• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Departemen Biologi dan di Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia, FMIPA IPB dari bulan April 2009 sampai dengan Maret 2012.

Isolasi Aktinomiset Endofit

Sampel tanaman brotowali (Tinospora crispa) diperoleh dari Kebun Koleksi Tanaman Obat, Pusat Studi Biofarmaka, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sampel tanaman berupa bagian akar, batang dan daun tanaman brotowali. Disamping brotowali, beberapa tanaman obat yang telah diketahui memiliki kasiat sebagai obat diabetes juga dilakukan isolasi aktinomiset endofitnya, yaitu: lidah buaya (Alloe vera), mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), temu ireng (Curcuma aeruginosa), pegagan (Centela asiatica), tempuyung (Xoncus arvensis), sambiloto (Andrographis paniculata), secang (Caesalpinia sappan), temu lawak (Curcuma xanthorriza), pete (Parcia speciosa) sambung nyawa (Gynura procumbens), ciplukan (Physalis peruviana) dan rosela (Hibiscus sabdariffa).

Bagian tanaman yang diisolasi dicuci dengan air lalu dilakukan sterilisasi permukaan mengikuti metode seperti yang diterangkan Coombs dan Franco (2003). Sampel tanaman direndam dalam alkhohol 70% selama 1 menit, larutan hipoklorit 1% selama 5 menit, lalu alkhohol 70% selama satu menit, dan terakhir dibilas dengan akuades steril. Sampel tanaman yang telah steril selanjutnya dihaluskan secara aseptik dengan mortar dan ditambahkan 4 ml 12.5 mM buffer fosfat. Sebanyak 100 µl suspensi sampel diinokulasikan pada medium Humic Acid Vitamin B (HV) agar dengan penambahan 50 ppm cycloheximide dan 30 ppm nalidixic acid. Inkubasi dilakukan selama 14-21 hari pada suhu ruang. Untuk konfirmasi keberhasilan proses sterilisasi permukaan, bilasan terakhir akuades juga dilakukan pencawanan pada medium HV agar. Koloni-koloni aktinomiset yang tumbuh diisolasi dan dimurnikan lebih lanjut menggunakan medium Yeast Malt Extract Agar (YMA). Koleksi isolat disimpan dalam medium YMA miring pada suhu 4 0C dan larutan gliserol 15% pada suhu -20 0C.

Seleksi dan Uji Aktinomiset Endofit Penghasil Inhibitor α-glukosidase

Semua isolat yang diperoleh ditumbuhkan ke dalam medium cair berisi 0.1% soluble starch, 0.5% pepton, dan 0.1% yeast extract (pH 7) selama 14 hari dengan kecepatan agitasi 120 rpm pada temperatur ruang. Biomassa sel dipisahkan dengan sentrifugasi dengan kecepatan 1432 x g selama 20 menit dan supernatan yang diperoleh diuji aktivitas inhibitor α-glukosidasenya. Aktivitas inhibitor α-glukosidase diuji menurut Anam et al. (2009). Uji penghambatan enzim dilakukan berdasarkan pada pemecahan substrat untuk menghasilkan produk berwarna, yang diukur absorbansinya selama periode waktu tetentu. Enzim α-glukosidase (Sigma, St. Louis) dilarutkan dalam 0.1 M buffer fosfat pH 7 dengan konsentrasi 0.25 unit/ml. Substrat yang digunakan adalah p-Nitrophenyl α-D-glucopyranoside (Sigma, St. Louis) 20 mM yang dilarutkan dalam 0.1 M buffer fosfat pH 7. Campuran reaksi terdiri dari 125 l substrat, 240 l 0.1 M buffer fosfat pH 7 dan 10 l sampel. campuran reaksi diinkubasi pada suhu 370C selama 5 menit, ditambahkan 125 l larutan enzim dan diinkubasi selama 15 menit pada suhu 37 0C. Reaksi dihentikan dengan penambahan 500 l larutan Na2CO3 200 mM, dan p-nitrophenol yang dihasilkan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 400 nm. Sebagai pembanding digunakan larutan acarbose 1 mg/ml. Penghambatan aktivitas enzim α-glukosidase ditentukan dengan rumus:

Penghambatan (%) = (Ak-(As1-As0))/Ak x 100%

(Ak: absorbansi kontrol, AS0: absorbansi sampel tanpa enzim, As1: absorbansi sampel)

Peran Aktinomiset Endofit dalam Menghasilkan Inhibitor α-glukosidase

Untuk mengetahui peran isolat aktinomiset endofit dalam menghasilkan inhibitor α-glukosidase, digunakan tanaman T. crispa bebas endofit yang hasil kultur jaringan tanaman yang diperoleh dari Lab. Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Sebanyak 0.5 gram sampel tanaman hasil kultur jaringan digerus secara aseptik dan ditambah 0.5 ml buffer fosfat, kemudian dipisahkan antara biomassa dan supernatan dengan sentrifugasi pada kecepatan 1432 x g. Supernatan yang diperoleh diuji aktivitas inhibitor α-glukosidasenya. Dengan cara yang sama dilakukan pula uji aktivitas inhibitor α-glukosidase terhadap tanaman T. crispa yang diperoleh dari alam. Kemampuan aktivitas

inhibitor α-glukosidase kemudian dibandingkan dengan aktivitas inhibitor dari kultur aktinomiset endofit terpilih.

Penentuan Waktu Produksi Optimum

Kurva produksi digunakan untuk mengetahui waktu optimum yang digunakan untuk memproduksi inhibitor α-glukosidase dalam jumlah besar. Isolat terpilih ditumbuhkan dalam medium produksi menurut Chen et al. (2004) yang berisi 0.1% soluble starch, 0.5% pepton dan 0.15 yeast extract (pH 7) steril. Sebanyak 1% starter diinokulasikan ke dalam media produksi dan diinkubasi pada suhu ruang dengan kecepatan agitasi 150 putaran per menit dengan rotary shaker. Setiap 5 hari dilakukan panen kultur dengan cara sentrifugasi pada kecepatan 1432 x g selama 10 menit pada suhu 40C. Supernatan yang diperoleh diuji aktivitas penghambatannya terhadap enzim α-glukosidase. Pengukuran berat kering pelet dilakukan untuk mengetahui pertumbuhan isolat. Percobaan diakhiri jika produksi inhibitor α-glukosidase telah mengalami penurunan.

Identifikasi Isolat Terpilih

Identifikasi isolat terpilih dilakukan berdasarkan sekuen 16S rDNA. Ekstraksi DNA isolat aktinomiset BWA65 dilakukan menggunakan Genomic DNA Mini Kit (Geneaid) dilanjutkan dengan amplifikasi gen 16S rRNA menggunakan Primer 20F (5'GATTTTGATCCTGGCTCAG3') dan 1500R (5'GTTACCTT- GTTACGACTT3'). Komposisi reaksi PCR seperti tertera pada Tabel 4.

Tabel 4 Komposisi reaksi PCR untuk amplifikasi gen 16S rRNA Komponen Volume (µl) dH2O 19.5 Buffer PCR 4 MgCl2 5 dNTP 1.5 Primer 20-F (10 pM) 1 Primer 1500-R (10 pM) 1 DMSO 0.5 DNA template 7

Taq DNA polimerase 0.5

Reaksi amplifikasi dilakukan dengan menggunakan thermal cycler (model 480, Perkin-Elmer, USA), dengan siklus sebagai berikut: 5 menit denaturasi awal pada 94 0C, 45 detik denaturasi pada 94 oC, dan 45 detik annealing primer pada

57 oC, 1 menit ekstensi pada 72 oC dan 7 menit ekstensi final pada 72 oC, sebanyak 30 siklus. Hasil amplifikasi kemudian dilarikan menggunakan gel agarosa 1% pada 70 Volt selama 45 menit. Hasil elektroforesis selanjutnya diwarnai menggunakan etidium bromida selama 15 menit dan divisualisasi menggunakan lampu UV transluminator. Pita DNA yang muncul didokumentasi menggunakan Gel Doc.

Hasil PCR disekuen menggunakan jasa sekuensing MacroGen, Korea. Analisis sekuen DNA dilakukan menggunakan program BioEdit dan dilakukan analisis BLAST pada Bank Gen NCBI dataLibrary. Analisis filogenetik menggunakan program multiple aligment Clustal X dan konstruksi pohon filogenetik menggunakan program NJ plot.

Karakterisasi Morfologi Isolat

Karakterisasi morfologi isolat dilakukan dengan mengamati pertumbuhan isolat pada media Yeast Malt Extract Agar (YMA), Yeast Extract Agar (YSA) dan Oatmeal Agar (OA). Pengamatan makroskopis meliputi pertumbuhan koloni, warna miselium aerial, warna miselium substrat dan keberadaan pigmen terlarut. Pengamatan mikroskopis isolat dilakukan menggunakan mikroskop cahaya pada perbesaran 100 dan 400x, serta Scanning Electron Microscope (SEM)(JSM- 5310LV) pada perbesaran 10000x.

Deteksi GenSedoheptulosa-7-Fosfat Siklase

Isolasi DNA Genom. DNA genom aktinomiset diisolasi menggunakan Genomic DNA Mini Kit (Geneaid). Tahapan kerjanya adalah sebagai berikut. Kultur sel umur 3 hari sebanyak 1.5 µl ditransfer ke dalam tabung mikro, lalu disentrifus 3354 xg selama 3 menit. Supernantan dibuang dan pelet sel yang diperoleh diresuspensi dengan 200 µl buffer lisozim. Suspensi tersebut diinkubasi 10 menit pada suhu ruang, tiap 2-3 menit dibolak-balik. Ke dalam suspensi kemudian ditambahkan 200 µl buffer GB dan diinkubasi 70 0C selama 10 menit, dan dibolak-balik tiap 3 menit hingga suspensi terlihat jernih. Tahap berikutnya adalah penambahan 200 µl etanol 96% ke dalam lisat dan diaduk dengan pipet perlahan-lahan.

Hasil pelisisan sel selanjutnya ditransfer ke dalam kolom GD yang telah ditempatkan ke dalam tabung koleksi. Tabung disentrifus 8586 xg selama 2 menit, dan tabung koleksi dipisahkan. Kolom GD ditempatkan pada tabung

koleksi yang baru lalu ditambahkan 400 µl buffer W1, lalu disentrifus 8586 xg selama 30 detik. Kolom GD diambil dan ditempatkan pada tabung koleksi yang baru. Ke dalam kolom GD ditambah 600 µl wash buffer dan disentrifus 8586 x g selama 30 detik. Kolom GD ditempatkan kembali pada tabung koleksi dan disentrifus lagi selama 3 menit untuk mengeringkan matriks pada kolom GD. Kolom GD selanjutnya dipindahkan ke dalam tabung mikro dan ditambah 100 µl buffer elusi yang telah dipanaskan 70 0C. Tabung dibiarkan 3-5 menit hingga buffer elusi meresap ke dalam matriks, lalu disentrifugasi 8586 x g dan larutan DNA yang diperoleh disimpan di suhu -20 0C.

Amplifikasi Gen Penyandi Sedoheptulosa-7-Fosfat Siklase. Amplifikasi gen penyandi Sedoheptulosa-7-fosfat siklase menggunakan primer yang didesain oleh Hyun et al. (2005) sebagai berikut: primer VOG-F 5'GGSGGSGG-SGTSCTSATGGACGTSGCSGG-3' (GGGVLMDVAG), dan primer VOG-R 5'GCCATGTCSACGCASACSGCSGCCTCSCCGAG-3' (HGEAVCVDMA). Amplifikasi dengan PCR dilakukan menurut Hyun et al. (2005) dengan modifikasi. Sebagai kontrol positip dilakukan pula amplifikasi fragmen DNA dari Actinoplanes sp. SE50/100. Komposisi reaksi campuran PCR yang digunakan dalam percobaan ini seperti tertera pada Tabel 5.

Tabel 5 Komposisi PCR untuk amplifikasi gen sedoheptulosa-7-fosfat siklase Komponen Volume (µl) dH2O 12.9 Buffer PCR 5 MgCl2 1 dNTP 0.5 Primer VOG-F (10 pM) 2 Primer VOG-R (10 pM) 2 DMSO 0.5 DNA template 2

Taq DNA polimerase 0.1

Reaksi amplifikasi dilakukan dengan menggunakan thermal cycler (model 480, Perkin-Elmer, USA), dengan siklus sebagai berikut: 5 menit denaturasi awal pada 95 0C, 20 detik denaturasi pada 98 oC, dan 1 menit annealing primer pada 67 oC, 45 detik ektensi pada 72 oC dan 7 menit ekstensi final pada 72 oC, sebanyak 30 siklus. Hasil amplifikasi kemudian dilarikan menggunakan gel agarosa 1% pada 70 V selama 45 menit. Hasil elektroforesis selanjutnya diwarnai menggunakan etidium bromida selama 15 menit dan divisualisasi

menggunakan lampu UV transluminator. Pita DNA yang muncul didokumentasi menggunakan Gel Doc.

Sekuensing dan Analisis Molekuler. Hasil PCR disekuen menggunakan jasa sekuensing 1ST BASE Singapura. Hasil sekuensing kemudian dibandingkan dengan sekuen yang diambil dari database di GenBank, menggunakan program BLASTX pada situs NCBI.

Isolasi dan Identifikasi Senyawa Inhibitor α-Glukosidase

Persiapan Kultur dan Media Fermentasi. Isolat BWA65 ditumbuhkan pada media YSA selama 7 hari selanjutnya diinokulasikan ke dalam medium cair berisi 0.1% soluble starch, 0.5% pepton, dan 0.1% yeast extract (pH 7). Kultur diinkubasi selama 7 hari dengan kecepatan agitasi 120 putaran per menit pada temperatur ruang. Kultur ini selanjutnya digunakan sebagai starter.

Produksi Senyawa Inhibitor α-Glukosidase. Untuk keperluan karakterisasi senyawa inhibitor α-glukosidase diperlukan kultur produksi dalam jumlah besar (5 liter). Pada penelitian ini produksi skala 5 liter dilakukan dengan menggunakan galon steril bekas kemasan air minum ukuran 19 liter, dengan aerasi yang dilewatkan mikro filter 0.2 µm. Produksi inhibitor α-glukosidase dilakukan dengan menginokulasikan sebanyak 150 ml (berat kering biomassa sel 0.1 gram) kultur aktinomiset umur 7 hari ke dalam 5 liter media produksi, dan dilakukan inkubasi selama 15 hari dengan aerasi. Pemanenan kultur dilakukan dengan menyaring kultur untuk memisahkan supernatan dan biomassa.

Ekstraksi Senyawa Inhibitor α-Glukosidase. Supernatan yang diperoleh dari kultur isolat BWA65 diekstraksi dengan menggunakan berbagai pelarut untuk mendapatkan senyawa aktif. Pelarut yang dicoba digunakan adalah: kloroform, etanol, metanol, butanol, dan etil asetat. Ekstraksi dilakukan dengan cara menambahkan pelarut ke dalam supernatan dengan perbandingan 1:1, selanjutnya dihomogenkan dengan menggunakan magnetic stirer selama 2 jam dan dibiarkan selama 2 jam hingga membentuk fraksi air dan fraksi pelarut. Fraksi pelarut kemudian dipisahkan dan dilakukan pemekatan dengan rotary evaporator hingga diperoleh fraksi pekat. Fraksi pekat yang diperoleh kemudian dikeringkan, dihitung bobotnya dan siap digunakan untuk tahap selanjutnya.

Fraksinasi Senyawa Inhibitor α-Glukosidase dengan Kromatografi Kolom. Sebelum kromatografi kolom dilakukan, terlebih dahulu dilakukan pencarian eluen terbaik dengan bantuan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Tahapan ini dilakukan untuk mencari pelarut terbaik yang dapat memisahkan komponen aktif dari ekstrak etil asetat. Tahapan ini dilakukan dengan cara coba- coba dengan menggunakan pelarut tunggal atau gabungan dari beberapa pelarut. Pelarut yang dicobakan antara lain: etanol, metanol, etil asetat, heksan, aseton dan klorofom. Hasil dari tahapan ini digunakan untuk fraksinasi senyawa aktif menggunakan kromatografi kolom.

Fraksinasi dengan kromatografi kolom dilakukan dengan menggunakan kolom silika gel dengan ukuran panjang 38 cm dan diameter 1.5 cm. Preparasi kolom diawali dengan memasukkan 20 gram silika gel (Merck) ditambah dengan eluen yang akan digunakan yaitu campuran heksan : etil asetat 1:4, sambil diketuk-ketuk berulang kali hingga terbentuk kolom yang stabil. Setelah kolom siap digunakan, sebanyak 5 ml ekstrak etil asetat diinjeksikan ke dalam kolom dan dielusi dengan heksan : etil asetat 1:4 secara isokratik dengan kecepatan elusi 1 ml/menit. Fraksi-fraksi sebanyak ± 5 ml ditampung pada tabung reaksi. Tahap selanjutnya adalah menggabungkan fraksi-fraksi yang memiliki kromatogram yang sama dengan bantuan KLT. Fraksi-fraksi yang diperoleh selanjutnya diuji aktivitasnya dalam menghambat α-glukosidase.

Pengujian Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase Fraksi. Aktivitas inhibitor α-glukosidase diuji menurut Moon et al. (2011) dengan modifikasi. Uji penghambatan enzim dilakukan berdasarkan pada pemecahan substrat untuk menghasilkan produk berwarna, yang diukur absorbansinya selama periode waktu tetentu. Enzim α-glukosidase (Sigma) dilarutkan dalam 0.1 M buffer fosfat pH 7 dengan konsentrasi 0.2 unit/ml. Sebagai substrat digunakan p-Nitrophenyl α-D-glucopyranoside (Sigma) 2.5 mM yang dilarutkan dalam 0.1 M buffer fosfat pH 7. Campuran reaksi terdiri dari 50 l substrat, 50 l 0.1 M buffer fosfat pH 7 dan 50 l sampel. Setelah campuran reaksi diinkubasi pada suhu 37 0C selama 5 menit, sebanyak 50 l larutan enzim ditambahkan dan selanjutnya diinkubasi selama 15 menit pada suhu 37 0C. Reaksi dihentikan dengan penambahan 800 l larutan Na2CO3 200 mM. Senyawa p-nitrofenol yang dihasilkan dari reaksi ini diukur absorbansinya pada panjang gelombang 405 nm. Sebagai pembanding digunakan larutan acarbose.

Penentuan Nilai IC50. Nilai IC50 merupakan nilai yang menunjukkan konsentrasi ekstrak yang menyebabkan penghambatan sebesar 50% terhadap aktivitas enzim α-glukosidase. Penentuan nilai ini dilakukan dengan cara menguji aktifitas penghambatan ekstrak pada berbagai macam konsentrasi. Setelah didapat nilai penghambatan dari masing-masing konsentrasi ekstrak, selanjutnya dibuat persamaan garis yang merupakan fungsi dari konsentrasi ekstrak dan besaran penghambatan yang dihasilkan. Nilai-nilai konsentrasi ekstrak sebagai variabel X dan besarnya penghambatan sebagai variabel Y.

Pengaruh Konsentrasi Substrat. Pengaruh konsentrasi substrat digunakan untuk menduga tipe inhibitor dari senyawa Fraksi F6. Penentuan tipe inhibitor dilakukan dengan cara menguji aktivitas inhibitor pada berbagai macam konsentrasi substrat yaitu: 20, 10, 5, 2.5, dan 1.25 mM. Data yang diperoleh kemudian dikonversi dan diinterpretasikan ke dalam persamaan Lineweaver-Burk dalam bentuk grafik. Konsentrasi substrat diubah menjadi 1/[S] pada sumbu X, dan kecepatan reaksi pembentukan produk hasil hidrólisis enzim diubah menjadi 1/V pada sumbu Y. Tahap selanjutnya menentukan persamaan garis yang terbentuk dan tipe hambatannya berdasarkan perpotongan garis dengan sumbu X dan sumbu Y antara kinetika enzim tanpa inhibitor dan kinetika enzim setelah mendapat perlakuan inhibitor. Nilai Vmak dan KM ditentukan dengan melihat

perpotongan garis terhadap sumbu X dan sumbu Y dari persamaan Lineweaver- Burke yang diperoleh. Perpotongan dengan sumbu X merupakan nilai -1/KMdan

perpotongan dengan sumbu Y merupakan nilai 1/Vmak (Copeland 2005; Wu et al

2012).

Identifikasi dengan Spektroskopi UV-Vis. Identifikasi senyawa menggunakan spektrofotometer UV dilakukan dengan cara mengukur pola spektrum serapan senyawa dalam larutan yang sangat encer dengan pembanding blanko pelarut, menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Pharmaspec UV-1700 Shimadzu) yang dapat merekam secara otomatis. Pelarut yang digunakan dalam pengukuran adalah etanol. Senyawa dalam sampel diukur pada panjang gelombang 200-900 nm. Identifikasi senyawa dilakukan dengan membandingkan pola spektrum yang dihasilkan dengan pola spektrum referensi.

Identifikasi dengan FTIR. Contoh dalam bentuk serbuk sebanyak ± 2 mg dihaluskan bersamaan dengan 0.198 gram KBr dalam mortal agate. Contoh yang telah dihaluskan dan bercampur dengan KBr dimasukkan ke dalam alat pencetak

pelat KBr kemudian ditekan sehingga diperoleh lempeng serbuk yang transparan. Contoh lempeng tadi kemudian dimasukkan ke dalam spektrofotometer FTIR. Spektrum yang diperoleh berupa kurva transmitan dengan bilangan gelombang. Identifikasi gugus fungsi berdasarkan pada nilai bilangan gelombang gugus yang sudah diketahui (Pavia 2001)

Dokumen terkait