• Tidak ada hasil yang ditemukan

3.1 Kerangka Pemikiran

Salah satu bentuk tujuan bernegara adalah melakukan perlindungan segenap bangsa dan peningkatan kesejahteraan umum.Wujud perlindungan tersebut berupa terjaminnya hak atas pangan bagi segenap rakyat yang merupakan hak asasi manusia yang sangat fundamental sehingga menjadi tanggung jawab Negara untuk memenuhinya. Upaya pemenuhan tersebut antara lain berupa membangun ketahanan dan kedaulatan pangan untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat melalui pembangunan pertanian pangan berkelanjutan.

Dalam rangka memenuhi hak atas pangan tersebut, Pemerintah Kabupaten Bogor berupaya mewujudkannya melalui rencana kebijakan tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.Kebijakan ini ditempuh karena berbagai tantangan kedepan yang semakin besar, diantaranya terjadinya alih fungsi lahan pertanian ke lahan non-pertanian, jumlah penduduk yang semakin meningkat yang disebabkan oleh pertumbuhan alami dan migrasi masuk serta pemenuhan tingkat kecukupan pangan yang belum mencapai 100 persen.

Dampak yang diakibatkan dari tingginya laju pertumbuhan penduduk antara lain tingginya alih fungsi lahan dari aktivitas-aktivitas sektor pertanian ke aktivitas-aktivitas sektor non-pertanian. Berdasarkan data citra satelit Kementrian Pertanian tahun 2010 lahan sawah di Kabupaten Bogor seluas 39 299.68 Ha (13.15 %), sedangkan berdasarkan citra satelit tahun 2008 yang dimuat dalam Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 19 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor luas lahan sawah adalah 39 782 Ha. Pengurangan lahan sawah harus dicegah oleh Pemerintah Kabupaten Bogor guna memenuhi kebutuhan pangan penduduk secara optimal.

Guna mencegah tingginya alih fungsi lahan tersebut, dikaji strategi pengelolaan kepentingan para pihak terhadap upaya kebijakan perlindungan lahan pertanian pangan di Kabupaten Bogor:

(a). Mengidentifikasi kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

Kebijakan yang diidentifikasi berupa kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, baik pada pemerintah tingkat pusat maupun pada pemerintahan daerah.

(b). Intervensi Pemerintah Daerah pada upaya perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

Menurut Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan, Pemerintah Daerah dapat melakukan pengendalian pada lahan pertanian pangan berkelanjutan. Pengendalian dimaksud berupa pemberian melalui: 1) Insentif; 2) Disinsentif; 3) Mekanisme perizinan; 4) Proteksi; dan 5) Penyuluhan.

Strategi pengelolaan kepentingan para pihak terhadap upaya kebijakan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan dilihat melalui faktor pemberian insentif dan disinsentif; mekanisme perizinan dan penyuluhan.

Identifikasi dan analisis dengan metode yang tepat, diharapkan akan muncul alternatif dan prioritas strategi yang tepat untuk mengatasi permasalahan- permasalahan diatas. Hasil perumusan strategi diharapkan dapat dijadikan bahan kebijakan bagi daerah untuk mewujudkan pelaksanaan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

Pada Gambar 3 dapat dilihat kerangka alur pikir penelitian yang meliputi identifikasi kebijakan yang berkaitan dengan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan, kebijakan Pemerintah Kabupaten Bogor melalui intervensi yang dapat dilakukan, pengelolaan kepentingan para pihak terhadap kebijakan serta perumusan strategi.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitiandilakukan di Kabupaten Bogor dengan pertimbangan : a. Kabupaten Bogor sebagai daerah yang strategis yakni menjadi hinterland atau

penyangga dari Ibu Kota Negara Indonesia maupun terhadap Kota Bogor.

b. Luas Kabupaten Bogor yang terbagi dalam 40 Kecamatan dan 430

desa/kelurahan dengan dominasi mata pencaharian pada sektor pertanian yang dicirikan dengan banyaknya rumah tangga pertanian atau jumlah penduduk petani yang bekerja pada sektor pertanian.

c. Tingginya laju pertumbuhan penduduk menyebabkan permintaan pemenuhan

kebutuhan dasar masyarakat dalam hal kebutuhan pangan dan

perumahan/pemukiman semakin meningkat.

d. Terjadinya alih fungsi lahan atau konversi lahan dari sektor pertanian ke sektor non-pertanian.

Penentuan lokasi kecamatan dilakukan secara purposive yakni satu kecamatan mewakili dari satu wilayah pembangunan di Kabupaten Bogor. Wilayah pembangunan Bogor Barat dengan strategi percepatan diwakili pada Kecamatan Leuwiliang, wilayah pembangunan Bogor Tengah dengan strategi pengendalian diwakili pada Kecamatan Caringin dan wilayah pembangunan Bogor Timur dengan strategi pemantapan diwakili pada Kecamatan Jonggoldengan pertimbangan :

1. Potensi luas lahan sawah di tiga kecamatan tersebut menurut strategi pengembangan wilayah Kabupaten Bogor

2. Tingginya jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani.

3. Luasan lahan baku sawah di Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Caringin dan

Kecamatan Jonggol menurut data luasan lahan baku sawah dari penghitungan pencitraan satelit yang telah dilaksanakan oleh Kementrian Pertanian Republik Indonesia sebagaimana pada Tabel 3.

Penentuan lokasi desa dilakukan secara purposive yakni untuk Kecamatan Leuwiliang Desa Karehkel, Kecamatan Caringin Desa Pancawati dan Kecamatan Jonggol Desa Singasari, didasarkan pada luasnya lahan sawah diantara desa-desa dalam satu kecamatan.

Gambar 3. Kerangka Pemikiran Penelitian Strategi Pengelolaan Kepentingan Para Pihak Terhadap Upaya Kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan di Kabupaten Bogor

Perumusan Strategi

Kebijakan Perlindungan Lahan Pertanian Berkelanjutan

di Kabupaten Bogor

Strategi Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan

(Manajaemen Kolaborasi, SWOT dan Road Map Strategy)

Pengelolaan kepentingan para pihak terhadap

kebijakan PLP2B

Penelitian

Intervensi Pemerintah Daerah terhadap PLP2B dengan pengendalian melalui :

 Insentif  Disinsentif  Mekanisme Perizinan  Proteksi  penyuluhan a.Lahan pertanian pangan b.Petani (Analisis Deskriptif) a.Kebijakan pemerintah/pemerintah daerah b.Perkembangan sektor bangunan c.Harga komoditas pertanian (Analisis Deskriptif) Faktor Eksternal Faktor Internal

Alih fungsi lahan

Pertumbuhan penduduk dan kebutuhan konsumsi pangan penduduk

Pertumbuhan produktivitas

Kebutuhan dan ketersediaan lahan pertanian pangan

Identifikasi Kebijakan berkaitan dengan PLP2B

Identifikasi pengelolaankepentingan para pihak melalui pemberian :

Insentif & disinsentif

Penyuluhan

Mekanisme perizinan

(Analisis Regresi Logistik Biner)

Kebijakan Daerah

Ket : langsung

Tabel 3.Luas Lahan Baku Sawah di Kabupaten Bogor

KABUPATEN/KOTA KECAMATAN LUAS

(HA) KECAMATAN

LUAS (HA)

BOGOR Babakan madang 444.66 Jonggol 4 320.75

Bojong gede 19.78 Kelapa nunggal 1 548.91

Caringin 1 022.39 Kemang 54.37

Cariu 3531.10 Leuwiliang 1 229.89

Ciampea 620.40 Leuwisadeng 710.17

Ciawi 430.29 Mega mendung 540.00

Cibinong 90.28 Nanggung 1 599.27

Cibungbulang 675.51 Pamijahan 1 234.50

Cigombong 632.93 Parung 65.82

Cigudeg 1 492.32 Parungpanjang 1 610.57

Cijeruk 543.54 Ranca bungur 181.99

Cileungsi 891.31 Rumpin 1 379.47

Ciomas 178.05 Sukajaya 2 024.18

Cisarua 350.71 Sukamakmur 3 219.12

Ciseeng 447.88 Sukaraja 541.66

Citeureup 366.84 Tajur halang 105.18

Dramaga 168.04 Tamansari 216.84

Gunung putri 157.85 Tanjungsari 2 953.36

Gunungsindur 204.86 Tenjo 1 499.19

Jasinga 1 795.85 Tenjolaya 718.12

Jumlah 14 064.56 25 753.35

Total Luas Lahan 39 817.91

Sumber : Kementerian Pertanian RI, 2012

Penelitian dilaksanakan dari bulan November 2012 hingga Maret 2013.

3.3 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas :

a. Data Primer

Data primer dibutuhkan guna menjawab pertanyaan kedua dari penelitian ini, yakni menganalisis bagaimana pengelolaan para pihak terhadap upaya kebijakan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Bogor. Data primer berupa data kualitatif, yang diperoleh dengan cara wawancara terstruktur yakni pengumpulan informasi melalui tanya jawab sesuai dengan panduan pertanyaan serta penyebaran kuesioner kepada responden yang dianggap mampu menjawab pertanyaan secara mandiri.

Identifikasi sasaran dan target para pihak dilakukan dengan carapurpusif dimana kelompok parapihak terdiri dari petani; swasta; legislatif serta aparatur pemerintahan. Target responden dengan langkah-langkah sebagai berikut :

(1). Jenis responden petani dari penelitian ini adalah petani yang berada di desa pada Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Caringin dan Kecamatan Jonggol Kabupaten Bogor yaitu Desa Karehkel, Desa Pancawati dan Desa Singasari.

(2) Target jenis responden adalah petani dan atau petani penggarap.

(3) Adapun pemilihan responden petani dilakukan berdasarkan informasi dari UPT Dinas Pertanian dan Kehutanan dan BP3K Kecamatan Leuwiliang, Kecamatan Caringin dan Kecamatan Jonggol yakni petani yang telah mengikuti adanya sosialisasi tentang pendataan lahan pertanian berkelanjutan di Kabupaten Bogor, maupun pihak desa.

(4) Jenis responden swasta (sektor bangunan/perumahan). (5) Jenis responden aparatur dan pihak lainnya.(Tabel 4).

Tabel 4.Kelompok dan Jenis Responden

No Kelompok

Parapihak

Jenis Responden Jumlah

1 Petani Petani 108 orang

2 Swasta Pengembang perumahan 2orang

3 Aparatur Pemerintahan

Bappeda 1 orang

Badan Perizinan Terpadu 1 orang Dinas Pertanian dan Kehutanan 1 orang Dinas Tata Ruang dan Pertanahan 1 orang Dinas Bina Marga dan Pengairan 1 orang

BP4K 1 orang

Badan Pertanahan Nasional 1 orang

Legislatif 1 orang

Kecamatan 3 orang

BP3K 3 orang

UPT Pertanian dan Kehutanan 3 orang

Kepala Desa 3 orang

b. Data Sekunder

Data sekunder dibutuhkan untuk menjawab tujuan pertama dari penelitian ini, yaitu mengidentifikasi kebijakan yang berkaitan dengan upaya perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Bogor.

Data sekunder diperoleh dari informasi dokumentasi dalam bentuk studi kepustakaan yang dikeluarkan oleh instansi terkait.Data yang digunakan untuk menjawab tujuan pertama dan spesifik penelitian pada tabel 5.

3.3.1 Pengertian

Beberapa definisi (Distanhut; 2011) yang berkaitan dengan upaya perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan:

- Lahan adalah bagian daratan dari permukaan bumi sebagai lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi, dan hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia.

- Lahan Pertanian adalah bidang lahan yang digunakan untuk usaha pertanian.

- Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah bidang lahan pertanian yang ditetapkan untuk dilindungi dan dikembangkan secara konsisten guna menghasilkan pangan pokok bagi kemandirian, ketahanan, dan kedaulatan pangan nasional.

- Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan adalah sistem dan proses dalam merencanakan dan menetapkan, mengembangkan,

memanfaatkan dan membina, mengendalikan, dan mengawasi lahan pertanian pangan dan kawasannya secara berkelanjutan.

- Kawasan Perdesaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama pertanian termasuk pengelolaan sumberdaya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi.

- Irigasi adalah usaha penyediaan, pemberian, penggunaan dan pembuangan air untuk menunjang pertanian, yang jenisnya meliputi irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi bawah tanah, irigasi pompa dan irigasi tambak.

- Lahan beririgasi adalah lahan yang mendapatkan air dari jaringan irigasi teknis, semi teknis, dan irigasi perdesaan.

- Alih Fungsi Lahan Beririgasi adalah proses yang disengaja oleh manusia untuk mengubah fungsi lahan di sekitar daerah irigasi yang akibatnya dapat mempengaruhi keberlanjutan dan kelestarian fungsi lahan.

- Pengendalian Alih Fungsi Lahan Beririgasi adalah kegiatan untuk mencegah terjadinya alih fungsi lahan beririgasi yang dapat mempengaruhi kelestarian fungsi lahan.

- Pemberdayaan adalah segala usaha dan kegiatan yang dilakukan untuk menjamin keamanan, ketertiban, ketaatan, pemeliharaan, kesinambungan dan keberuntungan.

Tabel 5. Tujuan, Jenis Data, Sumber Data dan Metode

Tujuan Jenis Data Sumber Data Metode

Mengidentifikasi kebijakan berkaitan dengan

perlindungan lahan pertanian berkelanjutan di Kabupaten Bogor.

Data sekunder

1. UU, PP, PerMenTan 2. Perda Jabar tentang

perlindungan lahan pertanian 3. RPJMD Kabupaten Bogor 4. RTRW Kabupaten Bogor 5. Kebijakan sektor pertanian di Kabupaten Bogor

6. Data hasil pendataan dan pemetaan lahan pertanian pangan berkelanjutan beserta cadangannya a. Setda Propinsi Jawa Barat b. Bappeda Kabupaten Bogor c. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Analisis deskriptif Menganalisis bagaimana pengelolaankepentingan para pihak terhadap upaya kebijakan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan

Data primer Responden Analisis

deskriptif Analisis logistik biner

Merumuskan strategi pengelolaan kepentingan para pihak terhadap upaya kebijakan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Bogor

Hasil olahan dari data sekunder dan data primer

Manajemen Kolaborasi Analisis SWOT Road-map strategy

3.4 Metode Analisis Data

Untuk mendapatkan hasil dan kesimpulan sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan berdasarkan data yang dikumpulkan, digunakan metode analisis sebagai berikut :

3.4.1 Analisis Statistik Deskriptif

Pada penelitian ini, analisis deskriptif digunakan untuk menjabarkan sekaligus untuk membantu dalam pengidentifikasian unsur faktor internal dan eksternal dalam analisis selanjutnya.

3.4.2 Analisis Regresi Logistik Biner

Analisis regresi logistik biner adalah analisis yang mengkaji hubungan pengaruh peubah-peubah penjelas (X) terhadap peubah respon (Y) melalui model persamaan matematis tertentu, dimana peubah respon dalam analisis regresi berubah peubah katagorik (Firdaus, 2011).

Pemodelan peluang kejadian tertentu dari kategori peubah respon dilakukan melalui transformasi dari regresi linier ke dalam bentuk logit. Adapun formula transformasi logit tersebut adalah:

Logit (pi) = log e[1−���� ] Dimana :

pi = peluang munculnya kejadian kategori sukses dari peubah respon (Y) untuk orang ke-i, dengan nilai p berada antara 0 – 1

Log e = logaritma dengan basis bilangan e

Adapun model yang digunakan dalam analisis regresi logistik adalah : logit (pi) = loge[1−���� ] = α0+ α1X1+ α2X2+ … + αnXn

Dimana : logit (pi) = peluang kejadian sukses peubah respon (Y)

α0 = intersep model garis regresi

α1-n = slope model garis regresi X1 =variabel penjelas

Hipotesa yang dibangun dari persamaan regresi logistik biner adalah : Ho = persamaan regresi bernilai 0, yakni (logit (pi)) = 0

H1 = persamaan regresi tidak bernilai 0, yakni (logit (pi)) ≠ 0

Untuk menguji kelayakan model regresi logistik biner, digunakan metode maximum likelihood.Model dinyatakan layak digunakan apabila nilai – 2 Log likelihood< nilai chi square tabel.Adapun berdasarkan uji hosmer and lemeshow, jika nilai signifikansi > 0.05, maka terima H0.Hal ini berarti model dinyatakan layak dan bisa diinterpretasikan.Sebaliknya jika nilai signifikansi < 0.05 maka tolak H0, dimana nilai 0.05 merupakan tingkat kepercayaan 95 persen.

Analisis regresi logistik biner ini digunakan untuk faktor yang diduga mempengaruhi dalam pengelolaan para pihak. Adapun variabel pengelolaan para pihak (Y) dan variabel penjelas (X) yang digunakan adalah :

Y = Variabel pengelolaan kepentingan para pihak, jika lahan pertanian berkelanjutan dilindungi dengan persyaratan tertentu (penggantian lahan) yang dicirikan oleh nilai kategori “0” yaitu tidak menerima kebijakan, dan

X1 = Variabel insentif dan disinsentif.

Faktor-faktor yang digunakan dalam variabel ini yakni sarana fisik dan sarana non fisik.Faktor sarana fisik meliputi 1) ketersediaan sarana irigasi; 2) ketersediaan teknologi, dan 3) ketersediaan bibit unggul. Sedangkan faktor sarana non-fisik meliputi : 1) kemudahan dalam legalisasi kepemilikan lahan, 2) kemudahan dalam pembayaran pajak, 3) kemudahan dalam ketersediaan akses permodalan dan pembiayaan, 4) penyuluhan dan pelatihan bagi petani; 5) adanya jaminan kepastian harga panen, dan 6) diberikan penghargaan secara khusus.

Variabel insentif dan disinsentif dicirikan oleh nilai kategori “0” yaitu

responden lebih memilih insentif berupa non-fisik dan “1” yaitu responden lebih memilih insentif berupa fisik.

X2 = Variabel penyuluhan

Faktor-faktor yang digunakan dalam variabel ini adalah lembaga tani dan non-lembaga tani. Faktor lembaga tani meliputi : 1) penguatan kelompok tani, dan 2) pembentukan koperasi bagi petani. Sedangkan faktor non- lembaga tani meliputi : 1) penyuluhan dan pelatihan petani, 2) fasilitasi kepada sumber permodalan/bantuan kredit, dan 3) penyebaran ilmu pengetahuan, teknologi dan informasi oleh penyuluh.

Variabel penyuluhan dicirikan oleh nilai kategori “0” yaitu responden lebih memilih penyuluhan yang berkaitan dengan kelembagaan tani dan

“1” yaitu responden lebih memilih penyuluhan yang berkaitan dengan

non-kelembagaan.

X3 = Variabel mekanisme perizinan

Dimensi perizinan dicirikan oleh nilai kategori “0” yaitu responden lebih memilih tidak setuju jika alih fungsi lahan dilakukan dengan ganti rugi

ruang lahan dan sarana pendukungnya dan “1” yaitu responden lebih

memilih atau setuju jika alih fungsi lahan dilakukan dengan ganti ruang lahan dan sarana pendukungnya.Alih fungsi lahan dengan ganti ruang lahan dan sarana pendukungnya meliput kesediaan bagi pelaku alih fungsi lahan pertanian pangan untuk memenuhi kewajibannya mengganti lahan sawah yang dialihfungsikan beserta penggantian sejumlah nilai investasi yang terdapat pada lahan pertanian pangan tersebut.

3.4.3 Analisis Manajemen Kolaborasi

Analisis manajemen kolaborasi digunakan untuk mengidentifikasi berbagai peran dari parapihak antar lain meliputi pihak yang berkepentingan, peran parapihak, motif atau kepentingan, pengaruh, sumber daya yang dimiliki, tempat kedudukan parapihak serta adanya konflik kepentingan antar parapihak yang mungkin akan terjadi.

3.5 Metode Perumusan Strategi

Metode perumusan strategi digunakan untuk menganalisis alternatif strategi yang mungkin muncul dari faktor-faktor hasil analisis data primer dan data sekunder.

3.5.1 Analisis SWOT

Analisis ini mengidentifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi.Analisis didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan dan ancaman. Proses pengambilan keputusan strategi selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi dan kebijakan. Dengan demikian peneliti harus menganalisa faktor-faktor strategis (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini.

Identifikasi faktor terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal.Faktor- faktor internal tersebut merupakan semua unsur yang berhubungan dengan objek sasaran kebijakan pemerintah daerah dan faktor eksternal yang merupakan semua unsur yang berhubungan dengan faktor selain dari sisi sasaran tersebut.Unsur- unsur internal dan eksternal yang diidentifikasi diperoleh dari hasil analisis terhadap data primer dan sekunder yang digunakan.

Hasil identifikasi faktor internal dan eksternal disandingkan dalam matrik SWOT seperti pada Tabel 3.4.

Tabel 6.Matriks SWOT (Strengths-Weaknesses-Opportunities-Threats) Faktor Internal

Faktor Eksternal

STRENGTHS(S) WEAKNESSES (W)

OPPORTUNITIES (O)

STRATEGI S-O Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang

STRATEGI W-O Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dengan memanfaatkan peluang

THREATS (T)

STRATEGI S-T Ciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman

STRATEGI W-T Ciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman

Sumber : Rangkuti, 1997

3.5.2 Road Map Strategy

Strategi yang telah dirumuskan berdasarkan analisis SWOT diatas, selanjutnya dipetakan ke dalam bentuk road map strategy. Menurut Baga (2009) pendekatan ini dapat menjelaskan beberapa hal yang mendasar, yaitu :

1. Road map menunjukkan adanya prioritas penanganan suatu strategi dibandingkan strategi lainnya. Pendekatan road map tetap menganggap penting ke semua strategi yang berhasil dirumuskan pada tahapan sebelumnya. Adapun prioritas akan terlihat pada urgensi penanganan yang lebih dahulu.

2. Road map menunjukkan adanya hubungan sekuensial antara satu strategi dengan lainnya. Hal ini untuk menghindari terjadinya kesimpangsiuran yang menyebabkan inefisiensi dan inefektivitas strategi tersebut.

3. Dalam hal-hal tertentu hubungan sekuensial antara satu strategi dapat mengarah pada hubungan resiprokal, dimana implementasi satu strategi sangat tergantung dan juga sangat mempengaruhi implementasi strategi lainnya.

4. Satu hal yang tidak kalah pentingnya, bahwa pembuatan road map akan menjelaskan time-frame implementasi masing-masing strategi dalam periode waktu tertentu.

Dokumen terkait