• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis dan Sumber Data

Data penelitian merupakan data sekunder yang telah dipublikasikan di Indonesia. Adapun data yang dicari berupa data provinsi sebanyak 32 provinsi di Indonesia. Data yang digunakan diantaranya : PAD merupakan penerimaan daerah yang tidak termasuk dana transfer pusat atau dana perimbangan. Data PAD didapat dari penjumlahan data pajak, retribusi hasil kekayaan daerah yang dipisahkan dan pendapatan lain yang sah. Data PAD didapat dari APBD setiap provinsi/kabupaten/kota di Indonesia yang bersumber dari Dirjen Perimbangan Keuangan (DJPK).

DAU merupakan dana yang bersumber dari APBN dialokasikan untuk menyeimbangkan keuangan daerah dan menurunkan ketimpangan horizontal. Perhitungan DAU yaitu penjumlahan alokasi dasar ditambah dengan celah fiskal. Data alokasi dasar didapat dari jumlah gaji pegawai negeri sipil disetiap daerah. Gaji pegawai negeri sipil terdiri dari gaji pokok, tunjangan keluarga dan jabatan, tunjangan beras dan tunjangan pajak. Celah fiskal adalah selisih kebutuhan fiskal dengan kapasitas fiskal. Indikator kebutuhan fiskal terdiri dari jumlah penduduk, indeks kemahalan kontruksi, PDRB perkapita dan IPM yang semua indikator tersebut bersumber dari BPS. Indikator kebutuhan fiskal lainnya yaitu luas wilayah bersumber dari Kementerian Dalam Negeri. Kapasitas fiskal dihitung dari penjumlahan PAD dan Dana Bagi Hasil SDA bersumber dari kementerian teknis, Dana Bagi Hasil Pajak didapat dari Ditjen Pajak. Data realisasi DAU dapat diambil dari situs Dirjen Perimbangan Keuangan (DJPK).

DAK merupakan dana yang bersumber dari APBN untuk membantu membiayai kebutuhan khusus yang menjadi prioritas nasional. Dalam penelitian ini DAK yang digunakan berdasarkan kegiatan yang terdiri dari bidang pendidikan, kesehatan infrastruktur dan DAK total. Data DAK didapat dari Dirjen Perimbangan Keuangan (DJPK).

Belanja modal merupakan bagian pos dari belanja langsung yang terkait dengan program pembangunan. Belanja modal digunakan untuk menganggarkan belanja yang digunakan untuk pengeluaran yang dilakukan dalam rangka pembelian/pengadaan atau pembangunan aset tetap berwujud yang mempunyai nilai manfaatnya lebih dari 12 (duabelas) bulan. Data didapat dari APBD provinsi/kabupaten/kota bersumber dari DJPK. PDRB perkapita merupakan proksi dari kesejahteraan dengan melihat perbandingan PDRB dengan jumlah penduduk. Adapun data PDRB perkapita didapat dari Badan Pusat Statistik (BPS). Menurut Badan Pusat Statistik, investasi yang diproksikan dengan Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) yaitu pengeluaran barang modalyang mempunyai umur pemakaian lebih dari satu tahun dan tidak merupakanbarang konsumsi. Barang modal yang mencakup PMTB diantaranya bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal, bangunan lain sepertijalandan bandara, serta mesin dan peralatan. Pengeluaran barangmodaldi bidang militer tidak termasuk dalam PMTB melainkan termasuk konsumsi pemerintah. Data PMTB bersumber dari Badan Pusat Statistik.

Infrastruktur ekonomi yang merupakan asset fisik dalam menyediakan jasa dan digunakan dalam produksi dan konsumsi final meliputi public utility (energi listrik,air minum, telekomunikasi dan sanitasi), public works (jalan, saluran irigasi,drainase dan bendungan) serta faktor transportasi (jalan kereta api, lapangan terbangan dan angkutan pelabuhan). Dalam penelitian menggunakan data panjang jalan beraspal kondisi baik yang didapat dari Badan Pusat Statistik. Dari data keseluruhan variabel yang diestimasi pada penelitian mengunakan periode tahun 2001-2010. Dengan periode penelitian tersebut maka akan dilakukan berbagai percobaan dalam mengestimasi yang sesuai dengan asumsi- asumsi statistik.

Penduduk merupakan orang yang menetap di suatu daerah tertentu secara jangka panjang, umumnya dilihat dari pertumbuhan penduduk dimana pertumbuhan tersebut merupakan keadaan yang dinamis antara jumlah penduduk yang bertambah dan jumlah penduduk yang berkurang. Data populasi didapat dari Badan Pusat Statistik dengan data penduduk dimulai dari tahun 2001-2010.

Ketimpangan pendapatan antar daerah merupakan perbedaan distribusi pendapatan daerah atau perbedaa jarak pendapatan antar daerah. Indeks yang digunakan untuk menghitung ketimpangan antar daerah yaitu indeks Williamson. Indeks ini bersumber dari Badan Pusat Statistik yang dimulai dari tahun 2001- 2010.

Metode Analisis

Analisis Deskriptif

Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini dijelaskan secara deskriptif. Penjelasan deskriptif dari hasil estimasi pada persamaan belanja modal, persamaan PDRB perkapita dan persamaan ketimpangan pendapatan. Penelitian ini juga akan menghitung alternatif formula DAU dan dijelaskan secara deskriptif. Analisis penelitian ini akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.

Rancangan Penelitian

Rancangan Penelitian dalam Regresi

Penelitian dirancang dengan menganalisis pengaruh PAD, karakteristik daerah, DAU, kebijakan hold harmless, DAU dan DAK infrastruktur terhadap belanja modal. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan estimasi pengaruh belanja modal, karakteristik daerah, investasi, kebijakan hold harmless, infrastruktur (panjang jalan beraspal kondisi baik) dan jumlah penduduk terhadap PDRB perkapita. Terakhir, estimasi dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi ketimpangan pendapatan, yaitu dengan cara mengestimasi pengaruh variabel DAU, karakteristik daerah, DAK infrastruktur, kebijakan hold harmless, infrastruktur jalan dan jumlah penduduk terhadap ketimpangan pendapatan. Alat analisis untuk penelitian ini menggunakan model panel regresi dengan periode tahun 2001-2010.

Persamaan belanja modal :

BM= f(PAD, KARAKTERISTIK DAERAH, DAU, KEBIJAKAN HOLD HARMLESS, DAK INFRASTRUKTUR)

DAK infrastruktur yang dicoba pengaruhnya dalam penelitian ini adalah infrastruktur jalan, kesehatan dan pendidikan.

Spesifikasi model awal:

LNBMit= α0 + α1 LNPADit + α2DKAYAit+ α3DKAYA*LNPADit+ α4LNDAUit

α5DHHit+ α6DHH *LNDAUit + α7LNDAKit +et

Keterangan :

BMit : Belanja Modal daerah i pada tahun t (juta rupiah)

PADit : Pendapatan Asli Daerah didaerah i pada tahun t (juta rupiah)

DAUit: Dana Alokasi Umum (juta rupiah)

DAKit: Dana Alokasi Khusus infrastruktur (juta rupiah)

DKAYAit = 1 untuk daerah kaya; DKAYA = 0 untuk daerah miskin

DHHit: Dummy kebijakan hold harmless sebelum tahun 2009 = 1

i: Provinsi ke i t : tahun ke t

Persamaan PDRB perkapita :

PDRB PERKAPITA= f( BELANJA MODAL, KARAKTERISTIK DAERAH, INVESTASI, KEBIJAKAN HOLD HARMLESS, INFRASTRUKTUR, PENDUDUK)

Spesifikasi model awal :

LnPDRBKAPit= 0 + 1 LnBMit+ 2 DKAYAit+ 3DKAYA*LnBMit+ 4 DHHit

+ 5 LnINVit + 6LnJLNit+ 7LnPOPit +et

Keterangan :

PDRBKAPit: PDRB Perkapita daerah i pada tahun t (juta rupiah)

INVit: Investasi didaerah i pada tahun t (juta rupiah)

BMit: Belanja Modal daerah i pada tahun t (juta rupiah)

JLNit : Panjang jalan beraspal kondisi baik

DKAYAit = 1 untuk daerah kaya; DKAYA = 0 untuk daerah miskin

DHHit: Dummy kebijakan hold harmless sebelum tahun 2009 = 1

POPit : Penduduk daerah i pada tahun t

i: Provinsi ke i, t : tahun ke t

Persamaan ketimpangan pendapatan :

IW=f(DAU, KARAKTERISTIK DAERAH, DAK INFRASTRUKTUR, KEBIJAKAN HOLD HARMLESS, INFRASTRUKTUR, PENDUDUK )

DAK infrastruktur yang dicoba pengaruhnya dalam penelitian ini adalah infrastruktur jalan, kesehatan dan pendidikan.

Spesifikasi model awal:

IWit= 0 + 1 LnDAUit + 2DKAYAit+ 3DKAYA*LNDAUit+ 4LNDAKit

+ 5LNDHHit+ 6LNJLNit + 7LnPOPit + et

Keterangan :

IWit : Ketimpangan (Indeks Williamson) daerah i pada tahun t

DAUit : Dana Alokasi Umum daerah i pada tahun t (juta rupiah)

DAKit: Dana Alokasi Khusus infratruktur daerah i pada tahun t (juta rupiah)

POPit : jumlah penduduk daerah i pada tahun t

DKAYAit = 1 untuk daerah kaya; DKAYA = 0 untuk daerah miskin

DHHit: Dummy kebijakan hold harmless sebelum tahun 2009 = 1

JLNit: infrastruktur jalan daerah i pada tahun t

i: Provinsi ke i, t : tahun ke t

Natural logaritma yang digunakan dalam ketiga persamaan tersebut, dimaksudkan untuk melihat elastisitas dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen.

Untuk mencari model terbaik, terlebih dahulu dilakukan berbagai tahapan. Pertama-tama model yang dikaji diasumsikan terspesifikasi dengan benar. Model yang diasumsikan terspesifikasi dengan benar membuat pendugaan dan pengujian model relatif jadi jelas. Dalam realita kita tidak pernah tahu bahwa spesifikasi model yang dikaji pasti benar. Peneliti mengkaji lebih dari satu kemungkinan spesifikasi model dan mencari model yang terbaik. Dalam membuat model diharapkan unsur-unsur ketidakteraturan Y akan tercakup dalam dugaan atau dapat dijelaskan oleh nilai-nilai dari variabel (X1,X2…..,Xn). Oleh karena itu,

komponen sisaan diusahakan menjadi relatif kecil dibandingkan komponen dugaannya.

Menurut Juanda (2009), komponen error paling sedikit terdiri dari 4 komponen yaitu :

1. Kesalahan pengukuran dan proksi dari peubah respons Y maupun peubah penjelas X1, X2,...., dan Xn.

2. Asumsi bentuk fungsi f yang salah. Mungkin ada bentuk fungsi lainnya yang lebih cocok, linear maupun non-linear.

3. Omitted variabels. Peubah (variable) yang seharusnya dimasukkan ke dalam model, dikeluarkan karena alasan-alasan tertentu (misalnya penyederhanaan, atau data sulit diperoleh dan lain-lain).

4. Pengaruh faktor-faktor lain yang belum terpikirkan atau tidak dapat diramalkan.

Tahapan untuk menguji hipotesis dapat dijelaskan pada Gambar 9. Hipotesis-hipotesis utama yang akan diuji (H) dan diformulasikan ke dalam koefisien-koefisien parameter ( ) sehingga dapat diuji secara statistik. Setiap penyusunan model ekonomi terdapat beberapa asumsi yang dapat mendasarinya. Asumsi-asumsi tentang error diperlakukan sebagai auxiliary hipotheses (Juanda, 2009).

Sebelum melakukan pengujian hipotesis utama (H) terlebih dahulu menguji asumsi-asumsi tentang error yang mendasari model ekonometrik tersebut (Ai). Dalam melakukan pengujian asumsi dapat melalui pengkajian pola ε. Jika ε berpola sistematik terhadap Y tidak dimodelkan secara eksplisit melalui fungsi f dan pemilihan variabel penjelas (X1, X2…Xn). Paling sedikit terdapat satu

komponen sistematik dalam komponen ε yang belum diungkapkan dalam f(X1,

X2…Xn).

Prosedur pemodelan memerlukan pertimbangan statistik yang digunakan untuk mengidentifikasi perlunya spesifikasi ulang dalam model. Sedangkan teori ekonomi digunakan untuk membantu arah re-spesifikasi model. Hal yang harus dipahami yaitu hasil statistik –uji menunjukkan hipotesis utama ditolak maka hal ini belum cukup bukti untuk menyimpulkan bahwa hipotesis ini benar-benar ditolak, karena kerangka pengujian tersebut tergantung dari cara bagaimana dapat menformulasikan hipotesis tersebut ke dalam koefisien parameter. Jadi kurang layak kalau menyimpulkan penolakan hipotesis pada pengujian pertama terhadap hipotesis tersebut. Akan tetapi jika hipotesis tetap juga ditolak, paling tidak pada pengujian kedua terhadap hipotesis tersebut, maka barangkali tidak ada alternatif lain untuk menolak hipotesis tersebut. Demikian tahapan pemodelan ekonomi secara umum dengan menggunakan analisis regresi. Tahapan melakukan atau mencari model terbaik dapat dilihat pada Gambar 9 untuk mendapatkan model yang terbaik (Juanda, 2009).

Gambar 9 Tahapan Model Empiris (Juanda, 2009) Rancangan Penelitian dalam Simulasi Perhitungan DAU

Formulasi DAU yang berlaku selama ini tidak terlepas dari kekurangan, sehingga perlu secara terus-menerus dievaluasi dan disempurnakan. Berdasarkan kondisi tersebut, maka dipandang perlu dilakukan pengkajian secara mendalam mengenai alternatif formulasi DAU yang lebih mencerminkan keadilan untuk seluruh daerah di Indonesia. DAU yang lebih adil dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk kesejahteraan masyarakatnya

Studi ini mencoba untuk memberikan alternatif lain dalam perhitungan DAU berdasarkan acuan studi yang telah ada baik berupa teori kebijakan publik yang berlaku universal maupun berdasarkan studi-studi empiris tentang praktik- praktik terbaik (best practices) terkait desantralisasi fiskal (Juanda, Sidik dan Qibthiyah, 2013). Alternatif formula DAU yang dihitung dalam studi ini yaitu

Main Hypotheses

(H)

Auxiliary Hypotheses (Ai)

Deduction

Test Main Hypotheses

Data on Silent Variables

Modify the treatment of the auxiliary hypotheses

Modify the treatment of the auxiliary hypotheses

Testable form of the Theory

Y = Xβ + error

Residual consistent With White Noise Errors

Residual consistent With White Noise Errors Prediction Main Hypotheses Rejected Main Hypotheses Accepted

Can not Test This Particular Spesification of The Main Hypotheses

DAU aktual tahun 2010, DAU revisi dan DAU Shah (2012). Perhitungan DAU aktual adalah :

DAU Aktual = Alokasi dasar + Celah Fiskal Celah Fiskal = Kebutuhan Fiskal – Kapasitas Fiskal

Kebutuhan fiskal terdiri dari jumlah penduduk, pelayanan publik, indeks kemahalan kontruksi, IPM dan PDRB perkapita

Kemampuan fiskal terdiri dari : penjumlahan PAD dan DBH SDA

Kemudian perhitungan DAU revisi yaitu dengan menghilangkan alokasi dasar dan PDRB perkapita. Alokasi dasar merupakan jumlah gaji pegawai negeri sipil daerah. Penghapusan alokasi dasar dikarenakan banyak daerah kaya yang menambah jumlah pegawai negeri sipil. Penambahan tersebut membuat daerah kaya semakin besar mendapatkan DAU. Adanya alokasi dasar merespon daerah untuk menambah jumlah pegawai negeri yang belum tentu efektif. Menghilangkan PDRB perkapita dalam kebutuhan fiskal, dikarenakan PDRB perkapita tidak mencerminkan kebutuhan fiskal. Seharusnya PDRB perkapita lebih mencerminkan kesejahteraan masyarakat suatu daerah.

DAU revisi = Kebutuhan Fiskal – Kapasitas Fiskal Ket:

- Variabel pembentuk Kebutuhan fiskal terdiri dari jumlah penduduk, pelayanan publik, indeks kemahalan kontruksi, IPM

- Variabel pembentuk Kemampuan fiskal terdiri dari : penjumlahan PAD dan DBH SDA

Alternatif formulasi DAU yang ketiga yaitu perhitungan DAU versi Shah (2012). Perhitungan DAU versi Shah (2012) membagi perhitungan dalam dua kelompok klaster yaitu klaster kota dan kabupaten dengan asumsi bahwa karakteristik kemampuan keuangan dan kebutuhan fiskal daerah untuk kedua kelompok klaster tersebut sangat beragam. Klaster kota diklasifikasikan berdasarkan jumlah penduduk, sementara untuk kabupaten berdasarkan luas wilayah. Perbedaan klasifikasi ini, dikarenakan kota di Indonesia pada umumnya memiliki jumlah penduduk yang lebih besar dibandingkan kabupaten. di sisi lain, kabupaten pada umumnya memiliki luas wilayah yang lebih besar dibandingkan kota. Kategori klaster kota dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1).kota berpenduduk lebih dari 1 juta dinotasikan C1; 2) kota berpenduduk antara 500,000 -1,000,000 dinotasikan C2; 3) kota berpenduduk antara 100,000 – 500,000 dinotasikan C3; 4) kota berpenduduk 100,000 dinotasikan sebagai C4. Sementara untuk Kategorisasi Klaster kabupaten adalah sebagai berikut: 1) Kabupaten dengan luas area 1336.2 dinotasikan D1, 2)Kabupaten dengan luas area 2648.4 dinotasikan D2, 3) Kabupaten dengan luas area 5309.5 dinotasikan D3, dan 4) Kabupaten dengan luas area 44071 dinotasikan sebagai D4.

Studi ini mengacu kepada revisi UU No 33 Tahun 2004, dengan melakukan perbaikan yang ada mencakup penghapusan alokasi dasar dan penghapusan variabel PDRB perkapita dalam perhitungan kebutuhan fiskal, karena PDRB perkapita lebih cocok untuk dimasukkan ke dalam perhitungan kapasitas fiskal (Juanda, Sidik dan Qibthiyah (2013)). Perhitungan formula DAU alternatif versi Shah (2012) yang akan dianalisis yaitu :

DAU = Kebutuhan fiskal perkapita – Kapasitas fiskal perkapita

Simulasi DAU dilakukan dalam tiga skenario yang dikorelasikan dengan PDRB perkapita dengan tujuan untuk melihat korelasi tererat perhitungan alternatif DAU dengan PDRB perkapita. Nilai koefisien negatif dari korelasi tersebut mencerminkan bahwa daerah yang mempunyai PDRB perkapita relatif besar akan mendapatkan DAU yang relatif kecil. Berdarkan ketiga simulasi perhitungan DAU tersebut, diharapkan akan terpilih alternative perhitungan DAU yang lebih ideal debandingkan dengan formulsi DAU yang berlaku sampai dengan saat ini.

Dalam studi ini, diperhitungkan pula aspek ketimpangan horizontal yang diwakili dengan simulasi DAU yang dikaitkan dengan indeks Williamson sebagai proksi ketimpangan antar daerah. Nilai indeks Williamson yang rendah mengindikasikan bahwa kemampuan keuangan antar daerah lebih merata atau dengan kata lain ketimpangan antar daerah rendah. Studi ini terdiri dari data panel yang digunakan pada simulasi alternatif formula DAU dengan menghapuskan alokasi dasar dan PDRB perkapita dalam perhitungan kebutuhan fiskal, sehingga formulanya menjadi sebagai berikut:

Metode Pengujian

Metode pengujian dilakukan untuk menguji hasil dari estimasi belanja modal, PDRB perkapita dan ketimpangan pendapatan. Adapun metode pengujian akan dijelaskan oleh uji t, uji f dan koefisien determinasi (R-Squared).

Uji t

Pengujian ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen pada tingkat signifikansi tertentu. Pengujian ini dilakukan dengan asumsi bahwa variabel- variabel lain tidak berubah. Menurut Gujarati (2009), dalam uji t-statistik ada 2 jenis kriteria pengujian, diantaranya:

Pengujian dua arah (two tail test)

Pengujian dua arah digunakan ketika kita tidak memiliki dasar teori yang kuat mengenai bagaimana pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

Pengujian satu arah (one tail test)

Pengujian satu arah digunakan ketika kita memiliki dasar teori yang kuat mengenai bagaimana pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.

Pada penelitian ini dilakukan uji t dua arah (two tail test) dengan hipotesis sebagai berikut:

Hipotesis dari uji ini adalah :

H0 :  = 0, Variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependennya. H1 :  0, Variabel independen mempengaruhi variabel dependennya.

Langkah selanjutnya adalah membandingkan nilai t-stat dengan nilai t-tabelnya pada tingkat signifikansi tertentu. Nilai t-stat didapat dengan formula sebagai berikut:

) ( 2 * 2 * 2    se t   dimana: 2 

 : nilai estimasi parameter 2 2

*

 : nilai 2 dalam hipotesis H0

) ( 2 *  se : standard error 2 Kriteria Pengujian :

Jika: (t-tabel)  (t-stat)  (t-tabel), maka hipotesis nol tidak dapat ditolak Jika: t-stat < -(t-tabel) atau t-stat > t-tabel, maka hipotesis nol ditolak Uji F

Uji F-statistik dilakukan untuk menguji signifikansi pengaruh variabel- variabel independen terhadap variabel dependen dalam model.

Hipotesis dari uji ini adalah :

H0 : 0 = 1 = 2 = 3 = 0, variabel-variabel independen tidak berpengaruh

terhadap variabel dependennya.

H1 : Minimal ada satu i  0, atau minimal ada satu variabel independen yang

mempengaruhi variable dependennya.

Pengujian ini dilakukan dengan cara membandingkan nilai F-hitung dengan nilai F-tabel dengan tingkat signifikansi tertentu. Hasil pengujian akan menunjukkan kesimpulan sebagai berikut :

 H0 diterima jika F-stat < F tabel

 H0 ditolak jika F-stat > F-tabel

Dengan demikian hasil uji F yang signifikan akan menunjukkan bahwa minimal satu dari variabel independen memiliki pengaruh terhadap variabel dependennya. Uji F-stat ini merupakan uji signifikansi satu arah ( Gujarati, 2009).

Koefisien Determinasi (R2)

Merupakan suatu nilai atau bilangan yang dinyatakan dalam bentuk persen, untuk menunjukkan besarnya presentase variasi variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh oleh variasi di variabel independennya. Koefisien determinasi R2 diperoleh dengan rumus:

Dimana RSS (residual sum of squares) adalah nilai total penjumlahan kuadrat dari variasi Y yang dijelaskan oleh variabel residual. Sedangkan TSS (total sum of squares) adalah total penjumlahan kuadrat dari variasi Y yang dijelaskan oleh nilai rata-ratanya. Besarnya nilai R2 adalah 0 < R2 < 1, dimana semakin mendekati 1 berarti model tersebut dapat dikatakan baik karena semakin dekat hubungan antar variabel independen dengan variabel dependen, demikian sebaliknya.Pada penelitian ini juga akan digunakan koefisien determinasi yang telah disesuaikan dengan jumlah variabel dan jumlah observasinya (adjusted R2), karena lebih menggambarkan tentang kemampuan yang sebenarnya dari variabel- variabel independennya untuk menjelaskan variabel tak bebasnya (Gujarati, 2009).

Pengujian Masalah Regresi

Uji Multikolinearitas

Masalah multikolinier ialah situasi dimana terjadinya korelasi antara satu atau lebih variabel independen dengan variabel independen lainnya. Bila terjadi multikonlinier sempurna dalam model maka dapat mengakibatkan koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir dan nilai standar error koefisien regresi menjadi tidak terhingga. Jika berdasarkan hasil uji t-statistik ternyata variabel- variabel independen yang digunakan semuanya signifikan secara parsial dengan R2 yang tinggi maka dapat dikatakan bahwa model dalam penelitian ini tidak terdapat masalah mulitikolinear atau bebas dari multikolinieritas. Selain dengan cara sederhana seperti telah diterangkan sebelumnya, cara lain untuk mendekteksi adanya multikolinier adalah dengan melihat apakah nilai koefisien korelasi antar variabel independennya lebih besar dari 0,80, maka dapat dikatakan terjadi masalah multikolinieritas pada taraf yang serius (Gujarati, 2009).

Uji Autokorelasi

Uji Autokorelasi dilakukan untuk mendeteksi ada atau tidaknya serial korelasi dari error term yang terdapat dalam suatu model regresi. Gejala serial korelasi dalam konteks time series terjadi bila error term pada suatu periode tertentu berpengaruh kepada error term periode waktu berikutnya, atau dengan kata lain jika error term dari periode waktu berlainan saling berkorelasi. Metode umum yang digunakan untuk menguji serial korelasi ini yaitu dengan menggunakan uji Durbin-Watson atau dengan uji Breusch Godfrey LM Test. Beberapa uji stasistik yang sering dipergunakan adalah uji Durbin Watson (DW) atau uji dengan Run Test. Uji DW hanya digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorrelation), dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lag diantara variabel independen.



      2 2 2 ) ( 1 1 Y Yi u TSS RSS R i

Untuk mengetahui keberadaan autokorelasi dapat juga dengan mengunakan koefisien autokovarians dan autoregresi (Gujarati, 2009).

Estimasi OLS pada Keberadaan Autokorelasi

Pada model regresi dua variabel untuk menjelaskan ide dasar yang dilibatkan, yaitu, Yt= t + 2Xt + ut. Untuk membuat perkembangan, diperlukan

mengasumsikan mekanisme yang menghasilkan ut, berhubung E(utut+s) ≠ 0(s ≠ 0)

adalah asumsi yang terlalu umum untuk digunakan dalam praktik. Sebagai titik awal, atau pendekatan pertama, dapat mengasumsikan bahwa faktor gangguan atau faktor kesalahan dihasilkan dari mekanisme berikut ini.

Ut = pu1 – 1 + ɛt – 1 < p < 1 (1)

Dimana p (=rho) biasa disebut koefisien autokovarians dan dimana ɛ1

adalah faktor gangguan stokastik sedemikian sehingga ia memenuhi asumsi OLS standar, yaitu

E(ɛ1) = 0

Var(ɛ1) = σɛ2 (2)

Cov (ɛpɛ1-s) = 0 s ≠ 0

Dalam literatur tektik, sebuah faktor kesalahan dengan sifat tersebut disebut white noise error term. Apa yang ditetapkan oleh persamaan (1) adalah nilai dari faktor gangguan pada periode t sama dengan p dikali nilainya pada periode sebelumnya ditambah sebuah faktor kesalahan acak yang murni (Gujarati, 2009).

Skema atau model (1) dikenal sebagai skema Markov’s first-order autoregressive, atau cukup skema autoregresif tingkat satu, biasanya didenotasikan sebagai AR(1). Nama autoregressive karena persamaan (1) dapat diinterpretasikan sebagai regresi dari ut terhadap dirinya dari satu periode

sebelumnya. Hal ini merupakan first-order karena ut dan nilai , masa lalunya yang

persis satu periode ke belakang dilibatkan : yaitu lag yang maksimal adalah 1. Jika modelnya ut = p1ut-1 + p2ut-2 + ɛp akan menjadi AR(2), atau skema second-order

autoregressive, dan seterusnya. dimana p, koefisien autokovarian pada persamaan (1), dapat pula diinterpretasikan sebagai koefisien autokolerasi tingkat satu, atau lebih tepatnya, koefisien autokolerasi pada lag 1. Dengan skema AR(1), dapat ditunjukan bahwa :

Var(u1) = E (ut2) = (3)

Cov (u1,ut-5) = E (u1,ut-5) = (4)

Di mana cov (u1,ut-5) adalah kovarians di antara faktor-faktor kesalahan

yang beranjak s periode dan cor (u1,ut-5) adalah kolerasi di antara faktor-faktor

kesalahan yang beranjak s periode. Perhatikan, oleh karena sifat simetris dari kovarians dan kolerasi, maka kita ketahui bahwa cov (u1,ut-5) = cov (u1,ut-5) dan

cor (u1,ut-5) = cor (u1,ut-5) (Gujarati, 2009).

Oleh karena p adalah sebuah konstanta antara -1 dan +1, persamaan (3) menunjukan bahwa di bawah skema AR(1), varians dari ut masih bersifat

homoskedastik, tetapi ut berkolerasi dengan (1) nilai masa lalunya yang persis

Dokumen terkait