• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I : PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian yang bersifat deskriptif analisis, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan atau mengambarkan dan menganalisis data yang diperoleh secara sistematis, faktual dan akurat tentang penerapan asas kepentingan terbaik bagi anak (The best interest of the child) dalam upaya menjauhkan anak dari penjara (Studi di kota Medan).

Dalam penelitian ini digunakan metode penelitian yuridis-normatif dan dilengkapi dengan pendekatan yuridis-empiris. Pendekatan perundang-undangan

48 Ibid hal.70

49 Ibid

merupakan pendekatan utama dalam penelitian ini, karena yang menjadi pusat perhatian utama dalam penelitian ini.

2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder, namun penelitian ini menitikberatkan pada data sekunder, sedangkan data primer lebih bersikap menunjang. Sumber data yang digunakan terdiri dari sumber primer dan sumber sekunder. Untuk data sekunder berpusat pada undang-undang yang berlaku di Indonesia. Adapun sumber data sekunder yang digunakan berupa dokumen atau risalah perundang-undangan, Konvensi Hak-Hak Anak, Undang-Undang No.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak, UU No.23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, Undang-Undang No.39 Tahun 1999 Tentang HAM, Rancangan Undang-Undang Sistem Peradilan Anak, Pendapat para ahli hukum, hasil penelitian dan kegiatan ilmiah lainnya. Untuk data empiris digunakan data primer dari penelitian di Pengadilan Negeri Medan (PN Medan), Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas II-A Medan, Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II-B Medan dan Balai Pemasyarakatan Klas I Medan.

3. Metode Pengumpulan Data

Mengingat Penelitian ini memusatkan perhatian pada data sekunder, maka pengumpulan data terutama ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan dan studi dokumen. Namun disamping itu juga dilengkapi dengan studi lapangan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Klas II-A Medan dan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Klas II-B yang semuanya dilakukan dengan mencari

informasi dan observasi, sedangakan di PN Medan dilakukan, Pengambilan/pengumpulan data melalui buku registrasi perkara pidana biasa dan untuk data kepegawaian dengan informan kepada Kepala Sub.Bagian Kepegawaian, sedangkan pada Balai Pemasyarakatan Klas I Medan, untuk mendapatkan informasi dilakukan kepada Kasie Bimbingan Kemasyarakatan Klien Anak dan Pembimbing Kemasyarakatan Klien Anak (sebagai informan) yang lebih mengetahui kondisi anak (ABH) dari tingkat penyidikan, melakukan penelitian, melakukan mediasi, hingga pendampingan anak (ABH) dipersidangan, seterusnya melakukan bimbibingan di LAPAS.

Alasan pemilihan lokasi penelitian ke PN Medan, LAPAS Anak Medan, LAPAS Wanita Medan dan BAPAS Klas I Medan untuk mendapatkan data dan informasi, karena berkaitan langsung dalam penanganan anak (ABH) sehingga diharapkan penelitian ini menjadi efektif, efisien dan akurat.

a. Wawancara adalah cara untuk memperoleh data dengan mengajukan pertanyaan secara lansung kepada imporman yaitu Kasie Bimbingan Klien Anak pada Balai Pemasyarakatan Klas I Medan dan pada Pembimbing Kemasyarakatan (PK) sedangkan di Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan, sebagai imporman adalah Kasie Binadik, Kasubsie Bimbingan Kemasyarakatan dan Pelayanan, Kasubsie Registrasi, Kasubsie Bimbignan Kerja dan Kepala Sub Bagian Tata Usaha, sedangkan di Lembaga Pemasyarakatan Wanita Medan, hanya untuk mendapatkan data dan imformasi tentang keberadaan anak didik pemasyarakatan khusus wanita, pengambilan data dilakukan pada bidang registrasi.

b. Observasi adalah cara untuk memperoleh data dan informasi dengan pengamatan langsung untuk mengetahui gambaran/kondisi anak (anak didik pemasyarakatan) yang berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak Medan dan Lembaga Pemasyarakatan Wanita Medan.

4. Penyajian data dan Analisa

Data yang diperoleh disajikan secara kualitatif, penganalisaan data tersebut dilakukan secara kualitatif dengan melakukan analisa deskriftif. Penganalisaan deskriftif ini pun bertitik tolak dari analisa yuridis-normatif yang untuk pendalamannya dikaitkan atau dilengkapi dengan analisa yuridis-empiris.

BAB II

PENGATURAN KONSEP

ASAS KEPENTINGAN TERBAIK BAGI ANAK (THE BEST INTREST OF THE CHILD) DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

A. Asas Hukum dan Norma Hukum 1. Asas Hukum

Asas Hukum adalah aturan dasar dan prinsip-prinsip hukum yang abstrak dan pada umumnya melatarbelakangi peraturan konkret dan pelaksanaan hukum. Dalam bahasa Inggris, kata ”asas” dipormatkan sebagai

”principle” sedangkan dalam kamus besar bahasa Indonesia ada tiga pengertian kata ”asas” : 1) hukum dasar, 2) dasar (sesuatu yang menjadi tumpuan berfikir atau berpendapat) dan 3) dasar cita-cita, peraturan konkret (seperti Undang Undang) tidak boleh bertentangan dengan dasar hukum, demikian pula dalam putusan hakim, pelaksanaan hukum, dan sistem hukum.

2. Norma Hukum

Norma adalah pencerminan dari kehendak masyarakat. Kehendak mayarakat untuk mengarahkan tingkah laku anggota masyarakat dilakukan dengan membuat pilihan antara tingkah laku yang disetujui dan yang tidak disetujui. Pilihan itulah yang kemudian akan menjadi norma dalam masyarakat. Karena itulah, norma hukum merupakan persyaratan dari tumbuh dan munculnya penilaian-penilaian yang ada dalam masyarakat.

Selain mengandung penilaian, norma hukum juga mengandung nalar tertentu. Nalar tersebut terletak pada penilaian yang dilakukan masyarakat terhadap tingkah laku dan perbuatan orang – orang dalam masyarakat.

Sehingga hukum yang mengandung nalar, dapat membentuk masyarakat menurut suatu pola tertentu yang dikendakinya. Dari Penjelasan diatas dapat disimpulkan norma hukum mengandung dua unsur, yaitu :

a. Patokan Penilaian

Hukum digunakan untuk menilai kehidupan masyarakat, yaitu dengan menyatakan apa yang dianggap baik dan buruk. Penilaian inilah yang kemudian akan melahirkan petunjuk tentang tingkah laku masyarakat.

b. Patokan tingkah laku

Pandangan tingkah laku ini lahir bila hukum dipandang sebagai perintah, yaitu ketika masyarakat bertingkah laku sesuai dengan yang diperintahkan oleh hukum.

Ada beberapa perbedaan mendasar antara asas dan norma, yaitu :

1. Asas merupakan dasar pemikiran yang umum dan abstrak, sedangkan norma merupakan peraturan yang riil.

2. Asas adalah suatu ide atau konsep, sedangkan norma adalah penjabaran dari ide tersebut.

3. Asas hukum tidak mempunyai sanksi sedangkan norma mempunyai sanksi.

Tentu saja keduanya berbeda, karena asas hukum adalah merupakan latar belakang dari adanya suatu hukum konkrit, sedangkan norma adalah hukum konkrit itu sendiri. Atau bisa juga dikatakan bahwa asas adalah asal mula dari adanya suatu norma. Salah satu contohnya adalah asas Miranda Rule yang menjadi latar belakang lahirnya pasal 56 ayat (1) KUHAP, Pasal 54 KUHAP, Pasal 55 dan 114 KUHAP. Ketentuan pasal-pasal tersebut setelah menjadi ketentuan Undang-undang yang sah telah berubah dari asas Miranda Rule yang abstrak, menjadi norma hukum sebagai peraturan yang riil berlaku di Indonesia. 50

B. Sejarah Singkat Hak Anak

The Best Intrest Of The child yang ada pada KHA, menjadi latar belakang lahirnya antara lain : Pasal 16 UUPA, Pasal 17 UUPA, Pasal 59 UUPA, Pasal 64 UUPA, Pasal 67 UUPA (Undang Undang No.23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak). Ketentuan pasal-pasal tersebut telah menjadi ketentuan Undang-Undang yang sah telah berubah dari prinsip The Best Intrest Of The child (Asas Kepentingan Terbaik Bagi Anak) yang abstrak menjadi norma hukum sebagai peraturan yang riil berlaku di Indonesia.

Tahun 1923 Seorang Aktivis perempuan bernama Eglantyne Jeb mendeklarasikan 10 pernyataan hak-hak yaitu hak akan nama dan kewarganegaraan, hak kebangsaan, hak persamaan dan non diskriminasi, hak perlindungan, hak

50 Comments RSS (http://lawmetha.wordpress.com/2011/05/17 diakses tanggal 21 Juli 2012

pendidikan, hak bermain, hak rekreasi, hak akan makanan, hak kesehatan, dan hak berpartisipasi dalam pembangunan51

51 http://dewananaksoe.wordpress.com/2009/01/16/sejarah-hak-anak/

Tahun 1924 Deklarasi hak anak diadopsi dan disahkan oleh Majelis Umum Liga Banga-Bangsa dikenal sebagai ”Deklarasi Jenewa”. Pada tanggal 10 Desember 1948 diumumkan ketika PBB mengadopsi Deklarasi Universal mengenai Hak Asasi Manusia yang kemudian dikenal sebagai ”Hari Hak Asasi Manusia Sedunia”, beberapa hal menyangkut hak khusus anak tercantum dalam deklarasi ini. Walaupun ketentuan tentang hak anak sudah masuk dalam Deklarasi Universal untuk Hak Asasi Manusia, tetapi para aktivis perlindungan anak masih menuntut adanya ketentuan-ketentuan khusus. Tuntutan tersebut direspons, ketika pada tanggal 20 November 1959, Majelis Umum PBB kembali mengeluarkan pernyataan yang disebut dengan ”Deklarasi Hak Anak” yang merupakan deklarasi Internasional kedua.

Tahun 1979 Disebut juga tahun anak internasional dimana tahun ini juga dibentuk satu komite untuk merumuskan Konvensi Hak Anak (Convention on the Right of the Child / CRC). Rancangan KHA diselesaikan dan disahkan dengan bulat oleh Majelis Umum PBB pada tanggal 20 November 1989, yang dituangkan dalam resolusi PBB Nomor 44/25 tanggal 5 Desember 1989. Sejak itulah anak-anak diseluruh dunia memperoleh perhatian secara khusus dalam standar internasional (KHA terdiri atas 54 pasal).

Tahun 1990 Indonesia Menandatangani KHA di markas besar PBB di New York, selanjutnya Indonesia meratifikasi KHA melalui Kepres No.36 Tahun 1990 tanggal 25 Agustus 1990. Pada tanggal 2 September 1990 KHA disepakati sebagai hukum internasional. Lalu Indonesia mengeluarkan Undang-Undang No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dan pada Tahun 2002 Indonesia mengeluarkan Undang-Undang Perlindungan Anak No.23 Tahun 2002 yang terdiri dari 14 BAB dan 93 Pasal.

C. Pengaturan Tentang Hak Anak Internasional 1. Konvensi Hak Anak (KHA)

Menurut KHA defenisi anak adalah setiap manusia yang belum berumur 18 tahun, setiap manusia berarti tidak boleh ada pembeda-pembeda atas dasar apapun, termasuk atas dasar ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, keyakinan politik atau keyakinan lainnya, kebangsaan, asal-usul etnik atau sosial, kekayaan, cacat atau tidak, status kelahiran ataupun status lainnya, baik pada diri si anak maupun pada orang tuanya.

Salah satu hak anak adalah hak atas perlindungan khusus, yang dimaksud adalah hak perlindungan khusus terhadap anak yang berhadapam dengan hukum (ABH) sebagai pelaku. Dalam hal ini khususnya jajaran penegak hukum (polisi, jaksa, hakim dll) berkewajiban untuk melakukan penanganan permasalahan anak (ABH) dengan benar dan penuh kehati-hatian dengan dasar prinsip-prinsip konvensi hak anak.

Asas kepentingan terbaik bagi anak (The Best Intres of the Child) merupakan salah satu prinsip utama perlindungan anak sesuai dengan semangat Konvensi Hak Anak (KHA) yang semestinya menjadi dasar dan acuan bagi setiap pihak dalam menangani dan menyelesaikan permasalahan anak yang berhadapan dengan hukum (anak sebagai pelaku).

Konvensi Hak Anak atau Convention on the Rights of The Child adalah sebuah perjanjian internasional yang mengatur tentang hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya dari anak-anak. Majelis umum PBB mengadopsi konvensi ini melalui Resolusi Majelis Umum PBB No.44/25 dan terbuka untuk ditandatangani, pada 20 November 1989 pada peringatan 30 tahun Deklarasi Hak-Hak Anak. Konvensi ini mulai berlaku pada 20 November 1989 setelah jumlah negara yang meratifikasinya memenuhi syarat.

Indonesia melakukan menandatangani konvensi ini pada 26 Januari 1990 dan melakukan ratifikasi terhadap konvensi ini mulai Keputusan Presiden No.36 tahun 1990 yang dikeluarkan pada 25 Agustus 1990. Beberapa hal penting dalam Konvensi Hak Anak antara lain yaitu ditetapkannya bahwa defenisi anak adalah setiap manusia yang belum berumur 18 tahun. Selain itu Konvensi Hak Anak terdapat empat prinsip penting yaitu : prinsip non diskriminasi, prinsip hak hidup, kelangsungan hidup dan tumbuh kembang, prinsip kepentingan terbaik anak dan prinsip partisipasi anak.52

Komisi Hukum Nasional (KHN) perlu mengagendakan program harmonisasi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan anak. Bila misinya satu, melindungi anak, seharusnyalah hanya mengenal satu defenisi, defenisi universal yang telah mengikat karena ratifikasi negara, yaitu undang-undang yang secara khusus menyangkut perlindungan anak: Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002. Lebih dari itu, harmonisasi ketentuan peraturan perundang-undangan adalah konsekuensi logis dari ratifikasi perjanjian internasional KHA.53

52 http/hamblogger.org/sekilas mengenal-konvensi-hak-anak/ tanggal 9 Mei 2012

53 Hadi Supeno, Op,Cit, hal.42

2. Beijing Rules (Standard Minimal Internasional Pemenjaraan Anak)

Beijing Rules memberikan mandat kepada negara-negara untuk melakukan riset sebagai suatu dasar untuk merencanakan, merumuskan kebijakan dan evaluasi.

Hal paling perinsip dari Beijing Rules antara lain : 54

54 Peraturan-peraturan minimum Standard Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Administrasi Peradilan Bagi Anak (Beijing Rules) disahkan melalui Resolusi Majelis PBB No.4033 Tanggal 29 Nopember 1985

a. Peradilan bagi anak hendaknya dipandang sebagai suatu yang integeral dari proses pembangunan nasional setiap negara, dalam suatu kerangka menyeluruh dari keadilan sosial bagi seluruh anak, dengan demikian, pada saat bersamaan, memberikan andil bagi perlindungan kaum muda dan pemeliharaan ketertiban yang damai dalam masyarakat (1.4).

b. Seorang anak adalah seorang anak atau orang muda yang menurut sistem hukum masing-masing, dapat diperlakukan atas suatu pelanggaran hukum dengan cara yang berbeda dari perlakuan terhadap orang dewasa.(2.2.a)

c. Hak privasi seorang anak hedaknya dihormati pada seluruh tahap untuk menghindarkan terjadinya kerugian terhadapnya oleh publisitas yang tidak sepantasnya atau oleh proses percepatan (8.1). Pada perinsipnya, keterangan yang dapat mengarah pada terungkapnya identitas seorang pelanggar hukum berusia muda hendaknya tidak diumumkan ke khalayak (8.2)

d. Pertimbangan akan diberikan, bilamana layak, untuk menangani pelanggar hukum berusia muda tanpa menggunakan pengadilan formal oleh pihak berwenang yang berkompenten (11.1)

e. Penahanan sebelum pengadilan hendaknya hanya digunakan sebagai pilihan langkah terakhir dan untuk jangka waktu sesingkat mungkin (13.1). Dimana mungkin, penahan sebelum pengadilan akan diganti dengan langkah-langkah alternatif, seperti, pengawasan ketat, perawatan intensif atau penempatan pada sebuah keluarga atau pada suatu tempat pendidikan atau rumah (13.2).

Prinsip tersebut menjelaskan bahaya akan ”pencemaran kejahatan” bagi anak sementara dalam penahanan sebelum pengadilan tidak boleh diremehkan. Dengan demikian adalah penting untuk menekankan perlunya langkah-langkah alternatif.

Dari prinsip-prinsip tersebut diatas memberikan penjelasan akan pentingnya perlindungan terhadap anak akan privasi orang-orang berusia muda (anak dan anak remaja) sangat rentan terhadap stigmatisasi dan pentingnya melindungi anak dari pengaruh-pengaruh merugikan yang ada diakibatkan oleh publikasi di media masa.

Peraturan harus sesuai dengan prinsip-prinsip yang terkandung dalam konvensi hak-hak anak, terutama prinsip kepentingan terbaik bagi anak.

Kongres Perserikatan Bangsa-Bangsa Keenam mengenai Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan Terhadap Pelaku Pelangaran Hukum, pada resolusi 4 mengenai standar-standar peradilan bagi anak merinci bahwa peraturan-peraturan tersebut, antara lain, akan mencerminkan prinsip dasar bahwa penahanan pra peradilan hanya akan digunakan sebagai pilihan terakhir, bahwa tidak satupun anak-anak dibawah umur dapat ditahan dalam suatu fasilitas dimana mereka rawan terhadap pengaruh-pengaruh negatif dari tahanan-tahanan dewasa dan bahwa pertimbangan harus selalu diberikan

terhadap keperluan-keperluan khusus berkaitan dengan tahap pertumbuhan mereka55

Menghindari penahanan sebelum diadili, pada butir 6.1 Penahanan pra-peradilan haruslah digunakan sebagai langkah terakhir dalam proses pra-peradilan, guna menghormati investigasi atas kejahatan yang dituduhkan dan untuk perlindungan masyarakat dan korban.

3. The Tokyo Rules (Peraturan Standar Minimum Perserikatan Bangsa Bangsa Untuk Upaya Upaya Non-Penahanan)

56

Yang menjadi ”Perspektif Dasar” yaitu antara lain :

4. JDL / Havana Rules (Peraturan Perserikatan Bangsa-Bangsa Untuk Perlindungan Anak Yang dicabut kebebasannya)

57

b. Anak hendaknya dicabut kebebasannya sesuai dengan perinsip-perinsip dan prosedur yang ditetapkan dalam peraturan ini dan dalam Peraturan Minimum Standard Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Penyelenggaraan Pengadilan Anak (Beijing Rule). Pencabutan kebebasan seorang anak hendaknya merupakan disposisi upaya terakhir dan hendanya dilakukan untuk masa a. Sistem peradilan anak hendaknya menjujung tinggi hak-hak dan keamanan

dan mengedepankan kesejahteraan jasmani dan rohani anak. Pemenjaraan hendaknya digunakan sebagai upaya terakhir.

55 Majelis Umum (Mukadimah) Peraturan Peraturan Minimum Standard Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Admnistrasi Peradilan Bagi Anak (”Beijing Rules”)

56 Peraturan Standard Minimum Perserikatan Bangsa-Bangsa Untuk Upaya-Upaya Non-Penahanan (The Tokyo Rules) Resolusi PBB 45/110, 1990 pada bagian II tahap Pra Pradilan Psl.6

57 Peraturan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk perlindungan Anak yang dicabut kebebasannya (JDL/”Havana Rules”) Rosolusi No. 45/113 Sidang Pleno ke 68, 14 Desember 1990.

minimum yang dipandang perlu dan hendaknya dibatasi pada kasus-kasus luar biasa. Lamanya sanksi hendaknya ditentukan oleh otoritas peradilan, tanpa mengesampingkan kemungkinan pembebasan dirinya.

5. Riyadh Guidelines (Pedoman Riyadh)

Pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Pencegahan Tindak Pidana Anak, yang menjadi prinsip-prinsip dasar antara lain : 58

a. Ketentuan mengenai kesempatan, terutama mengenai kesempatan pendidikan, dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan anak dan berfungsi sebagai kerangka pendukung dalam melindungi perkembangan individu seluruh anak, Prinsip 1. Pencegahan tindak pidana anak merupakan bagian utama pencegahan kejahatan dalam masyarakat. Melalui kegiatan-kegiatan yang secara sosial dan secara hukum bermanfaat, dan dengan menerapkan orientasi kemanusiaan terhadap masyarakat maupun pandangan hidup, kaum muda dapat mengembangkan sikap-sikap ”non crimogenic”

Prinsip 5. Kebutuhan akan dan pentingnya kebijakan-kebijakan progresif mengenai pencegahan tindak pidana dan kajian yang sistimatis serta penjabaran upaya-upaya tersebut hendaknya diakui. Upaya-upaya ini hendaknya menghindari kriminalisasi (criminalizing) dan penalisasi (penalizing) atas suatu prilaku anak yang tidak menyebabkan kerugian serius terhadap perkembangan anak atau membahayakan orang lain. Kebijakan dan upaya-upaya berikut ini agar tercakup

58 Pedoman Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang Pencegahan Tindak Pidana Anak “Riyadh Guidelines” Resolution No.45/112. Sidang Pleno ke 68, 14 Dsember 1990.

terutama mereka yang jelas terlihat berada dalam bahaya atau menghadapi resiko sosial dan memerlukan perhatian serta perlindungan khusus.

b. Pertimbangan bahwa perilaku dan perangai anak yang tidak sejalan dengan keseluruhan nilai dan norma-norma sosial seringkali merupakan bagian proses pendewasaan dan pertumbuhan dan pada kebanyakan individu , cendrung menghilang dengan sendirinya seiring dengan masa transisi ke masa dewasa.

c. Kesadaran bahwa menurut pendapat utama para pakar, memberi lebel

”deviant/pembangkang” kepada anak, ”pelaku pidana/delinquent” atau ”pra pelaku pidana/predelinquent” seringkali menyumbang kepada perkembangan pola konsisten perilaku yang tidak dikehendaki oleh anak.

D. Pengaturan Hak Anak Dalam Perundangan Nasional 1. Undang-Undang Dasar 1945 Hasil Amandemen

Amandemen Undang-Undang Dasar RI 1945 menyatakan secara tegas telah memberikan jaminan bagi kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang anak sebagaimana tercantum dalam pasal 28 B ayat (2) Undang-Undang Dasar RI 1945 yang berbunyi : ” Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi”. Hal ini merupakan jaminan konstitusi yang menjamin perlindungan bagi anak, namun hal tersebut tidak banyak berarti bila tidak ada perhatian dan keinginan yang kuat dari semua pihak (stakeholder) untuk melindungi anak. Sangat jelas pengaruh KHA pada pasal ini, yaitu pada kalimat ”setiap anak berhak atas kelangsungan

hidup, tumbuh dan berkembang” sebagai hak-hak dasar, sedangkan ”perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi” merupakan perlindungan khusus. 59

Peradilan Anak merupakan peradilan khusus, merupakan spesialisasi dan diferensiasinya di bawah peradilan umum. Peradilan anak diatur dalam Undang-Undang No.3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak. Dalam pasal 2 menentukan bahwa Pengadilan Anak adalah pelaksanaan kekuasaan 2. Undang-Undang No.3 Tahun 1997 Tentang Pengadilan Anak

Penyimpangan tingkah laku atau perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh anak, disebabkan oleh faktor eksternal antara lain adanya dampak negatif dari perkembangan pembangunan yang cepat, arus globalisasi dibidang komunikasi dan imformasi, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perubahan gaya dan cara hidup sebagian orang dewasa/tua telah membawa perubahan sosial yang mendasar dalam kehidupan masyarakat yang sangat berpengaruh terhadap nilai dan prilaku anak.

Selain itu, anak yang kurang atau tidak memperoleh kasih sayang, asuhan, bimbingan dan pembinaan dalam perkembangan sikap, prilaku, penyesuaian diri, serta pengawasan dari orang tua, wali atau orang tua asuh akan mudah terseret dalam arus pergaulan masyarakat dan lingkungan yang kurang sehat dan merugikan perkembangan pribadinya.

Demi pertumbuhan dan perkembangan mental anak, perlu ditentukan perbedaan perlakuan di dalam hukum (perlakuan khusus), baik hukum acara dan ancaman pidananya. Hal ini dimaksud untuk lebih melindungi dan mengayomi anak tersebut agar dapat menyongsong masa depannya yang masih panjang.

59 Hadi Supeno, Op,Cit, hal 43

kehakiman yang berada dilingkungan peradilan umum. Di Indonesia belum ada tempat bagi suatu Peradilan Anak yang berdiri sendiri sebagai peradilan yang khusus. Peradilan anak bertujuan memberikan yang paling baik bagi anak, tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat dan tegaknya keadilan.60

1. Batas usia anak yang diatur dalam pengadilan anak adalah 8 hingga kurang dari 18. Pelaku tindak pidana anak dibawah usia 8 tahun akan diproses penyidikannya namun dapat diserahkan kembali pada orang tuanya atau bila tidak dapat dibina lagi diserahkan pada departemen sosial.

Bentuk perlindungan yang berkaitan dengan asas kepentinan terbaik baik anak, yang diberikan kepada Anak Berhadapan Hukum (ABH) pada Undang-Undang No.3 Tahun 1997 antara lain :

61

2. Aparat hukum yang menjalankan proses peradilan anak adalah aparat yang mengerti masalah anak terdiri dari penyidik anak, penuntut umum anak, hakim anak, hakim banding anak, dan hakim kasasi anak.

3. Orang tua/ wali dan petugas kemasyarakatan yang berwenang dapat mendampingi anak selama proses pemeriksaan anak dipersidangan.

4. Petugas Pembimbing Kemasyarakatan (BAPAS) adalah petugas yang berwenang untuk memberikan hasil penelitian kemasyarakatan (LITMAS), Dan hakim wajib menjadikan bahan pertimbangan untuk memberikan putusan yang terbaik bagi anak.

60 Maidin Gultom, Op, Cit Hal.75

61 Jika merujuk kepada Putusan Makamah Konstitusi No.1/PPU-VIII/2010 maka usia yang dapat dipidana minimal 12 tahun dan masimal 18 tahun. Dalam amar pertimbangannya Makamah Konstitusi menilai batas umur 12 tahun sebagai ambang batas usia pertanggungjawaban hukum bagi anak dan hal ini juga telah diterima dalam praktek sebagian negara-negara didunia.

5. Penjatuhan pidana penjara pada anak adalah setengah dari ancaman maksimal orang dewasa.

6. Pidana pokok yang dapat dijatuhkan a) pidana penjara b) pidana kurungan, c)

6. Pidana pokok yang dapat dijatuhkan a) pidana penjara b) pidana kurungan, c)