• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

C. Metode Pengambilan Data

Metode pengambilan data yang dilakukan oleh penelitian ini antara lain adalah:

1. Wawancara

Wawancara merupakan teknik yang digunakan untuk mendapatkan data dari responden dengan menguak kesadaran responden terhadap sesuatu (Downs et al, 1980). Hal ini dikarenakan adanya interaksi dua arah yang digunakan peneliti memberikan pertanyaan dan responden menjawab pertanyaan. Teknik wawancara yang dipakai adalah wawancara tidak terstruktur. Wawancara tidak terstruktur ini digunakan karena memungkinkan peneliti untuk bebas menanyakan informan. Wawancara tidak terstruktur ini merupakan pengembangan dari hasil tes BFI dan SSCT yang dirasa mengganjal dan butuh pertanyaan lebih lanjut. Dengan begitu, hasil tes tersebut menjadi kerangka atau rambu-rambu dalam melakukan wawancara. Dalam prosesnya, peneliti melakukan probing. Pertanyaan-pertanyaan tersebut tidak dibacakan secara urut karena pertanyaan yang diajukan dapat dikembangkan menjadi lebih luas. Dalam proses wawancara, partisipan diminta untuk menceritakan pengalaman menjalin hubungan romantis.

Selama proses wawancara, peneliti memiliki kebebasan untuk menanyakan lebih jauh apabila ada hal-hal menarik yang muncul. Wawancara dengan partisipan dilakukan di tempat dan waktu yang terpisah sesuai dengan kesepakatan yang dibuat kedua belah pihak. Hasil wawancara kemudian direkam agar selanjutnya bisa dianalisis secara verbatim agar peneliti menjadi lebih mudah dalam mencari tema-tema yang muncul.

Informasi yang akan digali terhadap informan dilakukan dengan menggunakan panduan sebagai berikut :

a) Wawancara mengenai latar belakang informan

Berisi tentang pertanyaan yang bermaksud untuk menggali latar belakang informan, perlakuan pasangan yang sedang, dan yang sudah pernah dialami oleh informan. Dalam wawancara ini juga akan digali lebih mendalam tentang motivasi informan dalam berhubungan seksual dengan pasangan-pasangannya.

b) Wawancara mengenai keadaan informan saat ini

Wawancara ini dilakukan untuk mengetahui akibat secara psikologis dari perlakuan pasangan terhadap informan di masa lalu dan masa kini.

2. Tes Psikologi a. Tes SSCT

SSCT (Saks Sentence Completion Test) adalah suatu teknik proyeksi yang dikembangkan oleh Joseph M. Sacks, Sidney Levy dan beberapa psikolog lainnya dari New York Veterans Administration Mental Hygiene Service. SSCT sendiri berbentuk kalimat-kalimat tidak sempurna yang harus dilengkapi oleh testee sehingga menjadi sebuah kalimat yang utuh (Completion task).

Dalam penelitian ini, SSCT digunakan untuk mengungkap dinamika kepribadian, yang dapat menampakkan diri individu dalam hubungan interpersonal dan dalam interpretasi terhadap lingkungan. Dalam kaca mata klinis, tes ini dapat menampakkan suatu gangguan sehingga tes ini bermanfaat untuk terapi. SSCT juga dapat digunakan sebagai bahan awal untuk suatu wawancara eksploratif lebih dalam, karena jika waktunya cukup kita dapat menanyakan tiap aitem yang terdapat pada tes ini (Hutagalung, 2012).

Tes ini berisi 60 item pertanyaan, yang didalamnya terdapat 15 tema yang berbeda. Kelima belas tema tersebut adalah :

1. Sikap terhadap Ibu (14, 29, 44, 59) 2. Sikap terhadap Ayah (1, 16, 31, 46)

3. Sikap terhadap kehidupan keluarga (12, 27, 42, 57) 4. Sikap terhadap wanita (10, 25, 40, 55)

6. Sikap terhadap teman-teman dan kenakalan (8, 23, 38, 53)

7. Sikap terhadap pimpinan di sekolah/pekerjaan (6, 21, 36, 51)

8. Sikap terhadap bawahan (4, 19, 34, 48) 9. Sikap terhadap teman sekerja (13, 28, 43, 58) 10.Sikap terhadap ketakutan-ketakutan (7, 22, 37, 52) 11.Sikap terhadap rasa bersalah (15, 30, 45, 60)

12.Sikap terhadap kemampuan diri sendiri (2, 17, 32, 47) 13.Sikap terhadap masa lalu (9, 24, 39, 54)

14.Sikap terhadap masa depan (5, 20, 35, 50) 15.Sikap terhadap cita-cita (3, 18, 33, 49)

b. Tes Big F ive Inventory

Big Five adalah taksonomi kepribadian yang disusun berdasarkan pendekatan lexical, yaitu mengelompokkan kata-kata atau bahasa yang digunakan di dalam kehidupan sehari-hari, untuk menggambarkan ciri-ciri individu yang membeda-kannya dengan individu lain. Allport dan Odbert (dalam John, et al., 2008) mengumpulkan 18.000 istilah yang digunakan untuk membedakan perilaku seseorang. Dari 18.000 ciri sifat tersebut, Cattell mengelompokkannya kedalam 4.500 ciri sifat, kemudian melakukan

analisis faktor sehingga diperoleh 12 faktor kepribadian (Ramdhani, 2012).

Karya Cattell tersebut merupakan pemicu bagi peneliti-peneliti kepribadian lainnya. Dari sinilah diperoleh lima faktor yang sangat menonjol, yang kemudian diberi nama oleh Goldberg dengan Big Five (Goldberg, 1981; Tupes & Christal, 1992).

Kelima dimensi tersebut adalah (1) Extra version, ditandai oleh adanya semangat dan keantusiasan. Individu ekstraver bersemangat di dalam membangun hubungan dengan orang lain. Mereka tidak pernah sungkan berkenalan dan secara aktif mencari teman baru. Keantusiasan mereka ini tercermin di dalam pancaran emosi positif. Mereka tegas dan asertif dalam bersikap. Bila tak setuju, mereka akan menyatakan tidak, sehingga mereka mampu menjadi pimpinan sebuah organiasi

Dimensi kedua adalah Agreeableness, mempunyai ciri-ciri ketulusan dalam berbagi, kehalusan perasaan, fokus pada hal-hal positif pada orang lain. Di dalam kehidupan sehari-hari mereka tampil sebagai individu yang baik hati, dapat kerjasama, dan dapat dipercaya.

Dimensi ketiga,Conscientiousness, dengan kata lain sungguh-sungguh dalam melakukan tugas, bertanggung jawab, dapat diandalkan, dan menyukai keteraturan dan kedisiplinan. Di dalam kehidupan sehari-hari mereka tampil sebagai seorang yang

hadir tepat waktu, berprestasi, teliti, dan suka melakukan pekerjaan hingga tuntas.

Dimensi keempat, Neuroticism sebagai lawan dari Emotional stability. Neuroticism sering disebut juga dengan ’sifat pencemas’ sedangkan emotional stability disebut dengan kestabilan emosi. Sifat neuroticism ini identik dengan kehadiran emosi negatif seperti rasa khawatir, tegang, dan takut. Seseorang yang dominan sifat pencemasnya mudah gugup dalam menghadapi masalah-masalah yang menurut orang kebanyakan hanya sepele. Mereka mudah menjadi marah bila berhadapan dengan situasi yang tidak sesuai dengan yang diinginkannya. Secara umum, mereka kurang mempunyai toleransi terhadap kekecewaan dan konflik.

Dimensi terakhir yang kelima adalah Openness atau openness to experience, untuk selanjutnya disebut secara bergan-tian dengan ’keterbukaan’. Dimensi ini erat kaitannya dengan keterbukaan wawasan dan orisinalitas ide. Mereka yang terbuka siap menerima berbagai stimulus yang ada dengan sudut pandang yang terbuka karena wawasan mereka tidak hanya luas namun juga mendalam. Mereka senang dengan berbagai informasi baru, suka belajar sesuatu yang baru, dan pandai menciptakan aktivitas yang di luar kebiasaan.

Tes ini berisi 44 aitem-aitem pertanyaan. Cara pengisian alat tes ini adalah mengisi setiap pertanyaan dengan skala 1 yang

menunjukkan “Sangat Tidak Setuju” hingga 5 yang menunjukkan “Sangat Setuju”, sesuai dengan karakteristik yang cocok menurut informan.

Dokumen terkait