• Tidak ada hasil yang ditemukan

cinta yang ng maupun

DAFTAR GAMBAR

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.5 Potensi Pemanfaatan Limbah Cair Kelapa Sawit Sebagai Biogas

3.1.3 Metode Penelitian

Untuk mendapatkan biogas dan pupuk organik cair yang berasal dari limbah cair yang didekomposisikan secara anaerobik menggunakan biodigester sederhana perlu dilakukan beberapa tahapan proses, yaitu:

1. Perancangan, pembuatan dan pengisian biodigester sederhana

Komponen utama biodigester sederhana yang dirancang meliputi:

a. inlet yang berfungsi sebagai jalan masuk bagi bahan baru yang akan diproses menjadi biogas, dan outlet yang berfungsi sebagai jalan keluar untuk bahan yang telah diproses

b. digester yang berfungsi sebagai tempat pencernaan substrat oleh bakteri anaerobik dan kemudian diubah menjadi biogas

c. pipa penyaluran gas yang berfungsi untuk menyalurkan gas dari digester ke tempat penyimpanan gas

d. penampung gas yang berfungsi sebagai tempat untuk menyimpan gas yang dihasilkan dari digester sebelum digunakan sebagai sumber energi

Selanjutnya pembuatan biodigester sederhana menggunakan bahan baku plastik polyethylene berukuran panjang 13.5 m dan diameter 0.96 m yang dirangkap dua. Digester tersebut dilapisi oleh plastik biru untuk menghindari terjadinya kerusakan oleh benda-benda tajam. Pengikatan ujung plastik digester dengan pipa paralon PVC berdiameter 4 inchi menggunakan tali karet ban dan dilapisi kain bertujuan agar tidak terkena sinar matahari langsung sehingga ikatannya menjadi kurang kuat akibat pemelaran. Pemasangan sambungan pipa knee berdiameter 4 inchi pada inlet dan outlet digester perlu diperhatikan agar tidak ada kebocoran gas, dan pada inlet pipa harus dibuat dengan sistem leher angsa. Pada saluran keluarnya biogas dipasang pipa paralon PVC ½ inchi. Sambungan pipa T ½ inchi pada pipa penyaluran gas dipasang perangkap uap air. Selanjutnya pipa knee ½ inchi dipasang untuk menghubungkan saluran gas dari digester dengan tabung penampung gas, di mana juga dipasang ball valve PVC sebagai pembuka dan penutup gas yang keluar. Tabung penampung gas dibuat dari bahan plastik polyethylene. Dari tabung plastik disambungkan dengan tungku liat untuk memasak (Gambar 1).

Tahap selanjutnya adalah tahap pembibitan sebagai starter awal proses digesti. Limbah cair segar yang ditambahkan dalam digester umumnya memiliki kisaran pH 4.0-4.5 dengan suhu 42-47 oC. Karena bahan baku yang digunakan untuk menghasilkan biogas tersebut mengandung sedikit atau bahkan tidak mengandung bakteri metanogenik, maka perlu dilakukan pembibitan sebelum digester diaktifkan dengan menambahkan limbah yang berasal dari acid pond. Perbandingan awal substrat yang diisikan dalam digester adalah ± 4.2 m3 volume limbah yang berasal dari acid pond dan ± 2.8 m3 volume raw material.

Ketika digester mulai diaktifkan pertama kali, gas yang diproduksi harus dibuang karena gas tersebut dimungkinkan masih mengandung udara yang berasal dari tabung, pipa saluran, maupun tabung penyimpanan gas. Lamanya proses dekomposisi dan produksi biogas dipengaruhi oleh karakteristik bahan baku, pH, suhu, serta jumlah dan aktivitas mikroorganisme yang berperan. Pada penelitian ini lamanya proses dekomposisi bahan (waktu retensi) diperkirakan 65-75 hari yang ditandai dari stabilnya penurunan produksi biogas, sehingga jumlah penambahan limbah cair segar ke dalam digester setiap harinya adalah sebanyak 100-150 l. Pada digester tipe aliran kontinyu yang digunakan, substrat akan bergerak dari inlet menuju outlet selama waktu tertentu akibat terdorong bahan segar yang dimasukkan, setelah itu substrat akan keluar dengan sendirinya. Apabila terlalu banyak volume bahan yang dimasukkan (overload) akan mengakibatkan lama pengisian menjadi terlalu singkat sehingga bahan akan terdorong keluar sedangkan potensi biogas yang dapat diproduksi masih dalam jumlah yang cukup banyak.

Secara skematis pembuatan biodigester sederhana disajikan pada gambar berikut:

Kemudian sebagian effluent biodigester yang diperoleh diaerasikan menggunakan aerator untuk mensuplai oksigen ke dalam limbah tersebut untuk mendapatkan pupuk organik cair effluent biodigester yang diaerasikan.

2. Pengamatan lapang dan analisis laboratorium

Pengamatan yang dilakukan terhadap limbah cair yang terdigesti dan biogas yang dihasilkan secara periodik meliputi: suhu, pH, volume gas yang dihasilkan, serta uji kesetaraan energi sebagai bahan bakar. Adapun metode analisis laboratorium yang dilakukan disajikan pada Tabel 3 berikut:

Tabel 3. Metode Analisis Parameter Pengamatan

Parameter Metode Analisis

Sifat Kimia

pH pH meter

C organik Walkley and Black N total Kjeldahl

P, S total Spectrophotometer

K, Na Flamephotometer

Ca, Mg, Hara mikro AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer)

BOD BOD meter

COD Titrasi CH4 GC (Gas Chromatography)

EC EC meter

Eh Eh meter

Senyawa humat Ekstraksi dengan NaOH 0.5 N dan HCl 0.5 N Gugus fungsional* FTIR (Fourier Transform Infra Red)

Sifat Fisik

Suhu Thermometer Kadar air Gravimetrik

Total padatan Gravimetrik Volume biogas Volumetrik

Kesetaraan energi Uji bahan bakar (mendidihkan air)

Sifat Biologi

Koloni bakteri Cawan tuang Koloni selulolitik Cawan tuang

Koloni metanogen Kesetaraan % CH4 yang dihasilkan

Ket : (*) Gugus fungsional pada padatan limbah cair segar dan limbah cair terdigesti

Beberapa metode analisis diambil dari Alaerts dan Santika (1987); Anas (1989); Juo (1985); Stevenson (1994)

Berdasarkan hasil analisis awal, limbah cair pengolahan sawit segar (raw material) yang digunakan sebagai bahan baku untuk menghasilkan pupuk organik cair maupun biogas disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Karakteristik Limbah Cair Pengolahan Sawit Awal

Parameter Umum Limbah Cair Pengolahan Sawit

Kandungan Unsur lainnya

pH 4.43 Fosfor (ppm) 148.35

Minyak dan lemak (mg/l) 6890 Kalium (ppm) 1625.00

BOD (mg/l) 4000 Kalsium (ppm) 467.51

COD (mg/l) 31634 Magnesium (ppm) 485.41 Nitrogen total (mg/l) 6000 Belerang (ppm) 34.95 C organik (mg/l) 12500 Besi (ppm) 31.32 Total padatan (%) 5.21 Mangan (ppm) 1.59

Suhu (oC) 45 Tembaga (ppm) 0.25

Zinc (ppm) 5.11

Boron (ppm) 25.57 Natrium (ppm) 150.11

3.2 Penelitian II:

Aplikasi Pupuk Organik Cair dari Pemanfaatan Limbah Cair Pengolahan Kelapa Sawit pada Pertanaman Kangkung (Ipomoea reptans)

dan Caisin (Brassica parachinensis) 3.2.1 Tempat dan Waktu

Penelitian kedua ini dilaksanakan di Rumah Kasa Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan, sedangkan analisis hara tanah dan jaringan tanaman dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, IPB. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Januari - Mei 2009.

3.2.2 Bahan dan Alat

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah pupuk organik cair yang dihasilkan dari penelitian pertama (effluent biodigester dan effluent biodigester yang diaerasikan), pupuk organik cair dari limbah cair kelapa sawit yang diambil dari anaerobic pond dan aerobic pond PMKS-UKUI 2, serta dua pupuk organik cair yang beredar di pasaran, tanah sebagai media tanam, benih kangkung dan caisin, pupuk majemuk Phonska dan ZA, serta bahan-bahan kimia yang digunakan untuk analisis tanah dan jaringan tanaman.

3.2.3 Metode Penelitian

Tahap pengaplikasian pupuk organik cair yang dihasilkan dilakukan pada tanaman kangkung dan caisin karena kedua tanaman tersebut memiliki waktu panen yang relatif singkat, persyaratan tumbuh yang relatif mudah, tergolong

tanaman yang cukup responsif terhadap pemupukan, serta memiliki kandungan gizi tinggi. Aplikasi pupuk organik cair pada kedua jenis tanaman ini dalam polibag terdiri dari beberapa tahapan proses, yaitu:

1. Persiapan tanam dan pelaksanaan aplikasi pupuk organik cair

Pada tahap awal dilakukan persiapan media tanam berupa tanah sebanyak 2 kg BKM/polibag. Tanah yang digunakan diberi pupuk dasar Phonska sebanyak 1 gram/polibag yang kemudian diinkubasi selama satu minggu. Pada masing- masing pertanaman diberikan tujuh benih kangkung per polibag dan lima benih caisin per polibag. Selanjutnya pertanaman sayuran dilakukan di rumah kasa yang bertujuan untuk mengurangi pengaruh tapisan hujan secara langsung, juga agar pertanaman memiliki kelembaban yang cukup tinggi dengan intensitas cahaya yang cukup.

Terdapat enam jenis pupuk organik cair yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: empat jenis pupuk organik cair yang berasal dari limbah cair kelapa sawit terdekomposisi dan dua jenis pupuk organik cair pembanding yang beredar di pasaran. Keempat jenis pupuk organik cair sebelumnya dibedakan berdasarkan proses dekomposisinya, yaitu: effluent biodigester yang didekomposisikan secara anaerobik murni, effluent biodigester yang diaerasikan, limbah cair dari anaerobic pond yang didekomposisikan secara semi anaerobik-aerobik (aerobik pada lapisan teratas dan anaerobik pada sebagian besar lapisan bawah kolam pengendapan), serta limbah cair dari aerobic pond yang didekomposisikan secara semi aerobik- anaerobik (aerobik pada lapisan atas dan tengah dan anaerobik pada lapisan terbawah kolam pengendapan) (Gambar 3b dan 3c). Kolam pengendapan pada pengolahan limbah cair dengan sistem kolam terbuka sebenarnya didesign untuk mendekomposisikan limbah secara aerobik. Akan tetapi pada kolam pendinginan hingga anaerobik, beban organik, kandungan padatan, maupun kadar lemak dalam limbah masih tinggi, sehingga diperlukan beberapa tahapan kolam untuk menurunkan beban organik, kandungan padatan, maupun kadar lemak dalam limbah cair pada kolam berikutnya (kolam aerobik dan sedimentasi).

Gambar 3a. Pengolahan Limbah Cair secara Open Ponding System

Gambar 3b. Sketsa Sistem Pengolahan Limbah Cair Kolam Terbuka pada Anaerobic dan Aerobic Pond

(Ket: (*) endapan lumpur kolam anaerobik ± 1/4 volume total dan kolam

aerobik ± 1/10 volume total)

limbah cair Kolam II (Acidic Pond) (± 12000 m3) Kolam I (Cooling Pond) (± 12000 m3) Kolam IV (Anaerobic Pond) (± 35000 m3) Kolam III (Acidic Pond) (± 12000 m3) Kolam V (Anaerobic Pond) (± 35000 m3) Kolam VI (Secondary Pond) (± 22000 m3) Kolam VII (Aerobic Pond) (± 14000 m3) Kolam VIII (Sedimentary Pond) (± 1700 m3) endapan lumpur* kedalaman kolam semi aerobik-anaerobik

Gambar 3c. Sketsa Sistem Pengolahan Limbah Cair Biodigester

Dosis yang diberikan untuk masing-masing pupuk organik cair yang digunakan adalah l26 m3/ha (Sutarta et al., 2003) dengan pengenceran 100 kali, sedangkan dosis yang digunakan untuk pupuk anorganik terdiri dari tiga taraf, yaitu: 0 %, 50 % dan 100 % dari dosis penuh ZA yang diberikan, yaitu 2 gram/polibag (~ 200 ppm N). Pemberian pupuk organik cair dan pupuk anorganik dosis penuh (100 %) dilakukan sebanyak dua kali, yaitu masing-masing 63 ml dan 1 gram ZA pada awal pertanaman dan dua minggu setelah tanam (2 MST).

Berdasarkan hasil analisis awal, karakteristik pupuk organik cair dari limbah cair kelapa sawit yang diambil dari anaerobic pond dan aerobic pond PMKS-UKUI 2 (Lampiran 1), serta dua pupuk organik cair yang beredar di pasaran (diberi simbol pupuk cair A dan B) disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Karakteristik Cairan Pupuk Organik Cair yang Digunakan

Parameter Limbah Cair

Anaerobic Pond

Limbah Cair

Aerobic Pond Pupuk Cair A Pupuk Cair B

TS (%) 1.25 0.40 0.20 0.19 C org (%) 0.73 0.28 0.88 0.09 N tot (%) 0.12 0.09 0.22 0.04 P (ppm) 379.12 236.26 164.84 538.46 K (ppm) 601.20 350.70 1503.01 100.20 Ca (ppm) 40.85 27.15 13.23 28.94 Mg (ppm) 159.44 293.97 141.50 157.95 S (ppm) 5.83 15.05 10.68 6.80 Fe (ppm) 5.85 3.00 10.86 2.50 Cu (ppm) 0.20 0.25 1.23 0.15 Zn (ppm) 3.62 2.98 4.86 2.53 Mn (ppm) 0.35 0.40 1.79 0.15 Na (ppm) 140.10 105.07 395.28 70.05 EC (mS) 6.90 3.30 9.40 1.80 pH 8.72 8.77 7.92 7.70

Perawatan dan pengamatan terhadap pertanaman dilakukan secara periodik. Parameter tanaman yang diamati secara periodik adalah tinggi tanaman,

biogas

limbah cair 0.96 m

anaerobik murni CO2 & CH4

dan di akhir pemanenan dilakukan pengukuran bobot basah dan bobot kering tanaman. Analisis tanah dan jaringan tanaman yang dilakukan meliputi kandungan hara makro dan mikro. Masa panen tanaman kangkung dan caisin berkisar antara 30-35 hari setelah tanam.

2. Rancangan percobaan dan analisis data

Percobaan penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial. Faktor pertama adalah pupuk organik yang terdiri dari tujuh jenis pupuk organik cair dan faktor kedua adalah pupuk anorganik yang terdiri dari tiga taraf, sehingga terdapat 21 perlakuan kombinasi dan pada masing-masing perlakuan dilakukan 4 ulangan.

Model linier analisis data : yijk =μ+αij +(α*β)ijijk

dimana : yijk = Respon perlakuan I ke-i, perlakuan II ke-j dan ulangan ke-k μ = Nilai tengah perlakuan

i

α = Pengaruh perlakuan pupuk organik ke-i βj = Pengaruh perlakuan pupuk anorganik ke-j

ijk

ε = Galat perlakuan I ke-i, perlakuan II ke-j dan ulangan ke-k

Data semua parameter hasil pengamatan selanjutnya dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (ANOVA) dan uji Duncan’s pada taraf 5 % program SPSS 13.0 untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap tinggi dan bobot tanaman, serta tingkat serapan hara tanaman.

Dokumen terkait