimasi.

(3) Uji Heteroskedasitas

Heteroskedasitas terjadi apabila variabel gangguan tidak mempunyai varians yang sama untuk semua observasi. Heteroskedasitas juga bertentangan dengan salah satu asumsi dasar regresi homoskedasitas yaitu variasi residual sama untuk semua pengamatan. Konsekuensi yang timbul dari adanya heteroskedastisitas adalah formula OLS (Ordinary Least Square) akan menaksir terlalu rendah dari varians sebenarnya, oleh karenanya nilai t yang ditaksir akan terlalu tinggi.

Namun, secara ringkas, walaupun terdapat heteroskedasitas maka penaksir OLS tetap tidak bias dan konsisten tetapi penaksir tidak lagi efisien, baik dalam sampel kecil maupun sampel besar (asimtotik). Penelitian ini menggunakan uji White untuk menguji ada tidaknya heteroskedasitas. Dalam

model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan lainnya.

Ada beberapa cara untuk mendeteksi adanya heteroskedasitas antara lain dengan menggunakan uji white. Uji white dapat menjelaskan apabila nilai probabilitas obs*R-square lebih kecil dari α (5%) maka data bersifat heteroskedasitas begitu pula sebalikanya.

(4) Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi digunakan untuk melihat apakah ada hubungan linier antara error serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (data time series). Uji autokorelasi perlu dilakukan apabila data yang dianalisis

Dokumen terkait