BAB III METODE KAJIAN
3.6. Metode Perancangan Program
Perancangan program merupakan tahap penyampaian hasil kajian kepada para stakeholder pembangunan daerah yang berkompeten dalam pengambilan keputusan bagi pengembangan kebijakan pemberdayaan fakir miskin. Respon dari para stakeholder dihimpun sedemikian rupa untuk menentukan prioritas langkah strategis dalam pembangunan daerah sebagai strategi penerapan hasil kajian. Pemaparan program disampaikan kepada beberapa pihak di lingkungan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor untuk mendapat pertimbangan. Data respon para stakeholder ini kemudian dianalisis dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk menyusun prioritas program pembangunan daerah dalam upaya mengembangkan kebijakan pemberdayaan fakir miskin melalui KUBE.
Analytical Hierarchy Process (AHP) adalah metode yang digunakan untuk mengambil keputusan yang kompleks dengan menggunakan pendekatan matematika dan psikologi atau persepsi manusia. Metode ini dikembangkan oleh Thomas L. Saaty pada tahun 1970. Beberapa keunggulan dari AHP antara lain: 1) melibatkan persepsi seorang ahli yang mengerti persoalan sebagai bahan masukan; 2) mampu memecahkan masalah yang memiliki banyak tujuan (multi objectives) dan banyak kriteria (multi criterias); 3) mampu memecahkan persoalan yang kompeks dan tidak terkerangka akibat dari data yang minim. Adapun kelemahan AHP yang sebenarnya juga dapat berarti kelebihan adalah bahwa metode penyelesaian sederhana sehingga bagi beberapa orang sering dianggap kurang meyakinkan (Permadi, 1992).
Prinsip kerja AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan kompleks yang tidak terstruktur, strategik, dan dinamik menjadi bagian-bagiannya, serta menata dalam suatu hirarki. Kemudian tingkat kepentingan setiap variabel diberi nilai numerik secara subjektif tentang arti penting variabel tersebut secara relatif dibandingkan dengan variabel dengan variabel yang lain. Dari berbagai pertimbangan tersebut kemudian dilakukan sintesa untuk menetapkan variabel yang memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem tersebut (Marimin, 2004).
Menurut Saaty (1993) dalam Faletehan (2009), ada tiga prinsip dalam memecahkan persoalan dengan analisis logis eksplisit, yaitu:
1. Prinsip menyusun hirarki
Pada bagian ini mencakup pertimbangan-pertimbangan ataupun langkah-langkah menuju suatu keputusan yang akan diambil. Sasaran utama yang merupakan suatu tujuan, disusun ke dalam bagian yang menjadi elemen pokoknya, dan kemudian bagian ini dimasukkan ke dalam bagiannya lagi, dan seterusnya secara hirarki. Sehingga persoalan yang sangat kompleks dipecah menjadi bagian-bagiannya sehingga memudahkan pengambilan keputusan.
2. Prinsip menetapkan prioritas
Untuk menetapkan prioritas perlu dilakukan perbandingan antara satu aspek dengan aspek yang lainnya, sehingga dapat ditentukan peringkat elemen-elemen menurut relatif pentingnya.
3. Prinsip konsistensi logis
Pada prinsip ini harus konsisten terhadap pilihan yang telah diputuskan, dan elemen dikelompokkan secara logis dan diperingkatkan secara konsisten dengan kriteria yang logis. Nilai rasio konsistensi paling tinggi adalah 10 persen, jika lebih maka pertimbangan yang telah dilakukan perlu diperbaiki.
Adapun langkah-langkah dalam metode AHP yang digunakan dalam kajian ini adalah sebagai berikut:
a) Mendefinisikan permasalahan dan pemecahan masalah yang diinginkan.
Permasalahan yang akan dipecahkan adalah merumuskan strategi pengembangan kebijakan fakir miskin melalui KUBE, dengan demikian diperlukan pemecahan berupa langkah-langkah strategis dalam rangka mengembangkan kebijakan tersebut.
b) Membuat struktur hirarki dari sudut pandang manajerial secara menyeluruh.
Berdasarkan Permadi (1992), proses penyusunan hirarki lebih bersifat seni daripada ilmu pengetahuan, maka tidak ada bentuk yang baku untuk memecahkan suatu kasus. Biasanya pembuatan hirarki melihat pada contoh hirarki yang sudah pernah dibuat untuk menyelesaikan suatu kasus, kemudian dengan berbagai modifikasi dibuat hirarki sendiri untuk memecahkan kasusnya. Pada kajian ini struktur hirarki dimodifikasi dari struktur hirarki AHP dalam kajian Kuswari
(2005) yang mengkaji Strategi Pengembangan Agribisnis Kelapa di Indragiri Hilir, Propinsi Riau.
Fokus tujuan pada puncak hirarki (level 1) adalah mengembangkan kebijakan pemberdayaan fakir miskin melalui KUBE. Pada tingkat berikutnya yang lebih rendah (level 2) ditetapkan kebijakan strategis yang bisa dipilih untuk dikembangkan. Level 3 mencakup kategori aspek-aspek yang mempengaruhi kebijakan-kebijakan tersebut. Sedangkan tingkatan terakhir (level 4) mencakup langkah strategis/program yang akan diprioritaskan dalam mengembangkan kebijakan. Struktur hirarki dalam kajian dapat dilihat pada Gambar 8.
c) Menetapkan prioritas dan menyusun matriks banding berpasangan
Dalam menetapkan prioritas, langkah yang dilakukan adalah membuat perbandingan dari setiap elemen yang berpasangan. Bentuk dari perbandingan berpasangan ini berupa matriks. Dari matriks banding berpasangan dapat diketahui pengaruh setiap elemen yang relevan atas setiap kriteria yang berpengaruh terhadap fokus tujuan.
Proses perbandingan berpasangan dimulai pada puncak hirarki lalu pada elemen satu tingkat dibawahnya, dan seterusnya. Untuk melakukan pembandingan digunakan nilai skala banding berpasangan (Tabel 2).
Tabel 2. Nilai Skala Banding Berpasangan
Intensitas
pentingnya Definisi Penjelasan
1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen menyumbangkan sama besar pada sifat itu 3 Elemen yang satu lebih sedikit penting dari elemen yang lain Pengalaman dan pertimbangan sedikit menyokong satu elemen atas elemen yang lain 5 Elemen yang satu sangat penting dari elemen yang lain Pengalaman dan pertimbangan dengan kuat menyokong satu elemen atas elemen yang lain 7 Satu elemen jelas lebih penting dari elemen yang lain Satu elemen dengan kuat disokong dan dominannya telah terlihat dalam praktek
9 Satu elemen mutlak lebih penting dari elemen yang lain Bukti yang menyokong elemen yang satu atas elemen yang lainnya memiliki tingkat penegasan yang mungkin menguatkan. 2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua pertimbangan yang berdekatan Kompromi diperlukan diantara dua pertimbangan Sumber : Saaty (1993)
d) Menghitung Matriks Pendapat Individu
Melalui penyebaran kuisioner terhadap stakeholders, maka terkumpul semua pertimbangan dari hasil perbandingan berpasangan antarelemen pada langkah c.
Selanjutnya adalah menghitung semua pertimbangan yang didapat dari setiap individu. Prinsip penilaian pada AHP bila terdapat kriteria yang dibandingkan, maka harus dihasilkan matriks, setiap sel mempunyai karakteristik sedemikian sehingga;
= atau x =
Formulasi Matriks Pendapat Individu adalah sebagai berikut:
… …
A = …
… … ... …
…
Dalam hal ini , , …, adalah set elemen pada suatu tingkat keputusan dalam hirarki. Kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi berpasangan membentuk matriks x . Nilai merupakan nilai matriks pendapat hasil komparasi yang mencerminkan nilai kepentingan terhadap .
e) Menghitung Matriks Pendapat Gabungan
Karena jumlah responden tidak hanya satu orang maka disusun Matriks Pendapat Gabungan yang dapat mewakili pertimbangan keseluruhan responden. Tujuan dari penghitungan matriks pendapat gabungan adalah untuk membentuk suatu matriks yang mewakili matriks-matriks pendapat individu yang nilai rasio konsistensinya memenuhi syarat (Faletehan, 2009). Metode yang digunakan dapat berupa menggunakan rata-rata hitung atau rata-rata ukur (rata-rata geometrik). Dalam kajian ini metode menghitung matrik pendapat gabungan yang dipakai adalah rata-rata ukur atau rata-rata-rata-rata geometrik dengan asumsi peran setiap responden sama. Berdasarkan Permadi (1992), rumus yang digunakan untuk menghitung rata-rata geometrik adalah sebagai berikut:
= Penilaian gabungan pada elemen
= Penilaian elemen oleh responden ke-i (dalam skala 1/9 – 9) = Banyaknya Responden
Selanjutnya dengan menggunakan perangkat lunak Expert Choice 2000 yang dibuat oleh Expert Choice Inc, nilai gabungan pada masing-masing elemen dimasukkan kembali pada matriks perbandingan berpasangan sehingga diperoleh nilai bobot prioritas (local) dari masing-masing elemen dalam suatu tingkat hirarki.
f) Sintesis
Untuk memperoleh peringkat prioritas menyeluruh (global) bagi suatu persoalan keputusan, maka dilakukan sintesis pertimbangan sebagaimana yang telah dibuat dalam perbandingan berpasangan dengan cara pembobotan dan penjumlahan untuk menghasilkan satu bilangan tunggal yang menunjukkan prioritas setiap elemen.
g) Konsistensi
Dalam pengambilan keputusan, perlu diketahui tingkat konsistensinya. Konsistensi sampai pada tingkatan tertentu diperlukan untuk memperoleh hasil yang optimal dengan keadaan di dunia nyata. AHP mengukur konsistensi menyeluruh dari berbagai pertimbangan melalui suatu rasio konsistensi. Nilai rasio konsistensi paling tinggi adalah 10 persen, jika lebih maka pertimbangan yang telah dilakukan perlu diperbaiki.
Gambar 8. Struktur Hirarki AHP Pengembangan Kebijakan Pemberdayaan Fakir Miskin melalui KUBE Sosialisasi dan Koordinasi Seleksi Penerima Program Monitoring dan Evaluasi Kualitas Pendam-ping Intensitas Pendam-pingan Sharing
Pendanaan Tata Ulang Perguliran
Dana
Keper-cayaan Masyarakat
Tingkat
Partisipasi Kelembaga-an Formal Kelembaga-an Non
Formal
Kemudahan Akses Modal
Kerjasama
Kemitraan Pendidikan Formal Pendidikan Non
Formal
Peran Serta
Anggota Koperasi Prasarana Sarana Ekonomi Sistem
Lokal
Manajemen Perbaikan Tata Kelola
Program
Pendampingan Sosial
Pendanaan Modal Sosial Kelembagaan
Masyarakat Penguatan Usaha Kualitas SDM Anggota Kelembagaan KUBE Akses Pasar Pemberdayaan Fakir Miskin