Desain, waktu, dan tempat
Desain penelitian adalah paired samples clinical trials design. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari-April 2015 di Bogor. Ethical clearance pada penelitian ini didapat dari komisi etik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia No: 174/UN2.F1/ETIK/2015.
Bahan dan alat
Bahan utama yang digunakan pada penelitian ini adalah teh putih (silver njedle) dan teh hijau dari klon Gambung 7. Teh putih dan teh hijau diperoleh dari Pusat Penelitian Teh dan Kina (PPTK) Gambung. Alat-alat yang digunakan terdiri dari peralatan untuk penyeduhan teh antara lain, kompor, panci, teko, gelas ukur, termometer suhu, gelas, saringan teh. Pengambilan darah subjek menggunakan jarum suntik, spuit 5 ml, sensi gloves, vacutainer dengan
ethylenediaminetetraacetic acid (EDTA) 3 ml, dan cool box. Plasma didapatkan dengan alat sentrifuge, pipet mikro dan microtube. Status oksidatif diukur dengan
13 metode Trolox Equivalent Antioxidant Capacity (TEAC) menggunakan kalorimetri (Randox. Ltd).
Teh putih dan teh hijau pada penelitian ini disiapkan dengan cara diseduh. Terdapat perbedaan kandungan antioksidan pada teh secara umum yang disebabkan karena faktor persiapan pada teh itu sendiri, salah satunya dipengaruhi oleh aspek pemanasan. Suhu yang baik untuk penyeduhan teh adalah 80o – 95oC (Mckey dan Blumberg 2002). Teh putih pada penelitian ini diseduh pada suhu 95 o
C mengacu pada Rohdiana et al. (2013), di mana pada suhu dan waktu penyeduhan tersebut kapasitas antioksidan pada teh putih maksimal. Berbeda dengan teh putih, teh hijau diseduh pada suhu 90 oC (Komes et al. 2010; Venditti
et al. 2010). Pembuatan teh dilakukan secara komposit. Prosedur persiapan minuman teh putih dan teh hijau dapat dilihat pada Gambar 7.
Berat teh putih dan teh hijau yang digunakan pada penelitian ini untuk masing-masing subjek adalah 2 gram per 200 ml air (Coimbra et al. 2006; Rohdiana et al. 2013). Waktu penyeduhan adalah 9 menit untuk teh putih (Rohdiana et al. 2013) dan 2.5 menit untuk teh hijau (Coimbra et al. 2006). Waktu penyeduhan teh yang lebih lama dari 10 menit akan membuat kandungan teh yang bermanfaat memberikan efek menenangkan akan berkurang (Fulder 2004). Suhu yang terlalu panas dan penyeduhan yang terlalu lama akan menyebabkan daun teh mengeluarkan lendir sehingga rasa teh menjadi lebih pahit dan warna lebih pekat (Sujayanto 2008). Teh putih dan teh hijau disajikan tanpa penambahan gula.
Gambar 7 Prosedur persiapan minuman teh putih dan teh hijau Teh diaduk dan didiamkan selama 9 menit
untuk teh putih dan 2.5 menit untuk teh hijau
Teh disaring dan dituangkan ke dalam 27 gelas masing-masing 200 ml
Air dituangkan ke dalam teko berisi 54 gram teh (2 gram x 3 kali pemberian x 9 subjek) Dipanaskan air sebanyak 5.4 liter (200 ml x 3 kali pemberian x 9 subjek) hingga suhu 95oC untuk teh
putih dan 90oC untuk teh hjau
Teh didistribusikan kepada subjek sesuai jadwal pemberian
14
Pembuatan teh selama intervensi dilakukan sendiri oleh peneliti. Setiap hari peneliti menyiapkan 27 gelas teh (3 kali pemberian x 9 subjek), masing-masing subjek mendapatkan 2 gram teh/200 ml, sehingga total minuman teh yang harus disiapkan untuk teh putih maupun teh hijau adalah 5.4 liter. Teh hanya disiapkan satu kali sehari yaitu setiap pagi hari, sehingga teh disajikan kepada subjek dalam keadaan tidak hangat lagi. Kandungan antioksidan pada teh dipengaruhi oleh suhu air ketika teh diseduh (Diaz et al. 2013). Suhu penyajian teh tidak mempengaruhi kandungan antioksidan pada teh tersebut, sehingga hal ini tidak mengganggu validasi hasil penelitian.
Terdapat perbedaan warna air seduhan teh putih dengan teh hijau. Air seduhan teh putih berwarna jernih keemasan, sedangkan air seduhan teh hijau berwarna kehijauan dan lebih pekat (Gambar 8). Teaflavin dan tearubigin merupakan senyawa pembentuk warna pada teh. Tearubigin berperan membentuk warna coklat kemerahan pada air seduhan, sedangkan teaflavin memberikan warna kuning kemerahan (Rohdiana 2011). Teaflavin dan tearubigin merupakan hasil dari proses fermentasi yang melibatkan reaksi oksidasi enzimatis dari katekin sehingga terbentuk produk dengan pigmen yang berwarna coklat. Teaflavin selain berperan pada warna juga berperan memberi kesegaran sama halnya dengan katekin (Sujayanto 2008). Teh putih memiliki kandungan teaflavin dan tearubigin yang rendah, hal ini lah yang menyebabkan warna teh putih cenderung jernih keemasan.
Gambar 8 Warna air seduhan teh hijau (A) dan teh putih (B)
Intervensi dilakukan selama 28 hari (Khosravi et al. 2014) pada hari kerja Senin-Jumat (5 hari) ditambah periode wash out 14 hari. Subjek yang digunakan merupakan pegawai Pusat Penelitian Karet di Bogor dengan jam kerja mulai pukul 7.30-16.15 WIB. Teh diberikan tiga kali sehari, pagi hari pukul 08.00 WIB (saat masuk kantor), siang hari pukul 12.00 WIB (waktu istirahat), dan sore hari (sebelum pulang kantor) pukul 16.00 WIB.
Subjek yang memenuhi kriteria diminta untuk mengisi informed consent, mau berpartisipasi dan berkomitmen penuh untuk mematuhi protokol intervensi yang diberikan. Subjek selama penelitian diminta untuk: tidak mengonsumsi teh selain teh yang diberikan (Khosravi et al. 2014), menghindari konsumsi makanan yang mengandung polifenol seperti coklat (Khosravi et al. 2014), konsumsi kopi
15 dibatasi 1 kali sehari (200 ml/hari), meminum hingga habis teh yang diberikan (3 x 200 ml /hari), tidak merubah konsumsi dan aktivitas fisik termasuk aktivitas merokok (tetap merokok seperti biasa).
Jumlah dan cara pengambilan subjek
Penelitian ini menggunakan subjek yang merupakan pegawai Pusat Penelitian Karet di Bogor. Intervensi juga dilakukan di kantor tersebut. Pemilihan tempat intervensi dan subjek dalam penelitian ini dilakukan secara purposive. Pemilihan tempat penelitian secara purposive karena terkait kemudahan akses. Subjek yang terpusat pada satu tempat juga dapat memudahkan teknis pelaksanaan intervensi. Hal ini juga untuk untuk memastikan keseragaman (homogen) aktivitas sampel dan perlakuan serta mengontrol kepatuhan. Pemilihan subjek dilakukan setelah screening awal pada semua pegawai di kantor tersebut yang merokok dan bersedia untuk mengikuti proses screening. Saat screening
dilakukan pengukuran TB, penimbangan BB, pengambilan darah untuk analisis profil lipid pada calon subjek, serta pengisian kuisioner.
Terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk menjadi subjek dalam penelitian ini. Kriteria inklusi antara lain: laki-laki, usia 30-45 tahun, perokok kategori sedang (11-21 batang/hari) (Sitepoe 2000a), sudah merokok minimal 6 bulan (Gupta et al. 2006), memiliki kolesterol LDL-C >130 mg/dl dan trigliserida >150 mg/dl (dislipidemia ringan). Kriteria eksklusi antara lain: tidak suka teh, menggunakan obat-obatan yang dapat mempengaruhi profil lipid, sedang menjalani pengobatan, minum minuman beralkohol, dan mengonsumsi suplemen (cairan/padatan).
Perhitungan jumlah subjek pada penelitian ini menggunakan data jumlah subjek dan standar deviasi pengukuran TAC pada penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Coimbra et al. (2006) mengenai pengaruh teh hijau pada stres oksidatif. Penelitian tersebut menggunakan 34 orang (n) subjek masing-masing terbagi dalam dua kelompok yaitu kelompok air putih sebagai kontrol dan kelompok perlakuan teh hijau. Hasil pengukuran TAC menunjukkan hasil bahwa TAC pada kelompok teh hijau lebih tinggi yaitu 1.07±0.13 mmol/l (µ±SD) dibandingkan kontrol yaitu 1.04±0.12 mmol/l (µ±SD). Selisih rata-rata TAC adalah 0.03 mmol/l (d). Menggunakan hasil dari penelitian tersebut, maka perhitungan subjek pada penelitian ini adalah sebagai berikut,
�= �1−1 �12+ �2−1 �22
�1−1 + �2−1
� = 34−1 0.122+ 34−1 0.132
34−1 + 34−1 = 0.016
maka jumlah subjek dengan α=5%, power test = 95% dan d=0.03 mmol/l adalah,
� = �∝+�� 2� 2�2
�2
� = 1.96 + 1.64
2� 2(0.016)2
16
Antisipasi dropout adalah 10%, sehingga jumlah subjek yang digunakan adalah 9 orang/kelompok perlakuan. Penelitian ini menggunakan desain paired samples clinical trials sehingga hanya dibutuhkan 9 orang subjek, di mana kesembilan subjek tersebut mendapatkan seluruh perlakuan intervensi (teh putih dan teh hijau) (Tsuneki et al. 2004; Zanzer 2011) dengan periode washout antar perlakuan selama 14 hari (Grassi et al. 2012). Periode pertama, 9 orang subjek mendapatkan intervensi teh putih selama 28 hari. Periode berikutnya semua subjek mendapatkan teh hijau selama 28 hari setelah periode washout 14 hari. Tahapan penelitian secara lengkap ditampilkan pada Gambar 9.
Gambar 9 Tahapan penelitian
*
Pengambilan darah melalui vena sebanyak 5 ml oleh tenaga medis
Intervensi teh hijau selama 28 hari
Periode washout 2 minggu Intervensi teh putih selama 28 hari
Populasi
Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Pengukuran status oksidatif (TAC)dan profil lipid* untukdata baseline teh putih
9 orang subjek Screening Awal
1. Pengukuran Tinggi Badan
2. Pengukuran Berat Badan
3. Pengisian Kuisioner
4. Pengukuran Profil Lipid*
Pengukuran status oksidatif (TAC)dan profil lipid* untukdata endline teh putih
Pengukuran status oksidatif (TAC)dan profil lipid* untukdata endline teh hijau
Pengukuran status oksidatif (TAC)dan profil lipid* untukdata baseline teh hijau
Intervensi dilakukan di hari kerja Jadwal intervensi : • Pagi : pukul 08.00 WIB • Siang : pukul 12.00 WIB • Sore : pukul 16.00 WIB Intervensi dilakukan di hari kerja Jadwal intervensi : • Pagi : pukul 08.00 WIB • Siang : pukul 12.00 WIB • Sore : pukul 16.00 WIB Pencatatan konsumsi dan aktivitas fisik (2 x 24 jam; 1 hari kerja ; 1 hari
libur) masing-masing sebelum dan selama intervensi Pencatatan konsumsi dan aktivitas fisik (2 x 24 jam; 1 hari kerja ; 1 hari
libur) masing-masing sebelum
dan selama intervensi
17
Jenis dan teknik pengumpulan data Status gizi, usia mulai merokok, dan jenis rokok
Status gizi subjek diamati menggunakan indikator Indeks Massa Tubuh (IMT). Data berat badan (BB) dan tinggi badan (TB) untuk perhitungan IMT diperoleh melalui pengukuran langsung. Data mengenai usia mulai merokok dan jenis rokok yang dihisap diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner.
Asupan makanan sebelum dan selama intervensi
Data asupan makanan subjek sebelum intervensi diperoleh melalui kuisoner
food recall 2 x 24 jam (1 hari biasa dan 1 hari libur) sebelum intervensi dilakukan. Asupan makanan subjek selama intervensi didapat melalui kuisioner Food Record
2 x 24 Jam (1 hari biasa dan 1 hari libur). Food recall dilakukan dua kali yaitu 2 x 24 jam sebelum intervensi teh putih dan 2 x 24 jam sebelum intervensi teh hijau. Sama halnya dengan food recall, food record juga dilakukan dua kali, yaitu 2 x 24 jam saat subjek mendapatkan teh putih dan saat subjek mendapatkan teh hijau.
Aktivitas fisik
Aktivitas fisik dicatat menggunakan kuisioner 2x 24 jam sebelum intervensi (1 hari biasa dan 1 hari libur) dan 2x 24 jam selama intervensi (1 hari biasa dan 1 hari libur). Pengukuran aktivitas fisik dilakukan terhadap jenis aktivitas yang dilakukan subjek dan lama waktu melakukan aktivitas dalam sehari. Sama dengan konsumsi, pencatatan aktivitas fisik juga dilakukan dua kali, masing-masing saat subjek mendapatkan intervensi teh putih dan teh hijau.
Pengambilan darah pre dan post-intervensi
Pengambilan darah subjek dilakukan pre dan post-intervensi pada masing-masing periode intervensi teh putih dan teh hijau. Sebelum pengambilan darah dilakukan, subjek diharuskan berpuasa selama 12 jam, subjek hanya boleh mengonsumsi air putih selama waktu tersebut. Darah subjek diambil melalui vena cubiti sebanyak 5 ml oleh tenaga medis.
Pengukuran status oksidatif dengan TAC
Pengukuran TAC dilakukan dengan metode TEAC menggunakan kalorimetri. Serum darah plasma yang digunakan untuk pengukuran ini sebanyak 20 µl. TAC diukur menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang (λ) 600 nm. Metode yang digunakan mengacu pada metode pengukuran TAC oleh Miller et al. (1993) (Randox Ltd). Analisis TAC dilakukan di laboratorium klinis terakreditasi (Prodia®). Prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 3.
Profil lipid plasma
Uji profil lipid plasma meliputi uji kadar TG, TC, HDL-C dan LDL-C. Uji profil lipid plasma menggunakan pereaksi kit merk DiaSys (Diagnostic Systems GmbH) dan absorbansi larutan dibaca pada λ 500 nm. Analisis profil lipid dilakukan di laboratorium klinis terakreditasi (Laboratorium Kesehatan Daerah Kota Bogor). Prosedur analisis dapat dilihat pada Lampiran 4.
18
Pengolahan dan analisis data Status gizi
Status gizi subjek dilihat menggunakan indikator IMT. Perhitungan IMT dilakukan menggunakan data BB dan TB subjek, dengan rumus sebagai berikut,
IMT = BB/TB (cm)2 Keterangan
IMT : Indeks Massa Tubuh (kg/m2) BB : Berat badan (kg)
TB : Tinggi Badan (cm) (Sumber : Almatsier 2004)
Hasil perhitungan IMT tersebut selanjutnya dikategorikan untuk mengetahui status gizi subjek. Kategori status gizi berdasarkan IMT disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Kategori status gizi berdasarkan IMT
Kategori status gizi IMT
Sangat kurus <17 kg/m2 Underweight 17 -18.4 kg/m2 Normal 18.5-25 kg/m2 Overweight 25.1-27 kg/m2 Obese >27 kg/m2 Sumber: Kemenkes 2014 Asupan
Asupan makanan dan minuman subjek dalam satuan Ukuran Rumah Tangga (URT) dikonversikan ke dalam satuan gram dan diolah menggunakan softwere nutrisurvey. Kecukupan energi dan zat gizi subjek dihitung menggunakan Angka Kecukupan Gizi (AKG) menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) 2013 dengan koreksi BB aktual subjek. Subjek dengan status gizi kurang dan lebih menggunakan berat badan ideal. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi diperoleh dengan membandingkan konsumsi energi dan zat gizi dengan kecukupan energi dan zat gizi subjek.
Perhitungan-perhitungan tersebut menggunakan rumus sebagai berikut: BBi= (TB-100)-(10% x (TB-100))
Keterangan:
BBi : Berat badan ideal TB : Tinggi badan (Sumber : Almatsier 2004)
AKGi = (Ba/Bs) x AKGI Keterangan:
Ba : Berat badan aktual (kg)
Bs : Berat badan rata-rata yang tercantum pada tabel AKG
AKGI : Angka kecukupan lemak, vitamin A, B12, C, E, folat, Fe, dan Zn yang tercantum pada tabel AKG
AKGi : Kecukupan lemak, vitamin A, B12, C, E, folat, Fe, dan Zn dengan koreksi berat badan aktual
(Sumber : Hardinsyah & Briawan 1994)
19 Keterangan:
AKGi : Kecukupan lemak, vitamin A, B12, C, E, folat, Fe, dan Zn dengan koreksi berat badan aktual
TKGi : Tingkat kecukupan lemak, vitamin A, B12, C, E, folat, Fe, dan Zn Ki : konsumsi zat gizi i
(Sumber : Hardinsyah & Briawan 1994)
Tingkat kecukupan didapatkan dengan membandingkan konsumsi zat gizi dengan kecukupan zat gizi masing-masing subjek. Kecukupan zat gizi subjek dihitung mengunakan tabel AKG zat gizi tahun 2013 untuk laki-laki usia 30-49 tahun dengan penyesuaian menggunakan BB aktual subjek. Subjek dengan status gizi normal menggunakan BB aktual sedangkan untuk subjek dengan status gizi lebih dan kurus menggunakan berat badan ideal. Berdasarkan WKNPG (2013), AKG zat gizi laki-laki usia 30-49 tahun yaitu 73 g untuk lemak, 600 µg untuk vitamin A, 13 µg untuk Fe dan Zn, 90 mg untuk vitamin C, 15 mg untuk vitamin E, 400 µg untuk folat, dan 2.4 µg untuk vitamin B 12. Selanjutnya akan dilihat tingkat kecukupan lemak, vitamin (vitamin A, B12, C, E, folat), mineral (Fe dan Zn), dan serat dengan kategori yang ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4 Kategori tingkat kecukupan lemak, vitamin, mineral, dan serat
Kategori Nilai
Lemak (Hardinsyah dan Tambunan 2004)
Cukup 20-30% kecukupan energi
Lebih >30% kecukupan energi
Vitamin dan mineral (Gibson 2005)
Kurang <77% AKG Cukup = 77% AKG Serat (Perkeni 2011) Cukup ≥ 25 gram Kurang < 25 gram Aktifitas fisik
Aktivitas fisik subjek dihitung menggunakan PAL (Physical Activity Level). Aktivitas fisik adalah variabel utama setelah angka metabolisme basal dalam penghitungan pengeluaran energi (WHO 2004). PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. Nilai PAR (Physical Activity Rate) untuk berbagai jenis aktivitas dan tingkat aktivitas fisik menurut WHO (2003) tercantum dalam Lampiran 5. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
PAL = (PARi x Wi)
24 jam
Keterangan
PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)
PARi : Physical activity rate dari masing-masing aktivitas (jumlah energi yang dikeluarkan untuk tiap jenis aktivitas per jam)
Wi : Alokasi waktu tiap aktivitas (Sumber : WHO 2003)
Nilai PAL dari hasil perhitungan menggunakan nilai PAR kemudian ditentukan kategorinya berdasarkan WHO untuk mengetahui kategori aktivitas fisiknya termasuk ringan, sedang, atau berat. Kategori tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.
20
Tabel 5 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL
Kategori Nilai PAL
Ringan (sedentary lifestyle) 1.40-1.69
Sedang (active or moderately active lifestyle) 1.70-1.99
Berat (vigorous or vigorously active lifestyle) 2.00-2.40
TAC dan profil lipid
Hasil analisis serum TAC dan profil lipid selanjutnya ditentukan kategorinya. Pengkategorian TAC dilakukan menggunakan acuan dari Miller et al.
(1993), di mana kategori normal TAC berkisar antara 1.23-2.00 mmol/L. Kategori untuk profil lipid ditampilkan pada Tabel 6.
Tabel 6 Kategori profil lipid
Kategori Nilai TC (Watson et al. 1995) Normal ≤ 200 mg/dl Tinggi >200 mg/dl TG (Watson et al. 1995) Normal <150 mg/dl Tinggi ≥150 mg/dl HDL Normal ≥35 mg/dl Rendah < 35 mg/dl LDL ( Rifai et al. 1992) Normal < 130 mg/dl Tinggi ≥130 mg/dl Analisis data
Analisis statistik secara deskriptif dilakukan pada data IMT, usia mulai merokok, dan jenis rokok yang dihisap. Dilakukan uji beda paired sample t-test
untuk data konsumsi termasuk jumlah rokok subjek, tingkat kecukupan gizi subjek, serta PAL subjek sebelum dan selama intervensi. Perbedaan selisih TAC
(∆TAC) danprofil lipid (∆ TC, ∆ TG, ∆ LDL-C, ∆ HDL-C) subjek saat intervensi teh putih dan teh hijau dianalisis menggunakan independent sampel t-test. Pengolahan dan analisis data dilakukan menggunakan software Microsoft Excel
2007 dan SPSS 22.0 for Windows.