• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penyakit Diabetes Melitus

Diabetes melitus (DM) atau dikenal sebagai kencing manis adalah penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Sumber lain menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan diabetes melitus adalah keadaan hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis (Bailey & Day 2003).

Semua jenis diabetes melitus memiliki gejala yang mirip dan komplikasi pada tingkat lanjut. Hiperglikemia sendiri dapat menyebabkan dehidrasi dan ketoasidosis. Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular, kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius lebih umum terjadi bila kadar gula darah tidak dikendalikan dengan baik (WHO 1999).

Penyebab diabetes yang utama adalah karena kurangnya produksi insulin (DM tipe 1, yang pertama dikenal), atau kurang sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (diabetes melitus tipe 2, bentuk yang lebih umum). Selain itu, terdapat jenis diabetes melitus yang juga disebabkan oleh resistensi insulin yang terjadi pada wanita hamil. Tipe 1 membutuhkan penyuntikan insulin, sedangkan tipe 2 diatasi dengan pengobatan oral dan hanya membutuhkan insulin bila obatnya tidak efektif. Diabetes melitus pada kehamilan umumnya sembuh dengan sendirinya setelah persalinan (WHO 1999).

Inhibitor α-Glukosidase dalam Pengobatan Diabetes

Inhibitor α- glukosidase merupakan obat diabetes yang digunakan per oral untuk pengobatan diabetes melitus tipe 2 yang bekerja dengan cara mencegah digesti karbohidrat terutama amilum menjadi glukosa. Karbohidrat secara normal akan dikonversi menjadi gula sederhana atau monosakarida yang dapat diabsorbsi melalui instestinum. Dengan demikian inhibitor α- glukosidase berperan dalam mengurangi pengaruh karbohidrat terhadap kandungan gula darah.

Inhibitor α- glukosidase digunakan untuk mempertahankan kadar gula agar tidak terjadi hiperglikemia di dalam diabetes melitus type 2. Obat ini dapat digunakan sebagai monoterapi atau digunakan bersama obat diabetes lainnya. Inhibitor α- glukosidase dapat berupa senyawa sakarida yang berperan sebagai inhibitor kompetitif dari enzim yang diperlukan untuk mendigesti karbohidrat, khususnya enzim α- glukosidase yang terdapat di dalam fili-fili usus kecil. Enzim α-glukosidase yang terdapat pada membran sel-sel usus kecil menghidrolisis oligosakarida, trisakarida dan disakarida menjadi glukosa dan monosakarida lainnya yang terdapat di dalam usus kecil.

Salah satu contoh inhibitor α-glukosidase adalah acarbose. Acarbose merupakan inhibitor α-glukosidase yang telah diterima di Amerika untuk pengobatan diabetes tipe 2. Efek langsung dari antidiabetes ini adalah menunda digesti karbohidrat komplek dan disakarida menjadi monosakarida yang mudah diabsorbsi yaitu glukosa. Hal ini dapat tercapai oleh adanya penghambatan reversibel terhadap enzim α-glukosidase (termasuk sukrase dan maltase) yang terdapat di dalam duodenum. Pada pasien diabetes tipe 2, enzim ini menghambat penundaan absorbsi glukosa sebagai kelanjutan proses pencernaan karbohidrat kompleks. Acarbose tidak menimbulkan pengaruh secara langsung terhadap resistensi insulin atau pengambilan glukosa yang distimulasi insulin pada manusia (Clark 1998).

Acarbose merupakan pseudooligosakarida yang dihasilkan oleh genus Actinoplanes dan telah digunakan untuk pengobatan pasien diabetes. Senyawa ini sangat efektif untuk menghambat kerja enzim α-amilase, α-glukosidase, dan sukrase. Struktur senyawa acarbose dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Inhibitor enzim memiliki nilai potensi digunakan dalam pengendalian dan pengobatan berbagai jenis penyakit. Pengendalian kinetika pencernaan karbohidrat dan absorbsi glukosa dapat digunakan sebagai sarana mencegah dan terapi terhadap penyakit diabetes, obesitas, hiperlipoproteinemia dan hiperlipidemia. Kaitannya dengan hal ini, inhibitor α-glukosidase merupakan enzim hidrolase amilolitik yang membebaskan glukosa dari ujung non reduksi dari molekul polisakarida dan oligosakarida (Kim & Nho 2004).

Senyawa inhibitor α-glukosidase SKG-3 telah berhasil diisolasi dari Ganoderma lucidum dengan fraksinasi menggunakan berbagai teknik kromatografi. Senyawa yang telah dipurifikasi dikonfirmasi menggunakan kromatografi lapis tipis (KLT) dan High Pressure Liquid Chromatography (HPLC). Senyawa SKG-3 murni menunjukkan spot tunggal pada pelat TLC dan menunjukkan satu puncak pada HPLC dengan waktu retensi 13 menit. Pengaruh konsentrasi SKG-3 terhadap daya hambat terhadap berbagai glikosidase diuji dan hasilnya secara jelas menunjukkan bahwa SKG-3 potensial dalam menghambat α-glukosidase yang ditunjukkan nilai IC50 sebesar 4,6 µg/ml. SKG-3 tidak menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap beta glukosidase, beta galaktosidase atau α-mannosidase yang diujikan pada konsentrasi 100 µg/ml (Kim & Nho 2004).

Daya hambat SKG-3 terhadap α-glukosidase akan meningkat dengan melakukan preinkubasi senyawa SKG-3 dengan enzim mengindikasikan bahwa senyawa ini bereaksi lambat dengan enzim α-glukosidase. Senyawa SKG-3 dapat dipisahkan dari α-glukosidase dengan dialisis. Ketika α-glukosidase dicampur dengan sejumlah SKG-3 yang menghasilkan penghambatan 90%, campuran reaksi ditempatkan pada kantong dialisis, hampir semua enzim dapat diperoleh kembali dan memiliki aktivitas yang tinggi. Hasil ini menunjukkan bahwa penghambatan SKG-3 terhadap α- glukosidase bersifat reversibel (Kim & Nho 2004).

Penelitian Xiancui et al. (2005) menunjukkan bahwa beberapa spesies makro alga juga dapat menghasilkan senyawa inhibitor α-glukosidase. Ekstrak kasar makroalga seperti Rhodomela confervoides, Gracillaria textorii, Plocamium telfairie, Ulva pertusa dan Enteromorpha intestinalis menunjukkan adanya penghambatan yang kuat terhadap α-glukosidase pada konsentrasi 79,6 µg/ml. Hasil penelitian Cannell et al. (1988) diperoleh senyawa pentagalloyl-glucose, suatu inhibitor α-glukosidase dari alga air tawar Spirogyra varians. Aktivitas

inhibitor α- glukosidase juga ditunjukkan dari ekstrak air douchi (produk makanan fermentasi kedelai dari Cina). Kultur murni Aspergillus oryzae yang digunakan untuk fermentasi douchi di laboratorium ini, mampu menghasilkan inhibitor α- glukosidase lebih tinggi dari pada isolat Actinomucor elegans dan Rhizopus arrhizus (Chen et al. 2004).

Suatu antibiotik beta laktam ceftezole, dilaporkan memiliki aktivitas menghambat α-glukosidase. Uji in vitro terhadap α-glukosidase, senyawa ini menunjukkan adanya hambatan yang reversibel. Senyawa SKG-3 diketahui juga merupakan hambatan non kompetitif. Percobaan pada mencit diabet menunjukkan bahwa pemberian ceptezole (10 mg/kg/hari) dapat menurunkan kadar glukosa darah sebesar 30% dalam waktu 20 menit setelah pemberian obat tersebut (Lee at al. 2007).

Senyawa inhibitor α-glukosidase juga dapat dihasilkan oleh binatang spon laut Penares sp. Senyawa yang dihasilkan hewan tersebut adalah penarolide sulfat A1 dan A2, suatu makrolida yang merupakan kelompok senyawa poliketida. Senyawa tersebut memiliki nilai IC50 berturut-turut 1.2 dan 1.5 μg/ml (Nakao et al. 2000). Kajian inhibitor α-glukosidase pada beberapa organisme diringkaskan pada Tabel 1.

Berdasarkan informasi pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa inhibitor α- glukosidase dapat dihasilkan oleh berbagai kelompok organisme seperti: tanaman, alga, cendawan, aktinomiset maupun bakteri non aktinomiset. Dari tabel tersebut terlihat bahwa kelompok aktinomiset telah cukup banyak dilaporkan mampu menghasilkan senyawa inhibitor α-glukosidase. Namun demikian, dari semua aktinomiset penghasil inhibitor α-glukosidase tersebut, tidak satupun yang dilaporkan sebagai aktinomiset endofit. Berdasarkan fakta tersebut terbuka peluang yang besar untuk mendapatkan isolat-isolat baru aktinomiset penghasil inhibitor α-glukosidase, khususnya aktinomiset endofit yang diisolasi dari tanaman obat.

Tabel 1 Beberapa organisme penghasil senyawa inhibitor α- glukosidase No Organisme

penghasil

Bahan aktif Pustaka

Tumbuhan

1 Pisonia alba ekstrak etanol Sunil et al. 2009 2 Terminalia sp. ekstrak etanol 96% Anam et al. 2009 3 Bergenia ciliata ekstrak kasar Bhandari et al. 2008 4 Piptadenia africana piptadienol Mbouangouere et al.

2008

5 Curcuma longa curcumin Du et al. 2006 6 Pinus densiflora ekstrak etanol 70% Kim et al. 2003 Cendawan

1 Ganoderma lucidum SKG-3, senyawa belum diidentifikasi

Kim et al. 2004 2 Penicillium sp Cyclo (dehydroala-L-Leu) Kwoon et al. 2000 Alga

1 Ecklonia stolonifera phlorotannin Moon et al. 2011 2 Spirogyra varians pentagalloyl glucosa Cannell et al. 1988 Aktinomiset

1 Micromonospora ekstrak etil asetat Suthindhiran et al.

2009 2 Streptomyces

clavurigus

ceftezole, suatu antibiotik beta laktam

Lee et al. 2007 3 Actinoplanes sp. acarbose Hemker et al. 2001 4 Actinomadura

verrucospora

pradimicin Q, C24H16O10 Yosuke et al. 1992

Bakteri non aktinomiset

1 Bacillus subtilis Ekstrak kasar Zhu et al. 2008

Tanaman Obat Diabetes

Bnouham et al. (2006) melaporkan bahwa setidaknya ada 176 spesies tanaman yang berasal dari 84 famili yang telah dikaji di berbagai negara dan menunjukkan potensi yang tinggi di dalam pengobatan penyakit diabetes. Beberapa tanaman yang sangat potensial tersebut antara lain adalah famili: Leguminoseae (11 spesies), Lamiaceae (7 spesies), Liliaceae (8 spesies), Cucurbitaceae (7 spesies), Asteraceae (6 spesies), Moraceae (6 spesies), Rosaceae (6 spesies), Euphorbiaceae (5 spesies) and Araliaceae (5 spesies). Spesies yang paling banyak dikaji adalah: Citrullus colocynthis, Opuntia streptacantha Lem. (Cactaceae), Trigonella foenum greacum L. (Leguminosae), Momordica charantia L. (Cucurbitaceae), Ficus bengalensis L. (Moraceae), Polygala senega L. (Polygalaceae) dan Gymnema sylvestre R. (Asclepiadaceae).

Tanaman Lagerstroemia speciosa (Lythraceae), yang di kawasan Asia Tenggara dikenal dengan nama banaba, secara tradisional telah dikonsumsi masyarakat dalam berbagai bentuk untuk pengobatan diabetes dan penyakit ginjal. Pada tahun 1990-an popularitas tanaman ini telah menarik perhatian para ilmuwan di berbagai negara. Sejak saat itu, konsistensi aktivitas anti diabetes dari tanaman ini diuji secara in vitro maupun in vivo (Klein et al. 2007).

DM merupakan penyakit yang umum terjadi di berbagai negara, sehingga upaya pengobatan penyakit DM mulai tradisional hingga modern banyak dilakukan. Sejumlah penelitian tanaman obat yang memiliki khasiat sebagai antidiabetes juga telah dilakukan oleh ilmuwan di berbagai negara (Tabel 2). Tabel 2 Kajian tanaman obat diabetes di berbagai negara

No Tanaman Negara Informasi bahan aktif Referensi

1 Ceiba pentandra Afrika Selatan

ekstrak C. pentandra pada dosis rendah 40 mg/kg bb

menurunkan glukosa darah 40.0% dan 48.9%, pada tikus normal dan tikus diabet

Djoemeni etal. 2006 2 Helichrysum odoratissimum, Helichrysum nudifolium, Artemisia afra, Vernonia oligocephala Afrika Selatan

secara tradisional dikonsumsi sebagai sayur atau lalap

Mahop & Mayet 2007 3 Coccinia cordifolia, Catharanthus roseus Bangla- desh

ekstrak metanol daun tanaman

C. cordifolia dan C. roseus

memiliki efek antihiperglikemik pada tikus diabet yang diinduksi dengan aloksan

Akhtar et al. 2007

4 Cissus sicyoides Brazilia senyawa aktif yang terkandung pada tanaman ini juga memiliki aktivitas antimikrob

Beltrame

etal. 2002 5 Panax ginseng Cina senyawa ginsenosida hasil

ekstraksi secara signifikan sebagai antihiperglikemik pada mencit yang kegemukan

Attele et al. 2002

6 Andrographis paniculata

Malaysia pemberian secara oral ekstrak etanol Andrographis paniculata

berperan dalam meningkatkan sensitivitas insulin dan

penundaan perkembangan resistensi insulin Subrama nian etal. 2008 7 Murraya konigii, Ocimum tenuiflorum

India ekstrak kloroform Ocimum tenuiflorum dan Murraya konigii

menghambatα- glukosidase

Bhat etal. 2008 8 Syzygium cumini India diperoleh senyawa mycaminose

yang memiliki efek antidiabet pada tikus

Kumar et al. 2008 9 Acacia catechu, India berbagai tanaman tersebut Jeyacand

Alpinia calcarata, Budea

monosperma

secara tradisional digunakan dalam ayurveda sebagai obat antidiabet

ran & Mahes 2007 10 Melia dubia India ekstrak alkhohol M. dubia efektif

sebagai agen hipoglikemik

Susheela

etal. 2008 11 Phyllanthus

fraternus

India ekstrak etanol P. fraternus

memiliki efek antidiabet dan antioksidan dibanding obat standar tolbutamide.

Garg et al. 2008

12 Tribullus terrestris India ekstrak T. terrestris dapat menurunkan gula darah mencit hiperglikemia

Lamda et al. 2011 13 Terminalia sp. Indonesia ektrak metanol daun terminalia

mampu menghambat α- glukosidase, nilai IC50 5µg/ml Anam et al. 2009 14 Shorea balanocarpoides

Indonesia ekstrak kayu raru dari jenis S. balanocarpoides memiliki inhibisi terhadap α- glukosidase berkisar 88-97%.

Pasaribu, 2009

15 Andrographis paniculata

Indonesia ekstrak etanol herba sambiloto mempunyai efek menurunkan glukosa darah pada uji toleransi glukosa

Yulinah et al. 2001

16 Phalleria macrocarpa

Indonesia ekstrak buah mahkota dewa memiliki aktivitas inhibitor α- glukosidase yang memiliki efek antihiperglikemia pada tikus putih Sugiwati et al. 2006 17 Tanaman famili Apocynaceae,Clus iaceae, Euphorbiaceae, Rubiaceae

Indonesia berbagai ekstrak memiliki aktivitas lebih tinggi dari acarbose Elya et al. 2012 18 Verbascum cermanensis, Rosa damascene, Rosmarinus officinnalis

Iran ekstrak metanol dan air beberapa tanaman tersebut menghambat di atas 50% terhadap α- glukosidase Gholamh oseinian etal. 2008 19 Viscum album Inggris terdapat senyawa aktif dalam

tanaman Viscum album yang berperan meningkatkan sekresi insulin, sebagai senyawa antidiabetes Gray & Flat 1999 20 Chrysanthemum coronarium, Dioscorea batatas, Morus alba, Citrus unshiu

Korea pemberian ekstrak C.

coronarium dan M. alba memiliki efek hipoglikemik pada tikus diabet setara dengan

glibenclamide. Pemberian ekstrak C.unshiu menunjukkan efek antihiperlipidemik dibanding antidiabetik. Kim etal. 2006 21 Guaiacum coulteri, Psacalium peltatum dan Psidium guajava

Mexico P. peltatum dan G. coulteri

memiliki efek antihiperglikemik pada kelinci diabet dan kelinci sehat.

Aguilar et al. 2003

dan Vernonia amygdalina

secara kombinasi atau secara sendiri dapat mereduksi kadar gula darah yang setara dengan

clorpropamid.

al. 2008

23 Lagerstroemia speciosa

Philipina digunakan sebagai obat diabetes di Philipina,

mengandung tannic acid dan

penta galoil glucose (PGG)

Klein et al. 2007

24 Flemingia sp Taiwan ekstrak air Flemingia sp memiliki IC50 253 µg/ml terhadap α-

glukosidase

Hsieh et al. 2010

Di Indonesia, juga dikenal berbagai tanaman yang dikenal memiliki kasiat sebagai obat diabetes seperti sambiloto, brotowali, ciplukan, daun dewa, pare, dan mahkota dewa. Tanaman tersebut secara empiris telah digunakan oleh masyarakat Indonesia untuk pengobatan diabetes. Beberapa kajian ilmiah juga telah dilakukan untuk mengetahui kandungan bahan aktif tanaman ataupun mekanisme kerja bahan aktif tanaman dalam menurunkan kadar gula darah. Yulinah et al. (2001) melaporkan bahwa ekstrak etanol tanaman sambiloto mampu menurunkan kadar gula darah tikus putih yang menderita hiperglikemia. Ekstrak buah mahkota dewa juga dilaporkan memiliki kemampuan sebagai anti hiperglikemia melalui aktivitas inhibitor α-glukosidase (Sugiwati et al. 2006). Pasaribu (2009) melaporkan bahwa kayu raru (Shorea sp) memiliki aktivitas inhibitor α- glukosidase. Di samping, itu masih banyak jenis-jenis tanaman dii Indonesia dari famili Apocynaceae, Clusiaceae, Euphorbiaceae, dan Rubiaceae

yang memiliki aktvitas inhibitor α-glukosidase (Elya et al. 2011).

Tanaman brotowali (T. crispa)

Klasifikasi tanaman brotowali adalah sebagai berikut: Kingdom: Plantae

Subkingdom: Tracheobionta Super Divisi: Spermatophyta Divisi: Magnoliophyta Kelas: Magnoliopsida Sub Kelas: Magnoliidae Ordo: Ranunculales

Famili: Menispermaceae Genus: Tinospora

Tanaman brotowali merupakan salah satu tanaman obat yang terkenal dari Asia Tenggara. Tanaman ini sudah berabad-abad dikenal sebagai salah satu tanaman obat yang sangat manjur. Penyebaran brotowali di Asia meliputi: wilayah Cina, Semenanjung Melayu, Filipina, India dan Indonesia. Brotowali mulai tersebar ke seluruh penjuru benua setelah terjadi hubungan dagang antar benua. Hal tersebut di karenakan manfaatnya yang sangat besar sebagai bahan baku obat-obatan. Brotowali merupakan tanaman obat tradisional Indonesia yang biasa ditanam di pekarangan atau tumbuh liar di hutan. Rebusan batangnya yang terasa sangat pahit biasa dijadikan obat rematik, menurunkan kadar gula darah dan menurunkan panas. Di Indonesia, selain dikenal dengan nama bratawali, tanaman ini juga dikenal dengan nama daerah andawali, antawali, putrawali atau daun gadel.

Tinospora crispa, termasuk suku Menispermaceae, klas Magnoliopsida (Dicotyledoneae), divisi Magnoliophyta (Spermatophyta). Ciri-ciri penting dari tumbuhan ini: liana, membelit dengan batang dan ranting, batang sukulen dan berbenjol-benjol; daun tunggal, tanpa stipula, tulang daun menjari, fitotaksis tersebar; bunga uniseksual, trimeros, aksiler atau cauliflorous; buah batu; tipe daun dorsiventral, stomata anomositik; berkas pembuluh kolateral terbuka; pada bagian korteks batang terdapat lengkungan sklerenkim; kandungan kimianya terdiri atas: amilum, pikroretin, pikroretosida, alkaloida, saponin, tanin. (Santa et al. 1998)

Brotowali atau Tinospora crispa (L.) Miers ex Hoff. memiliki sinonim T. cordifolia (Thunb.) Miers, T. rumphii Boerl, T. tuberculata, Cocculus crispum, Menispermum crispum, M. tuberculatum, M. verrucosum. Di setiap daerah dan negara juga memiliki berbagai macam nama yang berbeda-beda. Walaupun persebarannya sudah ke seluruh benua tetapi belum di temui keragaman tingkat subgenus yang mencolok. Hal tersebut disebabkan karena tanaman ini termasuk tanaman yang mudah bertahan hidup dalam kondisi ekstrim.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa brotowali mengandung berbagai macam zat kimia yang sangat membantu sekali dalam proses penyembuhan. Brotowali telah lama di kenal oleh masyarakat tradisional Indonesia sebagai bahan pembuatan jamu yang di campur dengan tanaman-tanaman herbal lainnya. Brotowali merupakan tanaman herba (perdu) yang hampir semua bagian dari tubuhnya di manfaatkan sebagai obat serba guna yang dapat

menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti: diabetes melitus, hipertensi, dan demam. Kajian ilmiah terhadap tanaman brotowali sebagai obat diabetes telah dilakukan para peneliti. Noor dan Ashcroft (1997) melaporkan bahwa ekstrak T. crispa mampu menstimulasi peningkatan sekresi insulin, sehingga dapat berperan sebagai antihiperglikemia. Noipa dan Ninlaaesong (2011) melaporkan bahwa ekstrak T. crispa dapat meningkatkan laju transpor glukosa ke dalam sel. Chougale et al. (2009) melaporkan bahwa ekstrak tanaman T. cordifolia memiliki aktivitas inhibitor α-glukosidase. Patela dan Mishrab (2012) menemukan tiga senyawa dari tanaman Tinospora cordifolia yang memiliki kemampuan inhibitor α-glukosidase, yaitu jatrorrhizine, palmatine dan magnoflorine. Senyawa-senyawa tersebut memiliki nilai IC50 berturut-turut sebesar 22.05, 38.42 and 7.6 µg/mL untuk jatrorrhizine, palmatine dan magnoflorine. Hasil uji in vivo juga menunjukkan adanya penekanan yang signifikan terhadap kenaikan kadar glukosa plasma darah oleh ketiga senyawa tersebut pada konsentrasi 20 mg/kg berat badan. Senyawa magnoflorine

merupakan senyawa paling potensial sebagai inhibitor α-glukosidase diantara ketiga senyawa yang ditemukan tersebut. Uji klinis oleh Sriyapai et al. (2009) menunjukkan bahwa konsumsi serbuk T. crispa dapat menurunkan kadar gula darah setelah makan.

Mikrob Endofit

Mikrob endofit adalah mikrob yang hidup di dalam jaringan tanaman pada periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan tanaman tanpa membahayakan inangnya. Setiap tanaman tingkat tinggi dapat mengandung beberapa mikrob endofit yang mampu menghasilkan senyawa biologi atau metabolit sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik (geneticrecombination) dari tanaman inangnya ke dalam mikrob endofit (Tan & Zou 2001).

Kemampuan mikrob endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan dapat diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder dari mikrob endofit yang diisolasi dari tanaman inangnya tersebut. Sekitar 300000 jenis tanaman yang tersebar di muka bumi ini, masing-masing tanaman mengandung satu atau lebih mikrob endofit yang terdiri dari bakteri dan cendawan (Strobel & Daisy 2003). Apabila endofit yang diisolasi dari suatu tanaman obat dapat

menghasilkan metabolit sekunder sama dengan tanaman inangnya atau bahkan dalam jumlah yang lebih tinggi, maka tidak perlu mengambil tanaman aslinya untuk diambil sebagai simplisia.

Berbagai jenis endofit telah berhasil diisolasi dari tanaman inangnya, dan telah berhasil dibiakkan dalam media sintetik yang sesuai. Demikian pula metabolit sekunder yang diproduksi oleh mikrob endofit tersebut telah berhasil diisolasi dan dimurnikan serta telah dielusidasi struktur molekulnya. Berbagai produk mikrob endofit yang telah dilaporkan adalah sebagai antibiotik, antivirus, antikanker, antioksidan, antidiabetes, imunosupresif dan lain-lain (Strobel & Daisy 2003).

Endofit yang telah dilaporkan memiliki aktivitas antidiabet adalah Pseudomassaria sp. Endofit yang diisolasi dari hutan dekat Kinshasa, Republik Congo ini mampu menghasilkan senyawa non peptida (L-783,281). Senyawa ini memiliki aktivitas yang menyerupai insulin, tetapi tidak seperti insulin karena tidak terdegradasi di dalam sistem pencernaan, sehingga dapat digunakan secara oral. Pemberian secara oral senyawa L-783,281 terhadap hewan model mencit diabetes menunjukkan adanya penurunan kadar gula darah secara signifikan. Hasil ini memberi kemungkinan terapi baru terhadap diabetes (Strobel & Daisy 2003).

.

Aktinomiset Endofit dan Potensinya

Aktinomiset telah lama diketahui sebagai sumber berbagai senyawa bioaktif yang telah dimanfaatkan dalam berbagai bidang seperti kesehatan, pertanian, maupun industri. Beberapa hasil penelitian di bawah ini merupakan contoh potensi aktinomiset endofit yang mampu menghasilkan senyawa bioaktif yang berguna dalam bidang medis.

Streptomyces sp. strain NRRL 30562 merupakan isolat endofit dari tanaman obat snakevine (Kennedia nigriscans) yang mampu menghasilkan antibiotik berspektrum luas yang disebut munumbicin. Senyawa ini dapat menghambat pertumbuhan Bacillus anthracis, dan Mycobacterium tuberculosis yang multi resisten terhadap berbagai obat anti tuberkulosis, sehingga senyawa ini berpotensi digunakan untuk pengobatan terhadap penyakit tuberkulosis (Castillo et al. 2002).

Jenis endofit lainnya yang juga menghasilkan antibiotik berspektrum luas adalah aktinomiset endofit yang diisolasi dari tanaman Grevillea pteridifolia.

Endofit ini menghasilkan metabolit kakadumycin. Aktivitas anti bakterinya sama seperti munumbicin (Castillo et al. 2003). Streptomyces sp. (MSU-2110) yang merupakan isolat endofit pada tanaman Monstrea sp. mampu menghasilkan antibiotik coronamycin yang dapat menghambat cendawan Cryptococcus neoformans yang bersifat patogen pada manusia (Ezra et al. 2004).

Paclitaxel dan derivatnya merupakan zat yang berkhasiat sebagai anti kanker yang pertama kali ditemukan yang diproduksi oleh mikrob endofit. Paclitaxel merupakan senyawa diterpenoid yang terdapat dalam tanaman Taxus. Senyawa yang dapat mempengaruhi molekul tubulin dalam proses pembelahan sel-sel kanker ini, dapat diproduksi oleh endofit Pestalotiopsis microspora yang terdapat pada tanaman Taxus andreanae, T. brevifolia, dan T. wallichiana (Strobel 2001). Beberapa aktinomiset endofit lainnya seperti Kitasatospora dan Micromonospora telah dapat diisolasi dari tanaman Taxus yang mampu menghasilkan berbagai senyawa taxane yang memiliki aktivitas sebagai antitumor (Caruso et al. 2000).

Streptomyces aureofaciens CMUAc130 yang diisolasi dari jaringan akar tanaman jahe (Zingiber officinale) dapat menghasilkan senyawa 4-arylcoumarin yang memiliki aktivitas anti tumor. Pemberian senyawa ini secara intra peritonial dapat menghambat perkembangan sel Lewis Lung Carcinoma (LLC). Senyawa 4-arylcoumarin menunjukkan aktivitas anti tumor dengan nilai T/C 80.8 dan 50,0% pada dosis 1 dan 10 mg/kg berat badan (dalam bentuk 5,7-dimetoxy-4- pherylcoumarin) dan 81.5 dan 44.9% pada dosis 1 dan 10 mg/kg (dalam bentuk 5,7-dimetoxy-4-phenylcoumarin). Kontrol positif yang berupa senyawa adriamycin menunjukkan nilai T/C 55.9% pada dosis 2 mg/kg berat badan (Taechowisan et al. 2007). Senyawa pterocidin yang dihasilkan oleh Streptomyces hygroscopicus merupakan senyawa sitotoksik terhadap beberapa human cancer cell lines sehingga berpotensi digunakan untuk pengobatan kanker (Igarashi et al. 2006).

Munumbicin C dan D yang dihasilkan dari Streptomyces endofit sangat berpotensi digunakan sebagai obat anti malaria. Hasil pengujian terhadap Plasmodium falciparum menunjukkan bahwa nilai IC50 dari munumbicin tersebut masing-masing 6.5 dan 4.5 ng/ml, lebih rendah dari IC50 cloroquin yang merupakan gold standar obat anti malaria yaitu 7.0 ng/ml (Castillo et al. 2002). Streptomyces sp. (MSU-2110) yang merupakan isolat endofit pada tanaman

Dokumen terkait