KAJIAN INHIBITOR
α
-GLUKOSIDASE AKTINOMISET
ENDOFIT ASAL BROTOWALI
(
Tinospora crispa
)
SRI PUJIYANTO
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi ”
Kajian Inhibitor α -Glukosidase Aktinomiset Endofit Asal Brotowali (Tinospora crispa)” adalah
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Agustus 2012
Sri Pujiyanto
ABSTRACT
SRI PUJIYANTO. The Study of α-Glucosidase Inhibitor of Endophytic Actinomycetes Isolated from Brotowali (Tinospora crispa). Under direction of YULIN LESTARI, ANTONIUS SUWANTO, SRI BUDIARTI and LATIFAH K. DARUSMAN.
An α-glucosidase inhibitor is one of the compounds for the treatment of diabetes. This inhibitor can retard the liberation of glucose from dietary complex carbohydrates and delay glucose absorption, resulting in reduced postprandial plasma glucose levels and suppress postprandial hyperglycaemia. Diabetic medicinal plants are potencial sources of α-glucosidase inhibitor-producing endophytic microorganisms. Actinomycetes has been known as a source of various bioactive compounds that have been used in human health. The purpose of this study were to isolate and to select α-glucosidase inhibitor-producing endophytic actinomycetes from Tinospora crispa and to characterize the selected isolated and their α-glucosidase inhibitor. Endophytic actinomycetes were isolated from the roots, leaves and stems of T. crispa. Sterilized plant samples were inoculated on the HV Agar medium containing 50 ppm cycloheximide and 30 ppm nalidixic acid and were incubated for 2-3 weeks at room temperature. All actinomycetes isolates were tested for their ability to inhibit the α-glucosidase. Identification for the selected isolates was based on 16S rDNA sequences. The inhibitor activity to α-glucosidase was determined spectrophotometrically at 400 nm using p-nitrophenyl-α-D-glucopyranoside as a substrate, and acarbose as a positive control. Characterization and identification of inhibitor component was based on thin layer chromatography, column chromatography, phytochemicals, UV-Vis spectrophotometer and FTIR analyses.The results showed that endophytic actinomycetes isolated from T. crispa produced various inhibition activities. The highest inhibition activity to α-glucosidase was shown by BWA65 found from T. crispa. Production of α-glucosidase inhibitor compounds in this plant largely related with the contribution of its actinomycetes endophytes. The identification based on 16S rDNA sequence revealed that the isolate has 98% similarity to Streptomyces diastaticus. Separation of bioactive components by column chromatography obtained active fraction (F6), which has a low IC50 and high inhibitory activity. Based on phytochemicals, UV-Vis spectrophotometer and FTIR analyses, the active compound F6 is an auron group of flavonoid.
RINGKASAN
SRI PUJIYANTO. Kajian Inhibitor α-Glukosidase Aktinomiset Endofit Asal Brotowali (Tinospora crispa). Dibimbing oleh YULIN LESTARI, ANTONIUS SUWANTO, SRI BUDIARTI dan LATIFAH K. DARUSMAN
Pengobatan diabetes secara tradisional pada umumnya adalah dengan memanfaatkan berbagai jenis tanaman yang memiliki kandungan bahan aktif yang dapat menurunkan kadar gula dalam darah, diantaranya adalah senyawa yang dapat menghambat enzim α-glukosidase. Eksplorasi mikrob endofit diharapkan dapat menghasilkan metabolit sekunder penting yang memiliki khasiat sama dengan metabolit yang dihasilkan tanaman inangnya. Tanaman obat diabetes merupakan sumber mikrob potensial penghasil inhibitor α -glukosidase. Isolat potensial dari tanaman obat tersebut diharapkan dapat digunakan untuk memproduksi senyawa inhibitor α-glukosidase secara mikrobiologis.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan isolat aktinomiset endofit dari tanaman obat diabetes, khususnya Tinospora crispa (brotowali) yang berpotensi sebagai penghasil senyawa inhibitor α-glukosidase, mengkarakterisasi dan mengidentifikasi isolat aktinomiset endofit penghasil inhibitor α-glukosidase terpilih, serta mengkarakterisasi dan mengidentifikasi senyawa inhibitor α-glukosidase yang dihasilkan oleh isolat aktinomiset endofit terpilih.
Berdasar kerangka pemikiran bahwa: a) inhibitor α-glukosidase dapat dihasilkan oleh berbagai organisme, yaitu tanaman tingkat tinggi, alga, cendawan, bakteri (non aktinomiset) dan aktinomiset, b) terdapat beberapa temuan penelitian yang menyatakan bahwa beberapa mikrob endofit dapat menghasilkan senyawa yang serupa dengan tanaman inangnya, dan c) tanaman T. crispa secara empiris diketahui memiliki aktivitas antidiabetes serta menghasilkan senyawa inhibitor α-glukosidase, maka dapat dirumuskan suatu hipotesis: aktinomiset endofit penghasil senyawa inhibitor α-glukosidase dapat diisolasi dari tanaman T. crispa. Isolat aktinomiset yang diperoleh mampu menghasilkan senyawa inhibitor α-glukosidase secara in vitro.
Isolasi aktinomiset endofit dilakukan dari T. crispa menggunakan media Humic Acid Vitamin B (HV) agar dengan penambahan 50 ppm cycloheximide dan 30 ppm nalidixic acid. Sebelum dilakukan isolasi, sampel tanaman disterilisasi permukaan menggunakan natrium biklorit dan alkhohol 70% secara bertahap. Aktivitas inhibitor α-glukosidase diuji berdasarkan pada penghambatan pemecahan substrat p-Nitrophenyl-α-D-glucopyranoside oleh enzim α -glukosidase selama periode tertentu. Senyawa acarbose (Sigma) digunakan sebagai pembanding.
Untuk mengetahui peran aktinomiset endofit dalam menghasilkan inhibitor α-glukosidase, dilakukan pengujian aktivitas inhibitor α-glukosidase terhadap tanaman T. crispa bebas endofit yang diperoleh dari kultur jaringan tanaman, tanaman asli yang diperoleh dari alam dan isolat aktinomiset endofit terpilih, kemudian hasilnya dibandingkan.
Identifikasi isolat terpilih dilakukan berdasarkan sekuen 16S rDNA. Pengamatan morfologi isolat dilakukan menggunakan mikroskop cahaya pada perbesaran 100 dan 400x dan SEM pada perbesaran 10.000x.
5'GGSGGSGGSGTSCTSATGGACGT-SGCSGG-3', dan primer VOG-R 5'GCCATGTCSACGCASACSGCSGCCTCS-CCGAG-3'. Hasil amplifikasi DNA dengan PCR selanjutnya disekuen dan dibandingkan dengan sekuen yang ada di database GenBank.
Produksi senyawa inhibitor menggunakan media produksi cair berisi 0.1% soluble starch, 0.5% pepton, dan 0.1% yeast extract . Ekstraksi senyawa inhibitor dilakukan dengan menggunakan pelarut etil asetat. Fraksinasi senyawa aktif dilakukan dengan kromatografi kolom silika gel dengan eluen heksan:etil asetat 1:4. Analisis fraksi dilakukan dengan bantuan KLT analitik. Fraksi yang diperoleh diuji aktivitas inhibitor α-glukosidasenya. Fraksi terbaik dikarakterisasi lebih lanjut meliputi: nilai IC50, pengaruh konsentrasi substrat, pemeriksaan fitokimia, scanning serapan maksimum dengan spektrofotometer UV-Vis dan pemeriksaan dengan spektrofotometer FTIR.
Tiga puluh dua isolat aktinomiset endofit telah berhasil diisolasi dari tanaman T. crispa. Isolat BWA65 dari tanaman T. crispa merupakan isolat paling berpotensi untuk dikaji lebih lanjut. Penemuan isolat aktinomiset endofit dari T. crispa yang menghasilkan inhibitor α-glukosidase dalam penelitian ini, memperkuat pendapat bahwa tanaman dapat mengandung mikrob endofit yang dapat menghasilkan beberapa senyawa biologis atau metabolit sekunder yang diduga sebagai hasil transfer genetik (rekombinasi genetik) dari tanaman inang ke mikrob endofit.
Tanaman T. crispa bebas endofit yang diperoleh dari kultur jaringan tanaman hanya memiliki kemampuan yang sangat rendah untuk menghasilkan senyawa inhibitor α-glukosidase. Tanaman T. crispa yang diperoleh dari alam mampu memproduksi senyawa inhibitor jauh lebih besar dibandingkan tanaman bebas endofit yang diperoleh dari kultur jaringan. Namun demikian, kemampuan inhibitor α-glukosidase yang dihasilkan oleh aktinomiset endofit BWA65 lebih dari dua kali daripada aktivitas inhibitor α-glukosidase tanaman inang. Hasil ini mengindikasikan bahwa aktinomiset endofit dalam tanaman T. crispa tersebut memberikan kontribusi besar terhadap produksi senyawa inhibitor α-glukosidase.
Hasil identifikasi berdasarkan sekuen 16S rDNA sepanjang 1343 pasang basa menunjukkan bahwa isolat BWA65 memiliki kesamaan 98% dengan Streptomyces diastaticus. Kajian tentang inhibitor α-glukosidase yang dihasilkan oleh S. diastaticus hingga saat ini belum pernah dilaporkan. Berdasarkan hal tersebut, kemungkinan besar isolat BWA65 merupakan jenis baru penghasil inhibitor α-glukosidase.
Analisis menggunakan program BLASTX terhadap sekuen basa hasil amplifikasi gen sedoheptulosa-7-fosfat siklase dari isolat BWA65 menunjukkan kemiripan paling tinggi 92% dengan GAF sensor hybrid histidine kinase pada Streptomyces violaceusniger Tu4113 (no akses YP-004812094.1). Amplifikasi ulang gen sedoheptulosa-7-fosfat siklase pada isolat aktinomiset BWA65 ini dengan primer Forward: 5’-CCTACGAGGTGCGCTTCCGGGACGACGT-3’ dan Reverse: 5’-GGCGGCCTGCAGCTCGGCGGCCGTCACGT-3’, berhasil meng-amplifikasi gen tersebut secara spesifik sepanjang 300 bp. Analisis hasil sekuensing menggunakan program BLASTX menunjukkan kemiripan 100% dengan gen sedoheptulosa-7-fosfat siklase dari Actinoplanes sp. SE50/110 (no akses Y18523.4) (Velina 2012, unpublished).
dengan acarbose. Pada konsentrasi 12.5; 25 dan 50 ppm fraksi F6 memiliki aktivitas penghambatan sebesar 143.1%; 152.4% dan 150.1% dibanding acarbose pada konsentrasi yang sama. Hasil pengujian aktivitas inhibitor dengan berbagai konsentrasi substrat p-Nitrophenyl-α-D-glucopyranoside menunjukkan bahwa senyawa inhibitor α-glukosidase yang dihasilkan isolat BWA65 diduga memiliki tipe penghambatan kompetitif.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dengan spektrofotometer FTIR dan penelusuran literatur mengindikasikan senyawa Fraksi F6 ini memiliki gugus fungsi: karbonil C=O, ikatan O-H, ikatan C-O, ikatan rangkap dan C=C cincin aromatik, serta memiliki serapan panjang gelombang maksimum 423 nm saat diuji dengan spektrofotometer UV-Vis. Berdasarkan hasil pemeriksaan menggunakan uji fitokimia, spektrofotometer UV-Vis maupun FTIR mengindikasikan bahwa senyawa aktif inhibitor α-glukosidase yang dihasilkan oleh isolat BWA65 merupakan senyawa flavonoid kelompok auron.
© Hak cipta milik IPB, tahun 2012
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
KAJIAN INHIBITOR
α
-GLUKOSIDASE AKTINOMISET
ENDOFIT ASAL BROTOWALI
(
Tinospora crispa
)
SRI PUJIYANTO
Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Mikrobiologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji Luar pada Ujian Tertutup : 1. Prof. drh. Dondin Sajuthi, PhD
2. Dr. Yanti, MSi
Penguji Luar pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Raymond R. Tjandrawinata
HALAMAN PENGESAHAN
Judul Disertasi : Kajian Inhibitor α-Glukosidase Aktinomiset Endofit Asal Brotowali (Tinospora crispa)
Nama : Sri Pujiyanto
NRP : G361070031
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Yulin Lestari Ketua
Prof. Dr. Ir. Antonius Suwanto, MSc. Anggota
Dr. dr. Sri Budiarti Anggota
Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS. Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Mikrobiologi Dekan Sekolah Pascasarjana,
Dr. Ir. Gayuh Rahayu Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr.
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan disertasi dengan judul “Kajian Inhibitor α-Glukosidase Aktinomiset Endofit Asal Brotowali (Tinospora crispa)”. Disertasi ini merupakan karya ilmiah penulis selama mengikuti Program Doktor pada Program Studi Mikrobiologi, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari bahwa karya disertasi ini tidak mungkin tercipta tanpa
bimbingan dari komisi pembimbing, untuk itu penulis menyampaikan
penghargaan yang setinggi-tingginya serta ucapan terimakasih kepada: Dr. Ir.
Yulin Lestari selaku ketua komisi pembimbing serta Prof. Dr. Ir. Antonius
Suwanto, MSc, Dr. dr. Sri Budiarti dan Prof. Dr. Ir. Latifah K. Darusman, MS
selaku anggota komisi pembimbing atas segala bimbingan, arahan, perhatian,
nasehat, motivasi serta keteladanan yang telah diberikan kepada penulis mulai
dari awal pemilihan tema penelitian, selama pelaksanaan penelitian hingga
penulisan disertasi.
Penelitian ini didanai oleh Hibah Penelitian Pascasarjana a.n. Dr. Ir. Yulin
Lestari, serta sebagian dari Beasiswa Pendidikan Pascasarjana (BPPS), untuk
itu penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya.
Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Prof. drh. Dondin Sajuthi,
PhD dari PS Satwa Primata, IPB dan Dr. Yanti, MSi dari Fakultas Teknobiologi
Universitas Atmajaya (selaku penguji luar pada sidang tertutup), Prof. Dr. Okky
Setyawati Dharmaputra (selaku wakil PS Mikrobiologi), drh. Sulistiyani, MSc,
PhD (selaku wakil Dekan FMIPA) serta Dr. Ir. Aris Tri Wahyudi, MSi dari PS
Mikrobiologi, IPB dan Dr. Raymond R. Tjandrawinata dari PT. DEXA MEDICA
(selaku penguji luar pada sidang terbuka), Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena
(selaku wakil PS Mikrobiologi/Dept. Biologi) dan Dr. Ir. Sri Nurdiati (Dekan FMIPA
IPB) atas saran-saran yang diberikan untuk kesempurnaan penulisan disertasi ini.
Penulis menyampaikan rasa terimakasih kepada Dr. Ir. Gayuh Rahayu
selaku ketua PS Mikrobiologi serta seluruh staf pengajar PS Mikrobiologi atas
curahan ilmu selama menempuh studi di PS Mikrobiologi SPs IPB. Penulis juga
mengucapkan terimakasih kepada Kepala Bagian Mikrobiologi Departemen
Biologi dan Kepala Bagian Kimia Analitik Departemen Kimia, Fakultas MIPA IPB
yang telah memberi ijin penulis untuk melaksanakan penelitian ini. Kepada
Kimia dan PS Biofarmaka, penulis menyampaikan terimakasih atas segala
bantuannya dalam penyelesaian penelitian ini. Kepada seluruh mahasiswa S3,
S2 dan S1 sesama peneliti di Lab Mikrobiologi, penulis sampaikan terimakasih
atas kerjasama yang baik dan saling pengertiannya.
Kepada teman seperjuangan Dr. Ratih Dewi Hastuti dan Dr. Desniar serta
teman-teman dari Undip Semarang, Dr. Sunarno, Dr. Jumari, Dr. Sri Widodo
Agung Suedy dan Dr. Fuad Muhammad, penulis sampaikan terimakasih atas
diskusi-diskusi, kebersamaan dan bantuannya dalam penyelesaian studi ini.
Semoga kebersamaan ini tetap terjaga selamanya.
Kepada kedua orang tua penulis, Bapak Dwijosumarto dan Ibu Suresmi,
juga adik Sri Ristini dan keluarga, terimakasih atas doa yang tulus tiada henti
yang selalu mengiringi setiap langkah untuk penyelesaian studi S3 ini. Kepada
almarhum Bapak/Ibu mertua, penulis sampaikan terimakasih atas doa dan
curahan waktu untuk merawat anak-anak sebelum meninggalkan kami
selamanya. Kepada keluarga tercinta, istriku Nining Indrawati, SKom, MAB dan
anak-anakku Annisa Ismatul Jannah, Nadia Rizka Izzati dan Royan Rasyid
Habibie terima kasih atas kesabaran, pengorbanan, pengertian, dorongan dan
doa yang senantiasa menemani perjalanan S3 ini. Karya ini saya persembahkan
kepada keluarga tercinta.
Penulis menyadari bahwa tiada karya yang sempurna, untuk itu segala
masukan dan saran perbaikan senantiasa penulis harapkan. Semoga karya
ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2012
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 13 Januari 1973, sebagai anak
pertama dari Bapak Dwijo Sumarto dan Ibu Suresmi. Pendidikan Sarjana Biologi
dalam bidang Mikrobiologi diselesaikan di Universitas Diponegoro pada tahun
1998. Pendidikan Magister Sains dalam bidang Mikrobiologi diselesaikan di
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2001. Selanjutnya, penulis mendapatkan
kesempatan melanjutkan sekolah S3 di Program Studi Mikrobiologi, Sekolah
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui program
Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi. Penulis adalah staf pengajar di Jurusan Biologi, FMIPA Universitas
Diponegoro, Semarang. Hingga kini, penulis tercatat sebagai anggota himpunan
profesi Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia (PERMI). Selama menjadi
mahasiswa S3, penulis telah mempresentasikan sebagian dari penelitian
disertasi pada International Seminar of Indonesian Society for Microbiology, tahun 2010 di Bogor, dengan judul “The Activity of α-Glucosidase Inhibitor of Endophytic Actinomycetes Isolated from Indonesian Diabetic Medicinal Plants”. Pada tahun 2012, sebagian hasil penelitian ini telah dipublikasikan di
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL………. xiii
DAFTAR GAMBAR………. xv
DAFTAR LAMPIRAN……….. xvi
PENDAHULUAN Latar Belakang……… 1
Perumusan Masalah……….. 6
Tujuan Penelitian……… 6
Manfaat Penelitian………. 6
Novelty………. 7
Hipotesis……….. 7
TINJAUAN PUSTAKA Penyakit Diabetes Melitus……… 9
Inhibitor α-Glukosidase dalam Pengobatan Diabetes………. 9
Tanaman Obat Diabetes………... 13
Tanaman Brotowali ……….…….. 16
Mikrob Endofit………. 18
Aktinomiset Endofit dan Potensinya……… 19
METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian……….. 23
Isolasi Aktinomiset Endofit……… 23
Seleksi dan Uji Penghambatan Enzim α-Glukosidase………. 24
Peran Aktinomiset Endofit dalam Menghasilkan inhibitor α-Glukosidase……… 24
Penentuan Waktu Produksi Optimum………. 25
Identifikasi Isolat Terpilih……….. 25
Karakterisasi Morfologi Isolat………... 26
Isolasi dan Identifikasi Senyawa Inhibitor α-Glukosidase…………... 27
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi Aktinomiset Endofit……… 33
Penapisan Aktinomiset Endofit Penghasil Inhibitor α-Glukosidase... 35
Karakterisasi Morfologi Isolat BWA65……… 40
Identifikasi Isolat Aktinomiset………... 41
Deteksi Gen Sedoheptulosa-7-Fosfat Siklase……….. 43
Ekstraksi Senyawa Inhibitor ……… 45
Uji Aktivitas Inhibitor α-Glukosidase Ekstrak……….. 46
Anaisis Fitokimia Ekstrak Etil Asetat……… 48
Fraksinasi dengan Kromatografi Kolom………. 49
Pencarian Eluen Terbaik……… 50
Uji Inhibisi α-Glukosidase Fraksi……….. 52
Karakterisasi dan Identifikasi Senyawa Inhibitor α-Glukosidase …….. 55
Pemeriksaan dengan KLT Analitik……… 55
Pengaruh Konsentrasi Substrat……… 57
Identifikasi dengan Uji Fitokimia………... 59
Analisis dengan Spektrofotometer UV-Vis……….. 60
Identifikasi Gugus Fungsi dengan FTIR ……… 64
Temuan Penting dan Implikasinya……… 66
KESIMPULAN DAN SARAN………. 69
DAFTAR PUSTAKA………... 71
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Beberapa organisme penghasil senyawa inhibitor α-glukosidase…... 13
2 Kajian tanaman obat diabetes di berbagai negara……….. 14
3 Kajian aktinomiset endofit pada beberapa tanaman dan potensinya... 21
4 Komposisi reaksi PCR:amplifikasi gen 16S rRNA………... 25
5 Komposisi reaksi PCR amplifikasi gen Sedoheptulosa-7-fosfat
siklase………. 27
6 Isolat aktinomiset endofit dari berbagai tanaman obat diabetes dan
aktivitas inhibitor α-glukosidase yang dihasilkannya……….. 35
7 Karakteristik kultur isolat BWA65 pada berbagai media………. 40
8 Hasil analisis sekuen DNA hasil amplifikasi gen penyandi
sedoheptulosa-7-fosfat siklase isolat BWA65 menggunakan program BLASTX……….. 45
9 Hasil ekstraksi senyawa inhibitor dengan berbagai pelarut……… 46
10 Aktivitas inhibitor α-glukosidase berbagai ekstrak kultur aktinomiset BWA65 ……….. 47
11 Kandungan fitokimia ekstrak etil asetat kultur BWA65……… 49
12 Hasil percobaan KLT untuk menentukan pelarut terbaik……….... 50
13 Hasil fraksinasi senyawa menggunakan kromatografi kolom gel
silika……… 52
14 Aktivitas inhibitor α-glukosidase hasil fraksinasi kolom………... 52
15 Aktivitas inhibitor α-glukosidase beberapa senyawa dibanding
acarbose ……… 54
16 Hasil KLT analitik Fraksi F6 dengan beberapa eluen……….. 57
17 Pengaruh konsentrasi substrat terhadap kemampuan inhibitor
α-glukosidase hasil fraksinasi……….. 57
18 Rentangan serapan spektrum UV-Vis flavonoid ………..………... 62
19 Ciri spektrum golongan flavonoid utama ……….. 62
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Diagram alur kerangka pemikiran penelitian ………... 5
2 Struktur senyawa acarbose ……… 10
3 Jumlah isolat aktinomiset endofit isolat dari tanaman obat………... 33
4 Jumlah isolat aktinomiset endofit berdasarkan asal bagian tanaman... 34
5 Aktivitas inhibitor α-glukosidase oleh aktinomiset endofit tanaman T.
crispa………. 38
6 Aktivitas inhibitor α-glukosidase yang dihasilkan oleh tanaman hasil kultur jaringan tanaman, tanaman dari alam dan isolat aktinomiset
endofit ………... 39
7 Morfologi isolat aktinomiset endofit BWA65 yang diamati pada media
Oatmeal Agar, mikroskop cahaya dan SEM ……… 41
8 Pohon filogenetik isolat BWA65 berdasarkan sekuen 16S rDNA... 42
9 Hasil amplifikasi PCR menggunakan primer VOG-F dan VOG-R …... 44
10 Nilai IC50 berbagai ekstrak kultur BWA65………. 48
11 Kromatografi lapis tipis dengan variasi campuran pelarut pengembang heksan: etil asetat 1:4……….. 51
12 Nilai IC50 dari fraksi aktif hasil kromatografi kolom gel silika……….. 53
13 Aktivitas inhibitor α-glukosidase fraksi terpilih (Fraksi F3 dan Fraksi F6) dibandingkan acarbose………. 55
14 Hasil kromatografi lapis tipis Fraksi F6 menggunakan berbagai jenis
eluen ……….. 56
15 Pengaruh konsentrasi substrat terhadap kemampuan inhibitor α
-glukosidase hasil fraksinasi………. 58
16 Kurva Lineweaver-Burke aktifitas α-glukosidase ……… 58
17 Spektrum spektrofotometer UV-Vis Fraksi F6………... 61
18 Spektrum spektrofotometer UV-Vis Fraksi F3 ………. 61
19 Spektrum FTIR Fraksi F6……… 54
20 Struktur dasar senyawa auron……… 65
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Uji aktivitas inhibitor dan penentuan nilai IC50 ekstrak ………... 79
2 Hasil uji aktivitas hasil kromatografi kolom dan penentuan nilai IC50... 81
3 Hasil sekuensing gen 16S rRNA isolat BWA65………... 83
4 Hasil analisis BLAST sekuen gen 16S rRNA isolat BWA65……….. 85
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Diabetes melitus (DM) merupakan salah satu masalah utama kesehatan
dunia. Menurut perkiraan, penderita diabetes di seluruh dunia pada tahun 2025
mendatang akan mencapai 300 juta orang. Sebagian besar (lebih dari 95%)
penderita diabetes merupakan penderita diabetes tipe 2 atau sering disebut non-insulin dependent diabetes (Bailey & Day 2003). DM atau kencing manis merupakan penyebab kematian tertinggi di antara penyakit non infeksi lainnya.
Sekitar 1.08 juta kematian akibat penyakit kardiovaskular (pembuluh darah) yang
terjadi di seluruh dunia setiap tahunnya, sebanyak 851 ribu di antaranya
merupakan pasien DM.
Gejala penyakit diabetes adalah adanya keadaan hiperglikemia
(peningkatan kadar gula darah) yang terus-menerus dan bervariasi, terutama
setelah makan. Penyakit diabetes mellitus dapat menyebabkan adanya
komplikasi pada tingkat lanjut. Hiperglikemia dapat menyebabkan dehidrasi dan
ketoasidosis. Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular,
kegagalan kronis ginjal, kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan,
serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren dengan
risiko amputasi.
Penyakit DM merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, tetapi
dapat dikontrol. Pengobatan penyakit diabetes pada prinsipnya adalah suatu
usaha untuk menjaga agar kadar glukosa darah dapat dipertahankan pada
kondisi normal (80-120 mg/dl). Berbagai pilihan obat diabetes baik modern
maupun tradisional telah dikenal di masyarakat. Saat ini terdapat berbagai
pilihan obat diabetes oral yang tersedia untuk penderita diabetes tipe 2 (Bailey &
Day 2003).
Penggunaan inhibitor enzim dalam pengobatan penyakit telah lazim
digunakan dan mengalami perkembangan yang pesat. Nilai ekonomi obat yang
tergolong inhibitor enzim diperkirakan mencapai 95.57 milyar dolar pada tahun
2006 (Copeland 2005). Demikian juga dalam pengobatan diabetes, salah satu
target obat diabetes adalah menghambat enzim α-glukosidase. Enzim α
-glukosidase (EC 3.2.1.20) ini berperan dalam pencernaan karbohidrat komplek
(amilum) menjadi glukosa di dalam usus halus. Enzim ini menghidrolisis ikatan α
aktivitas enzim ini, maka asupan glukosa dari usus ke dalam darah dapat
dikurangi. Senyawa aktif yang memiliki aktivitas seperti ini adalah inhibitor α
-glukosidase. Beberapa senyawa kimia yang telah diketahui merupakan inhibitor α-glukosidase antara lain: pradimicin (Yosuke et al. 1992), deoxynojirimycin (Fischer et al. 1995), acarbose (Hemker et al. 2001), curcumin (Du et al. 2006) dan ceptezole, suatu antibiotik beta laktam (Lee et al. 2007). Beberapa ekstrak tanaman seperti: Pinus densiflora (Kim et al. 2003), Phalleria macrocarpa (Sugiwati et al. 2006) dan Terminalia sp. (Anam et al. 2009) juga diketahui memiliki aktivitas inhibitor α-glukosidase. Selain tanaman, organisme lain seperti
cendawan Ganoderma lucidum (Kim & Nho 2004) dan alga (Cannell et al. 1988) serta aktinomiset juga diketahui memiliki aktivitas inhibitor α-glukosidase.
Beberapa aktinomiset yang diketahui menghasilkan inhibitor α-glukosidase
adalah: Actinomadura verrucosospora (Yosuke et al. 1992), Actinoplanes sp. (Gown 2006), Streptomyces clavuligerus (Lee et al. 2007) dan Micromonospora sp. (Suthindhiran et al. 2009).
Senyawa inhibitor α-glukosidase yang telah sukses dikomersialkan
adalah acarbose, suatu pseudooligosakarida yang memiliki struktur mirip glukosa.
Senyawa ini dihasilkan oleh Actinoplanes sp., suatu aktinomiset yang diisolasi dari suatu daerah di Kenya dan dikomersialkan oleh perusahaan Bayer, Jerman
dengan nilai jual 379 juta US dolar pada tahun 2004 (Gown 2006).
Pengobatan diabetes secara tradisional pada umumnya dengan
memanfaatkan berbagai jenis tanaman yang memiliki kandungan bahan aktif
yang dapat menurunkan kadar gula dalam darah. Berbagai tanaman obat yang
secara empiris diketahui memiliki khasiat sebagai agen hipoglikemia antara lain
adalah: brotowali (Tinospora crispa), pinus (Pinus densiflora), lidah buaya (Alloe vera), bawang putih (Allium sativum), bawang merah (Allium cepa), stevia (Stevia rebaudiana), ubi jalar (Ipomoea batatas), sambiloto (Andrographis paniculata), mengkudu (Morinda citrifolia), delima (Punica granatum), kelapa (Cocos nucifera), jambelang (Eugenia jambolana), mahkota dewa (Phaleria macrocarpha), ginseng (Panax sp), buah merah (Pandanus conoideus) dan pare (Momordica charantia) (Subroto 2006; Klein et al. 2007; Bnouham et al. 2006).
Brotowali (Tinospora crispa) telah lama di kenal oleh masyarakat tradisional Indonesia sebagai bahan pembuatan jamu yang di campur dengan
tanaman-tanaman herbal lainnya. Brotowali merupakan tanaman herba (perdu)
guna yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti: kencing
manis, hipertensi, dan demam. Kajian ilmiah terhadap tanaman brotowali sebagai
obat diabetes telah dilakukan para peneliti. Noor dan Ashcroft (1998) melaporkan
bahwa ekstrak T. crispa mampu menstimulasi peningkatan sekresi insulin, sehingga dapat berperan sebagai antihiperglikemia. Noipa dan Ninlaaesong
(2011) melaporkan bahwa ekstrak T. crispa dapat meningkatkan laju transpor glukosa ke dalam sel. Uji klinis oleh Sriyapai et al. (2009) menunjukkan bahwa konsumsi serbuk T. crispa dapat menurunkan kadar gula darah setelah makan. Chougale et al. (2009) melaporkan bahwa ekstrak tanaman T.cordifolia memiliki aktivitas inhibitor α-glukosidase. Patela dan Mishrab (2012) menemukan tiga senyawa dari tanaman Tinospora cordifolia yang memiliki kemampuan inhibitor α-glukosidase, yaitu jatrorrhizine, palmatine dan magnoflorine. Senyawa-senyawa tersebut memiliki nilai IC50 berturut-turut sebesar 22.05, 38.42 and 7.6
µg/mL untuk jatrorrhizine, palmatine dan magnoflorine. Hasil uji in vivo juga menunjukkan adanya penekanan yang signifikan terhadap kenaikan kadar
glukosa plasma darah oleh ketiga senyawa tersebut pada konsentrasi 20 mg/kg
berat badan. Senyawa magnoflorine merupakan senyawa paling potensial sebagai inhibitor α-glukosidase di antara ketiga senyawa yang ditemukan
tersebut.
Selama ribuan tahun, senyawa bioaktif yang berasal dari alam telah
memegang peran penting dalam pengobatan dan upaya mempertahankan
kesehatan manusia. Senyawa-senyawa tersebut dapat dihasilkan dari berbagai
sumber seperti tanaman, hewan maupun mikroorganisme (Chin et al. 2006). Bahan bioaktif alami selain dapat digunakan sebagai obat secara langsung, juga
berperan sebagai bahan baku dalam pembuatan senyawa sintetik (Topliss et al. 2002). Tanaman, merupakan salah satu sumber yang sangat penting dalam
upaya pengobatan dan upaya mempertahankan kesehatan masyarakat. Sampai
saat ini menurut perkiraan badan kesehatan dunia (WHO), 80% penduduk dunia
masih menggantungkan dirinya pada pengobatan tradisional termasuk
penggunaan obat yang berasal dari tanaman. Sampai saat ini seperempat dari
obat-obat modern yang beredar di dunia berasal dari bahan aktif yang diisolasi
dan dikembangkan dari tanaman (Radji 2005).
Indonesia yang memiliki keanekaragaman hayati terbesar kedua di dunia
berpotensi besar untuk mengembangkan obat herbal yang berbasis pada
bahan baku obat. Tumbuhan tersebut menghasilkan metabolit sekunder dengan
struktur molekul dan aktivitas biologis yang beraneka ragam serta memiliki
potensi yang sangat baik untuk dikembangkan menjadi obat berbagai penyakit
(Radji 2005).
Permasalahan yang muncul dari pemakaian obat herbal adalah
bagaimana menjaga tingkat produksi obat herbal tersebut dengan bahan baku
yang terbatas karena sebagian besar bahan baku obat herbal diambil dari
tanaman induknya. Terdapat kekhawatiran bahwa sumberdaya hayati ini akan
musnah karena adanya kendala dalam budidayanya. Bahkan disinyalir bahwa
bahan obat herbal yang diproduksi dan diedarkan di Indonesia saat ini sebagian
besar bahan bakunya sudah mulai diimpor dari beberapa negara lain (Radji
2005).
Mikrob endofit merupakan mikrob yang hidup di dalam jaringan tanaman
pada periode tertentu dan mampu membentuk koloni dalam jaringan tanaman
tanpa membahayakan inangnya. Mikrob endofit ini dapat berupa cendawan dan
bakteri termasuk aktinomiset. Menurut Tan dan Zou (2001) setiap tanaman
tingkat tinggi dapat mengandung sejumlah mikrob endofit yang mampu
menghasilkan senyawa biologi atau metabolit sekunder serupa dengan inangnya
yang diduga sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik (genetic recombination). Beberapa penelitian telah menunjukkan hasil yang mendukung pendapat tersebut. Strobell dan Daisy (2003) melaporkan bahwa Taxomyces andreanae endofit pada tanaman Taxus menghasilkaan paclitaxel. Paclitaxel adalah senyawa antikanker yang dihasilkan juga oleh tanaman Taxus brevivolia. Taechowisan et al. (2007) melaporkan Streptomyces aureofaciens, endofit pada tanaman jahe menghasilkan senyawa arylcoumarin yang memiliki aktivitas antitumor, dimana tanaman jahe juga memiliki senyawa anti tumor seperti
dilaporkan oleh Katiyar et al. (1996). Penelitian Castillo et al. (2002) menunjukkan bahwa Streptomyces NRRL 30562 endofit pada tanaman Kennedia nigriscans mampu menghasilkan antibiotik spektrum luas. Tanaman ini secara tradisional digunakan suku aborigin untuk mencegah infeksi mikrob pada luka.
Aktinomiset telah lama diketahui sebagai sumber berbagai senyawa
bioaktif yang telah dimanfaatkan dalam berbagai bidang seperti kesehatan,
pertanian, maupun industri. Sekitar 70% senyawa bioaktif baru dihasilkan oleh
kelompok aktinomiset (Takahashi 2004). Berdasarkan fenomena tersebut, mikrob
Diabetes mellitus (DM) merupakan masalah utama kesehatan
(WHO 1999)
permasalahan keterbatasan pemakaian tanaman obat sebagai sumber senyawa
bioaktif. Eksplorasi mikrob endofit diharapkan dapat menghasilkan metabolit
sekunder penting yang memiliki khasiat sama dengan metabolit yang dihasilkan
tanaman inangnya. Beberapa tanaman obat khas Indonesia seperti: brotowali,
sambiloto, mahkota dewa, ciplukan, dan lain-lain telah diketahui secara empiris
memiliki khasiat sebagai obat diabetes. Tanaman obat diabetes merupakan
sumber potensial penghasil inhibitor α-glukosidase (Benalla et al 2010). Berdasarkan pendapat Tan dan Zou (2001) yang menyatakan bahwa endofit
dapat menghasilkan senyawa yang sama dengan senyawa yang dihasilkan
tanaman inangnya maka tanaman obat diabetes merupakan sumber potensial isolat penghasil inhibitor α-glukosidase. Isolat potensial dari tanaman obat tersebut, diharapkan dapat digunakan untuk memproduksi senyawa inhibitor α
-glukosidase secara mikrobiologis, dengan jumlah yang lebih banyak dan
kualitas yang lebih baik. Dengan demikian, penelitian tentang potensi mikrob
endofit terutama aktinomiset dari tanaman obat diabetes khususnya brotowali
untuk menghasilkan senyawa inhibitor α-glukosidase yang berguna dalam
pengobatan penyakit diabetes perlu dilakukan. Kerangka pemikiran dari
[image:32.595.93.531.86.810.2]penelitian ini secara ringkas dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Diagram alur kerangka pemikiran penelitian.
Aktinomiset sumber bioaktif terbesar (70%)
(Takahashi 2004)
Endofit mampu menghasilkan bioaktif sama dengan inangnya (Tan & Zou 2001; Strobel & Daisy 2003; Castillo et al. 2002)
Potensi aktinomiset endofit tanaman T. crispa sebagai penghasil senyawa inhibitor α-glukosidase
Pengobatan diabetes: menjaga glukosa darah tetap normal. Inhibitor alfa glukosidase menunda digesti karbohidrat (Bailey & Day 2003)
Brotowali secara empiris sebagai antidiabet, inhibitor α -glukosidase
(Subroto 2006; Chougale et al.
2009; Patela & Mishrab 2012)
Beberapa Aktinomiset menghasilkan inhibitor α- glukosidase (Gown 2006; Lee
Perumusan Masalah
Inhibitor α-glukosidase dapat dihasilkan oleh berbagai organisme, yaitu
tanaman tingkat tinggi, alga, cendawan, bakteri non aktinomiset dan aktinomiset.
Tanaman dapat mengandung mikrob endofit yang mampu menghasilkan
senyawa biologi atau metabolit sekunder serupa dengan tanaman inangnya.
Beberapa tanaman obat, khususnya T. crispa secara empiris diketahui memiliki aktivitas antidiabetes dan menghasilkan α-glukosidase inhibitor. Dengan
demikian, dari tanaman obat yang telah diketahui memiliki aktivitas sebagai
antidiabetes serta diketahui menghasilkan senyawa inhibitor α-glukosidase akan
dapat diperoleh isolat endofit khususnya aktinomiset yang dapat menghasilkan
senyawa inhibitor α-glukosidase pula. Berdasarkan hal tersebut, dapat
dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah dari tanaman T. crispa yang telah diketahui memiliki khasiat sebagai obat diabetes dapat diperoleh isolat aktinomiset endofit yang
dapat menghasilkan senyawa inhibitor α-glukosidase?
2. Bagaimanakah karakteristik dan identitas isolat aktinomiset endofit
penghasil inhibitor α-glukosidase yang diperoleh dari tanaman T. crispa tersebut?
3. Bagaimana karakteristik senyawa inhibitor α-glukosidase yang dihasilkan
oleh isolat aktinomiset endofit tersebut?
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendapatkan isolat aktinomiset endofit dari tanaman T. crispa yang telah dikenal memiliki khasiat sebagai antidiabetes, yang berpotensi sebagai
penghasil senyawa inhibitor α-glukosidase.
2. Mengkarakterisasi dan mengidentifikasi isolat aktinomiset endofit
penghasil senyawa inhibitor α-glukosidase terpilih.
3. Mengkarakterisasi dan mengidentifikasi senyawa inhibitor α-glukosidase
yang dihasilkan oleh isolat aktinomiset endofit terpilih.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi landasan ilmiah untuk
memproduksi senyawa inhibitor α-glukosidase secara mikrobiologis yang dapat
komersial tinggi karena kebutuhan obat diabetes semakin meningkat seiring
dengan meningkatnya jumlah penderita diabetes.
Produksi senyawa inhibitor α-glukosidase secara mikrobiologis ini
diharapkan lebih murah dan lebih efisien dibandingkan dengan cara mengekstrak
dari tanaman obat secara langsung karena dibutuhkan tanaman obat dalam
jumlah yang besar serta sulitnya penyeragaman kualitas bahan baku tanaman
obat. Dengan demikian, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi terobosan
teknologi dalam penyediaan bahan obat diabetes khususnya di Indonesia.
Novelty
Berdasarkan penelusuran literatur yang telah dilakukan, hingga saat ini
belum ada laporan kajian tentang inhibitor α-glukosidase dari aktinomiset endofit,
apalagi yang diisolasi dari tanaman T. crispa yang merupakan salah satu tanaman obat tradisional di Indonesia. Beberapa informasi yang menyebutkan
adanya aktinomiset penghasil inhibitor α-glukosidase di atas semuanya adalah
bukan aktinomiset endofit.
Dengan demikian penelitian ini memiliki unsur kebaharuan yang akan
menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang potensi aktinomiset sebagai
penghasil senyawa bioaktif, khususnya senyawa inhibitor α-glukosidase dari
aktinomiset endofit tanaman T. crispa.
Hipotesis Penelitian
Berdasar kerangka pemikiran dari uraian pada latar belakang bahwa:
a) inhibitor α-glukosidase dapat dihasilkan oleh berbagai organisme, yaitu
tanaman tingkat tinggi, alga, cendawan, bakteri non aktinomiset dan
beberapa aktinomiset,
b) terdapat beberapa temuan penelitian yang menyatakan bahwa beberapa
mikrob endofit dapat menghasilkan senyawa yang serupa dengan
tanaman inangnya, dan
c) tanaman T. crispa diketahui memiliki aktivitas inhibitor α-glukosidase,
maka dapat dirumuskan suatu hipotesis: aktinomiset endofit penghasil senyawa
inhibitor α-glukosidase dapat diisolasi dari tanaman brotowali. Isolat aktinomiset
TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Diabetes Melitus
Diabetes melitus (DM) atau dikenal sebagai kencing manis adalah
penyakit yang ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan kadar gula darah)
yang terus-menerus dan bervariasi, terutama setelah makan. Sumber lain
menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan diabetes melitus adalah keadaan
hiperglikemia kronik disertai berbagai kelainan metabolik akibat gangguan
hormonal, yang menimbulkan berbagai komplikasi kronik pada mata, ginjal, dan
pembuluh darah, disertai lesi pada membran basalis (Bailey & Day 2003).
Semua jenis diabetes melitus memiliki gejala yang mirip dan komplikasi
pada tingkat lanjut. Hiperglikemia sendiri dapat menyebabkan dehidrasi dan
ketoasidosis. Komplikasi jangka lama termasuk penyakit kardiovaskular,
kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis), kerusakan retina yang dapat
menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf yang dapat menyebabkan
impotensi dan gangren dengan risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius
lebih umum terjadi bila kadar gula darah tidak dikendalikan dengan baik (WHO
1999).
Penyebab diabetes yang utama adalah karena kurangnya produksi insulin
(DM tipe 1, yang pertama dikenal), atau kurang sensitifnya jaringan tubuh
terhadap insulin (diabetes melitus tipe 2, bentuk yang lebih umum). Selain itu,
terdapat jenis diabetes melitus yang juga disebabkan oleh resistensi insulin yang
terjadi pada wanita hamil. Tipe 1 membutuhkan penyuntikan insulin, sedangkan
tipe 2 diatasi dengan pengobatan oral dan hanya membutuhkan insulin bila
obatnya tidak efektif. Diabetes melitus pada kehamilan umumnya sembuh
dengan sendirinya setelah persalinan (WHO 1999).
Inhibitor α-Glukosidase dalam Pengobatan Diabetes
Inhibitor α- glukosidase merupakan obat diabetes yang digunakan per oral untuk pengobatan diabetes melitus tipe 2 yang bekerja dengan cara
mencegah digesti karbohidrat terutama amilum menjadi glukosa. Karbohidrat
secara normal akan dikonversi menjadi gula sederhana atau monosakarida yang
dapat diabsorbsi melalui instestinum. Dengan demikian inhibitor α- glukosidase
berperan dalam mengurangi pengaruh karbohidrat terhadap kandungan gula
Inhibitor α- glukosidase digunakan untuk mempertahankan kadar gula
agar tidak terjadi hiperglikemia di dalam diabetes melitus type 2. Obat ini dapat
digunakan sebagai monoterapi atau digunakan bersama obat diabetes lainnya.
Inhibitor α- glukosidase dapat berupa senyawa sakarida yang berperan sebagai
inhibitor kompetitif dari enzim yang diperlukan untuk mendigesti karbohidrat, khususnya enzim α- glukosidase yang terdapat di dalam fili-fili usus kecil. Enzim α-glukosidase yang terdapat pada membran sel-sel usus kecil menghidrolisis oligosakarida, trisakarida dan disakarida menjadi glukosa dan monosakarida
lainnya yang terdapat di dalam usus kecil.
Salah satu contoh inhibitor α-glukosidase adalah acarbose. Acarbose merupakan inhibitor α-glukosidase yang telah diterima di Amerika untuk pengobatan diabetes tipe 2. Efek langsung dari antidiabetes ini adalah menunda
digesti karbohidrat komplek dan disakarida menjadi monosakarida yang mudah
diabsorbsi yaitu glukosa. Hal ini dapat tercapai oleh adanya penghambatan
reversibel terhadap enzim α-glukosidase (termasuk sukrase dan maltase) yang
terdapat di dalam duodenum. Pada pasien diabetes tipe 2, enzim ini
menghambat penundaan absorbsi glukosa sebagai kelanjutan proses
pencernaan karbohidrat kompleks. Acarbose tidak menimbulkan pengaruh
secara langsung terhadap resistensi insulin atau pengambilan glukosa yang
distimulasi insulin pada manusia (Clark 1998).
Acarbose merupakan pseudooligosakarida yang dihasilkan oleh genus
Actinoplanes dan telah digunakan untuk pengobatan pasien diabetes. Senyawa ini sangat efektif untuk menghambat kerja enzim α-amilase, α-glukosidase, dan sukrase. Struktur senyawa acarbose dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
Inhibitor enzim memiliki nilai potensi digunakan dalam pengendalian dan
pengobatan berbagai jenis penyakit. Pengendalian kinetika pencernaan
karbohidrat dan absorbsi glukosa dapat digunakan sebagai sarana mencegah
dan terapi terhadap penyakit diabetes, obesitas, hiperlipoproteinemia dan hiperlipidemia. Kaitannya dengan hal ini, inhibitor α-glukosidase merupakan enzim hidrolase amilolitik yang membebaskan glukosa dari ujung non reduksi
dari molekul polisakarida dan oligosakarida (Kim & Nho 2004).
Senyawa inhibitor α-glukosidase SKG-3 telah berhasil diisolasi dari Ganoderma lucidum dengan fraksinasi menggunakan berbagai teknik kromatografi. Senyawa yang telah dipurifikasi dikonfirmasi menggunakan
kromatografi lapis tipis (KLT) dan High Pressure Liquid Chromatography (HPLC). Senyawa SKG-3 murni menunjukkan spot tunggal pada pelat TLC dan
menunjukkan satu puncak pada HPLC dengan waktu retensi 13 menit. Pengaruh
konsentrasi SKG-3 terhadap daya hambat terhadap berbagai glikosidase diuji
dan hasilnya secara jelas menunjukkan bahwa SKG-3 potensial dalam menghambat α-glukosidase yang ditunjukkan nilai IC50 sebesar 4,6 µg/ml. SKG-3 tidak menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap beta glukosidase, beta galaktosidase atau α-mannosidase yang diujikan pada konsentrasi 100 µg/ml (Kim & Nho 2004).
Daya hambat SKG-3 terhadap α-glukosidase akan meningkat dengan
melakukan preinkubasi senyawa SKG-3 dengan enzim mengindikasikan bahwa senyawa ini bereaksi lambat dengan enzim α-glukosidase. Senyawa SKG-3 dapat dipisahkan dari α-glukosidase dengan dialisis. Ketika α-glukosidase dicampur dengan sejumlah SKG-3 yang menghasilkan penghambatan 90%,
campuran reaksi ditempatkan pada kantong dialisis, hampir semua enzim dapat
diperoleh kembali dan memiliki aktivitas yang tinggi. Hasil ini menunjukkan
bahwa penghambatan SKG-3 terhadap α- glukosidase bersifat reversibel (Kim &
Nho 2004).
inhibitor α- glukosidase juga ditunjukkan dari ekstrak air douchi (produk makanan fermentasi kedelai dari Cina). Kultur murni Aspergillus oryzae yang digunakan untuk fermentasi douchi di laboratorium ini, mampu menghasilkan inhibitor α- glukosidase lebih tinggi dari pada isolat Actinomucor elegans dan Rhizopus arrhizus (Chen et al. 2004).
Suatu antibiotik beta laktam ceftezole, dilaporkan memiliki aktivitas menghambat α-glukosidase. Uji in vitro terhadap α-glukosidase, senyawa ini menunjukkan adanya hambatan yang reversibel. Senyawa SKG-3 diketahui juga
merupakan hambatan non kompetitif. Percobaan pada mencit diabet
menunjukkan bahwa pemberian ceptezole (10 mg/kg/hari) dapat menurunkan
kadar glukosa darah sebesar 30% dalam waktu 20 menit setelah pemberian
obat tersebut (Lee at al. 2007).
Senyawa inhibitor α-glukosidase juga dapat dihasilkan oleh binatang spon laut Penares sp. Senyawa yang dihasilkan hewan tersebut adalah penarolide sulfat A1 dan A2, suatu makrolida yang merupakan kelompok senyawa poliketida. Senyawa tersebut memiliki nilai IC50 berturut-turut 1.2 dan 1.5 μg/ml (Nakao et al. 2000). Kajian inhibitor α-glukosidase pada beberapa organisme diringkaskan pada Tabel 1.
Berdasarkan informasi pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa inhibitor α- glukosidase dapat dihasilkan oleh berbagai kelompok organisme seperti:
tanaman, alga, cendawan, aktinomiset maupun bakteri non aktinomiset. Dari
tabel tersebut terlihat bahwa kelompok aktinomiset telah cukup banyak dilaporkan mampu menghasilkan senyawa inhibitor α-glukosidase. Namun demikian, dari semua aktinomiset penghasil inhibitor α-glukosidase tersebut, tidak satupun yang dilaporkan sebagai aktinomiset endofit. Berdasarkan fakta
Tabel 1 Beberapa organisme penghasil senyawa inhibitor α- glukosidase No Organisme
penghasil
Bahan aktif Pustaka
Tumbuhan
1 Pisonia alba ekstrak etanol Sunil et al. 2009 2 Terminalia sp. ekstrak etanol 96% Anam et al. 2009 3 Bergenia ciliata ekstrak kasar Bhandari et al. 2008 4 Piptadenia africana piptadienol Mbouangouere et al.
2008
5 Curcuma longa curcumin Du et al. 2006 6 Pinus densiflora ekstrak etanol 70% Kim et al. 2003
Cendawan
1 Ganoderma lucidum SKG-3, senyawa belum diidentifikasi
Kim et al. 2004
2 Penicillium sp Cyclo (dehydroala-L-Leu) Kwoon et al. 2000
Alga
1 Ecklonia stolonifera phlorotannin Moon et al. 2011 2 Spirogyra varians pentagalloyl glucosa Cannell et al. 1988
Aktinomiset
1 Micromonospora ekstrak etil asetat Suthindhiran et al.
2009 2 Streptomyces
clavurigus
ceftezole, suatu antibiotik beta laktam
Lee et al. 2007
3 Actinoplanes sp. acarbose Hemker et al. 2001 4 Actinomadura
verrucospora
pradimicin Q, C24H16O10 Yosuke et al. 1992
Bakteri non aktinomiset
1 Bacillus subtilis Ekstrak kasar Zhu et al. 2008
Tanaman Obat Diabetes
Bnouham et al. (2006) melaporkan bahwa setidaknya ada 176 spesies tanaman yang berasal dari 84 famili yang telah dikaji di berbagai negara dan
menunjukkan potensi yang tinggi di dalam pengobatan penyakit diabetes.
Beberapa tanaman yang sangat potensial tersebut antara lain adalah famili:
Leguminoseae (11 spesies), Lamiaceae (7 spesies), Liliaceae (8 spesies),
Cucurbitaceae (7 spesies), Asteraceae (6 spesies), Moraceae (6 spesies),
Rosaceae (6 spesies), Euphorbiaceae (5 spesies) and Araliaceae (5 spesies).
Tanaman Lagerstroemia speciosa (Lythraceae), yang di kawasan Asia Tenggara dikenal dengan nama banaba, secara tradisional telah dikonsumsi
masyarakat dalam berbagai bentuk untuk pengobatan diabetes dan penyakit
ginjal. Pada tahun 1990-an popularitas tanaman ini telah menarik perhatian para
ilmuwan di berbagai negara. Sejak saat itu, konsistensi aktivitas anti diabetes
dari tanaman ini diuji secara in vitro maupun in vivo (Klein et al. 2007).
DM merupakan penyakit yang umum terjadi di berbagai negara, sehingga
upaya pengobatan penyakit DM mulai tradisional hingga modern banyak
dilakukan. Sejumlah penelitian tanaman obat yang memiliki khasiat sebagai
[image:41.595.79.478.212.760.2]antidiabetes juga telah dilakukan oleh ilmuwan di berbagai negara (Tabel 2).
Tabel 2 Kajian tanaman obat diabetes di berbagai negara
No Tanaman Negara Informasi bahan aktif Referensi
1 Ceiba pentandra Afrika Selatan
ekstrak C. pentandra pada dosis rendah 40 mg/kg bb
menurunkan glukosa darah 40.0% dan 48.9%, pada tikus normal dan tikus diabet
Djoemeni
etal. 2006
2 Helichrysum odoratissimum, Helichrysum nudifolium, Artemisia afra, Vernonia oligocephala Afrika Selatan
secara tradisional dikonsumsi sebagai sayur atau lalap
Mahop & Mayet 2007
3 Coccinia cordifolia, Catharanthus roseus
Bangla-desh
ekstrak metanol daun tanaman
C. cordifolia dan C. roseus
memiliki efek antihiperglikemik pada tikus diabet yang diinduksi dengan aloksan
Akhtar et al. 2007
4 Cissus sicyoides Brazilia senyawa aktif yang terkandung pada tanaman ini juga memiliki aktivitas antimikrob
Beltrame
etal. 2002 5 Panax ginseng Cina senyawa ginsenosida hasil
ekstraksi secara signifikan sebagai antihiperglikemik pada mencit yang kegemukan
Attele et al. 2002
6 Andrographis paniculata
Malaysia pemberian secara oral ekstrak etanol Andrographis paniculata
berperan dalam meningkatkan sensitivitas insulin dan
penundaan perkembangan resistensi insulin
Subrama nian etal. 2008
7 Murraya konigii, Ocimum tenuiflorum
India ekstrak kloroform Ocimum tenuiflorum dan Murraya konigii
menghambatα- glukosidase
Bhat etal. 2008
8 Syzygium cumini India diperoleh senyawa mycaminose
yang memiliki efek antidiabet pada tikus
Kumar et al. 2008
Alpinia calcarata, Budea
monosperma
secara tradisional digunakan dalam ayurveda sebagai obat antidiabet
ran & Mahes 2007 10 Melia dubia India ekstrak alkhohol M. dubia efektif
sebagai agen hipoglikemik
Susheela
etal. 2008 11 Phyllanthus
fraternus
India ekstrak etanol P. fraternus
memiliki efek antidiabet dan antioksidan dibanding obat standar tolbutamide.
Garg et al. 2008
12 Tribullus terrestris India ekstrak T. terrestris dapat menurunkan gula darah mencit hiperglikemia
Lamda et al. 2011
13 Terminalia sp. Indonesia ektrak metanol daun terminalia mampu menghambat α -glukosidase, nilai IC50 5µg/ml
Anam et al. 2009
14 Shorea
balanocarpoides
Indonesia ekstrak kayu raru dari jenis S. balanocarpoides memiliki inhibisi terhadap α- glukosidase berkisar 88-97%.
Pasaribu, 2009
15 Andrographis paniculata
Indonesia ekstrak etanol herba sambiloto mempunyai efek menurunkan glukosa darah pada uji toleransi glukosa
Yulinah et al. 2001
16 Phalleria macrocarpa
Indonesia ekstrak buah mahkota dewa memiliki aktivitas inhibitor α- glukosidase yang memiliki efek antihiperglikemia pada tikus putih
Sugiwati
et al. 2006
17 Tanaman famili
Apocynaceae,Clus iaceae,
Euphorbiaceae, Rubiaceae
Indonesia berbagai ekstrak memiliki aktivitas lebih tinggi dari acarbose
Elya et al. 2012
18 Verbascum cermanensis, Rosa damascene, Rosmarinus officinnalis
Iran ekstrak metanol dan air beberapa tanaman tersebut menghambat di atas 50% terhadap α- glukosidase
Gholamh oseinian
etal. 2008
19 Viscum album Inggris terdapat senyawa aktif dalam tanaman Viscum album yang berperan meningkatkan sekresi insulin, sebagai senyawa antidiabetes
Gray & Flat 1999
20 Chrysanthemum coronarium, Dioscorea batatas, Morus alba, Citrus unshiu
Korea pemberian ekstrak C.
coronarium dan M. alba memiliki efek hipoglikemik pada tikus diabet setara dengan
glibenclamide. Pemberian ekstrak C.unshiu menunjukkan efek antihiperlipidemik dibanding antidiabetik.
Kim etal. 2006
21 Guaiacum coulteri, Psacalium
peltatum dan
Psidium guajava
Mexico P. peltatum dan G. coulteri
memiliki efek antihiperglikemik pada kelinci diabet dan kelinci sehat.
Aguilar et al. 2003
dan Vernonia amygdalina
secara kombinasi atau secara sendiri dapat mereduksi kadar gula darah yang setara dengan
clorpropamid.
al. 2008
23 Lagerstroemia speciosa
Philipina digunakan sebagai obat diabetes di Philipina,
mengandung tannic acid dan
penta galoil glucose (PGG)
Klein et al. 2007
24 Flemingia sp Taiwan ekstrak air Flemingia sp memiliki IC50 253 µg/ml terhadap α-
glukosidase
Hsieh et al. 2010
Di Indonesia, juga dikenal berbagai tanaman yang dikenal memiliki kasiat
sebagai obat diabetes seperti sambiloto, brotowali, ciplukan, daun dewa, pare,
dan mahkota dewa. Tanaman tersebut secara empiris telah digunakan oleh
masyarakat Indonesia untuk pengobatan diabetes. Beberapa kajian ilmiah juga
telah dilakukan untuk mengetahui kandungan bahan aktif tanaman ataupun
mekanisme kerja bahan aktif tanaman dalam menurunkan kadar gula darah.
Yulinah et al. (2001) melaporkan bahwa ekstrak etanol tanaman sambiloto mampu menurunkan kadar gula darah tikus putih yang menderita hiperglikemia.
Ekstrak buah mahkota dewa juga dilaporkan memiliki kemampuan sebagai anti hiperglikemia melalui aktivitas inhibitor α-glukosidase (Sugiwati et al. 2006). Pasaribu (2009) melaporkan bahwa kayu raru (Shorea sp) memiliki aktivitas inhibitor α- glukosidase. Di samping, itu masih banyak jenis-jenis tanaman dii Indonesia dari famili Apocynaceae, Clusiaceae, Euphorbiaceae, dan Rubiaceae
yang memiliki aktvitas inhibitor α-glukosidase (Elya et al. 2011).
Tanaman brotowali (T. crispa)
Klasifikasi tanaman brotowali adalah sebagai berikut:
Kingdom: Plantae
Subkingdom: Tracheobionta
Super Divisi: Spermatophyta
Divisi: Magnoliophyta
Kelas: Magnoliopsida
Sub Kelas: Magnoliidae
Ordo: Ranunculales
Famili: Menispermaceae
Genus: Tinospora
Tanaman brotowali merupakan salah satu tanaman obat yang terkenal
dari Asia Tenggara. Tanaman ini sudah berabad-abad dikenal sebagai salah satu
tanaman obat yang sangat manjur. Penyebaran brotowali di Asia meliputi:
wilayah Cina, Semenanjung Melayu, Filipina, India dan Indonesia. Brotowali
mulai tersebar ke seluruh penjuru benua setelah terjadi hubungan dagang antar
benua. Hal tersebut di karenakan manfaatnya yang sangat besar sebagai bahan
baku obat-obatan. Brotowali merupakan tanaman obat tradisional Indonesia yang
biasa ditanam di pekarangan atau tumbuh liar di hutan. Rebusan batangnya yang
terasa sangat pahit biasa dijadikan obat rematik, menurunkan kadar gula darah
dan menurunkan panas. Di Indonesia, selain dikenal dengan nama bratawali,
tanaman ini juga dikenal dengan nama daerah andawali, antawali, putrawali atau
daun gadel.
Tinospora crispa, termasuk suku Menispermaceae, klas Magnoliopsida (Dicotyledoneae), divisi Magnoliophyta (Spermatophyta). Ciri-ciri penting dari
tumbuhan ini: liana, membelit dengan batang dan ranting, batang sukulen dan
berbenjol-benjol; daun tunggal, tanpa stipula, tulang daun menjari, fitotaksis
tersebar; bunga uniseksual, trimeros, aksiler atau cauliflorous; buah batu; tipe
daun dorsiventral, stomata anomositik; berkas pembuluh kolateral terbuka; pada
bagian korteks batang terdapat lengkungan sklerenkim; kandungan kimianya
terdiri atas: amilum, pikroretin, pikroretosida, alkaloida, saponin, tanin. (Santa et al. 1998)
Brotowali atau Tinospora crispa (L.) Miers ex Hoff. memiliki sinonim T. cordifolia (Thunb.) Miers, T. rumphii Boerl, T. tuberculata, Cocculus crispum, Menispermum crispum, M. tuberculatum, M. verrucosum. Di setiap daerah dan negara juga memiliki berbagai macam nama yang berbeda-beda. Walaupun
persebarannya sudah ke seluruh benua tetapi belum di temui keragaman tingkat
subgenus yang mencolok. Hal tersebut disebabkan karena tanaman ini termasuk
tanaman yang mudah bertahan hidup dalam kondisi ekstrim.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa brotowali mengandung berbagai
macam zat kimia yang sangat membantu sekali dalam proses penyembuhan.
Brotowali telah lama di kenal oleh masyarakat tradisional Indonesia sebagai
bahan pembuatan jamu yang di campur dengan tanaman-tanaman herbal
lainnya. Brotowali merupakan tanaman herba (perdu) yang hampir semua
menyembuhkan berbagai macam penyakit seperti: diabetes melitus, hipertensi,
dan demam. Kajian ilmiah terhadap tanaman brotowali sebagai obat diabetes
telah dilakukan para peneliti. Noor dan Ashcroft (1997) melaporkan bahwa
ekstrak T. crispa mampu menstimulasi peningkatan sekresi insulin, sehingga dapat berperan sebagai antihiperglikemia. Noipa dan Ninlaaesong (2011)
melaporkan bahwa ekstrak T. crispa dapat meningkatkan laju transpor glukosa ke dalam sel. Chougale et al. (2009) melaporkan bahwa ekstrak tanaman T. cordifolia memiliki aktivitas inhibitor α-glukosidase. Patela dan Mishrab (2012) menemukan tiga senyawa dari tanaman Tinospora cordifolia yang memiliki kemampuan inhibitor α-glukosidase, yaitu jatrorrhizine, palmatine dan magnoflorine. Senyawa-senyawa tersebut memiliki nilai IC50 berturut-turut sebesar 22.05, 38.42 and 7.6 µg/mL untuk jatrorrhizine, palmatine dan magnoflorine. Hasil uji in vivo juga menunjukkan adanya penekanan yang signifikan terhadap kenaikan kadar glukosa plasma darah oleh ketiga senyawa
tersebut pada konsentrasi 20 mg/kg berat badan. Senyawa magnoflorine
merupakan senyawa paling potensial sebagai inhibitor α-glukosidase diantara ketiga senyawa yang ditemukan tersebut. Uji klinis oleh Sriyapai et al. (2009) menunjukkan bahwa konsumsi serbuk T. crispa dapat menurunkan kadar gula darah setelah makan.
Mikrob Endofit
Mikrob endofit adalah mikrob yang hidup di dalam jaringan tanaman pada
periode tertentu dan mampu hidup dengan membentuk koloni dalam jaringan
tanaman tanpa membahayakan inangnya. Setiap tanaman tingkat tinggi dapat
mengandung beberapa mikrob endofit yang mampu menghasilkan senyawa
biologi atau metabolit sekunder yang diduga sebagai akibat koevolusi atau
transfer genetik (geneticrecombination) dari tanaman inangnya ke dalam mikrob endofit (Tan & Zou 2001).
Kemampuan mikrob endofit memproduksi senyawa metabolit sekunder
sesuai dengan tanaman inangnya merupakan peluang yang sangat besar dan
dapat diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder dari mikrob endofit
yang diisolasi dari tanaman inangnya tersebut. Sekitar 300000 jenis tanaman
yang tersebar di muka bumi ini, masing-masing tanaman mengandung satu atau
lebih mikrob endofit yang terdiri dari bakteri dan cendawan (Strobel & Daisy
menghasilkan metabolit sekunder sama dengan tanaman inangnya atau bahkan
dalam jumlah yang lebih tinggi, maka tidak perlu mengambil tanaman aslinya
untuk diambil sebagai simplisia.
Berbagai jenis endofit telah berhasil diisolasi dari tanaman inangnya, dan
telah berhasil dibiakkan dalam media sintetik yang sesuai. Demikian pula
metabolit sekunder yang diproduksi oleh mikrob endofit tersebut telah berhasil
diisolasi dan dimurnikan serta telah dielusidasi struktur molekulnya. Berbagai
produk mikrob endofit yang telah dilaporkan adalah sebagai antibiotik, antivirus,
antikanker, antioksidan, antidiabetes, imunosupresif dan lain-lain (Strobel &
Daisy 2003).
Endofit yang telah dilaporkan memiliki aktivitas antidiabet adalah
Pseudomassaria sp. Endofit yang diisolasi dari hutan dekat Kinshasa, Republik Congo ini mampu menghasilkan senyawa non peptida (L-783,281). Senyawa ini
memiliki aktivitas yang menyerupai insulin, tetapi tidak seperti insulin karena tidak
terdegradasi di dalam sistem pencernaan, sehingga dapat digunakan secara oral.
Pemberian secara oral senyawa L-783,281 terhadap hewan model mencit
diabetes menunjukkan adanya penurunan kadar gula darah secara signifikan.
Hasil ini memberi kemungkinan terapi baru terhadap diabetes (Strobel & Daisy
2003).
.
Aktinomiset Endofit dan Potensinya
Aktinomiset telah lama diketahui sebagai sumber berbagai senyawa
bioaktif yang telah dimanfaatkan dalam berbagai bidang seperti kesehatan,
pertanian, maupun industri. Beberapa hasil penelitian di bawah ini merupakan
contoh potensi aktinomiset endofit yang mampu menghasilkan senyawa bioaktif
yang berguna dalam bidang medis.
Streptomyces sp. strain NRRL 30562 merupakan isolat endofit dari tanaman obat snakevine (Kennedia nigriscans) yang mampu menghasilkan antibiotik berspektrum luas yang disebut munumbicin. Senyawa ini dapat menghambat pertumbuhan Bacillus anthracis, dan Mycobacterium tuberculosis yang multi resisten terhadap berbagai obat anti tuberkulosis, sehingga senyawa
ini berpotensi digunakan untuk pengobatan terhadap penyakit tuberkulosis
(Castillo et al. 2002).
Jenis endofit lainnya yang juga menghasilkan antibiotik berspektrum luas
Endofit ini menghasilkan metabolit kakadumycin. Aktivitas anti bakterinya sama seperti munumbicin (Castillo et al. 2003). Streptomyces sp. (MSU-2110) yang merupakan isolat endofit pada tanaman Monstrea sp. mampu menghasilkan antibiotik coronamycin yang dapat menghambat cendawan Cryptococcus neoformans yang bersifat patogen pada manusia (Ezra et al. 2004).
Paclitaxel dan derivatnya merupakan zat yang berkhasiat sebagai anti kanker yang pertama kali ditemukan yang diproduksi oleh mikrob endofit.
Paclitaxel merupakan senyawa diterpenoid yang terdapat dalam tanaman Taxus. Senyawa yang dapat mempengaruhi molekul tubulin dalam proses pembelahan
sel-sel kanker ini, dapat diproduksi oleh endofit Pestalotiopsis microspora yang terdapat pada tanaman Taxus andreanae, T. brevifolia, dan T. wallichiana (Strobel 2001). Beberapa aktinomiset endofit lainnya seperti Kitasatospora dan Micromonospora telah dapat diisolasi dari tanaman Taxus yang mampu menghasilkan berbagai senyawa taxane yang memiliki aktivitas sebagai antitumor (Caruso et al. 2000).
Streptomyces aureofaciens CMUAc130 yang diisolasi dari jaringan akar tanaman jahe (Zingiber officinale) dapat menghasilkan senyawa 4-arylcoumarin yang memiliki aktivitas anti tumor. Pemberian senyawa ini secara intra peritonial
dapat menghambat perkembangan