• Tidak ada hasil yang ditemukan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009

Judul Tesis : Produksi Pupuk Organik Cair Berkualitas dari Pemanfaatan Limbah Cair Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit

Nama : Niken Rani Wandansari

NIM : A351060011

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Gunawan Djajakirana M.Sc Prof. Dr. Ir. Sudarsono M.Sc Ketua Anggota

Diketahui

a.n Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Tanah

Ketua Departemen ITSL

Dr. Ir. Kukuh Murtilaksono M.Si Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro M.Si

p

Segena

dan pimpin

kesempatan

(PMKS UK

dalam rangk

Penuli

karyawan P

penulis di la

ap terima k

nan PT. A

n bagi penu

KUI-2) maup

ka penyelesa

lis juga me

PMKS-UK

apangan.

kasih penuli

ASIAN AG

lis untuk m

upun bantua

aian tugas ak

engucapkan

KUI 2, Riau

lis sampaika

GRI - Peka

melakukan p

an berupa bia

khir.

terima ka

u atas kerj

an kepada s

kanbaru yan

penelitian d

aya peneliti

kasih kepada

ja sama dan

seluruh jajar

ng telah m

di PT. ASIA

ian selama d

da seluruh

n bantuann

ran direksi

memberikan

AN AGRI

di lapangan

staff dan

nya selama

Terima kasi

senantiasa m

ihku tak aka

memberikan

esok), jug

kan pernah cu

kasih sayan

ga dana (teru

ukup kepada

ng, semangat

utama setela

da Ibu dan de

t dan doa (d

lah Bapak ga

dek Cethi terc

dulu, sekaran

a ada....)

cinta yang

ng maupun

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia- Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.

Penulis menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasih yang sebesar- besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan baik moril maupun materiil selama penelitian dan penyusunan tesis ini, terutama kepada Dr. Ir. Gunawan Djajakirana, M.Sc dan Prof. Dr. Ir. Sudarsono M.Sc selaku komisi pembimbing yang telah membimbing dan membantu penulis baik dalam proses penelitian maupun penyusunan tesis. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Basuki Sumawinata M.Agr selaku penguji luar komisi pembimbing pada ujian tesis yang telah memberikan saran dan kritik dalam penyempurnaan penyusunan karya ilmiah ini.

Segenap terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh jajaran direksi PT. ASIAN AGRI-Pekanbaru yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk melakukan penelitian di PT. ASIAN AGRI maupun bantuan biaya penelitian selama di lapangan. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staff dan karyawan PMKS-UKUI 2, Riau atas kerja sama dan bantuannya selama penulis di lapangan.

Penulis berterima kasih dan sangat terbantu atas kerja sama dari para laboran: pak Sarjito, pak Sukoyo, serta laboran lainnya, rekan-rekan penulis: Nia, Ninda, adik-adik mineral angkt. 41 dan 42. Selain itu juga kepada pihak-pihak lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu.

Akhirnya penulis ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada ibu dan adik tercinta yang senantiasa memberikan kasih sayang, semangat dan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Karenanya karya kecil ini penulis persembahkan untuk kalian, dan semoga dapat bermanfaat tak hanya bagi penulis, namun juga bagi pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2009

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lumajang, Jawa Timur pada tanggal 12 April 1983. Lahir sebagai putri pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Seno (alm.) dan Ibu S. Yani Fatimah.

Tahun 2001 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Lumajang dan pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) pada Program Studi Ilmu Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian. Selanjutnya kesempatan untuk melanjutkan ke program magister pada program studi dan perguruan tinggi yang sama diperoleh pada tahun 2006 dengan biaya mandiri.

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... xiii DAFTAR GAMBAR ... xiv I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1 1.2. Tujuan ... 3 1.3. Hipotesis ... 3 II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peranan Bahan Organik Tanah ... 4 2.2 Dekomposisi Bahan Organik Tanah ... 6 2.3 Limbah Cair Kelapa Sawit ... 8 2.4 Potensi Pemanfaatan Limbah Cair Kelapa Sawit Sebagai Pupuk

Organik ... 9 2.5 Potensi Pemanfaatan Limbah Cair Kelapa Sawit Sebagai Biogas ... 11 III. METODOLOGI

3.1 Penelitian I ... 13 3.1.1 Tempat dan Waktu ... 13 3.1.2 Bahan dan Alat ... 13 3.1.3 Metode Penelitian ... 14 3.2 Penelitian II ... 19 3.2.1 Tempat dan Waktu ... 19 3.2.2 Bahan dan Alat ... 19 3.2.3 Metode Penelitian ... 19 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penelitian I ... 24 4.1.1 Karakteristik Effluent Biodigester Sederhana ... 24 4.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dekomposisi Anaerobik

dan Terbentuknya Biogas ... 26 4.1.3 Produksi Biogas ... 30

4.2 Penelitian II ... 32 4.2.1 Pengaruh Aplikasi Pupuk Organik Cair pada Tanaman

Kangkung dan Caisin ... 32 V. KESIMPULAN UMUM ... 41 VI. DAFTAR PUSTAKA ... 42 LAMPIRAN ... 44

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman Teks

1. Fraksionasi Senyawa Humat Berdasarkan Kelarutannya dalam Asam dan

Alkali ... 5 2. Komponen Kimia Limbah Cair Pengolahan Sawit Sebelum dan Setelah

Pengolahan Biologis ... 10 3. Metode Analisis Parameter Pengamatan ... 18 4. Karakteristik Limbah Cair Pengolahan Sawit Awal ... 19 5. Karakteristik Cairan Pupuk Organik Cair yang Digunakan ... 22 6. Karakteristik Cairan Effluent Biodigester Sederhana ... 24 7. Pengaruh Pupuk Organik Cair terhadap Tinggi dan Bobot Tanaman

Kangkung dan Caisin pada Taraf Pemberian Pupuk Anorganik 0 % ... 33 8. Pengaruh Pupuk Organik Cair terhadap Tinggi dan Bobot Tanaman

Kangkung dan Caisin pada Taraf Pemberian Pupuk Anorganik 50 % ... 34 9. Pengaruh Pupuk Organik Cair terhadap Tinggi dan Bobot Tanaman

Kangkung dan Caisin pada Taraf Pemberian Pupuk Anorganik 100 % ... 34 10. Pengaruh Aplikasi Pupuk Organik Cair terhadap Serapan Hara Tanaman

pada Tanaman Kangkung ... 37 11. Pengaruh Aplikasi Pupuk Organik Cair terhadap Serapan Hara Tanaman

pada Tanaman Caisin ... 38 12. Pengaruh Aplikasi Pupuk Organik Cair terhadap Kandungan Hara Tanah

pada Tanaman Kangkung ... 39 13. Pengaruh Aplikasi Pupuk Organik Cair terhadap Kandungan Hara Tanah

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Teks

1. Rancang Bangun Pembuatan Biodigester Sederhana ... 15 2. Skema Pembuatan Biodigester Sederhana ... 17 3a. Pengolahan Limbah Cair secara Open Ponding System ... 21 3b. Sketsa Sistem Pengolahan Limbah Cair Kolam Terbuka pada Anerobic

dan Aerobic Pond ... 21 3c. Sketsa Sistem Pengolahan Limbah Cair Biodigester ... 22 4. Grafik Fluktuasi Suhu Digester ... 27 5. Grafik Fluktuasi pH Digester ... 28 6. Grafik Persentase Penurunan Total Padatan ... 29 7. Grafik Fluktuasi Bakteri Metanogen (≈ % CH4) ... 30 8. Grafik Produksi Biogas Selama 2 Minggu ... 31

Lampiran

1. Gambar Pengolahan Limbah Cair secara Open Ponding System ... 45 2. Gambar Pengolahan Limbah Cair dengan Biodigester Sederhana ... 46 3. Gambar Analisis FTIR Limbah Cair Awal ... 47 4. Gambar Analisis FTIR Limbah Cair Terdigesti ... 48 5a. Gambar Tinggi Tanaman Kangkung pada Berbagai Pupuk Organik Cair

dengan Taraf Pemberian Pupuk Anorganik 0 % ... 49 5b. Gambar Tinggi Tanaman Kangkung pada Berbagai Pupuk Organik Cair

dengan Taraf Pemberian Pupuk Anorganik 50 % ... 49 5c. Gambar Tinggi Tanaman Kangkung pada Berbagai Pupuk Organik Cair

dengan Taraf Pemberian Pupuk Anorganik 100 % ... 50 6a. Gambar Tinggi Tanaman Caisin pada Berbagai Pupuk Organik Cair

dengan Taraf Pemberian Pupuk Anorganik 0 % ... 50 6b. Gambar Tinggi Tanaman Caisin pada Berbagai Pupuk Organik Cair

dengan Taraf Pemberian Pupuk Anorganik 50 % ... 51 6c. Gambar Tinggi Tanaman Caisin pada Berbagai Pupuk Organik Cair

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam rangka meningkatkan pendayagunaan tanah secara optimum sebagai salah satu usaha pembangunan pertanian berkelanjutan yang bertujuan mencapai produksi maksimum dan stabil, maka diperlukan usaha-usaha untuk memperbaiki sifat-sifat tanah (baik sifat fisik, kimia, dan biologi tanah) maupun untuk mempertahankan dan meningkatkan kandungan bahan organik tanah. Bahan organik tanah merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang sangat penting bagi ekosistem tanah maupun terhadap perbaikan lingkungan pertumbuhan tanaman, terutama sebagai sumber dan pengikat hara, serta sebagai substrat bagi mikroorganisme tanah.

Bahan organik tanah yang telah terdekomposisi dan secara mikroskopis tidak memiliki sel tumbuhan dikenal dengan humus. Bagian terbesar dari humus adalah senyawa humat. Senyawa tersebut memiliki peranan yang sangat penting di bidang pertanian, yakni bersama dengan fraksi liat terlibat dalam sejumlah aktivitas kimia dalam tanah dan dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, baik secara langsung maupun tak langsung. Secara tidak langsung, senyawa humat mampu memperbaiki kesuburan tanah dengan memperbaiki kondisi fisik, kimia dan biologi tanah. Secara langsung, senyawa tersebut dapat merangsang pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya terhadap metabolisme dan sejumlah proses fisiologi lainnya (Stevenson dan Cole, 1999).

Kegiatan pertanian dan perkebunan yang diusahakan secara terus-menerus yang diiringi dengan penggunaan pupuk anorganik tanpa diimbangi usaha pengembalian bahan organik ke dalam tanah, dapat mengakibatkan penurunan kandungan bahan organik tanah dengan cepat, sehingga produktivitas tanahnya menjadi semakin rendah. Oleh karena itu sangat penting artinya menambahkan bahan organik ke dalam tanah, baik melalui pengembalian sisa panen maupun pemberian pupuk organik berupa kompos matang atau “pupuk organik siap guna” yang beredar di pasaran. Pemberian pupuk organik ini selain dapat memperbaiki dan mempertahankan cadangan total bahan organik tanah, serta memperbaiki

sifat-sifat tanah, juga sebagai penyeimbang penggunaan pupuk anorganik dan mengurangi dampak negatifnya terhadap tanah.

Di sisi lain, seiring dengan terus meningkatnya luasan areal perkebunan kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) yang diiringi dengan peningkatan jumlah pabrik pengolahan kelapa sawit (PPKS) selama beberapa tahun terakhir ini, mendorong peningkatan total produksi minyak sawit mentah yang cukup signifikan. Saat ini diprediksi lebih dari 420 unit PPKS yang beroperasi dengan rata-rata kapasitas olah 30-60 ton tandan buah segar (TBS) per jam dihasilkan sekitar 42 juta ton limbah cair, di mana setiap ton CPO (Crude Palm Oil) yang diproduksi akan menghasilkan 2.5 ton limbah cair.

Selama ini untuk memenuhi standar lingkungan agar limbah tersebut dapat dialirkan ke perairan bebas, proses pengolahan yang biasa dilakukan antara lain: (1) Open Ponding Systems, yaitu pengolahan limbah secara biologi konvensional yang berbasis pada proses dekomposisi anaerobik dan aerobik oleh mikroorganisme tertentu untuk merombak polutan organik dalam beberapa kolam pengendapan dan pemisahan limbah, dan (2) mendekomposisikan limbah cair secara anaerobik murni dalam biodigester (Lubis et al., 2004; Yeoh, 2004). Akan tetapi berdasarkan hasil analisis kimia yang diperoleh dalam limbah sebelum dan sesudah pengolahan secara biologis (Satyoso et al., 2005), diketahui bahwa limbah cair tersebut memiliki kandungan hara N, P, K dan Mg yang cukup tinggi sehingga berpotensi untuk digunakan sebagai pupuk organik, dan masih belum termanfaatkan secara optimal saat ini. Hara-hara tersebut merupakan hara makro yang sangat dibutuhkan tanaman kelapa sawit untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksi buah sawit, mengingat bahwa 1 ton TBS yang dihasilkan setara dengan 6.3 kg urea, 2.1 kg TSP, 7.3 kg MOP, dan 4.9 kg Kieserit (Poeloengan et al., 2003). Selain itu, limbah yang dihasilkan tidak saja mengandung senyawa anorganik, seperti P, Ca, Mg, Na, Mn, Fe, Cu dan Zn, namun juga mengandung senyawa organik yang cukup tinggi, seperti asam lemak dan asam amino.

Oleh karena itu, perlu dilakukan studi lebih lanjut untuk mengetahui seberapa besar potensi dan bagaimana kualitas limbah cair terdekomposisi tersebut untuk dimanfaatkan sebagai pupuk organik maupun sebagai sumber bahan organik tanah. Kualitas pupuk organik yang dihasilkan ditentukan dari

kandungan hara maupun kandungan senyawa humat dalam pupuk organik tersebut, serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman maupun kandungan hara dalam tanah dibandingkan dengan pengaruh hasil aplikasi pupuk anorganik yang digunakan maupun pupuk organik yang beredar di pasaran.

Pemanfaatan limbah cair sebagai pupuk organik bagi tanaman maupun sumber bahan organik tanah dipandang sebagai salah satu alternatif penanganan limbah menuju produksi minyak sawit yang bersih, sekaligus mengurangi biaya pengolahan limbah dan menghemat biaya pemupukan.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik pupuk organik cair yang berasal dari limbah cair pengolahan kelapa sawit dengan membandingkan perbedaan proses dekomposisinya, terutama terhadap kandungan hara dan senyawa humat dalam pupuk tersebut. Penelitian ini juga untuk mengetahui pengaruh aplikasi pupuk organik cair yang dihasilkan terhadap pertumbuhan tanaman maupun kandungan hara dalam tanah dibandingkan dengan aplikasi pupuk anorganik yang digunakan maupun pupuk organik cair yang beredar di pasaran.

1.3 Hipotesis

Perbedaan proses dekomposisi limbah cair pengolahan kelapa sawit dapat mempengaruhi karakteristik pupuk organik cair yang dihasilkan. Akan tetapi secara umum diduga terjadi peningkatan konsentrasi hara dalam limbah cair yang telah terdekomposisi tersebut dibandingkan dengan limbah cair segar. Aplikasi pupuk organik cair yang berasal dari limbah cair terdekomposisi dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman dan memperbaiki sifat tanah, serta mampu mengurangi penggunaan pupuk anorganik.

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peranan Bahan Organik Tanah

Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem kompleks dan dinamis, baik yang bersumber dari sisa tanaman dan binatang yang terdapat di dalam tanah yang terus-menerus mengalami perubahan bentuk karena dipengaruhi oleh faktor biologi, fisik, dan kimia. Bahan organik tanah merupakan salah satu komponen penyusun tanah yang sangat penting bagi ekosistem tanah maupun terhadap perbaikan lingkungan pertumbuhan tanaman, terutama sebagai sumber (source) dan pengikat (sink) hara, serta sebagai substrat bagi mikroorganisme tanah. Menurut Stevenson (1994), peranan bahan organik tanah antara lain:

1. berpengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap ketersediaan hara. Bahan organik secara langsung merupakan sumber hara N, P, S, serta hara mikro. Secara tidak langsung bahan organik membebaskan hara P yang terfiksasi secara biologi maupun kimia, mengkhelat hara mikro sehingga tidak mudah hilang dari zona perakaran, serta menyediakan sumber energi bagi mikroorganisme penambat N2

2. membentuk dan memantapkan agregat tanah sehingga aerasi, permeabilitas dan infiltrasi tanah menjadi lebih baik, serta daya tahan tanah terhadap erosi lebih meningkat

3. menggemburkan tanah

4. meningkatkan retensi air yang dibutuhkan bagi pertumbuhan tanaman 5. meningkatkan retensi hara melalui peningkatan muatan dalam tanah

6. mengimobilisasi senyawa antropogenik dan logam berat yang masuk ke dalam tanah

7. meningkatkan kapasitas sangga tanah 8. meningkatkan suhu tanah

9. mensuplai energi bagi organisme tanah

10.meningkatkan organisme saprofit dan menekan organisme parasit bagi tanaman

Stevenson dan Cole (1999) menyebutkan pool bahan organik tanah di antaranya: (1) serasah, yaitu bahan makroorganik yang terletak di atas tanah, (2) fraksi ringan (light fraction), yaitu sisa tumbuhan atau hasil dekomposisi sebagian sisa tumbuhan yang terdapat di dalam tanah, (3) biomassa mikroorganisme, (4) biomassa fauna tanah, (5) senyawa organik terlarut dalam larutan tanah, (6) enzim tanah, serta (7) humus stabil (stable humus), yaitu sisa-sisa jaringan tumbuhan dan hewan yang terhumifikasi dan menjadi stabil akibat aktivitas mikroorganisme dan perubahan kimia, maupun yang berasosiasi dengan komponen anorganik tanah.

Secara umum bahan organik tanah terdiri dari dua komponen utama, yaitu senyawa non humat dan senyawa humat. Bentuk senyawa pertama dikelaskan dalam senyawa organik yang meliputi karbohidrat, lemak, zat lilin, lignin dan protein. Sedangkan bentuk berikutnya meliputi sebagian besar fraksi humus yang dipercaya merupakan hasil polimerisasi oksidasi dari senyawa-senyawa fenol, lignin dan protein dari jaringan tanaman serta metabolisme dari biota tanah. Bentuk persenyawaan ini terdiri dari berbagai macam highly acidic, yang berwarna kuning hingga agak hitam, dan polielektrolit yang memiliki bobot molekul tinggi, seperti asam humat, asam fulvat, dan lain-lain.

Berdasarkan penelitian, secara kimia asam humat, asam fulvat dan humin memiliki komposisi yang hampir sama, tetapi berbeda dalam bobot molekul dan kandungan gugus fungsionalnya. Asam humat biasanya kaya akan karbon yang berkisar antara 41-57 %, memiliki kandungan oksigen yang lebih rendah dan kandungan hidrogen dan nitrogen yang lebih tinggi daripada asam fulvat. Selain itu, asam humat memiliki kemasaman total (400-870 meq/100g) dan jumlah gugus COOH yang lebih rendah dibandingkan asam fulvat (900-1400 meq/100g). Fraksionasi senyawa humat dapat dilakukan berdasarkan kelarutan bahan-bahan tersebut dalam asam dan alkali, seperti tabel berikut:

Tabel 1. Fraksionasi Senyawa Humat Berdasarkan Kelarutannya dalam Asam dan Alkali

Fraksi Alkali Asam Alkohol

Asam fulvat larut larut -

Asam humat larut tidak larut tidak larut Asam himatomelanik larut tidak larut larut Humin tidak larut tidak larut tidak larut

Senyawa humat mempunyai peranan yang sangat menguntungkan di bidang pertanian. Bersama dengan fraksi primer tanah, senyawa tersebut bertanggung jawab atas sejumlah aktivitas kimia dalam tanah. Senyawa humat terlibat dalam reaksi kompleks dan dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman, baik secara langsung maupun tak langsung. Secara langsung, senyawa humat dapat merangsang pertumbuhan tanaman melalui pengaruhnya terhadap metabolisme dan sejumlah proses fisiologi tanaman. Asam humat mempengaruhi pertumbuhan tanaman melalui peningkatan permeabilitas sel, sebagai pembawa nutrien ke membran sel, mempengaruhi produksi m-RNA, dan sintesis enzim, atau melalui aksi hormon pertumbuhan maupun sebagai regulator pertumbuhan tanaman. Sedangkan secara tak langsung, senyawa humat mampu memperbaiki kesuburan tanah dengan memperbaiki kondisi fisik, kimia dan biologi tanah, seperti melalui perbaikan agregat, aerasi dan kemampuan menahan air, meningkatkan KTK tanah, serta terlibat dalam ikatan kompleks liat-metal-humus melalui pertukaran ion, jerapan permukaan, khelat maupun reaksi kompleks koagulasi dan peptisasi (Stevenson dan Cole, 1999).

2.2 Dekomposisi Bahan Organik Tanah

Kandungan bahan organik di dalam tanah dipengaruhi oleh iklim, vegetasi, topografi, bahan induk dan waktu, serta pola pertanaman. Bahan organik tanah berada pada kondisi yang dinamis dan ditentukan oleh keseimbangan antara laju penambahan dan laju dekomposisinya. Stevenson (1994) menyajikan proses dekomposisi bahan organik sebagai berikut:

1. fase perombakan bahan organik segar dengan merubah ukuran bahan menjadi lebih kecil

2. fase perombakan lanjutan yang melibatkan enzim mikroorganisme tanah. Fase ini dibagi lagi menjadi beberapa tahapan, yaitu:

a. tahap awal: dicirikan dengan kehilangan secara cepat bahan-bahan yang mudah terdekomposisi akibat pemanfaatan bahan organik sebagai sumber karbon dan energi oleh mikroorganisme tanah, terutama bakteri

b. tahap kedua: dicirikan dengan terbentuknya senyawa organik sebagai produk intermediet dan biomassa baru sel organisme

c. tahap akhir: dicirikan dengan terjadinya dekomposisi secara berangsur bagian jaringan tanaman atau hewan yang lebih resisten, dan peran fungi dan aktinomicetes pada tahap ini lebih dominan

3. fase perombakan dan sintesis ulang senyawa-senyawa organik (humifikasi) membentuk humus

Proses dekomposisi bahan organik secara umum terbagi menjadi dua sistem, yaitu dekomposisi aerobik dan dekomposisi anaerobik. Dekomposisi aerobik merupakan proses dekomposisi bahan organik yang melibatkan adanya O2 bebas, dengan hasil akhir utama proses tersebut adalah H2O, CO2, unsur hara, dan energi. Reaksi-reaksi yang terjadi pada pengomposan aerobik di antaranya: a. gula sederhana (CH2O)x + x O2 → x CO2 + x H2O + energi

b. protein (N-organik) → NH4+ → NO2- → NO3- + energi c. S-organik + x O2 → SO42- + energi

d. P-organik, fitin, lesitin → H3PO4 → Ca(HPO4)

Mikroorganisme yang terlibat dalam dekomposisi aerobik di antaranya fungi, bakteri dan aktinomicetes. Fungi sangat respon terhadap aerasi yang baik selama proses dekomposisi dan dapat tumbuh cepat dalam keadaan aerobik. Metabolisme fungi lebih efisien dibandingkan dengan bakteri. Mikroorganisme tersebut juga lebih banyak menggunakan karbon dan nitrogen, namun menghasilkan lebih sedikit CO2 dan ammonium dibandingkan dengan bakteri. Kurang lebih 50 % bahan organik yang dilapuk oleh fungi digunakan untuk membentuk sel tubuhnya, sedangkan bakteri hanya mampu mengasimilasi 5-10 % C melalui proses metabolismenya. Respon aktinomicetes terhadap dekomposisi bahan organik kurang efektif dibandingkan kedua mikroorganisme sebelumnya. Pada dekomposisi tersebut bila aerasi dan kelembaban bahan organik cukup baik, maka metabolisme dari beberapa mikroorganisme menjadi meningkat.

Sedangkan dekomposisi anaerobik merupakan proses dekomposisi bahan organik tanpa O2 bebas, dengan hasil utamanya adalah CH4, CO2, dan sejumlah hasil antara. Bahan organik yang memiliki BOD (Biological Oxygen Demand) dan COD (Chemical Oxygen Demand) yang tinggi, serta berada dalam kapasitas yang sangat besar lebih efektif apabila didekomposisikan secara anaerobik. Secara garis besar mekanisme dekomposisi ini terdiri dari tiga tahapan proses penting, di mana

masing-masing tahapan didominasi oleh jenis bakteri pengurai yang berbeda, yaitu:

a. tahap pertama merupakan tahap pemecahan polimer menjadi bentuk lebih sederhana secara enzimatik oleh enzim ekstraselular (selulose, amilase, protease, dan lipase) melalui proses hidrolisis dan fermentasi. Kelompok mikroorganisme fakultatif berperan dalam pemecahan substrat organik dengan memutuskan rantai panjang karbohidrat kompleks, protein, dan lipid menjadi senyawa rantai pendek agar lebih mudah larut dan dapat dijadikan sebagai substrat bagi mikroorganisme berikutnya

b. tahap kedua merupakan tahap produksi asam melalui proses asetogenesis dan dehidrogenasi. Bakteri yang berperan pada tahap ini merupakan bakteri anaerobik yang dapat tumbuh dan berkembang pada keadaan asam, seperti Clostridium, Syntrobacter wolinii dan Syntrophomonas wolfei (Sim, 2005). Bakteri tersebut menghasilkan asam dengan mengubah senyawa rantai pendek hasil proses tahap hidrolisis menjadi asam-asam organik (asam asetat, propionat, laktat, formiat, butirat atau suksinat), alkohol dan keton (metanol, etanol, gliserol dan aseton), hidrogen (H2), dan karbon dioksida

c. tahap ketiga merupakan tahap pembentukan gas metana melalui proses metanogenesis. Pada tahapan ini bakteri metanogenik, seperti Methanococcus, Methanosarcina, Methanobacillus, dan Methanobacterium, merombak H2, CO2,dan asam asetat membentuk gas metana dan CO2

Untuk memperoleh efisiensi perombakan yang tinggi, maka kondisi optimum yang mendukung kehidupan mikroorganisme yang terlibat pada kedua proses dekomposisi tersebut perlu diperhatikan. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam sistem perombakan antara lain: karakteristik bahan baku, rasio C/N, suhu, pH, Eh, ketersediaan unsur hara, dan efek racun.

2.3 Limbah Cair Kelapa Sawit

Untuk mendapatkan minyak dari tandan buah segar (TBS) kelapa sawit, dilakukan proses fisik melalui berbagai tahapan proses seperti perebusan, pembantingan, pengepresan, klarifikasi, pemurnian, dan pemecahan biji. Selama proses pengolahan tersebut, air merupakan salah satu material yang sangat

penting, di mana kebutuhan air untuk pengolahan setiap ton TBS diperkirakan

Dokumen terkait