• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN

2.4. Struktur Organisasi

Struktur Organisasi adalah suatu susunan dan hubungan antara tiap bagian dan posisi yang ada pada suatu organisasi atau perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasional untuk mencapai tujuan. Struktur Organisasi menggambarkan dengan jelas pemisahan kegiatan pekerjaan antara yang satu dengan yang lain dan bagaimana hubungan aktivitas dan fungsi dibatasi.

Adapun strukrut organisasi yang berada di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran adalah sebagai berikut:

a. Kepala Kantor b. Sub Bagian Umum

c. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) d. Seksi Pelayanan

e. Seksi Penagihan f. Seksi Pemeriksaan g. Seksi Ekstensifikasi

h. Seksi Pengawasan dan Konsultasi I i. Seksi Pengawasan dan Konsultasi II j. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III k. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV

l. Kelompok Jabatan Fungsional

2.5. Tugas, Jabatan dan Wewenang Pejabat

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 206.2/PMK.01/2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut :

Kantor Pelayanan Pajak Pratama mempunyai tugas melaksanakan penyuluhan, pelayanan, dan pengawasan wajib pajak di bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pajak Tidak Langsung Lainnya, Pajak Bumi dan Bangunan dalam wilayah wewenangnya berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Dalam melaksanakan tugas KPP Pratama Kisaran menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :

a. Pengumpulan, pencarian dan pengolahan data, pengamatan potensi perpajakan, penyajian informasi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, serta penilaian objek Pajak Bumi dan Bangunan;

b. Penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan;

c. Pengadministrasian dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan, serta penerimaan surat lainnya;

d. Penyuluhan perpajakan;

e. Pelayanan perpajakan;

f. Pelaksanaan pendaftaran Wajib Pajak;

g. Pelaksanaan ekstensifikasi;

h. Penatausahaan piutang pajak dan pelaksanaan penagihan pajak;

i. Pelaksanaan pemeriksaan pajak;

j. Pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan Wajib Pajak;

k. Pelaksanaan konsultasi perpajakan;

l. Pembetulan ketetapan pajak;

m. Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan; dan n. Pelaksanaan administrasi kantor.

Dalam menyelenggarakan fungsinya, Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran menyelenggaran tugas dan fungsinya masing-masing.

Seksi Pelayanan, tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut:

a. Melaksanakan penerimaan dan penata usahaan surat-surat permohonan dari Wajib Pajak.

b. Melaksanakan penyelesaian registrasi Wajib Pajak, Objek Pajak, atau pengukuhan PKP.

c. Melaksanakan penerbitan surat tagihan pajak, surat ketetapan pajak bayar tambahan, surat ketetapan pajak lebih bayar, surat ketetapan pajak nihil, surat tagihan pajak bumi dan bangunan, serta peoduk hukum lainnya.

d. Melaksanakan penerbitan surat keterangan NJOP.

e. Melaksanakan pengarsipan berkas Wajib Pajak.

f. Menyusun konsep surat tanggapan atas permasalahan dari Wajib Pajak.

g. Melaksanakan penyiapann pengambilan formulir SPT tahunan.

h. Menyusun laporan berkala seksi pelayanan.

i. Melaksanakan proses peminjaman berkas.

j. Menerima pengambilan berkas.

Sedangkan untuk Seksi Pemeriksaan, tugas dan fungsinya adalah sebagai berikut:

a. Melakukan penyesuaian rencana pemeriksaan pajak agar pelaksanaan tugas dapat berjalan lancar.

b. Mengajukan permohonan perpanjangan jangka waktu penyelesaian pemeriksaan.

c. Melakukan pengawasan pelaksanaan jadwal pemeriksaan sesuai dengan rencana yang ditetapkan.

d. Melaksanakan pengiriman daftar kesimpulan hasil pemeriksaan dan alat keterangan.

e. Membuat konsep laporan kegiatan pemeriksaan.

f. Membuat kartu tanda pengenal pemeriksaan.

g. Menyiapkan berkas dan atau tanggapan pemeriksaan.

BAB III

HASIL PENELITIAN

3.1. Gambaran Penerimaan Pajak Penghasilan Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran

Tabel 3. 1. Jumlah Penerimaan Pajak Penghasilan Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran

Tahun Jumlah Penerimaan PPh Badan

2016 302,768,611,843

2017 330,976,829,082

2018 388,809,191,348

2019 401,384,427,782

(Sumber: KPP Pratama Kisaran, 2021)

Pada tabel 3.1. diatas menyajikan data jumlah penerimaan pajak penghasilan badan pada KPP Pratama Kisaran yang menunjukkan bahwa penerimaan pajak penghasilan badan terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2016 jumlah penerimaan sebesar 302,768,611,843, yang kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2017 sebesar 330,976,829,082, terus mengalami peningkatan, hingga akhirnya pada tahun 2019 penerimaan pajak penghasilan badan KPP Pratama Kisaran mencapai 401,384,427,782.

3.2. Data Kepatuhan Wajib Pajak Badan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran.

Tabel 3. 2. Jumlah Wajib Pajak Badan Terdaftar Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran

Tahun

Jumlah Wajib Pajak Badan Terdaftar Pada KPP Pratama Kisaran

2016 7.898

2017 8.392

2018 9.062

2019 9.825

(Sumber: KPP Pratama Kisaran, 2021)

Berdasarkan data yang diperoleh pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran, diperoleh data Wajib Pajak Badan terdaftar seperti yang disajikan pada tabel diatas. Jumlah Wajib Pajak Badan yang mendaftarkan dirinya, mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun ke tahun.

Tabel 3. 3. Jumlah Wajib Pajak Badan Aktif dan Jumlah Wajib Pajak Badan Melaporkan SPT Pada KPP Pratama Kisaran

Tahun Jumlah Wajib Pajak

Badan Aktif Jumlah Wajib Pajak Badan Melaporkan SPT

2016 3.761 1.668

2017 4.246 1.633

2018 4.912 1.719

2019 5.671 2.260

(Sumber: KPP Pratama Kisaran, 2021)

Wajib pajak badan aktif dapat juga dikatakan sebagai wajib pajak badan efektif. Dari jumlah wajib pajak badan terdaftar yang ada pada KPP Pratama Kisaran, terdapat wajib pajak badan yang berstatus Non-Efektif. Wajib pajak non efektif adalah status disaat wajib pajak dikecualikan dari pengawasan administrasi rutin dan kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT). Apabila wajib

pajak sudah berstatus Non Efektif, wajib pajak tidak lagi diwajibkan melaporkan SPTnya karena kewajiban melapor kewajiban pajaknya telah gugur.7

Terdapat kondisi-kondisi tertentu yang bisa membuat wajib pajak berstatus Non Efektif. Mengacu pada Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-20/PJ/2013, wajib pajak dapat dikecualikan dari pengawasan rutin oleh kantor pajak pratama (KPP) apabila:

1. Wajib pajak orang pribadi menjalankan usaha atau pekerjaan bebas tetapi secara nyata tidak lagi menjalankan kegiatan usaha atau tidak lagi melakukan pekerjaan bebas.

2. Wajib pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dan penghasilannya di bawah Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).

3. Wajib pajak orang pribadi yang bertempat tinggal atau berada di luar negeri lebih dari 183 hari dalam setahun dan tidak bermaksud meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya.

4. Wajib pajak yang mengajukan permohonan penghapusan NPWP dan belum diterbitkan keputusan sebagai wajib pajak.

5. Wajib pajak yang tidak lagi memenuhi persyaratan subjektif dan atau objektif tetapi belum dilakukan penghapusan NPWP. Contohnya wajib pajak yang merupakan bendahara pemerintah namun tidak lagi melakukan pembayaran dan belum melakukan penghapusan NPWP.

7 https://pajak.go.id/id/wajib-pajak-aktif-dan-wajib-pajak-non-efektif Wajib Pajak Aktif dan Wajib Pajak Non Efektif

Dengan adanya ketentuan diatas, maka berdasarkan data yang diperoleh dari KPP Pratama Kisaran, Tabel 3.3. menyajikan jumlah wajib pajak badan aktif dan jumlah wajib pajak yang melaporkan SPT pada tahun 2016 s.d 2019.

Tabel 3. 4. Rasio Kepatuhan Wajib Pajak dalam Melaporkan SPT PPh Tahunan

Tahun Jumlah Wajib

(Sumber: KPP Pratama Kisaran, 2021)

Tabel di atas menyajikan jumlah wajib pajak badan yang terdaftar di KPP Pratama Kisaran. Tabel juga menyajikan wajib pajak badan aktif di KPP Pratama Kisaran. Tabel tersebut menjelaskan bahwa Wajib Pajak Badan aktif hanya setengah dari jumlah wajib pajak badan yang terdaftar. Lebih jauh lagi, hanya setengah dari jumlah wajib pajak badan aktif yang turut serta melaporkan SPT Tahunannya. Hal ini menunjukkan bahwa belum seluruhnya wajib pajak badan yang terdaftar di KPP Pratama Kisaran, ikut aktif memenuhi kewajiban perpajakannya dengan membayar dan melaporkan pajak penghasilannya.

Rasio kepatuhan wajib pajak dapat dilihat dengan melihat perbandingan jumlah wajib pajak yang melaporkan SPT dibagi dengan jumlah wajib pajak badan aktif.

Rasio Kepatuhan: x 100%

Sehingga, dari perhitungan rasio tersebut dapat disimpulkan bahwa kepatuhan wajib pajak badan dalam melaporkan SPT-nya terus mengalami

fluktuasi. Tingkat kepatuhan yang paling tinggi, terjadi pada tahun 2016 dengan rasio kepatuhan pajak bernilai 44,35%

3.3. Gambaran Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) yang Diterbitkan Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran

Tabel 3. 5. Realisasi SKPKB Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran

Tahun Jumlah SKPKB yang

Diterbitkan

2016 131

2017 188

2018 318

2019 253

Sumber: KPP Pratama Kisaran, 2021.

Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak,besarnya sanksi administrasi dan jumlah pajak yang harus masih dibayar.8 SKPKB adalah salah satu produk hukum yang diperoleh dari pelaksanaan pemeriksaan. SKPKB menambah jumlah penerimaan pajak penghasilan pada Kantor Pelayanan Pajak.

Berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari KPP Pratama Kisaran, dapat disimpulkan bahwa SKPKB yang diterbitkan setiap tahunnya terus mengalami fluktuasi. Yaitu keadaan yang berubah-ubah setiap tahunnya.

8 Mardiasmo, “Perpajakan”, (Yogyakarta: Andi), 2019, h. 52

BAB IV PEMBAHASAN

Data sekunder yang telah diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran kemudian dianalisis melalui beberapa tahap. Pertama, uji asumsi klasik yang dilakukan untuk menguji kelayakan model regresi. Apakah variabel yang dibahas dalam penelitian layak diuji atau tidak. Setelah model regresi dinyatakan layak diuji dilakukanlah pengujian untuk menguji hipotesis dari penelitian.

Adapun hipotesis dalam penelitian yang dilakukan adalah:

Kepatuhan Wajib Pajak Kepatuhan Wajib Pajak yang dikemukakan oleh Norman D. Nowal dalam buku Siti Kurnia Rahayu (2013:138) adalah sebagai suatu kepatuhan dan kesadaran pemenuhan kewajiban perpajakan, tercermin dalam situasi dimana: Wajib Pajak sudah paham atau berusaha untuk memahami sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, mengisi formulir pajak dengan lengkap dan jelas, menghitung jumlah pajak terutang dengan benar, membayar pajak yang terutang tepat pada waktunya. Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis merumuskan hipotesis ataupun praduga sebagai berikut:

H1: Kepatuhan Wajib Pajak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan badan pada KPP Pratama Kisaran periode 2016-2019.

Pemeriksaan pajak dilakukan sebagai bentuk pengawasan dan pembinaan terhadap wajib pajak yang dilakukan oleh Dirjen Pajak agar pemungutan pajak dilaksanakan sesuai dengan ketentuan undang-undang perpajakan. Hasil yang diharapkan dengan dilakukannya pemeriksaan pajak adalah meningkatnya

kepatuhan wajib pajak dalam memenuhi kewajibannya dibidang perpajakan yang berbanding lurus dengan meningkatnya penerimaan perpajakan. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis merumuskan hipotesis ataupun praduga sebagai berikut:

H2: Pemeriksaan pajak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan badan pada KPP Pratama Kisaran periode 2016-2019.

Adapun pengujian hipotesis yang dilakukan adalah, menguji koefisien determinasi, uji f, dan uji t.

4.1. Uji Asumsi Klasik

Uji Asumsi klasik digunakan untuk menguji keyakan model regresi apakah layak untuk dilakukan pengujian atau tidak .

4.1.1. Uji Normalitas

Sumber: Output SPSS 25 data sekunder yang diolah, 2021.

Gambar diatas memperlihatkan hasil dari uji normalitas dengan menggunakan normality probability plot. Distribusi dari titik-titik data variabel penelitian

menyebar disekitar garis diagonal. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa data pada keseluruhan variabel berdistribusi normal atau sudah memenuhi asumsi klasik.

4.1.2. Uji Multikolinearitas

Model

Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant) Kepatuhan WP Badan

.904 1.106

Pemeriksaan Pajak .904 1.106

a. Dependent Variable: LN_Penerimaan

Sumber: Output SPSS 25 data sekunder yang diolah, 2021.

Uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak ditemukan korelasi antar variabel bebas. Multikolonieritas dapat dilihat dari nilai tolerance dan variance inflation factor (VIF). Nilai penetian yang umum dipakai untuk menunjukkan tidak adanya multikolonieritas adalah nilai VIF

< 10 dan nilai tolerance > 0.10.9

Berdasarkan tabel diatas, maka model yang dihasilkan maka model yang dihasilkan terbebas dari multikolinearitas karena memiliki nilai VIF kurang dari 10 dan nilai tolerance lebih dari 0,10. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi masalah multikoliniaritas antar variabel independen dalam model regresi.

9 Imam Ghozali, “Aplikasi Analisis Mulitivariete Dengan Program IBM SPSS 23”, h. 103-104

4.1.3. Uji Heteroskedastisitas

Sumber: Output SPSS 25 data sekunder yang diolah, 2021.

Uji heterokedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain.

Model regresi yang baik adalah yang homokedastisitas atau tidak terjadi heterokedastisitas. Dalam penelitian ini untuk menguji heterokedastisitas dengan menggunakan uji Park.10

Hasil pengujian menunjukkan bahwa tidak terjadi gejala heterokedastisitas.

Hal ini terlihat dari nilai signifikansinya diatas tingkat kepercayaan 5% (0.05).

4.1.4. Uji Autokolerasi

Asymp. Sig.

(2-tailed)

.540 a. Median

Sumber: Output SPSS 25 data sekunder yang diolah, 2021.

Autokorelasi dalam penelitian ini dideteksi dengan menggunakan Run Test untuk menguji apakah antar residual terdapat korelasi yang tinggi. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai test adalah 0,00050 dengan signifikansi 0,540 yang berarti bahwa tidak terjadi autokorelasi antar residual.

4.2. Uji Hipotesis

4.2.1. Analisis Regresi Linear Berganda

Coefficientsa

Sumber: Output SPSS 25 data sekunder yang diolah, 2021.

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka diperoleh persamaan regresi linear berganda adalah sebagai berikut:

Y= 32.006 - 1.251X1 - 0,158X2 + ei

Dari hasil persamaan regresi linear berganda tersebut dapat diinterpretasikan sebagai berikut:

1. Nilai konstanta sebesar 32.006 menunjukkan bahwa jika variabel kepatuhan wajib pajak dan pemeriksaan pajak tidak memberikan pengaruh maka nilai Y (penerimaan pajak penghasilan badan) adalah sebesar 32.006.

2. Nilai koefisien regresi variabel kepatuhan wajib pajak sebesar 1.251 berarti setiap kenaikan variabel kepatuhan wajib pajak sebesar 1 satuan, maka penerimaan pajak akan turun sebesar 1.251 satuan.

3. Nilai koefisien regresi variabel kepatuhan wajib pajak sebesar 0,158 berarti setiap kenaikan variabel pemeriksaan pajak sebesar 1 satuan, maka penerimaan pajak akan turun sebesar 0,158.

4.2.2. Koefisien Determinasi

a. Predictors: (Constant), Ln_Pemeriksaan Pajak, Ln_Kepatuhan WP Badan

b. Dependent Variable: Ln_Penerimaan

Sumber: Output SPSS 25 data sekunder, 2021

Koefisien determinasi bertujuan mengukur seberapa jauh kemampuan variabel independen dalam menerangkan variabel dependen. Dari output di atas, diperoleh nilai R square (koefisien determinasi) sebesar 0.842 yang berarti sebesar 84,2% penerimaan pajak penghasilan badan dipengaruhi secara bersama sama oleh variabel kepatuhan wajib pajak dan pemeriksaan pajak. Sedangkan sisanya (1-0.842) yaitu 15,8% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian.

4.2.3. Hasil Uji Statistik F

ANOVAa

Model df Mean Square F Sig.

1 Regression 2 .027 879.535 .024b

Residual 1 .000

Total 3

a. Dependent Variable: Penerimaan PPh Badan

b. Predictors: (Constant), Pemeriksaan Pajak, Kepatuhan WP Badan Sumber: Output SPSS 25 data sekunder yang diolah, 2021.

Pengujian statistik f dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel kepatuhan wajib pajak dan pemeriksaan pajak secara simultan atau secara bersama-sama terhadap penerimaan pajak penghasilan badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran periode 2016-2019. Kriteria dalam uji f apabila nilai signifikansi <0.05 maka hipotesis akan diterima.

Dari hasil pengujian, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0,024 (0,024 < a=

0,05) dan t hitung (879,535) > t tabel (199,500). Yang berarti bahwa hipotesis

diterima yaitu kepatuhan wajib pajak dan pemeriksaan pajak secara bersama-sama berpegaruh secara signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran periode 2016-2019.

4.2.4. Hasil Uji Statistik T

Coefficientsa

Sumber: Ouput SPSS 25 data sekunder yang diolah, 2021.

Berdasarkan hasil pengujian diperoleh nilai signifikansi variabel kepatuhan wajib pajak badan bernilai 0,017. Yang berarti hipotesis diterima karena nilai signifikan lebih kecil dari 0,05 (0,017 < 0,05) dan t hitung lebih besar dari t tabel

(36,567> 12,706). Maka dapat disimpulkan bahwa variabel kepatuhan wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran.

Yang berarti, tingkat kepatuhan wajib pajak sangat mempengaruhi tingkat tercapainya target penerimaan pajak di KPP Pratama Kisaran. Hal ini sejalan

dengan penelitian yang dilakukan oleh MMR, Sari dan NN, Afriyanti (2012) bahwa kepatuhan wajib pajak secara parsial berpengaruh signifikan terhadap penerimaan Pajak Penghasilan 25/29 Wajib Pajak Badan periode 2004--2008 pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur.

Seperti yang dikatakan E.S. Suhendra (2010) dalam penelitiannya bahwa pemahaman masyarakat akan sistem perpajakan di Indonesia, terutama wajib pajak badan menyebabkan meningkatnya penerimaan pajak penghasilan badan di Kantor Pelayanan Pajak. Kondisi seperti itu, berdampak positif pada perilaku wajib pajak. Salah satu perilaku positif tersebut adalah kesadaran dan kepatuhan dalam hal menghitung dan membayar sendiri utang pajak. Ditambah lagi, kemampuan menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan tepat pada waktunya. Hal ini tentu sangat berpengaruh signifikan positif terhadap penerimaan pajak penghasilan badan setiap tahunnya.

Pada variabel pemeriksaan pajak, diperoleh nilai signifikansi sebesar 0.021 berada lebih kecil dari 0.05 (0.021 < 0.05) dan t hitung lebih besar dari t tabel (30,836

> 12.706). Yang berarti, hipotesis diterima. Maka dapat disimpulkan bahwa variabel pemeriksaan pajak secara parsial atau secara individu berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran.

Sesuai dengan Undang-Undang No.16 Tahun 2009 bahwa tujuan diadakannnya pemeriksaan pajak adalah untuk menguji pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Pemeriksaan pajak dapat

meningkatkan kepatuhan wajib pajak melalui upaya-upaya penegakan hukum sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak.

Pemeriksaan pajak yang dilakukan di KPP Pratama Kisaran dinyatakan telah tepat sasaran yaitu meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak yang selaras dengan meningkatnya penerimaan pajak penghasilan badan. Pemeriksaan pajak terhadap wajib pajak badan tampaknya menjadi

BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan diatas maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kepatuhan wajib pajak dan pemeriksaan pajak secara simultab berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Kisaran. Adapun besarnya pengaruh yang diberikan adalah sebesar 84,2% sedangkan sisanya sebesar 15,8% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dijelaskan dalam penelitian ini.

2. Kepatuhan Wajib Pajak secara parsial berpengaruh berpengaruh signifikan terhadap penerimaan pajak penghasilan badan pada KPP Pratama Kisaran.

Seperti yang dikatakan E.S. Suhendra (2010) dalam penelitiannya bahwa pemahaman masyarakat akan sistem perpajakan di Indonesia, terutama wajib pajak badan menyebabkan meningkatnya penerimaan pajak penghasilan badan di Kantor Pelayanan Pajak. Kondisi seperti itu, berdampak positif pada perilaku wajib pajak. Salah satu perilaku positif tersebut adalah kesadaran dan kepatuhan dalam hal menghitung dan membayar sendiri utang pajaknya.

3. Jumlah realisasi penerimaan SKPKB setiap tahunnya berhasil menunjukkan adanya pengaruh pemeriksaan pajak terhadap penerimaan pajak penghasilan badan pada KPP Pratama Kisaran. Hal ini sesuai dengan

tujuan pemeriksaan pajak untuk menguji pemenuhan kewajiban perpajakan melalui upaya-upaya penegakan hukum sehingga dapat meningkatkan penerimaan pajak. Itu artinya, pemeriksaan pajak yang dilakukan oleh fiskus pada KPP Pratama Kisaran dinyatakan tepat sasaran. Meningkatkan kepatuhan wajib pajak yang selaras dengan peningkatan penerimaan pajak.

5.2. Saran

Saran-saran sesuai kesimpulan yang diperoleh dari penelitian adalah sebagai berikut:

1. Sangat penting bagi fiskus untuk terus berupaya dalam rangka melakukan pengawasan terhadap kepatuhan wajib pajak baik itu dari segi pelaporan maupun penyetoran pajaknya.

2. Fiskus diharapkan tidak hanya memberikan tindakan yang tegas terhadap wajib pajak yang disinyalir melakukan kecurangan pajak tetapi juga diharapkan secara berkala memeriksa SPT Wajib Pajak yang lainnya untuk mengetahui apakah wajib pajak telah sesuai dalam melaporkan pajaknya.

3. DJP khususnya KPP Pratama Kisaran diharapkan memiliki pengawasan yang kuat dalam memastikan pemenuhan kewajiban sudah memenuhi kriteria lengkap, benar dan jelas. Sehingga, penting untuk DJP agar memberikan pelayanan dan pembinaan kepada wajib pajak agar wajib pajak tahu dan paham hak dan kewajibannya sehingga dalam jangka panjang dapat tercipta kepatuhan sukarela yang optimal. Seperti melakukan penyuluhan rutin untuk menghimbau wajib pajak agar memperhatikan cara menghitung atau pun

mengisi SPT sehingga diharapkan dapat meminimalisir kesalahan dalam pengisian dan penyetoran SPT.

DAFTAR PUSTAKA A. BUKU

Ghozali, Imam. 2016.Aplikasi Analisis Multivariete Dengan Program IBM SPSS 23. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Mardiasmo. 2019. Perpajakan. Yogyakarta: Andi

Pandiangan, Liberti. 2014. Administrasi Perpajakan. Jakarta: Erlangga

Rahayu, Siti Kurnia. 2017. Perpajakan: Konsep dan Aspek Formal. Bandung:

Rekayasa Sains.

Resmi, Siti.2017. Perpajakan: Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.

Sambodo, Agus. 2015. Pajak Dalam Entitas Bisnis. Jakarta: Salemba Empat Santoso, Singgih. 2017. Statistik Multivariat dengan SPSS. Jakarta: Kompas

Gramedia

Tampubolon, Karianton. 2017. Akuntansi Perpajakan dan Cara Menghadapi Pemeriksaan Pajak. Jakarta: Indeks.

B. PERUNDANG-UNDANGAN:

Republik Indonesia. 2003. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara

________________. 2008. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan

_______________. 2009. Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 5 Tahun 2008 Tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Menjadi Undang-Undang

Kementerian Keuangan Republik Indonesia. 2015. Peraturan Kementerian Keuangan tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 17/PMK.03/2013 tentang Tata Cara Pemeriksaan.

__________________________________. 2021. Peraturan Menteri Keuangan Nomor. 18/PMK.03/2021 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja di Bidang Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, serta Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan . C. KARYA ILMIAH

Jurnal. Bagianto, Agus et al. (2018). Pengaruh Pemeriksaan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak dan Dampaknya Terhadap Efektivitas Penerimaan Pajak Penghasilan Badan. 3(1)-2541-5255

Jurnal. M, Arfaningsih & Sunarto. 2018. Pengaruh Pemeriksaan Pajak, Penagihan Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Studi Kasus Pada KPP Pratama Raba Bima Tahun 2012-2015.

2(1)

Jurnal. Ratna Sari, MM & NN Afriyanti..2012. Pengaruh Kepatuhan Pajak dan Pemeriksaan Pajak Terhadap Penerimaan Pajak Penghasilan 25/29 Wajib Pajak Badan pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Denpasar Timur.

Jurnal. Sudaryati, D., & Gerlan, H. 2013. Pengaruh Penerapan Self Assesment System dan Kemauan Membayar Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kabupaten Sleman Yogyakarta. 3 (1).

Jurnal. Suhendra, E. S. 2010. Pengaruh Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Badan Terhadap Peningkatan Penerimaan Pajak Penghasilan Badan. 1 (15)

Jurnal. Sukartha, I.M., & Putu, P.M. (2014). Pengaruh Kepatuhan, Pemeriksaan dan Penagihan Pajak Pada Penerimaan Pajak Penghasilan Badan. 9(3), 633-643.

D. INTERNET :

https://www.pajak.go.id/id/artikel/mendongkrak-tax-compliance-melalui-digitalis asi-sistem-administrasi-perpajakan

Dokumen terkait