• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

1.5. Metode Penelitian

Berdasarkan judul penelitian yang diambil maka penulis akan melakukan penelitian secara kuantitatif. Penelitian kuantitatif dapat didefinisikan sebagai suatu proses menemukan pengetahuan dengan menggunakan data berupa angka sebagai alat untuk menganalisis keterangan tentang apa yang ingin diketahui5 1.5.2. Data Penelitian

1. Data Sekunder

Data yang berisi berbagai informasi yang telah ada sebelumnya dan dengan sengaja dikumpulkan peneliti secara tidak langsung melalui media perantara, berupa bukti, catatan, atau laporan historis dalam bentuk arsip.

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data Kuantitatif, yaitu data yang berupa angka-angka, seperti data terkait jumlah Wajib Pajak

5 Imam Ghozali, “Aplikasi Analisis Mulitivariete Dengan Program IBM SPSS 23”, (Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro. 2016) h. 8

terdaftar, jumlah realisasi penyampaian SPT oleh Wajib Pajak Badan dan jumlah SKPKB yang diterbitkan.

1.5.3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun metode atau teknik yang dipakai di dalam penelitian ini adalah:

1. Studi Dokumentasi

Peneliti akan mengumpulkan data tertulis dari KPP Pratama Kisaran melalui permintaan data terkait penelitian yang dilakukan.

1.5.4. Metode Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi linear berganda dengan menggunakan program aplikasi SPSS 25. Jika jumlah variabel dependen hanya satu, dengan dua atau lebih variabel independen, maka dapat digunakan analisis regresi linear berganda6. Persamaan umum regresi linier berganda adalah sebagai berikut :

Y= a + b1X1 + b2X2 + ei Keterangan:

Y = Penerimaan Pajak Penghasilan Badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran

a = Konstanta

X1 = Kepatuhan Wajib Pajak Badan X2 = Pemeriksaan Pajak

b1, b2 = Koefisien regresi Ei = Variabel pengganggu

6 Singgih Santoso, “Statistik Multivariat dengan SPSS”(Jakarta: Kompas Gramedia. 2017) h.

12

1.5.5. Pengujian Asumsi Klasik

1. Uji normalitas, yaitu suatu pengujian untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi variabel bebas, variabel terikat, atau keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak. Kenormalan suatu data dapat dilihat dan diamati dari kurva p-plot, yaitu apabila p-plot menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Sehingga distribusi data dapat dikatakan berdistribusi normal.

2. Uji multikolinearitas, yaitu suatu pengujian untuk mengetahui apakah variabel-variabel yang dioperasikan mempunyai lebih dari satu hubungan linier. Multikolinearitas dapat dilihat dari nilai tolerance lebih dari 0.05 atau VIF kurang dari 10, maka dikatakan tidak ada multikolinearitas.

3. Uji heteroskedastisitas, yaitu suatu pengujian untuk mengetahui apakah variabel-variabel yang dioperasikan sudah mempunyai varians yang sama (homogen) atau sebaliknya (heterogen). Untuk mendeteksi ada atau tidak adanya heteroskedastisitas digunakan metode Uji Park.

4. Autokorelasi, bertujuan menguji apakah dalam sebuah model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 (sebelumnya). Deteksi adanya autokorelasi, dapat digunakan dengan Run Test sebagai bagian dari statistik non-parametrik.

Jika antar residual tidak terdapat hubungan korelasi maka dikatakan bahwa residual adalah acak atau random. Dalam penelitian ini, uji autokorelasi menggunakan α = 0,05.

Uji F digunakan untuk menguji hipotesis pertama yang menyatakan bahwa variabel bebas (X1 dan X2) yang digunakan dalam penelitian ini secara simultan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (Y). Uji t digunakan untuk menguji hipotesis kedua yang menyatakan bahwa variabel bebas (X1 atau X2) yang digunakan dalam penelitian ini secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat (Y).

1.5.6. Defenisi Operasional Variabel

1. Penerimaan Pajak Penghasilan badan (Y) merupakan variabel dependen.

Dapat dilihat dari jumlah penerimaan Pajak Penghasilan badan yang diterima Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran.

2. Kepatuhan Wajib Pajak Badan (X1) merupakan variabel independen.

Tingkat kepatuhan Wajib Pajak Badan diukur dengan menggunakan persentase perbandingan jumlah SPT yang disampaikan oleh Wajib Pajak dengan jumlah Wajib Pajak Badan aktif.

ℎ 100 %

3. Pemeriksaan pajak (X2) dapat dilihat dari jumlah Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) yang diterbitkan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran setiap tahunnya

.

BAB II

GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN 2.1. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran merupakan integrasi dari tiga kantor operasional Direktorat Jenderal Pajak, yaitu: Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Kantor Pemeriksaan dan Penyidik Pajak (KARIKPA). Kantor Pelayanan Pajak Pratama menangani Wajib Pajak Badan kelas menengah bawah yang jumlahnya mencapai ribuan, Wajib Pajak orang pribadi dan objek Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB).

Pembentukan KPP Pratama tidak hanya untuk meningkatkan penerimaan melalui pengawasan yang inisiatif, pembentukan KPP Pratama lebih dari itu, pembentukan KPP lebih diarahkan kepada perlunasan jangkauan pelayanan perpajakan, ekstensifikasi Wajib Pajak orang pribadi atau badan, serta peningkatan citra DJP di mata masyarakat luas.

Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama terdapat petugas Account Representative (AR) yang siap melayani dan memberikan konsultasi kepada Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakan Wajib Pajak. Dengan adanya peran Account Representative (AR) tersebut, diharapkan kepatuhan Wajib Pajak dapat meningkat secara berkesinambungan.

Direktorat Jendral Pajak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor : 131/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kuangan sebagaimana telah diubah terakhir dengan peraturan Menteri Kuangan Nomor :

54/PMK.01/2007, berada di bawah Menteri Keuangan serta memiliki tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang perpajakan, dan berdasarkan peraturan tersebut, Direktorat Jenderal Pajak menyelenggarakan fungsi :

a. Menyiapkan perumusan kebijakan Depertemen Keuangan di bidang perpajakan.

b. Melaksanakan kebijakan di bidang perpajakan.

c. Penyusunan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang perpajakan.

d. Pemberian bimbingan teknisi dan evaluasi di bidang perpajakan.

e. Melaksanakan administrasi Direktorat Jenderal Pajak.

Pada tahun 1976 s/d 1978, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran masih berstatus Kantor Dinas Luar Tingkat I Kisaran yang dipimpin oleh M. Arifin Umar, periode tahun 1978 s/d 1986. Kemudian, Kantor Dinas Luar Tingkat I Kisaran berubah menjadi Kantor Inspeksi Pajak Kisaran yang dipimpin oleh Drs.M.Noer Tjakra Amidjaya. Pada tanggal 02 Januari 1989 dibentuklah Kantor Pelayanan Pajak Kisaran sesuai dengan surat keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 276/KMK/01/1989 tanggal 25 Maret 1989 dan pimpinan yang menjabat pada waktu adalah Cyrus Sihaloho.

Sejalan dengan tuntutan reformasi di bidang organisasi pemerintahan bahwa tuntutan masyarakat terhadap pelayanan prima Aparatur Direktorat Jenderal Pajak tidak dapat diabaikan lagi. Perubahan paradigma dari dilayani menjadi harus melayani masyarakat, membawa perubahan yang sangat signifikan

terhadap upaya pimpinan Direktorat Jenderal Pajak. Pelayanan prima kepada masyarakat dan Wajib Pajak menjadi bagian penting dari accountability manajemen publik.

Untuk itu perlu disadari bahwa datangnya era pelayanan terlebih kepada masyarakat dan Wajib Pajak sangatlah relevan dengan prinsip pengembangan dan pemantapan sistem manajemen pelayanan publik menuju pelayanan prima dalam lingkungan Direktorat Jendral Pajak.

Fungsi dan peranan pajak akan semangkin penting dan strategis sebagai sumber utama penerimaan Negara. Untuk itu para pegawai Direktorat Jenderal Pajak dituntut untuk selalu meningkatkan profesionalisme sehingga dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat Wajib Pajak.

Melalui pemberian pelayanan prima kepada Wajib Pajak akan mendorong kesadaran dan kepatuhan Wajib Pajak untuk memenuhi kewajibannya melalui pembayaran pajak. Akhirnya misi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Kisaran dalam rangka menghimpun penerimaan dari sektor pajak untuk menunjang kegiatan pembangunan dapat tercapai sesuai target yang ditetapkan.

Sejalan dengan latar belakang tersebut, maka pemerintah melakukan reformasi birokrasi di lingkungan Departemen Keuangan dengan membentuk Kantor Modern di Direkrorat Jenderal Pajak. Sejak tahun 2002, secara bertahap Kantor Pelayanan Pajak telah mengalami modernisasi sistem dan struktur organisasi menjadi instansi yang berorientasi pada fungsi, bukan lagi pada jenis pajak. Kantor Pelayanan Pajak modern juga merupakan penggabungan dari Kantor Pelayanan Pajak Konvensional dan Kantor Pemerintahan dan Penyidikan

pajak. Pada tahun 2002 tersebut, dibentuk 2 KPP WP Besar atau LTO (Large Tax Office). KPP ini menangani 300 WP Badan Terbesar di seluruh Indonesia.

Pada tahun 2003 dibentuk 10 KPP k husus yang meliputi KPP BUMN, Perusahaan PMA, Wajib Pajak Badan dan Orang Asing, dan Perusahaan Bursa.

Kemudian pada tahun 2004 dibentuk Kantor Pelayanan Pajak Madya. Sedangkan KPP Modern yang menangani Wajib Pajak terbanyak adalah Kantor Pelayanan Pajak Pratama. KPP Pratama baru di bentuk pada tahun 2006 s.d 2008 dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran adalah salah satunya.

Pembagian Seksi dan Jabatan Fungsional pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama adalah sebagai berikut :

1. Sub Bagian Umum 2. Seksi Pelayanan

3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi 4. Seksi Ekstensifikasi Perpajakan 5. Seksi Pengawasan dan Konsultan 6. Seksi Penagihan

7. Seksi Pemeriksaan dan Kepatuhan Internal

8. Kelompok Jabatan Fungsional Pemeriksaan Pajak

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran terbentuk sebagai salah satu realisasi program modernisasi Direktorat Jenderal Pajak, yang mana pembentukan ini dikukuhkan melalui keputusan Dirjen Pajak tanggal 26 Agustus 2008, Nomor : KEP-159/PJ/2008. Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran diresmikan tanggal 09 September 2008.

2.2. Lokasi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran

Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran pada saat ini berkedudukan di Jalan Prof. H Muhammand Yamin No.79, Kisaran Naga, Kecamatan Kisaran Timur, Kabupaten Asahan, Sumatera Utara.

Wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran adalah:

a. Kabupaten Asahan b. Kabupaten Batubara c. Kota Tanjung Balai d. KP2KP Tanjung Balai.

2.3. Visi dan Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran 2.3.1. Visi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran

a. Menjadi model pelayanan masyarakat

Merefleksikan cita-cita untuk menjadi contoh pelayanan masyarakat bagi unit-unit pemerintahan lainnya.

b. Dipercaya dan dibanggakan masyarakat

Merefleksikan cita-cita untuk mendapatkan pengakuan dari masyarakat bahwa eksistensi dan kinerjanya memang benar-benar berkualitas tinggi dan akurat. Memenuhi harapan masyarakat serta memiliki citra yang baik dan bersih.

c. Berkelas dunia

Merefleksikan cita-cita mencapai tingkat standar dunia atau standar internasional, baik untuk kualitas aparatnya maupun kualitas kinerja dan hasil-hasilnya.

2.3.2. Misi Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran

Menghimpun dana dalam negeri dari sektor pajak yang mampu menunjan kemandirian pembiyaan pemerintah berdasarkan undang- undang perpajakan dengan tingkat efektifitas dan efisiensi yang tinggi.

2.4. Struktur Organisasi

Struktur Organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian dan posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Struktur Organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi.

Adapun strukrut organisasi yang berada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran adalah sebagai berikut:

a. Kepala Kantor b. Sub Bagian Umum

c. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) d. Seksi Pelayanan

e. Seksi Penagihan f. Seksi Pemeriksaan g. Seksi Ekstensifikasi

h. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I i. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II j. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III k. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV

l. Kelompok Jabatan Fungsional

2.5. Tugas, Jabatan dan Wewenang Pejabat

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206.2/PMK.01/2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut :

Kantor Pelayanan Pajak Pratama mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan wajib pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Tidak Langsung Lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugas KPP Pratama Kisaran menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :

a. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, serta penilaian objek Pajak Bumi dan Bangunan;

b. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan;

c. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya;

d. Penyuluhan perpajakan;

e. Pelayanan perpajakan;

f. Pelaksanaan pendaftaran Wajib Pajak;

g. Pelaksanaan ekstensifikasi;

h. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak;

i. Pelaksanaan pemeriksaan pajak;

j. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak;

k. Pelaksanaan konsultasi perpajakan;

l. Pembetulan ketetapan pajak;

m. Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan; dan n. Pelaksanaan administrasi kantor.

Dalam menyelenggarakan fungsinya, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran menyelenggaran tugas dan fungsinya masing-masing.

Seksi Pelayanan, tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut:

a. Melaksanakan penerimaan dan penata usahaan surat-surat permohonan dari Wajib Pajak.

b. Melaksanakan penyelesaian registrasi Wajib Pajak, Objek Pajak, atau pengukuhan PKP.

c. Melaksanakan penerbitan surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak bayar tambahan, surat ketetapan pajak lebih bayar, surat ketetapan pajak nihil, surat tagihan pajak bumi dan bangunan, serta peoduk hukum lainnya.

d. Melaksanakan penerbitan surat keterangan NJOP.

e. Melaksanakan pengarsipan berkas Wajib Pajak.

f. Menyusun konsep surat tanggapan atas permasalahan dari Wajib Pajak.

g. Melaksanakan penyiapann pengambilan formulir SPT tahunan.

h. Menyusun laporan berkala seksi pelayanan.

i. Melaksanakan proses peminjaman berkas.

j. Menerima pengambilan berkas.

Sedangkan untuk Seksi Pemeriksaan, tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut:

a. Melakukan penyesuaian rencana pemeriksaan pajak agar pelaksanaan tugas dapat berjalan lancar.

b. Mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan.

c. Melakukan pengawasan pelaksanaan jadwal pemeriksaan sesuai dengan rencana yang ditetapkan.

d. Melaksanakan pengiriman daftar kesimpulan hasil pemeriksaan dan alat keterangan.

e. Membuat konsep laporan kegiatan pemeriksaan.

f. Membuat kartu tanda pengenal pemeriksaan.

g. Menyiapkan berkas dan atau tanggapan pemeriksaan.

BAB III

HASIL PENELITIAN

3.1. Gambaran Penerimaan Pajak Penghasilan Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran

Tabel 3. 1. Jumlah Penerimaan Pajak Penghasilan Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran

Tahun Jumlah Penerimaan PPh Badan

2016 302,768,611,843

2017 330,976,829,082

2018 388,809,191,348

2019 401,384,427,782

(Sumber: KPP Pratama Kisaran, 2021)

Pada tabel 3.1. diatas menyajikan data jumlah penerimaan pajak penghasilan badan pada KPP Pratama Kisaran yang menunjukkan bahwa penerimaan pajak penghasilan badan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2016 jumlah penerimaan sebesar 302,768,611,843, yang kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2017 sebesar 330,976,829,082, terus mengalami peningkatan, hingga akhirnya pada tahun 2019 penerimaan pajak penghasilan badan KPP Pratama Kisaran mencapai 401,384,427,782.

3.2. Data Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran.

Tabel 3. 2. Jumlah Wajib Pajak Badan Terdaftar Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran

Tahun

Jumlah Wajib Pajak Badan Terdaftar Pada KPP Pratama Kisaran

2016 7.898

2017 8.392

2018 9.062

2019 9.825

(Sumber: KPP Pratama Kisaran, 2021)

Berdasarkan data yang diperoleh pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran, diperoleh data Wajib Pajak Badan terdaftar seperti yang disajikan pada tabel diatas. Jumlah Wajib Pajak Badan yang mendaftarkan dirinya, mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun.

Tabel 3. 3. Jumlah Wajib Pajak Badan Aktif dan Jumlah Wajib Pajak Badan Melaporkan SPT Pada KPP Pratama Kisaran

Tahun Jumlah Wajib Pajak

Badan Aktif Jumlah Wajib Pajak Badan Melaporkan SPT

2016 3.761 1.668

2017 4.246 1.633

2018 4.912 1.719

2019 5.671 2.260

(Sumber: KPP Pratama Kisaran, 2021)

Wajib pajak badan aktif dapat juga dikatakan sebagai wajib pajak badan efektif. Dari jumlah wajib pajak badan terdaftar yang ada pada KPP Pratama Kisaran, terdapat wajib pajak badan yang berstatus Non-Efektif. Wajib pajak non efektif adalah status disaat wajib pajak dikecualikan dari pengawasan administrasi rutin dan kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Apabila wajib

pajak sudah berstatus Non Efektif, wajib pajak tidak lagi diwajibkan melaporkan SPTnya karena kewajiban melapor kewajiban pajaknya telah gugur.7

Terdapat kondisi-kondisi tertentu yang bisa membuat wajib pajak berstatus Non Efektif. Mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013, wajib pajak dapat dikecualikan dari pengawasan rutin oleh kantor pajak pratama (KPP) apabila:

1. Wajib pajak orang pribadi menjalankan usaha atau pekerjaan bebas tetapi secara nyata tidak lagi menjalankan kegiatan usaha atau tidak lagi melakukan pekerjaan bebas.

2. Wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan penghasilannya di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

3. Wajib pajak orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di luar negeri lebih dari 183 hari dalam setahun dan tidak bermaksud meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

4. Wajib pajak yang mengajukan permohonan penghapusan NPWP dan belum diterbitkan keputusan sebagai wajib pajak.

5. Wajib pajak yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan atau objektif tetapi belum dilakukan penghapusan NPWP. Contohnya wajib pajak yang merupakan bendahara pemerintah namun tidak lagi melakukan pembayaran dan belum melakukan penghapusan NPWP.

7 https://pajak.go.id/id/wajib-pajak-aktif-dan-wajib-pajak-non-efektif Wajib Pajak Aktif dan Wajib Pajak Non Efektif

Dengan adanya ketentuan diatas, maka berdasarkan data yang diperoleh dari KPP Pratama Kisaran, Tabel 3.3. menyajikan jumlah wajib pajak badan aktif dan jumlah wajib pajak yang melaporkan SPT pada tahun 2016 s.d 2019.

Tabel 3. 4. Rasio Kepatuhan Wajib Pajak dalam Melaporkan SPT PPh Tahunan

Tahun Jumlah Wajib

(Sumber: KPP Pratama Kisaran, 2021)

Tabel di atas menyajikan jumlah wajib pajak badan yang terdaftar di KPP Pratama Kisaran. Tabel juga menyajikan wajib pajak badan aktif di KPP Pratama Kisaran. Tabel tersebut menjelaskan bahwa Wajib Pajak Badan aktif hanya setengah dari jumlah wajib pajak badan yang terdaftar. Lebih jauh lagi, hanya setengah dari jumlah wajib pajak badan aktif yang turut serta melaporkan SPT Tahunannya. Hal ini menunjukkan bahwa belum seluruhnya wajib pajak badan yang terdaftar di KPP Pratama Kisaran, ikut aktif memenuhi kewajiban perpajakannya dengan membayar dan melaporkan pajak penghasilannya.

Rasio kepatuhan wajib pajak dapat dilihat dengan melihat perbandingan jumlah wajib pajak yang melaporkan SPT dibagi dengan jumlah wajib pajak badan aktif.

Rasio Kepatuhan: x 100%

Sehingga, dari perhitungan rasio tersebut dapat disimpulkan bahwa kepatuhan wajib pajak badan dalam melaporkan SPT-nya terus mengalami

fluktuasi. Tingkat kepatuhan yang paling tinggi, terjadi pada tahun 2016 dengan rasio kepatuhan pajak bernilai 44,35%

3.3. Gambaran Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) yang Diterbitkan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran

Tabel 3. 5. Realisasi SKPKB Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran

Tahun Jumlah SKPKB yang

Diterbitkan

2016 131

2017 188

2018 318

2019 253

Sumber: KPP Pratama Kisaran, 2021.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak,besarnya sanksi administrasi dan jumlah pajak yang harus masih dibayar.8 SKPKB adalah salah satu produk hukum yang diperoleh dari pelaksanaan pemeriksaan. SKPKB menambah jumlah penerimaan pajak penghasilan pada Kantor Pelayanan Pajak.

Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari KPP Pratama Kisaran, dapat disimpulkan bahwa SKPKB yang diterbitkan setiap tahunnya terus mengalami fluktuasi. Yaitu keadaan yang berubah-ubah setiap tahunnya.

8 Mardiasmo, “Perpajakan”, (Yogyakarta: Andi), 2019, h. 52

BAB IV PEMBAHASAN

Data sekunder yang telah diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran kemudian dianalisis melalui beberapa tahap. Pertama, uji asumsi klasik yang dilakukan untuk menguji kelayakan model regresi. Apakah variabel yang dibahas dalam penelitian layak diuji atau tidak. Setelah model regresi dinyatakan layak diuji dilakukanlah pengujian untuk menguji hipotesis dari penelitian.

Adapun hipotesis dalam penelitian yang dilakukan adalah:

Kepatuhan Wajib Pajak Kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukakan oleh Norman D. Nowal dalam buku Siti Kurnia Rahayu (2013:138) adalah sebagai suatu kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana: Wajib Pajak sudah paham atau berusaha untuk memahami sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas, menghitung jumlah pajak terutang dengan benar, membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis merumuskan hipotesis ataupun praduga sebagai berikut:

H1: Kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan badan pada KPP Pratama Kisaran periode 2016-2019.

Pemeriksaan pajak dilakukan sebagai bentuk pengawasan dan pembinaan terhadap wajib pajak yang dilakukan oleh Dirjen Pajak agar pemungutan pajak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan. Hasil yang diharapkan dengan dilakukannya pemeriksaan pajak adalah meningkatnya

kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya dibidang perpajakan yang berbanding lurus dengan meningkatnya penerimaan perpajakan. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merumuskan hipotesis ataupun praduga sebagai berikut:

H2: Pemeriksaan pajak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan badan pada KPP Pratama Kisaran periode 2016-2019.

Adapun pengujian hipotesis yang dilakukan adalah, menguji koefisien determinasi, uji f, dan uji t.

4.1. Uji Asumsi Klasik

Uji Asumsi klasik digunakan untuk menguji keyakan model regresi apakah layak untuk dilakukan pengujian atau tidak .

4.1.1. Uji Normalitas

Sumber: Output SPSS 25 data sekunder yang diolah, 2021.

Gambar diatas memperlihatkan hasil dari uji normalitas dengan menggunakan normality probability plot. Distribusi dari titik-titik data variabel penelitian

menyebar disekitar garis diagonal. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa data pada keseluruhan variabel berdistribusi normal atau sudah memenuhi asumsi klasik.

4.1.2. Uji Multikolinearitas

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant) Kepatuhan WP Badan

.904 1.106

Pemeriksaan Pajak .904 1.106

a. Dependent Variable: LN_Penerimaan

Sumber: Output SPSS 25 data sekunder yang diolah, 2021.

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak ditemukan korelasi antar variabel bebas. Multikolonieritas dapat dilihat dari nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Nilai penetian yang umum dipakai untuk menunjukkan tidak adanya multikolonieritas adalah nilai VIF

< 10 dan nilai tolerance > 0.10.9

Berdasarkan tabel diatas, maka model yang dihasilkan maka model yang dihasilkan terbebas dari multikolinearitas karena memiliki nilai VIF kurang dari 10 dan nilai tolerance lebih dari 0,10. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi masalah multikoliniaritas antar variabel independen dalam model regresi.

9 Imam Ghozali, “Aplikasi Analisis Mulitivariete Dengan Program IBM SPSS 23”, h. 103-104

4.1.3. Uji Heteroskedastisitas

Sumber: Output SPSS 25 data sekunder yang diolah, 2021.

Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.

Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.

Dokumen terkait