• Tidak ada hasil yang ditemukan

8.1 Identifikasi SWOT

Sebagaimana yang dijabarkan dalam metodologi, bahwa unit yang dijadikan basis analisis dalam menentukan para pihak internal dan eksternal adalah lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Bogor dan petani, artinya diluar lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Bogor dan petani akan terkategori sebagai pihak eksternal.

8.1.1 Identifikasi Faktor Kekuatan (Strengths)

Identifikasi faktor kekuatan, antara lain meliputi :

1. Potensi lahan pertanian pangan di Kabupaten Bogor

Menurut Kementerian Pertanian Republik Indonesia, luas lahan sawah di Pulau Jawa pada tahun 2010 mencapai 3 445 755.25 Ha.Propinsi Jawa Barat memiliki luas lahan sawah mencapai 922 25289 Ha (26.77 persen dari luas lahan sawah di Pulau Jawa). Sementara untuk Kabupaten Bogor, luas lahan sawah mencapai 39 817.91 Ha, yang berarti proporsi luas lahan sawah di Kabupaten Bogor mencapai 4.32 persen terhadap luas lahan pertanian di tingkat Propinsi Jawa Barat atau menempati nomor 12 dari 26 Kabupaten/Kota di Jawa Barat.

2. Lahan pertanian beririgasi

Potensi lahan sawah di Kabupaten Bogor terdiri dari sawah beririgasi dan sawah tadah hujan. Penggunaan lahan sawah pada tahun 2010 meliputi irigasi teknis seluas 2173 Ha (4.48 %); irigasi setengah teknis 9 904 Ha (20.43%); 14833 Ha (30.59 %); Irigasi desa/non PU 12421 Ha (25.62 %).Sisanya merupakan sawah tadah hujan seluas 9 153 Ha (18.88 %).Hai ini menunjukkan bahwa lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Bogor lebih dari 80 persen telah tercakup dalam layanan irigasi.

Sumber : Distanhut, diolah

Gambar 16.Luas Lahan Sawah di Kabupaten Bogor Tahun 2010

3. Produksi padi yang meningkat

Program revitalisasi pertanian dan pembangunan pedesaan sebagai salah satu kebijakan dari Pemerintah Kabupaten Bogor melalui intensifikasi pertanian

4%

20%

31% 26%

19% - Irigasi Teknis

- Irigasi Setengah Teknis - Irigasi Sederhana - Irigasi Desa/Non PU - Tadah Hujan

menunjukkan adanya peningkatan produksi padi. Peningkatan produksi juga didukung adanya ketersediaan irigasi serta ketersediaan sarana dan prasarana pertanian lainnya.Perkembangan produksi padi ditunjukkan dalam Gambar 17.

Sumber : Distanhut, diolah

Gambar 17.Perkembangan Produksi Padi Di kabupaten Bogor

4. Intensitas panen mampu mencapai 3 kali dalam setahun

Irigasi sebagai salah satu faktor dalam usaha produksi padi memegang peranan sangat penting. Pelayanan irigasi pada lahan sawah di Kabupaten Bogor yang mencapai 80 persen lebih dari total penggunaan lahan, memungkinkan lahan pertanian untuk meningkatkan jumlah produksinya. Hal ini dapat dilihat dari tercapainya luas panen pada tahun 2010 sebesar 87 704 Hektar, dengan luas lahan baku sawah sebesar 39 817.91 hektar.

Sumber : Distanhut, diolah

Gambar 18.Luas Sawah, Realisasi Tanam dan Realisasi Panen Di kabupaten Bogor Tahun 2006-2010 2006 2007 2008 2009 2010 Produksi (ton) 401.065, 479.754, 480.211 505.978 542.893 400.000,00 420.000,00 440.000,00 460.000,00 480.000,00 500.000,00 520.000,00 540.000,00 560.000,00 Ju m lah P ro d u k si (to n ) 40000 50000 60000 70000 80000 90000 100000 2006 2007 2008 2009 2010

Luas Sawah (Ha) Realisasi tanam (Ha) Realisasi panen (Ha)

5. Motivasi petani padi yang tinggi dalam bertani

Besarnya luas lahan pertanian pangan berkelanjutan memberikan keuntungan tersendiri bagi Kabupaten Bogor, antara lain menyerap tenaga kerja, dan juga dekat dengan Ibu Kota Negara Jakarta sebagai salah satu pasar terbesar bagi produk-produk sektor pertanian dari Kabupaten Bogor. Dengan terserapnya produk pertanian, semakin memberikan pengaruh yang baik bagi para petani meskipun tidak memberikan kelayakan secara finansial dan menguntungkan. Berdasarkan hasil olahan dari responden tentang keberlanjutan lahan sawah, diperoleh informasi bahwa :

a. Sebanyak 97.64 persen dari responden menyatakan bahwa keberlanjutan lahan sawah adalah untuk mencukupi kebutuhan lahan pangan.

b. Sementara 2.36 persen responden menyatakan bahwa keberlanjutan lahan sawah adalah untuk investasi.

Dari sisi finansial, para responden memberikan informasi bahwa :

a. 25.98 % dari responden memberikan jawaban bahwa usaha pertanian memiliki kelayakan finansial dan menguntungkan dengan beragam alasan.

b. 74.02 % memberikan jawaban bahwa usaha pertanian tidak memiliki

kelayakan finansial dan menguntungkan, salah satunya karena tingkat kepemillikan lahan pertanian rendah sedangkan usaha pertanian membutuhkan biaya yang tinggi.

6. Banyaknya kelompok tani yang aktif

Dengan didukung program agropolitan dan program minapolitan di Kabupaten Bogor, menambah semangat petani dalam pengembangkan usaha pertanian. Diantaranya, terwujudnya kemitraan antara Gabungan Perkumpulan Petani Pemakai Air (GP3A) Mitra Tani dengan Taiwan Technical Mission Agribusiness Development Centerdalam pengembangan sayuran organik di Desa Karehkel Kecamatan Leuwiliang.

8.1.2 Identifikasi Faktor Kelemahan (Weaknesess)

Identifikasi faktor kelemahan antara lain sebagai berikut :

1. Tingkat pertumbuhan penduduk tinggi

Jumlah penduduk di Kabupaten Bogor terus mengalami peningkatan setiap tahunnya.Rata-rata laju pertumbuhan penduduk selama sepuluh tahun terakhir (2000 – 2010) sebesar 3.13 %. Dengan meningkatnya jumlah penduduk akan menyebabkan permintaan kebutuhan pangan dan perumahan juga meningkat.

2. Rendahnya tingkat kecukupan pangan

Pangan merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat Kabupaten Bogor.Pada tahun 2010, jumlah penduduk di Kabupaten Bogor mencapai 4 763 209 jiwa.Sedangkan produksi setara beras mencapai angka 352 880 ton.Dengan tingkat konsumsi 105.86 kg/kapita/tahun, kebutuhan pangan atau beras di Kabupaten Bogor sebesar 504233 ton.Dengan demikian, tingkat kecukupan pangan atau beras hanya tercapai sebesar 69.98 persen.Hal ini menunjukkan bahwa produksi pangan belum mencukupi untuk kebutuhan pangan masyarakat di Kabupaten Bogor. Untuk mencapai pemenuhan terhadap kebutuhan pangan tersebut, salah satu yang dilakukan yakni dengan mendatangkan bahan pangan dari wilayah lain.

Luasnya lahan sawah di Kabupaten Bogor belum diimbangi dengan ketersediaan sumberdaya manusia bidang penyuluhan maupun sumberdaya

lainnya.Ketersediaan penyuluh masih sangat dibutuhkan dalam hal

kuantitasnya.Salah satu upaya mengatasi permasalahan ini yakni dengan dilakukannya penambahan tanaga penyuluhan melalui tenaga harian maupun pemanfaatan penyuluh swadaya yang ada di masyarakat.

4. Kelompok tani belum efektif

Belum dikelolanya organisasi kelompok tani secara professional, membuat keberadaan organisasi kelompok tani hanya sebatas pemenuhan kebutuhan sementara.

5. Ketersediaan sarana produksi pertanian kurang tepat waktu

Kurangnya ketersediaan sarana produksi pertanian ketika musim tanam tiba menyebabkan kelangkaan.Hal ini menyebabkan tingginya biaya dalam usaha pertanian.

6. Akses permodalan dan pembiayaan

Terbatasnya akses permodalan dan pembiayaan bagi petani sebagai salah satu kelemahan yang ada.Hal ini dipengaruhi oleh hambatan adanya agunan jika akses permodalan melalui perbankan.

7. Kepemilikan lahan pertanian pangan berkelanjutan terbatas

Meningkatnya jumlah penduduk dan semakin tingginya alih fungsi lahanmenyebabkan semakin terbatasnya tingkat kepemilikan lahan sawah di Kabupaten Bogor.

Berkaitan dengan adanya property right atas lahan serta adanya kemungkinan terjadi alih kepemilikan lahan, berdasarkan hasil pengolahan data diperoleh informasi bahwa :

a. 32.28 persen responden memberikan pilihan prioritas bahwa Negara atau pemerintah bisa melakukan pembelian atas tanah sawah dengan alasan, jika Negara melakukan pembelian lahan sawah, maka keberadaan lahan pertanian pangan yang dilindungi akan tetap terjaga dan masih adanya peluang untuk penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian.

b. 1.57 persen responden memberikan pilihan prioritas bahwa

swasta/perusahaan melakukan pembelian lahan sawah dikarenakan adanya kemungkinan harga jual yang lebih tinggi.

c. 66.14 persen responden memberikan pilihan prioritas bahwa perorangan dalam melakukan pembelian lahan sawah lebih memudahkan dan lebih cepat prosesnya.

8. Rencana Detil Tata Ruang kecamatan belum tersedia lengkap dan belum memiliki legalitas

Belum tersedianya rencana detil tata ruang kecamatan secara keseluruhan merupakan salah satu kelemahan yang dihadapi. Dengan tersedianya rencana detail tata ruang kecamatan, akan memberikan kekuatan dalam pemanfaatan ruang.

8.1.3 Identifikasi Faktor Peluang (Opportunities)

Identifikasi faktor peluang diantaranya mencakup :

1. Sejalan dengan peraturan pemerintah

Sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya bahwa program perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang akan dilaksanakan oleh pemerintah

daerah sejalan dengan kebijakan pemerintah pusat dan kebijakan pemerintah propinsi Jawa Barat. Hal ini dapat dilihat dari diberlakukannya melalui undang- undang dan peraturan pemerintah yang mengatur tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.Serta ditetapkannya Peraturan Daerah Jawa Barat tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

2. Rencana perubahan RTRW Kabupaten Bogor

Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor merupakan salah satu produk hukum tentang hasil perencanaan tata ruang wilayah yang digunakan untuk mengarahkan pembangunan dengan memanfaatkan ruang dalam rangka mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan pembangunan antar daerah serta keserasian antar sektor.

Perubahan RTRW Kabupaten Bogor dilakukan mengingat kondisi eksisting

dari wilayah Kabupaten Bogor telah mengalami perubahan. Salah satu perubahan yakni perubahan guna lahan basah yang semula 56 888 hektar pada tahun 1996 menjadi 52349 hektar pada tahun 2000. Pada tahun 2005 perubahan guna lahan basah menjadi 47504 hektar. Serta munculnya isu proses transformasi dari struktur sosial ekonomi yang berorientasi kepada wilayah pedesaan ke struktur perkotaan melalui industrialisasi dan daya tarik kota sebagai penghasil produktivitas yang tinggi.

3. Kebijakan agropolitan dan minapolitan

Agropolitan dan minapolitan merupakan salah satu peluang dalam pengembangan wilayah. Di Kabupaten Bogor, pengembangan agropolitan telah dimulai pada tahun 2004 dengan lokasi rintisan pengembangan kawasan agropolitan yang terdiri dari Desa Karacak, Desa Barengkok, Desa Pabangbong, Desa Cibeber II dan Desa Karyasari di Kecamatan Leuwiliang. Hingga saat ini telah dikembangkan meliputi beberapa kecamatan di sekitar leuwiliang dengan tingkat pos koordinasi sebanyak tiga unit.

4. Kebijakan pembangunan sektor pertanian melalui revitalisasi pertanian dan pembangunan pedesaan

Salah satu kebijakan daerah di sektor pertanian yakni revitalisasi pertanian dan pembangunan perdesaan.Dalam kebijakan tersebut, kebijakan skala zonasi lahan merupakan salah satu komponen yang dikembangkan dengan mengorientasikan bagi lumbung pangan melalui peningkatan dan rehabilitasi sarana dan prasarana pemukiman.

5. Perbaikan infrastruktur pertanian dan pendukungnya

Peningkatan infrastruktur pertanian melalui perbaikan sarana pendukung pertanian difokuskan pada infrastruktur.Peningkatan jalan usaha tani, saluran irigasi, peningkatan sarana pasca panen dan lain sebagainya.

6. Permintaan produk pertanian yang besar untuk wilayak Jakarta dan Kota Bogor

Sebagai daerah Hinterland, Kabupaten Bogor menjadi daerah salah satu pemasok bagi wilayah Jakarta dan Kota Bogor.Karena kedua wilayah ini merupakan daerah pasar bagi komoditas produk Kabupaten Bogor.

7. Pendataan lahan pertanian pangan beserta cadangannya

Salah satu peluang dari rencana perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Bogor, yakni adanya data terbaru atau updatelahan tentang luas lahan sawah dan cadangannya beserta titik lokasi di lapangan serta karakteristik dari sebaran lahan sawah.Sebagai data dasar dari rencana kebijakan,

data ini sangat penting sebagai bahan dari penetapan kebijakan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan.

8. Harga komoditas pertanian dapat dinikmati petani

Terserapnya produk pertanian dari Kabupaten Bogor, membuat petani terus mengusahakan lahan pertanian yang dimiliki.Dari informasi responden, menunjukkan bahwa 52.76 % memberikan informasi bahwa harga produk pertanian bisa dinikmati oleh para petani.

8.1.4 Identifikasi Faktor Ancaman (Threats) 1. Tingkat kepemilikan lahan pertanian rendah

Peningkatan jumlah penduduk, baik secara alami maupun migrasi dari wilayah lain akan menyebabkan permintaan perumahan meningkat. Dengan meningkatnya permintaan kebutuhan perumahan. Sementara luas guna lahan sawah yang semakin sempit dengan 39817.91 hektar pada tahun 2012 dari seluas 56 888 hektar pada tahun 1996.

Berdasarkan wawancara dengan para petani menunjukkan bahwa rata-rata para petani merupakan petani penggarap lahan sawah, dimana kepemilikan lahan merupakan milik warga diluar wilayah Desa setempat.

2. Ketidaksiapan selain sektor pertanian

Permintaan akan pemenuhan pemanfaatan lahan (baik lahan basah maupun lahan yang bersifat strategis) oleh sektor selain pertanian, menjadikan salah satu ancaman pada lahan pertanian pangan berkelanjutan. Hal ini dapat terjadi pada lokasi sekitar pusat-pusat pertumbuhan, misalnya disekitar pasar.

3. Berkembangnya sektor bangunan

Sektor bangunan merupakan salah satu sektor dalam pembentukan PDRB.Permbangunan yang terus berkembang dan permintaan sektor bangunan yang juga terus meningkat menyebabkan sektor ini harus menjadi perhatian serius bagi Pemerintah Kabupaten Bogor. Perkembangan sektor bangunan dapat dilihat pada Gambar 19 :

Sumber :PDRB, diolah

Gambar 19. Perkembangan Output Sektor bangunan di Kabupaten Bogor

4. Kebijakan yang dihasilkan, dalam implementasinya sering berlawanan

Kebijakan pemerintah/pemerintah daerah yang diimplementasikan dalam rangka pembangunan, didalam pelaksanaannya sering tidak berjalan dengan baik bahkan terjadi arah yang berlawanan.Hal ini memungkinkan karena adanya peluang yang belum diatur secara detail.Dimana hal ini juga ditunjukkan Made Esti Nurmani (2007), terdapat inkonsistensi dalam pemanfaatan ruang terhadap

2006 2007 2008 2009 2010

output sektor bangunan 802.808,8 855.403,5 908.270, 989.630, 1.075.48 750.000,00 850.000,00 950.000,00 1.050.000,00 1.150.000,00 R p J u ta

rencana detail tata ruang kecamatan di Kecamatan Cibinong dimana sebagian besar terjadi pada kawasan pertanian yang beralih fungsi menjadi kawasan terbangun sebesar 303.4 Ha dan kawasan lindung berubah menjadi kawasan terbangun sebesar 246.6 Ha.

8.2 Perumusan Alternatif Strategi Berdasarkan Analisis SWOT

Strategi merupakan sekumpulan sasaran yang disertai dengan metode- metode untuk mencapainya (Rustiadi, 2011).Berdasarkan hasil identifikasi terhadap faktor-faktor yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman, dapat dirumuskan beberapa alternatif strategi yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan sebagaimana dijelaskan pada Tabel 8.1.

8.2.1 Strategi S-O (Aggressive Strategies)

Menurut Rangkuti (1997), strategi disusun dengan memanfaatkan seluruh kekuatan agar dapat memanfaatkan seluruh peluang yang ada. Aggressive strategy ini merupakan strategi yang bernuansa pengembangan atau ekspansi. Berdasarkan enam kekuatan yang dimiliki dan sebelas peluang yang ada, maka dapat dirumuskan lima strategi yang bersifat ekspansif.

1. Penetapan PERDA perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan

Penetapan PERDA perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan merupakan bentuk produk hukum tertinggi di daerah yang dilakukan para pihak melalui pemerintah dan DPRD.Dengan ditetapkannya melalui Perda, diharapkan manajemen pemanfaatan lahan pertanian pangan berkelanjutan lebih memiliki posisi tawar yang kuat.

2. Pembentukan sistem informasi tentang perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang dapat diakses oleh masyarakat.

Sistem informasi tentang perlindungan lahan pertanian pangan

berkelanjutan merupakan sebuah sistem yang memberikan informasi sebaran lokasi lahan sawah yang telah dilindungi di 40 kecamatan termasuk didalam sawah yang berada di kawasan lindung/hutan produksi. Dengan memuat beberapa karakteristik lahan pertanian pangan dari masing-masing wilayah tersebut antara lain karakter site, karakter lingkungan serta karakter insentif yang diberikan. Karakter site terdiri dari sifat kemampuan lahan, infrastruktur, produktivitas, statsus kepemilikan, serta aspek sosial lainnya. Karakter lingkungan meliputi keterkaitan dengan wilayah lain yakni keberadaan kawasan hutan maupun keberadaan sumber air. Dan karakter insentif yang memuat informasi tentang lahan sawah beserta sarana pendukungnya, pemilik/pengelola maupun informasi lainnya.

3. Peningkatan intensifikasi pertanian

Strategi ini merupakan salah satu usaha untuk meningkatkan hasil pertanian dengan cara mengoptimalkan lahan pertanian yang sudah ada. Salah satu usaha peningkatan intensifikasi yakni melalui panca usaha tani yang meliputi : 1) pemilihan dan penggunaan bibit unggul, 2) pengolahan lahan, 3) pengaturan irigasi, 4) pemberian pupuk sesuai aturan, dan 5) pemberantasan hama dengan baik serta pasca panen dan pemasaran.

Pemberian insentif merupakan langkah strategis dalam upaya memberi rangsangan kepada para petani untuk tetap mempertahankan keberadaan luas lahan sawah. Pemberian insentif dapat berupa : kemudahan dalam legalisasi kepemilikan lahan, kemudahan dalam pembayaran pajak, kemudahan berupa ketersediaan sarana irigasi, kemudahan dalam ketersediaan teknologi, kemudahan dalam ketersediaan akses permodalan dan pembiayaan, pemberian penyuluhan dan pelatihan bagi petani, kemudahan dalam ketersediaan bibit unggul, adanya jaminan kepastian harga panen maupun diberikan penghargaan kepada petani berprestasi.

5. Peningkatan peran dan partisipasi masyarakat dalam mencegah terjadinya alih fungsi lahan pertanian pangan berkelanjutan

Strategi ini dimanfaatkan guna menciptakan partisipasi masyarakat dalam upaya perlindungan lahan pertanian berkelanjutan.Salah satunya yakni ikut bertanggungjawab dalam hal pengawasan serta mampu memberikan informasi terkait adanya pelanggaran atas peraturan yang ditetapkan.Bahkan jika perlu, dapat melakukan tuntutan hukum atas pelanggaran yang dilakukan oleh pemberi kewenangan.

8.2.2 Strategi W-O (Turn-Around Strategies)

Strategi ini disusun dengan memanfaatkan peluang yang ada untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang dimiliki (Rangkuti, 1997). Secara garis besar, berdasarkan delapan jenis kelemahan, dan sebelas peluang, dapat dikembangkan tujuh jenis strategi antara lain:

1. Penetapan legalitas RDTR

Strategi ini digunakan sebagai jaminan tentang rencana pemanfaatan ruang secara lebih detail agar pemanfaatan ruang terkendali. Untuk mengatasi kelemahan yang ada ini, penetapan legalitas RDTR ditetapkan dalam dalam bentuk peraturan daerah dan diletakkan ke dalam rencana tata ruang wilayah Kabupaten Bogor.

2. Penguatan peran GP3A

Strategi penguatan peran GP3A ditujukan untuk meningkatkan kapasitas dalam pengelolaan dan pengaturan kebutuhan air irigasi dan penguatan organisasi kelompok tani.

3. Penguatan gapoktan

Strategi ini untuk mendukung pelaksanaan dari pemberian insentif kepada para petani.Intervensi melalui gapoktan diharapkan lebih memudahkan dalam hal pembinaan dan penyuluhan.

4. Pengembangan sarana produksi pertanian dan alat mesin pertanian

Strategi ini diupayakan untuk mengatasi kelemahan yakni kurang tersedianya sarana produksi pertanian dalam hal jumlah, waktu maupun kualitasnya pada saat musim tanam tiba.

5. Optimalisasi resi gudang

Strategi optimalisasi resi gudang merupakan salah satu langkah untuk membantu petani dalam hal permodalam dan pembiayaan di bidang pertanian.Dimana hasil produksi berupa gabah dapat dijadikan agunan dengan melakukan penyimpanan hasil panen di gudang yang dikelola secara professional.

Strategi sosialisasi dan penyuluhan ditekankan pada penyebaran informasi baik rencana maupun hasil dari kebijakan yang telah ditetapkan kepada para pihak.

7. Pembentukan badan usaha di sektor pertanian/kemitraan dengan sektor perbankan

Strategi pembentukan badan usaha di sektor pertanian ini digunakan untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang terjadi.Adanya keterbatasan bagi petani kepada akses permodalan dan pembiayaan serta adanya tingkat kepemilikan lahan yang rendah menyebabkan kerentanan terjadi alih fungsi lahan.

8.2.3 Strategi S-T (Diversification Strategies)

Strategi ini disusun untuk memanfaatkan seluruh kekuatan yang ada secara optimal dengan cara menekan seminimal mungkin ancaman yang dihadapi (Rangkuti, 1997). Dua strategi yang memungkinkan untuk disusun dalam rangka meminimalkan ancaman adalah :

1. Optimalisasi pengawasan peruntukan ruang

Strategi ini bertujuan untuk menghindari adanya penyimpangan dari pelaksanaan perlindungan lahan pertanian berkelanjuan. Pengawasan dapat melibatkan para pihak lain melalui peran dan partisipasi masyarakat.

2. Optimalisasi pengendalian pemanfaatan ruang.

Strategi optimalisasi pengendalian pemanfaatan ruang merupakan upaya

untuk menegakkan pemanfaatan ruang sesuai dengan

peruntukkannya.Dengan didasarkan atas peraturan daerah yang telah ditetapkan.

8.2.4 Strategi W-T (Defensive Strategies)

Strategi ini disusun untuk meminimalkan kelemahan yang ada serta menghindari ancaman (Rangkuti, 1997). Terdapat dua alternatif strategi defensive ini yang didasarkan pada delapan kelemahan dan empat ancaman.

1. Penyuluhan pertanian bagi kelompok tani

Strategi ini dilakukan karena selama ini organisasi petani dijalankan hanya dengan pengelolaan secara sosial dan relatif belum secara professional. 2. Sosialisasi melalui berbagai media

Strategi ini dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan utamanya keterbatasan akses informasi bagi petani. Tujuan lain dari sosialisasi ini yakni memberikan informasi kepada masyarakat tentang kebijakan perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan guna menghindari sektor lain yang akan menggunakan lahan pertanian pangan yang sudah dilindungi. Ringkasan tahapan identifikasi SWOT dapat dilihat pada Tabel 20.

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekuatan (Strengths) Kelemahan (Weaknesses)

1. Potensi lahan pertanian 2. Lahan pertanian beririgasi 3. Produksi padi yang

meningkat

4. Intensitas panen 2 kali setahun

5. Motivasi petani padi yang tinggi.

6. Banyaknya kelompok tani yang aktif dengan diterapkannya agropolitan dan minapolitan

1. Tingkat pertumbuhan penduduk tinggi

2. Tingkat kecukupan pangan rendah

3. Penyebaran informasi pertanian terbatas 4. Kelompok tani belum

efektif

5. Ketersediaan saprotan kurang tepat waktu 6. Akses permodalan dan

pembiayaan lemah 7. Kepemilikan lahan pertanian pangan berkelanjutan terbatas 8. RDTR belum memiliki legalitas

Peluang (Opportunities) Strategi S-O

(Aggressive Strategies)

Strategi W-O (Turn-Around Strategies)

1. Sejalan dengan peraturan pemerintah 2. Rencana perubahan RTRW 3. Kebijakan agropolitan 4. Kebijakan revitalisasi pertanian dan pembangunan perdesaan 5. Perbaikan infrastruktur pertanian dan pendukungnya 6. Permintaan produk

pertanian yang besar untuk wilayah Jakarta dan Kota Bogor

7. Pendataan lahan pertanian pangan beserta

cadangannya

8. Harga komoditas pertanian dinikmati petani. 1. Penetapan PERDA PLP2B (S1,2,3,4,5,6 – O1,4,6) 2. Pembentukan sistem informasi (S1,2,3,4,5,6 – O1,6) 3. Peningkatan intensifikasi pertanian (S1,2,3,5,6 – O3,4,6,7,8)

4. Pemberian insentif bagi petani (S2,3,4,5,6 – O1,4,6,7)

5. Peningkatan peran dan partisipasi masyarakat (S5,6 – O6,7)

1. Penetapan RDTR kecamatan (W8 – O2) 2. Penguatan peran GP3A

(W2,3,4,5,6 – O3,4) 3. Penguatan gapoktan (W2,3,4,5,6 – O3,4) 4. Pengembangan saprotan dan alsintan (W2,3,4,5,6 – O3,4,7)

5. Optimalisasi resi gudang (W3,4,6 – O1,3,4,6,8) 6. Optimalisasi sosialisasi dan

penyuluhan (W1,2,3,4,8 – O1,2,3,4)

7. Pembentukan badan usaha di sektor pertanian /kemitraan

(W1,2,3,5,6,7 – O4,6,7,8)

Ancaman (Threats) Strategi S-T

(Diversification Strategies)

Strategi W-T (Defensive Strategies)

1. Tingkat penguasaan lahan pertanian rendah 2. Ketidaksiapan selain Sektor pertanian 3. Berkembangnya sektor bangunan 4. Pelaksanaan kebijakan yang menyimpang 1. Optimalisasi pengawasan peruntukan ruang (S1,2,5,6 – T2,3,4) 2. Optimalisasi pengendalian pemanfaatan ruang (S1,2,5,6 – T2,3,4)

1. Penyuluhan pertanian bagi kelompok tani (W3,478 – T1,2,3,4 )

2. Sosialisasi melalui berbagai media(W1,3,4,7,8 – T1,2,3,4)

8.3 Penyusunan Road Map Strategy dan Prioritas Program / Kegiatan 8.3.1 Road Map Strategy

Menurut Rustiadi (2011), kebijakan merupakan sekumpulan aktivitas terukur yang ingin dicapai dalam jangka pendek dan dilakukan dengan cara-cara tertentu. Kebijakan disusun dengan mewujudkan pelaksanaan strategi secara terpadu dan serasi.Berdasarkan hasil analisis menggunakan metode SWOT, ditemukan alternatif strategi yang untuk mendukung dilaksanakannya upaya perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan. Beberapa strategi tersebut antara lain : lima strategi agresif, tujuh strategi stabilitatif/rasional, dua strategi diverifikatif dan dua strategi defensif.

Strategi yang telah dirumuskan berdasarkan analisis SWOT, selanjutnya dipetakan ke dalam bentuk road map strategy. Menurut Baga (2009) dengan pedekatan road map strategy dapat menjelaskan beberapa hal yang mendasar.

Keenambelas strategi yang telah dirumuskan perlu dilaksanakan guna perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan berjalan dengan baik. Karena adanya keterbatasan serta adanya hal-hal yang bersifat sekuensial antara strategi satu dengan yang lain, tentunya tidak dilaksanakan secara sekaligus. Oleh karena itu road map perlindungan lahan pertanian pangan berkelanjutan di Kabupaten Bogor yang dapat dijadikan panduan dalam pelaksanaan di lapangan.

Road mapstrategy disusun dalam rentang lima periode waktu, dimana dalam setiap periode waktu dapat dinyatakan dalam tahun ataupun bentuk waktu lain. Road map strategy dijelaskan pada Gambar 20..

Dokumen terkait