Metode penilaian persediaan barang menyangkut tentang bagaimana menentukan nilai/harga dari suatu barang yang menjadi persediaan perusahaan. Atau dengan kata lain, penilaian persediaan barang dimaksudkan untuk menetapkan berapa nilai persediaan yang harus dicantumkan dalam laporan keuangan. Pada umumnya penilaian persediaan dilakukan berdasarkan harga perolehannya. Persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau realisasi bersih, mana yang lebih rendah dimana biaya persediaan itu sendiri akan meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi dan biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi siap untuk dijual atau dipakai. Meskipun demikian, dalam beberapa hal tertentu persediaan itu dapat pula berdasarkan nilai yang lain, misalnya nilai taksiran.
Menurut Astuti dan Purwantini (2003:62), terdapat beberapa metode penilaian persediaan barang yang sering digunakan yaitu:
1. Metode rata-rata (Average) 2. FIFO (First In First Out) 3. LIFO (Last In First Out)
Metode rata-rata didasarkan pada anggapan bahwa barang yang tersedia untuk dijual seolah-olah homogen. Dalam metode ini, harga dari
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
barang-barang ditentukan berdasarkan harga rata-ratanya. Harga rata-rata dihitung dengan membagi nilai semua barang yang ada dengan unit (banyaknya) barang tersebut.
Pada metode FIFO dianggap barang yang dibeli pertama kali dijual terlebih dahulu. Hal ini berarti harga perolehan barang yang dijual adalah harga perolehan yang pertama dibeli. Jadi harga dari barang yang menjadi persediaan di awal periode ditambah dengan barang-barang yang terdahulu dibeli akan dibebankan menjadi harga pokok penjualan. Selanjutnya, tentu harga dari barang yang tinggal pada akhir periode akan terdiri dari harga dari barang-barang yang belakangan dibeli.
Metode LIFO adalah kebalikan dari metode FIFO. Metode ini beranggapan bahwa barang yang dibeli terakhir akan dijual atau dikeluarkan terlebih dahulu. Sebagai akibatnya, harga dari barang-barang yang belakangan dibeli akan merupakan bagian utama dari harga pokok penjualan, sedangkan barang-barang yang pertama sekali dibeli akan tinggal sebagai persediaan pada akhir periode tersebut dan tentu saja nilai dari persediaan akhir ini didasarkan kepada harga dari barang-barang yang paling duluan dibeli. Persediaan akhir menggunakan harga pokok barang yang dibeli terlebih dahulu. Metode ini sering disebut masuk terakhir keluar pertama.
Menurut Skousen (2004:669):
Metode rata-rata membebankan biaya rata-rata yang untuk setiap unit dengan asumsi bahwa barang yang terjual seharusnya dibebankan dengan biaya rata-rata yaitu rata-rata tertimbang dari jumlah unit yang dibeli pada tiap harga. Metode FIFO didasarkan pada asumsi bahwa unit yang terjual adalah unit yang lebih dahulu masuk dan metode LIFO didasarkan pada asumsi bahwa barang yang paling barulah yang terjual.
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
Tujuan metode penilaian persediaan adalah untuk mengalokasikan total biaya persediaan ke harga pokok penjualan dan persediaan. Penggunaan metode FIFO dalam periode di mana terjadi kenaikan harga mengaitkan persediaan paling lama yang berbiaya rendah dengan harga jual yang meningkat, sehingga memperbesar margin laba kotor. Di periode di mana terjadi penurunan harga, persediaan paling lama yang berbiaya tinggi dikaitkan dengan harga jual yang menurun, sehingga memperkecil margin laba kotor.
Dengan menggunakan metode rata-rata, margin laba kotor cenderung mengikuti pola yang serupa seperti respons terhadap perubahan harga. Di sisi lain, penggunaan metode LIFO dalam periode di mana terjadi kenaikan harga mengaitkan biaya tinggi saat ini dalam perolehan barang-barang dengan harga jual yang meningkat. Dengan demikian, metode LIFO cenderung memberikan pengaruh yang stabil terhadap margin laba kotor.
Salah satu faktor yang menjadi pertimbangan dalam memilih metode penilaian persediaan adalah pengaruhnya terhadap laba rugi dan pencatatannya. Penggunaan metode LIFO akan menguntungkan pada masa inflasi karena pada masa itu, akan menghasilkan nilai persediaan yang lebih mencerminkan harga yang berlaku pada tanggal neraca. Harga perolehan dari pembelian lebih akhir akan dialokasikan pada persediaan sehingga harga perolehan akhir yang terdapat dalam neraca akan mendekati harga pada saat itu. Sebaliknya, harga perolehan persediaan akhir dengan metode LIFO akan didasarkan pada barang yang dibeli lebih awal. Sebagai akibatnya, pada tanggal neraca harga perolehan tidak mencerminkan keadaan yang
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
sesungguhnya sehingga aktiva lancar dan total aktiva akan dilaporkan lebih rendah dari harga perolehan yang tercatat pada tanggal neraca. Pada masa inflasi, metode FIFO akan menghasilkan laba yang paling tinggi dibandingkan dengan metode lain. Bagi manajemen, hal ini merupakan sesuatu yang menguntungkan karena pihak luar akan mempunyai pandangan yang positif terhadap perusahaan. Selain itu, jika bonus manajemen ditentukan atas dasar laba bersih, maka bonus akan diterima manajemen semakin tinggi. Namun demikian, ada pendapat lain bahwa pemakaian metode FIFO pada masa inflasi akan menciptakan laba semu atau laba di atas kertas belaka.
Dalam sistem pencatatan persediaan akan diatur dan diberikan pedoman tentang bagaimana cara perusahaan mencatat persediaan dan mutasi-mutasinya, baik yang menyangkut transaksi pembelian maupun transaksi penjualan. Bila terjadi transaksi pembelian yang mengakibatkan pertambahan persediaan, apakah pertambahan itu akan dicatatkan ke perkiraan persediaan atau tidak. Hal ini tergantung pada sistem pencatatan yang digunakan perusahaan.
Menurut Astuti dan Purwantini (2003:67), sistem pencatatan persediaan barang dagangan terdiri dari 2 jenis yaitu:
1. Sistem Persediaan Periodik
Sistem persediaan periodik ini biasanya digunakan dalam perusahaan dagang yang menjual barang dagangan yang harganya murah dan frekuensi pembeliannya tinggi. Ciri-ciri dari sistem adalah:
a. Pembelian barang dagangan dicatat dengan mendebit rekening pembelian.
b. Harga Pokok Penjualan dihitung pada akhir periode akuntansi dan dicatat dengan mendebit harga pokok penjualan dan
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
mengkredit persediaan dan pembelian. Selanjutnya mendebitkan persediaan dan mengkreditkan harga pokok penjualan.
2. Sistem Persediaan Perpetual
Sistem perpetual berbeda dengan sistem persediaan periodik. Sistem perpetual biasanya digunakan pada perusahaan yang menjual barang dagangan yang mahal harganya seperti TV, mobil, mebel, dan lain sebagainya. Ciri-ciri metode ini adalah:
a. Pembelian barang dagangan dicatat dengan mendebit rekening persediaan.
b. Harga perolehan dihitung untuk setiap penjualan dan dicatat dengan mendebit harga pokok penjualan dan mengkredit rekening persediaan.
c. Persediaan merupakan rekening kontrol dan dilengkapi dengan buku pembantu persediaan yang berisi catatan untuk tiap jenis persediaan. Buku pembantu persediaan menunjukkan kuantitas dan harga perolehan untuk setiap jenis barang yang ada dalam perusahaan.
Pada sistem persediaan perpetual, semua mutasi yang terjadi atas persediaan secara terus-menerus akan diikuti oleh catatan-catatan sehingga semua penambahan dan pengurangan yang terjadi atas persediaan akan terlihat di dalam catatan. Pembelian persediaan akan langsung menambah jumlah persediaan. Sedangkan penjualan persediaan langsung mengurangi jumlah persediaan. untuk metode perpetual, pada waktu membeli barang dibuat jurnal yang men-debet akun Persediaan Barang Dagangan dan meng-kredit akun Hutang atau Kas. Pada waktu menjual barang dibuat jurnal yang mendebet akun Harga Pokok Penjualan dan mengkredit akun Persediaan sehingga akun Persediaan akan menunjukkan harga pokok dari persediaan yang ada di gudang. Jika menggunakan metode periodik, jika ada penjualan barang tidak dibuat jurnal untuk harga pokok dari barang yang dijual di bagian akuntansi. Pada akhir tahun, persediaan yang ada di gudang penyimpanan dihitung jumlah kuantitasnya dan ditentukan nilai atau harga belinya. Untuk menentukan persediaan yang dipakai atau dijual, persediaan
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
yang pernah ada (persediaan awal ditambah pembelian selama satu periode) dikurangi dengan persediaan akhir periode. Kemudian dibuat dua ayat jurnal penyesuaian. Jurnal yang pertama mendebet akun Ikhtisar Laba Rugi dan mengkredit akun Persediaan sejumlah persediaan awal. Jurnal yang kedua didasarkan atas hasil inventarisasi fisik barang pada akhir tahun. Jurnalnya mendebet akun Persediaan Barang Dagangan dan mengkredit akun Ikhtisar Laba Rugi. Ayat jurnal ini dibuat sekaligus dalam satu periode.
Untuk memudahkan pemahaman tentang sistem pencatatan persediaan dan metode penilaian persediaan, maka akan dibuat suatu contoh yaitu:
Tabel 2.1. Contoh Data Transaksi
Pembelian Kredit Penjualan Kredit Tanggal
Unit Harga Unit Harga 03 Maret 2008 500 Rp 10 07 Maret 2008 1.500 Rp 12 16 Maret 2008 800 Rp 20 21 Maret 2008 400 Rp 15 28 Maret 2008 600 Rp 16 30 Maret 2008 1.000 Rp 25 Sumber : Penulis
Penilaian persediaan metode FIFO dengan sistem pencatatan perpetual seperti pada Tabel 2.2. berikut:
Tabel 2.2. Sistem Perpetual FIFO
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
Jurnal pencatatan dalam bentuk jurnal umum untuk transaksi di atas adalah: FIFO 03 Maret Pembelian Rp. 5.000 Hutang Dagang Rp. 5.000 07 Maret Pembelian Rp. 18.000 Hutang Dagang Rp. 18.000
16 Maret Piutang Dagang Rp. 16.000
HPP Rp. 8.600 Penjualan Rp. 16.000 Persediaan Rp. 8.600 21 Maret Pembelian Rp. 6.000 Hutang Dagang Rp. 6.000 28 Maret Pembelian Rp. 9.600 Hutang Dagang Rp. 9.600
30 Maret Piutang Dagang Rp. 25.000
HPP Rp. 12.000
Penjualan Rp. 25.000
Persediaan Rp. 12.000
Pada penilaian persediaan metode FIFO di atas, terdiri dari transaksi pembelian kredit dan penjualan kredit. Pada tanggal 03 Maret dan 07 Maret dicatat transaksi pembelian kredit dengan mendebetkan pembelian dan mengkreditkan hutang dagang. Pada tanggal 16 Maret dicatat transaksi penjualan dengan mendebetkan piutang dagang dan harga pokok penjualan serta mengkreditkan penjualan dan persediaan. Pada tanggal 21 Maret dan 28 Maret dicatat transaksi pembelian kredit dengan mendebetkan pembelian dan mengkreditkan hutang dagang. Pada tanggal 30 Maret dicatat transaksi
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
penjualan dengan mendebetkan piutang dagang dan harga pokok penjualan serta mengkreditkan penjualan dan persediaan.
Penilaian persediaan metode LIFO dengan sistem pencatatan perpetual seperti pada Tabel 2.3. berikut:
Tabel 2.3. Sistem Perpetual LIFO
Sumber : Penulis
Jurnal pencatatan dalam bentuk jurnal umum untuk transaksi di atas adalah : LIFO 03 Maret Pembelian Rp. 5.000 Hutang Dagang Rp. 5.000 07 Maret Pembelian Rp. 18.000 Hutang Dagang Rp. 18.000
16 Maret Piutang Dagang Rp. 16.000
HPP Rp. 9.600
Penjualan Rp. 16.000
Persediaan Rp. 9.600
21 Maret Pembelian Rp. 6.000
Hutang Dagang Rp. 6.000
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
28 Maret Pembelian Rp. 9.600
Hutang Dagang Rp. 9.600 30 Maret Piutang Dagang Rp. 25.000
HPP Rp. 15.600
Penjualan Rp. 25.000
Persediaan Rp. 15.600
Pencatatan jurnal di atas sama dengan penjelasan jurnal FIFO, perbedaannya terletak pada penentuan harga pokok penjualan dan persediaan.
Penilaian persediaan metode Average dengan sistem pencatatan perpetual seperti pada Tabel 2.4. berikut:
Tabel 2.4. Sistem Perpetual Average
Sumber : Penulis
Jurnal pencatatan dalam bentuk jurnal umum untuk transaksi di atas adalah: AVERAGE 03 Maret Pembelian Rp. 5.000 Hutang Dagang Rp. 5.000 07 Maret Pembelian Rp. 18.000 Hutang Dagang Rp. 18.000
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
16 Maret Piutang Dagang Rp. 16.000 HPP Rp. 9.200 Penjualan Rp. 16.000 Persediaan Rp. 9.200 21 Maret Pembelian Rp. 6.000 Hutang Dagang Rp. 6.000 28 Maret Pembelian Rp. 9.600 Hutang Dagang Rp. 9.600 30 Maret Piutang Dagang Rp. 25.000
HPP Rp. 13.360
Penjualan Rp. 25.000
Persediaan Rp. 13.360
Pencatatan jurnal di atas sama dengan penjelasan jurnal FIFO dan LIFO, perbedaannya adalah pada penilaian persediaan metode Average akan membebankan biaya rata-rata untuk setiap unit.
Berikut ini akan diuraikan metode penilaian persediaan dengan sistem pencatatan periodik.
Barang tersedia untuk dijual Rp. 3.000 Penjualan 1.800 - Persediaan akhir Rp. 1.200 1. FIFO
Persediaan Akhir:1.200 unit:600 unit x Rp. 16 = Rp. 9.600 400 unit x Rp. 15 = 6.000
200 unit x Rp. 12 = 2.400 +
= Rp.18.000
Harga Pokok Penjualan: 1.800 unit:500 unit x Rp. 10 = Rp. 5.000 1.300 unit x Rp. 12 = 15.600 +
= Rp. 20.600
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
Pada metode FIFO di atas, jumlah persediaan akhir adalah sebesar Rp. 18.000 dan harga pokok penjualan adalah sebesar Rp. 15.600.
2. LIFO
Persediaan Akhir:1.200 unit:500 unit x Rp. 10 = Rp. 5.000 700 unit x Rp. 12 = 8.400 +
= Rp. 13.400
Harga Pokok Penjualan: 1.800 unit:600 unit x Rp. 16 = Rp. 9.600 400 unit x Rp. 15 = 6.000 800 unit x Rp. 12 = 9.600 +
= Rp. 25.200 Pada metode LIFO di atas, jumlah persediaan akhir adalah sebesar Rp. 13.400 dan harga pokok penjualan adalah sebesar Rp. 25.200.
3. Average
Tabel 2.5. Sistem Periodik Average
Unit Harga Total
500 10 5.000 2.000 11,5 23.000 1.200 11,5 13.800 1.600 12,375 19.800 2.200 13,36 29.400 1.200 13,36 16.040 Sumber : Penulis
Harga rata-rata (average) = Total Akhir/Unit
= Rp. 16.040/1.200 unit
Rp. 13,36
Persediaan Akhir = Rp.1.200 x 13,36 unit
Rp. 16.040
Harga Pokok Penjualan = Rp.1.800 x 13,36 unit
Rp. 24.048
Pada metode Average di atas, jumlah persediaan akhir adalah sebesar Rp. 16.040 dan harga pokok penjualan adalah sebesar Rp. 24.048.
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
Berdasarkan contoh di atas, jumlah persediaan akhir pada metode FIFO adalah sebesar Rp. 18.000, metode LIFO sebesar Rp. 13.400 dan metode Average sebesar Rp. 16.040.
Penggunaan metode penilaian persediaan dengan sistem pencatatan perpetual dapat diperoleh rugi laba seperti pada Tabel 2.6. berikut:
Tabel 2.6. Perhitungan Rugi Laba Dengan Sistem Perpetual Periode Maret 2008
Keterangan FIFO LIFO AVERAGE
Penjualan (1.800 unit) Rp. 41.000 Rp. 41.000 Rp. 41.000 Harga Pokok Penjualan:
- Persediaan Awal - - - - Pembelian Rp. 38.600 Rp. 38.600 Rp. 38.600 - Barang yang tersedia Rp. 38.600 Rp. 38.600 Rp. 38.600 - Persediaan Akhir Rp. 18.000 - Rp. 13.400 - Rp. 16.040 - Total HPP Rp. 20.600 - Rp. 25.200 - Rp. 22.560 - Laba Kotor Rp. 20.400 Rp. 15.800 Rp. 18.440 Sumber : Penulis
Penggunaan metode penilaian persediaan dengan sistem pencatatan periodik dapat diperoleh rugi laba seperti pada Tabel 2.7. berikut:
Hesti Armaya Manik : Pengendalian Intern Atas Persediaan Pada PT. Indoteras Sumatera Medan, 2009 USU Repository © 2008
Tabel 2.7. Perhitungan Rugi Laba Dengan Sistem Periodik Periode Maret 2008
Keterangan FIFO LIFO AVERAGE
Penjualan (1.800 unit) Rp. 41.000 Rp. 41.000 Rp. 41.000 Harga Pokok Penjualan:
- Persediaan Awal - - - - Pembelian Rp. 38.600 Rp. 38.600 Rp. 38.600 - Barang yang tersedia Rp. 38.600 Rp. 38.600 Rp. 38.600 - Persediaan Akhir Rp. 18.000 - Rp. 13.400 - Rp. 16.040 - Total HPP Rp. 20.600 - Rp. 25.200 - Rp. 22.560 - Laba Kotor Rp. 20.400 Rp. 15.800 Rp. 18.440 Sumber : Penulis
Sistem pencatatan perpetual pada metode penilaian persediaan FIFO, LIFO dan Average menghasilkan nilai persediaan akhir, harga pokok penjualan dan laba kotor yang sama dengan sistem pencatatan periodik pada metode penilaian persediaan FIFO, LIFO dan Average. Akan tetapi perolehan nilai persediaan akhir, harga pokok penjualan dan laba kotor berbeda untuk masing-masing metode FIFO, LIFO dan Average baik dengan sistem pencatatan perpetual maupun periodik.