• Tidak ada hasil yang ditemukan

Data yang digunakan dalam penelitian merupakan penggabungan dua sumber data yaitu data primer dan data sekunder. Data primer terdiri dari data hasil tangkapan dari tiap perlakuan yang diberikan dan data parameter perairan. Data primer diperoleh dengan cara pengukuran dan pengamatan langsung terhadap unit penangkapan ikan serta wawancara kepada nelayan bubu. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari data tangkahan setiap kapal bubu yang mendarat dan tinjauan literatur atau instansi pemerintah yang terkait dengan

kegiatan penelitian seperti data batimetri dari pangkalan Angkatan Laut dan data produksi perikanan dari pelabuhan perikanan di lokasi penelitian.

3.4.1 Teknik pengoperasian bubu

Data teknis yang dikumpulkan terkait dengan pengoperasian bubu di pantai Barat Sumatera meliputi:

1) Informasi konstruksi bubu nelayan diperoleh dengan pengukuran langsung bubu kawat milik nelayan yang beroperasi di pantai Barat Sumatera;

2) Informasi teknik pengoperasian bubu nelayan diperoleh dengan observasi langsung pada pemilik kapal bubu dan mengikuti trip penangkapan ikan dengan bubu;

3) Titik lokasi atau koordinat daerah pengoperasian bubu nelayan diperoleh dari nahkoda (tekong) kapal bubu dan echosounder yang tersedia di kapal tersebut;

4) Waktu yang dibutuhkan dalam pencarian bubu nelayan diperoleh dari pengamatan langsung bersama kapal bubu

Waktu pencarian bubu nelayan dan bubu modifikasi diperoleh untuk mengukur kinerja teknis dari pengoperasian bubu dan menentukan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pergeseran titik hauling bubu.

Jenis dan teknik pengumpulan data yang dibutuhkan dalam menjawab teknik pengoperasian bubu nelayan di pantai Barat Sumatera dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Jenis dan teknik pengumpulan data pengoperasian bubu

No Jenis data Metode Alat Fungsi 1 Konstruksi bubu

nelayan

Wawancara Kuesioner Evaluasi data teknis bubu 2 Daerah pengoperasian bubu nelayan Observasi Echosounder dan GPS Mendapatkan informasi pengoperasian bubu 3 Titik setting dan

hauling Observasi Echosaunder dan GPS Mendapatkan informasi pengoperasian 4 Waktu pencarian bubu nelayan

Pengukuran Stopwatch Mengukur permasalahan pengangkatan bubu

3.4.2 Data kinerja teknis bubu modifikasi

Data kinerja teknis bubu modifikasi antara lain meliputi :

1) Massa dan dimensi unit penyusun bubu modifikasi diperoleh dengan cara penimbangan langsung terhadap unit penyusun bubu modifikasi. Adapun unit penyusun yang diukur anatara lain: massa kawat selimut, massa pemberat, massa rangka dan pelampung.

2) Data kecepatan gerak bubu mendarat di dasar perairan diukur dengan cara menghitung waktu yang dibutuhkan bubu mulai dari atas kapal menuju dasar perairan dengan menggunakan stopwatch.

3) Umur teknis dan jumlah trip bubu modifikasi selama pengoperasian dilakukan dengan menghitung jumlah operasi bubu sebelum bubu dinyatakan rusak atau tidak dapat digunakan lagi.

4) Data titik koordinat setting dan hauling diperoleh dengan alat bantu akustik dan GPS yang tersedia di atas kapal bubu.

5) Waktu yang dibutuhkan dalam mencari satu unit bubu modifikasi dilakukan dengan menggunakan stopwatch.

3.4.3 Data produktivitas bubu

Data produktivitas bubu dihitung dengan mengukur jumlah hasil tangkapan dan komposisi hasil tangkapan dari jenis unit bubu yang berbeda. Data yang dikumpulkan dari produktivitas bubu nelayan dan bubu modifikasi adalah: panjang ikan, berat ikan, komposisi hasil tangkapan utama untuk ekspor, tangkapan utama untuk pasar lokal dan hasil tangkapan sampingan.

Tabel 5 Metode pengumpulan data produktivitas bubu

No Jenis data Metode Alat Fungsi 1 Data panjang Pengukuran Penggaris

dan kamera

Membandingkan dengan nilai LM

2 Data berat Pengukuran Timbangan dan kamera Mengetahui pola pertumbuhan ikan 3 Komposisi hasil tangkapan

Observasi Kuesioner Mengetahui tingkat efektivitas

4 Kelayakan

usaha Wawancara Kuesioner

Mengetahui tingkat keberlangsungan usaha bubu

Metode pengumpulan data, terkait dengan produktivitas bubu nelayan dan bubu modifikasi dapat dilihat pada Tabel 5. Data panjang dan berat ikan hasil tangkapan bubu diukur secara acak pada setiap trip penangkapan.

3.4.4 Data daerah pengoperasian

Data daerah pengoperasian bubu dijadikan sebagai analisis penangkapan ikan demersal. Pengambilan data ini dilakukan melalui observasi langsung bersama kapal nelayan dan juga wawancara dari pihak nelayan yang dibantu dengan kuesioner. Ada beberapa variabel data yang diperoleh pada tahapan ini, diantaranya :

1) Pengukuran kedalaman dasar laut (Bathymetry)

Pengukuran kedalaman dasar laut dapat dilakukan dengan Conventional Depth Echosounder dimana kedalaman dasar laut dapat dihitung dari perbedaan waktu antara pengiriman dan penerimaan pulsa suara. Penggunaan metode yang sama untuk mengukur kedalaman laut. Parameter ini menjadi salah satu pertimbangan dalam menjatuhkan bubu. Rata-rata kedalaman yang dipilih berkisar antara 30-70 meter. Pertimbangan ini didasarkan pada tingkat kesulitan yang akan diperoleh oleh anak buah kapal (ABK) pada saat pengambilan bubu. Dengan pertimbangan sistem

Side-Scan Sonar pada saat ini, pengukuran kedalaman dasar laut (Bathymetry) dapat dilaksanakan bersama-sama dengan pemetaan dasar laut (Sea Bed Mapping) dan pengidentifikasian jenis-jenis lapisan sedimen di bawah dasar laut (Subbottom Profilers).

2) Identifikasi jenis-jenis lapisan sedimen (Subbottom Profilers)

Seperti telah disebutkan di atas bahwa dengan teknologi akustik bawah air, peralatan side-scan sonar yang mutahir dilengkapi dengan subbottom profilers dengan menggunakan frekuensi yang lebih rendah dan sinyal impulsif yang bertenaga tinggi yang digunakan untuk penetrasi ke dalam lapisan-lapisan sedimen di bawah dasar laut. Dengan adanya klasifikasi lapisan sedimen dasar laut dapat menunjang penentuan kandungan mineral dasar laut dalam. Demikian teknologi akustik bawah air dapat menunjang eksplorasi sumberdaya non hayati laut. Identifikasi jenis lapisan dilakukan

dengan tujuan agar ikan yang menjadi sasaran tangkap bubu adalah ikan- ikan yang memiliki nilai ekonomis tinggi, diantaranya ikan kerapu, ikan kakap, ikan kuwe, lobster dan beberapa crustacea yang berukuran besar. Ikan-ikan ini pada umumnya ditemukan pada daerah perairan yang memiliki jenis lapisan dasar berupa karang keras (hard coral). Karang keras menjadi habitat yang sangat baik buat ikan-ikan demersal yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Pertimbangan ini membuat nelayan pada umumnya menjatuhkan bubu di sekitar daerah yang memiliki lapisan dasar berupa karang.

3) Pemetaan dasar laut (Sea bed mapping)

Teknologi side-scan sonar dalam pemetaan dasar laut, dapat mengahasilkan tampilan peta dasar laut dalam tiga dimensi. Teknologi akustik bawah air yang canggih dan dikombinasikan dengan data dari subbottom profilers, akan diperoleh dari pemetaan dasar laut yang lengkap dan rinci. Pemetaan dasar laut yang lengkap dan rinci ini dapat digunakan untuk menunjang penginterpretasian struktur geologi bawah dasar laut dan kemudian dapat digunakan untuk mencari mineral bawah dasar laut. Nelayan terlebih dahulu melakukan pemetaan dasar laut sebelum menjatuhkan bubu. Biasanya bubu yang dijatuhkan diletakkan di sekitar terumbu karang yang masih hidup. Bubu yang ditempatkan di dasar dianalisis berdasarkan bentuk karang. Pada umumnya karang yang memiliki elevasi tinggi lebih dihindari, alasannya karena pertimbangan tingkat kesulitan saat pengambilan bubu. Biasanya bubu yang jatuh di daerah karang memiliki resiko tinggi akan hilang terbawa arus.

Data ini menjadi dasar penentuan apakah pengoperasian bubu di pantai Barat Sumatera masih berpotensi untuk dikembangkan dan daerah pengoperasian mana yang sudah mengalami kerusakan sehingga perlu melakukan proteksi atau pelarangan pengoperasian seperti yang terjadi saat ini. Data parameter fisika yang diambil dalam penelitian ini meliputi: kedalaman, topografi, jenis sendimen dan tinggi permukaan karang. Data kecepatan arus diperoleh dari Pangkalan Angkatan Laut Sibolga.