• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pelaksanaan Program Pemberdayaan Fakir Miskin melalui BLPS- BLPS-KUBE

PEMBERDAYAAN FAKIR MISKIN MELALUI KUBE DI KABUPATEN BOGOR

3.20. Pelaksanaan Program Pemberdayaan Fakir Miskin melalui BLPS- BLPS-KUBE

Menjelang akhir tahun 2007, Pemerintah Kabupaten Bogor melalui BPMKS menerima dana BLPS dari Departemen Sosial RI yang diwujudkan dalam bentuk penguatan modal usaha bagi KUBE Produktif. Sejalan dengan PNPM yang telah dicanangkan pemerintah, maka BLPS dirancang sebagai program terpadu dalam PNPM yang melibatkan berbagai stakeholder (Depsos RI, 2007). Keberadaan program ini tentunya disambut baik oleh Pemerintah Kabupaten Bogor karena bertepatan dengan keseriusan upaya pengetasan kemiskinan dalam rangka terciptanya peluang dan kesempatan pelayanan kepada fakir miskin.

2.2.1. Gambaran Umum Lokasi

Menurut Bappeda Kabupaten Bogor, P2FM-BLPS diluncurkan pertamakali di Kabupaten Bogor karena adanya permintaan dari tokoh masyarakat dari Kecamatan Pamijahan yang peduli akan kemiskinan di wilayahnya. Kecamatan Pamijahan merupakan wilayah di Kabupaten Bogor yang tergolong memiliki jumlah penduduk miskin paling banyak yaitu 64.651 jiwa atau atau 5,59 persen dari total penduduk Kabupaten Bogor. Oleh karena itu, wilayah yang merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Cibungbulang ini sering sekali menerima program-program penanggulangan kemiskinan dari pemerintah seperti: Imbal Swadaya, Raksa Desa, PNPM Mandiri, Sarana Air Bersih, dan lain-lain. Sekalipun jumlah penduduk miskinnya paling banyak, Kecamatan Pamijahan tidak termasuk dalam wilayah yang mendapatkan Program Keluarga Harapan (PKH) bagi keluarga miskinnya.

Menanggapi permintaan dari tokoh masyarakat Kecamatan Pamijahan agar ada program yang langsung mengarah pada sasaran meningkatkan taraf hidup fakir miskin, Pemerintah Kabupaten Bogor mengajukan usulan kepada Pemerintah Pusat melalui Departemen Sosial RI untuk menindaklanjutinya dengan P2FM-BLPS yang baru saja dicanangkan di beberapa wilayah di Indonesia. Depsos RI menyetujui permintaan ini dengan menetapkan wilayah tetangga Kecamatan Pamijahan yaitu Kecamatan Tenjolaya untuk turut serta menerima program ini. Gambaran administratif kedua kecamatan dapat dilihat pada Gambar 18.

Gambar 18. Posisi Administratif Kecamatan Penerima P2FM-BLPS.

Sekalipun bukan merupakan wilayah dengan jumlah penduduk miskin paling tinggi diantara wilayah terdekatnya (Kecamatan Pamijahan, Leuwiliang, Dramaga, dan Cibungbulang), Kecamatan Tenjolaya dinilai memiliki kondisi kemiskinan lebih parah karena posisinya cukup terisolir dan seluruh penduduk miskinnya tidak bermatapencaharian. Hal ini cukup ironis karena pendidikan kepala keluarga miskinnya justru lebih baik dibandingkan pendidikan kepala keluarga miskin pada wilayah di sekitarnya. Berbeda dengan Kecamatan Pamijahan, wilayah pemekaran baru dari Kecamatan Ciampea pada tahun 2003 ini termasuk dalam wilayah yang menerima Program Keluarga Harapan (PKH) bagi keluarga miskinnya. Gambaran umum Kecamatan Pamijahan dan Kecamatan Tenjolaya dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Gambaran Umum Kondisi Kecamatan Pamijahan dan Tenjolaya.

Kecamatan

No Uraian Pamijahan Tenjolaya

1. Tahun Terbentuk 1995 2003

2. Wilayah Asal Pemekaran Kecamatan Cibungbulang Kecamatan Ciampea

3. Luas wilayah (hektar) 8.088,29 2.368,00

4. Jumlah Desa 15 Desa 6 Desa

5. Klasifikasi Desa • 13 Desa Swakarya • 6 Desa Swakarya

• 2 Desa Swasembada

6. Pengembangan Kawasan*: Hutan rakyat, perkebunan teh, kawasan wisata, budidaya perikanan kolam, budidaya padi, budidaya ubi jalar, peternakan kambing, domba, ayam buras

Budidaya perikanan kolam, budidaya padi, budidaya ubi jalar, peternakan kambing, domba, ayam buras

7. Kependudukan (Tahun 2007)

- Jumlah Penduduk 135.807 jiwa 50.674 jiwa

- Jenis Kelamin • 70.008 orang laki-laki • 26.397 orang laki-laki • 65.799 orang perempuan • 24.277 orang perempuan - Jumlah Rumah Tangga 30.822 KK 12.364 KK

8. Mata Pencaharian Penduduk

- Pertanian 45,83% 100%

- Perdagangan 25% 0%

- Jasa 25% 0%

- Industri 4,17% 0%

- Lainnya 0% 0%

9. Kondisi Kemiskinan (Tahun 2006)

- Jumlah 64.651 jiwa 24.359 jiwa

- Jumlah RTM 13.382 KK 5.081 KK

10. Mata Pencaharian Penduduk Miskin

- Jasa-Jasa 8,33 % 0 % - Perdagangan 4,81 % 0 % - Transportasi 0,36 % 0 % - Tidak Bekerja 56,14 % 100 % - Lainnya 30,36 % 0 %

Sumber: Bappeda Kabupaten Bogor, 2007.

* Data pada Rencana Revitalisasi Pembangunan Pertanian dan Pembangunan Pedesaan di Kabupaten Bogor, PSP3-IPB

2.2.2. Stakehoder Pengelola Program

Para pihak yang terlibat (stakeholders) dalam BLPS terdiri dari pemerintah, perbankan, dan masyarakat itu sendiri. Semua pihak menjalankan peran dan tanggungjawabnya dengan tujuan untuk memberdayakan KUBE dalam mengembangkan usahanya secara berkelanjutan. Hal ini dimaksudkan agar mempercepat proses penyaluran dana penguatan modal usaha kepada anggota

KUBE yang tepat sasaran dan tepat waktu. Adapun bidang tugas dari para pihak yang terlibat adalah:

a. Pemerintah Pusat

Pemerintah Pusat dalam hal ini diwakili oleh Depsos RI bertugas menetapkan kabupaten/kota lokasi penerima program berdasarkan proposal yang disampaikan sesuai kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.

b. Perbankan

Pihak perbankan yang ditunjuk adalah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk. Melalui BRI, pemerintah menyalurkan dana BLPS lewat rekening tabungan di Unit Cabang BRI terdekat dengan lokasi penerima BLPS yang sudah ditetapkan. Berikutnya pihak Unit Cabang BRI menerima permohonan kredit dari KUBE, memeriksa dan menilai, serta menetapkan keputusan kredit mengacu pada ketentuan dalam perjanjian kerjasama antara Depsos RI dengan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk.

c. Pemerintah Daerah

Pemerintah Daerah dalam hal ini adalah Pemerintah Propinsi Jawa Barat dan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor. Di Tingkat Propinsi, Gubernur melalui Dinas Sosial Propinsi Jawa Barat memfasilitasi kelancaran pelaksanaan BLPS serta melakukan pemantauan dan evaluasi dalam lingkup propinsi atau antar kabupaten/kota. Di Tingkat Kabupaten, Bupati Bogor melalui BPMKS Kabupaten Bogor menyiapkan data calon KUBE Produktif dengan sistem by name, by adress, by needs16. Pihak BPMKS juga menyiapkan calon pendamping yang memiliki komitmen terhadap pemberdayaan KUBE. Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor juga bertanggung jawab atas penyediaan dana pendampingan dari APBD.

2.2.3. Persiapan Pelaksanaan Program

Sasaran utama program ini adalah KUBE Fakir Miskin. Agar pelaksanaan program tepat sasaran maka tahapan persiapan pelaksanaan BLPS ditetapkan sebagai berikut:

16 KUBE Produktif adalah KUBE yang memiliki anggota usia antara 15-55 Tahun, telah melakukan kegiatan usaha ekonomi produktif, memiliki prospek baik untuk berkembang lebih maju dan bukan KUBE bentukan baru.

a. Penetapan KUBE Produktif

Setelah ditetapkan dua kecamatan sebagai lokasi penerima program, Pemerintah Kabupaten Bogor melalui BPMKS berwenang melakukan seleksi calon KUBE yang akan menerima penguatan modal melalui BLPS. Jumlah KUBE yang terpilih adalah sebanyak 25 KUBE yang berdomisili di 11 desa pada dua kecamatan tersebut. KUBE terpilih kemudian ditetapkan dalam Surat Keputusan Bupati Bogor agar memiliki landasan hukum.

b. Seleksi dan Rekruitmen Pendamping Sosial

BPMKS mengusulkan pula Calon Pendamping Sosial kepada Depsos RI. Calon Pendamping Sosial baik di tingkat propinsi, kabupaten, kecamatan dan desa masing-masing berjumlah satu orang. Dengan demikian jumlah Pendamping Sosial dari Kabupaten Bogor adalah 14 orang terdiri dari 1 orang Pendamping Kabupaten, 2 orang Pendamping Kecamatan, dan 11 orang Pendamping Desa. c. Pelatihan Pendamping Sosial

Seluruh Calon Pendamping Sosial tersebut kemudian diwajibkan mengikuti Pelatihan Pendampingan Sosial yang dilaksanakan oleh Depsos RI. Untuk para Calon Pendamping Sosial Kabupaten Bogor, kegiatan pelatihan dilaksanakan di Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial (BBPPKS) Lembang-Bandung selama dua minggu.

d. Penjajakan Lokasi dan Pemetaan Kebutuhan

Kegiatan ini dilakukan oleh Depsos RI didampingi oleh BPMKS untuk melihat potensi pengembangan usaha KUBE pada wilayah calon penerima program berikut kesiapannya dalam menunjang pelaksanaan program.

e. Sosialisasi Program

Sosialisasi program merupakan upaya memperkenalkan atau menyebarluaskan informasi mengenai P2FM kepada masyarakat miskin sebagai penerima program, kelompok masyarakat secara umum, para pelaku yang terlibat, serta instansi atau lembaga pendukung P2FM-BLPS di semua tingkatan. Oleh Pemerintah Kabupaten Bogor, kegiatan ini diwujudkan bersamaan dengan kegiatan Peluncuran P2FM-BLPS pada tanggal 18 Desember 2007 yang bertempat di Kecamatan Tenjolaya.

f. Usulan Kegiatan UEP17

Kegiatan ini dilakukan berdasarkan musyawarah kelompok (internal KUBE) sehingga dihasilkan perencanaan dan pemanfaatan modal sesuai kebutuhan. Setiap KUBE kemudian membuat proposal kegiatan UEP yang akan dikembangkan untuk diajukan kepada Bank BRI agar mendapatkan dana yang dibutuhkan.

2.2.4. Penyesuaian dalam Program

BLPS-KUBE merupakan salah satu program Pemerintah Pusat yang menggunakan pendekatan Top-Down, oleh karenanya tidak semua aspek dari program relevan dengan kondisi di lokasi penerima program. Dalam pelaksanaan BLPS di Kabupaten Bogor, ditemukan beberapa penyesuaian yang dilakukan pemerintah setempat yaitu dalam hal pembentukan kelompok, jenis UEP yang diusahakan, pembentukan lembaga pengaman perguliran dana, dan penetapan aturan perguliran dana yang sesuai kondisi usaha. Diantara penyesuaian-penyesuaian dalam program ini ditemukan adanya indikasi penyelewengan terhadap aturan yang tercantum dalam Petunjuk Operasional P2FM-BLPS.

Berdasarkan data BPMKS tahun 2007, potensi KUBE PMKS atau fakir miskin yang ada dan terbentuk di Kecamatan Pamijahan dan Tenjolaya selama periode tahun 2005-2007 hanyalah KUBE WRSE yang terbentuk di Kecamatan Pamijahan pada tahun 2005 sebanyak 5 kelompok. Namun jika berdasarkan data tahun 2002, Kecamatan Pamijahan pernah memiliki potensi KUBE Fakir Miskin sebanyak 31 kelompok sedangkan Kecamatan Tenjolaya yang pada tahun tersebut masih merupakan bagian dari Kecamatan Ciampea memiliki potensi 50 kelompok. Lamanya rentang terbentuknya KUBE dan lemahnya pengawasan hasil pelatihan keterampilan oleh aparat pemerintah mengakibatkan KUBE-KUBE tersebut tidak berjalan secara berkelanjutan. Sehubungan dengan tidak tercukupinya jumlah KUBE Produktif yang dibutuhkan sebagai penerima BLPS, BPMKS akhirnya menerima KUBE bentukan baru sebagai calon penerima BLPS. Padahal syarat utama KUBE penerima BLPS adalah KUBE yang sudah produktif menjalankan usahanya.

17 Usaha Ekonomi Produktif (UEP) adalah serangkaian kegiatan yang ditujukan untuk meningkatkan kemampuan dalam mengakses sumberdaya ekonomi, meingkatkan kemampuan usaha ekonomi, meningkatkan produktivitas kerja, meningkatkan penghasilan, tabungan, dan menciptakan kemitraan usaha yang saling menguntungkan (Depsos RI, 2007).

Dalam definisi umum, selayaknya KUBE dibentuk oleh sekumpulan orang yang melakukan suatu jenis UEP secara bersama-sama. Namun pada kasus pelaksanaan BLPS di Kabupaten Bogor terlihat seolah KUBE hanyalah sebuah lembaga himpunan fakir miskin penerima bantuan modal usaha sementara anggota KUBE tidak terikat melakukan suatu usaha secara kolektif/bersama-sama. Dalam Lampiran 6 terlihat bahwa dari 25 kelompok hanya 6 kelompok yang melakukan UEP secara kolektif. Pihak Pendamping Sosial Kecamatan menjelaskan alasannya sebagai berikut:

“Keadaan ini sudah dikonsultasikan pada saat Pelatihan Pendampingan Sosial dan mendapat persetujuan Pihak Depsos RI mengingat mata pencaharian sebagian besar fakir miskin di Kecamatan Tenjolaya dan Pamijahan adalah tidak bekerja, buruh tani, dan bekerja serabutan yang beralih-alih profesi sehingga usaha yang mereka kembangkan tidak bisa tergantung pada satu jenis usaha dan bagi usaha pertanian pun sangat dipengaruhi kondisi alam”

Berdasarkan aturan BLPS, dana yang telah dicairkan bersifat dana hibah bersyarat dimana dana wajib dikembalikan untuk digulirkan kepada anggota lain atau bahkan kepada KUBE Produktif lain yang membutuhkan. Adanya sifat dana ini membuat Pengelola Program beranggapan seandainya perguliran dana ini diserahkan begitu saja kepada masyarakat (fakir miskin anggota KUBE) tentunya akan besar kemungkinan terjadi kredit macet dalam perguliran dana. Dilatarbelakangi kemungkinan ancaman tersebut dan mengingat tanggung jawab mengelola bantuan yang sedemikian besar, para Pendamping Sosial melalui persetujuan Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor berinisiatif membentuk Koperasi yang bertujuan mewadahi dan mengendalikan proses perguliran dana BLPS di Kecamatan Tenjolaya dan Pamijahan.

Koperasi ini dibentuk pada tanggal 3 Januari 2008 dan ditetapkan melalui Akta Notaris dengan nama ‘Koperasi Usaha Bersama’ yang berkedudukan di wilayah Kecamatan Tenjolaya. Kepengurusan koperasi ini adalah himpunan dari para Pendamping Sosial yang terlibat dalam pelaksanaan BLPS sedangkan anggotanya adalah anggota KUBE penerima BLPS. Berdasarkan maksud dan tujuan didirikannya Koperasi Usaha Bersama dalam Akta Notarisnya, koperasi ini akan mewakili perwujudan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang memberikan akses dana penguatan modal kepada KUBE melalui pengaturan hasil perguliran dana dari BLPS.

Dengan adanya koperasi, dana hasil keuntungan KUBE wajib dikembalikan kepada koperasi untuk digulirkan kembali kepada anggota lain atau KUBE penerima berikutnya. Namun demikian, keberadaan koperasi akhirnya jutru menimbulkan banyak pertentangan di masyarakat karena peran lembaga ini seharusnya tidak ada sebagaimana yang tercantum dalam Petunjuk Operasional P2FM-BLPS. Sebagaimana informasi yang disosialisasikan oleh Pihak Depsos RI sebelumnya, perguliran modal dan usaha dalam P2FM-BLPS ini diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat. Keberadaan Koperasi ini juga yang menyebabkan pencairan dana menjadi terpusat kepada rekening Koperasi, bukan kepada rekening masing-masing KUBE.

Sebagai dampak keberadaan Koperasi adalah adanya penyesuaian dalam hal pengembalian dana. Anggota KUBE diharuskan mengembalikan dana jika usaha yang dikembangkan sudah memperoleh keuntungan dengan cara mencicil secara periodik ke Koperasi. Hal ini dimaksudkan agar proses perguliran dana dapat berjalan sesuai harapan. Sehubungan dengan beragamnya jenis UEP yang dikembangkan, Pengelola Program menerapkan dua metode pengembalian, yaitu dengan mencicil setiap sebulan sekali bagi usaha-usaha produksi, jasa, dan perdagangan, sementara bagi usaha-usaha budidaya, baik itu pertanian, perikanan, dan peternakan, pengembalian dana dilakukan dengan cara mencicil berdasarkan siklus panen.

2.2.5. Kondisi Pencairan Dana

Total dana BLPS yang rencananya akan dikucurkan dalam rangka penguatan modal KUBE di Kabupaten Bogor adalah sebesar Rp 1,5 miliar yang diberikan kepada 25 kelompok, dengan demikian setiap kelompok berhak memperoleh dana maksimal Rp 60 juta. Akan tetapi dana terserap pada awal peluncurannya hanyalah sebesar Rp 981.907.000,- atau hanya 65,46 persen dari selayaknya. Rincian jumlah dana yang dicairkan dapat dilihat pada Tabel 22. Menurut Pendamping Sosial Kecamatan, hal ini disebabkan terjadi proses efisiensi dalam pelaksanaan seleksi ajuan dana karena masih terdapat usulan usaha KUBE yang belum memenuhi syarat kualifikasi, baik dari segi kemampuan pengelolaan maupun kelayakan usahanya, sebagaimana dijelaskan berikut:

“Masih ada komponen dalam ajuan dana yang tidak perlu dibantu melalui dana BLPS, seperti sewa lahan atau peralatan untuk usaha, dikarenakan fakir miskin sendiri juga masih memiliki lahan atau peralatan

yang cukup memadai bagi pelaksanaan usahanya. Adapun sisa dana yang belum dicairkan akan ditahan hingga ada usulan usaha KUBE yang layak berikutnya”

Tabel 22. Realisasi Pencairan Dana BLPS bagi KUBE di Kabupaten Bogor Tahun 2008.

No Kecamatan Desa Nama KUBE Pencairan Dana Dana Belum Dicairkan

1. Pamijahan 1. Pamijahan 1. Sumber Rejeki 50.620.000 9.380.000

2. Sugih Mukti 51.800.000 8.200.000

2. Pasaraean 3. Pasarean I 40.770.000 19.230.000

4. Pasarean II 56.000.000 4.000.000

5. Pasarean III 47.000.000 13.000.000

6. Intan Walagri 55.000.000 5.000.000

3. Gunung Menyan 7. Silih Asih 49.040.000 10.960.000

8. Sablon 35.614.000 24.386.000

9. Serbaguna 49.439.500 10.560.500

4. Gunung Picung 10. Tani Mukti 36.435.000 23.565.000

11. Subur Tani 31.100.000 28.900.000

5. Gunung Bunder 12. Botaniah 39.380.000 20.620.000

6. Gunung Sari 13. Mitra Sari II 58.000.000 2.000.000

2. Tenjolaya 7. Situ Daun 14. Tunas Mekar I 39.565.000 20.435.000

15. Tunas Mekar II 31.120.000 28.880.000

8. Tapos I 16. Karya Bersama 30.000.000 30.000.000

17. Harapan Jaya 30.888.500 29.111.500

18. Mutiara Hati 28.956.000 31.044.000

19. Bersama Jaya 28.100.000 31.900.000

9. Tapos II 20. Tegar I 21.469.000 38.531.000

21. Tegar II 44.000.000 16.000.000

10. Gunung Malang 22. Mekar Jaya 30.000.000 30.000.000

23. Maju Jaya 30.000.000 30.000.000

11. Cibitung Tengah 24. Karya Mandiri II 33.510.000 26.490.000

25. Langkah Tani 34.100.000 25.900.000

Jumlah 981.907.000 518.093.000

Sumber: Koperasi Usaha Bersama Kabupaten Bogor, 2009

Untuk mengamankan sisa dana tersebut, oleh Pengelola Program, dana dikembalikan ke dalam rekening dana BLPS KUBE di Bank BRI untuk pemanfaatan berikutnya. Namun demikian, akibat belum adanya usulan UEP yang memenuhi syarat, dana tersebut mengendap di rekening BRI.

2.2.6. Keragaan Keanggotaan KUBE

Jumlah penerima dana BLPS tahun 2008 adalah 268 orang Kepala Keluarga dengan total jumlah anggota keluarga sebanyak 1.317 jiwa, dengan demikian rata-rata besar keluarga tiap RTM penerima dana adalah hampir 5 orang per RTM. Jumlah

anggota tiap KUBE pun cukup bervariasi dimana terdapat lebih dari separuh KUBE yang beranggotakan 10 orang lebih (Tabel 23). Adapula KUBE yang beranggota cukup banyak yaitu mencapai 16 orang, dan hanya terdapat satu KUBE saja yang memiliki anggota di bawah 10 orang.

Tabel 23. Kondisi Keanggotaan dan Jenis Usaha KUBE Penerima Dana BLPS di Kabupaten Bogor Tahun 2008.

Jenis Kelamin Jenis Usaha

No Nama KUBE Jumlah Anggota

Laki-Laki Perem-puan BudidayaPertanianPeternakanBudidaya PerikananBudidaya Produksi Usaha Dagang/Jual Beli Usaha Jasa

1 Sumber Rejeki 10 10 0 10 0 0 0 0 0 2 Sugih Mukti 11 11 0 3 0 0 1 7 0 3 Pasarean I 10 8 2 1 2 0 0 6 1 4 Pasarean II 16 14 2 2 0 2 1 5 6 5 Pasarean III 13 11 2 6 5 1 0 1 0 6 Intan Walagri 11 10 1 11 0 0 0 0 0 7 Silih Asih 11 9 2 6 0 3 1 0 1 8 Sablon 8 8 0 1 0 1 0 6 0 9 Serbaguna 11 9 2 9 0 2 0 0 0 10 Tani Mukti 13 12 1 8 1 0 0 4 0 11 Subur Tani 10 10 0 10 0 0 0 0 0 12 Botaniah 10 10 0 8 1 0 0 1 0 13 Mitra Sari II 10 8 2 3 0 0 0 7 0 14 Tunas Mekar I 11 10 1 5 0 5 0 1 0 15 Tunas Mekar II 10 9 1 5 1 4 0 0 0 16 Karya Bersama 10 10 0 9 0 1 0 0 0 17 Harapan Jaya 11 9 2 9 0 0 0 2 0 18 Mutiara Hati 11 11 0 5 0 0 0 4 2 19 Bersama Jaya 10 10 0 10 0 0 0 0 0 20 Tegar I 10 9 1 9 0 1 0 0 0 21 Tegar II 11 11 0 9 0 1 0 1 0 22 Mekar Jaya 10 10 0 5 5 0 0 0 0 23 Maju Jaya 10 10 0 10 0 0 0 0 0 24 Karya Mandiri II 10 7 3 3 1 2 0 1 3 25 Langkah Tani 10 8 2 4 1 2 0 2 1 Jumlah 268 244 24 161 17 25 3 48 14 Proporsi 100% 91,04% 8,96% 60,07% 6,34% 9,33% 1,12% 17,91% 5,22% Sumber: Koperasi Usaha Bersama Kabupaten Bogor (2009), data diolah

Di dalam setiap KUBE ini terdapat kepengurusan yang terdiri dari Ketua, Sekretaris, dan Bendahara yang bertanggung jawab terhadap kinerja keberhasilan usaha anggotanya dan menyelesaikan permasalah yang timbul. Kepengurusan inilah yang memfasilitasi terjadinya proses pemberdayaan fakir miskin seperti pertemuan sesama anggota KUBE maupun pertemuan dengan para Pendamping Sosial dan pemecahan masalah atas kendala yang dihadapi anggota KUBE-nya. Pada Tabel 23 terlihat bahwa proporsi anggota KUBE berjenis kelamin laki-laki lebih banyak (91,04 persen) daripada anggota KUBE berjenis kelamin perempuan (8,96 persen). Hal ini

berarti peran kepala keluarga fakir miskin di kedua kecamatan penerima dana BLPS masih didominasi oleh pria.

2.2.7. Jenis Usaha KUBE

Berdasarkan Tabel 23, kegiatan KUBE yang diusahakan oleh fakir miskin di dua kecamatan tersebut dapat dikategorikan dalam 6 jenis usaha, yaitu: budidaya pertanian, peternakan, perikanan, usaha produksi, jual beli/perdagangan, dan usaha jasa. Kategori yang paling banyak usahakan adalah usaha pertanian sebanyak 60,07 persen, disusul perdagangan (17,91%), perikanan (9,33%), peternakan (6,34%), jasa (5,22%), dan usaha produksi (1,12%).

Kegiatan usaha pertanian meliputi: budidaya ubi jalar, padi, rumput gajah, jagung manis, jamur tiram, terung, pepaya, cabai, kacang panjang, katuk, buncis, dan mentimun. Adapun jenis usaha yang paling variatif adalah usaha perdagangan/jual beli diantaranya meliputi: penjualan sembako, hewan, makanan, sayuran, pakaian, kayu, barang bekas, mainan, batu alam, suku cadang sepeda motor, hingga pulsa telepon/aksesoris telepon seluler. Jenis usaha perikanan yang dikembangkan meliputi: budidaya ikan mas, lele, bawal, nila, dan gurame. Jenis usaha peternakan meliputi ternak domba, ayam, dan kelinci. Usaha bidang jasa meliputi: menjahit, perbengkelan, jasa perkreditan barang, dan pertukangan. Sedangkan jenis usaha produktif meliputi: pembuatan ikan pindang, penggergajian kayu, dan kerajinan sendal.

2.2.8. Pendampingan Sosial

KUBE Fakir Miskin sebagai kelompok dari keluarga-keluarga fakir miskin membutuhkan pendampingan dari orang yang lebih tahu dan lebih terampil daripada mereka. Untuk itu dalam program ini disiapkan Pendamping Sosial yang berasal dari masyarakat di lokasi penerima program agar memahami potensi dan permasalahan yang akan dihadapi di lokasi pelaksanaan BLPS. Pendamping Sosial ini berupa perorangan, kelompok, atau lembaga yang memiliki kompetensi di bidang usaha kesejahteraan sosial dan UEP.

Komposisi Pendamping Sosial dalam pelaksanaan BLPS di Kabupaten Bogor berasal dari unsur tokoh masyarakat setempat, unsur pengajar, wirausaha,

organisasi sosial, Penyuluh Pertanian Swadaya, dan Pekerja Sosial Masyarakat. Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan kegiatan pendampingan sosial, para pendamping ini menjalankan berbagai peranan diantaranya sebagai perencana, pembimbing, pemberi informasi, motivator, penghubung, fasilitator, dan evaluator. Selama pelaksanaan program, para pendamping tersebut mendapatkan honorarium pendampingan yang bersumber dana dari APBN. Pada tujuan akhirnya, pendampingan ini akan berfungsi dalam meningkatkan kemampuan berusaha para anggota KUBE sehingga usahanya berkembang dan layak mendapatkan modal usaha dalam bentuk Kredit Usaha Mikro dan Kecil yang disediakan oleh BRI.