• Tidak ada hasil yang ditemukan

Metode RULA

Dalam dokumen MODUL Biomekanika (Halaman 23-38)

Rapid Upper Limb Assessment (RULA) adalah sebuah metode untuk menilai postur, gaya dan gerakan suatu aktivitas kerja yang berkaitan dengan penggunaan anggota tubuh bagian atas (upper limb). Metode ini dikembangkan untuk menyelidiki resiko kelainan yang akan dialami oleh seorang pekerja dalam melakukan aktivitas kerja yang memanfaatkan anggota tubuh bagian atas (upper limb).

Metode ini menggunakan diagram postur tubuh dan tiga tabel penilaian untuk memberikan evaluasi terhadap faktor resiko yang akan dialami oleh pekerja. Faktor-faktor resiko yang diselidiki dalam metode ini adalah yang telah dideskripsikan oleh McPhee sebagai faktor beban eksternal (external load factors), yaitu :

1. Jumlah gerakan 2. Kerja otot statis 3. Gaya/kekuatan

4. Penentuan postur kerja oleh peralatan 5. Waktu kerja tanpa istirahat

Setiap individu pekerja pasti mempunyai perbedaan-perbedaan, yaitu postur kerja, kecepatan gerakan, akurasi gerakan, frekuensi dan lamanya delay, umur dan pengalaman, dan faktor sosial. Oleh sebab itu, RULA didesain untuk membahas faktor-faktor resiko di atas terutama pada 4 faktor eksternal pertama. Adapun tujuan dari metode ini adalah sebagai berikut:

1. Sebagai metode yang dapat dengan cepat mengurangi resiko cidera pada pekerja, khususnya yang berkaitan dengan tubuh bagian atas.

2. Mengidentifikasi bagian tubuh yang mengalami kelelahan dan kemungkinan terbesar mengalami cidera.

LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA

68

Prosedur dalam pengembangan metode RULA meliputi tiga tahap, yaitu: 1. Pengembangan metode untuk merekam postur kerja

Untuk menghasilkan sebuah metode kerja yang cepat untuk digunakan, tubuh dibagi dalam segmen-segmen yang membentuk dua kelompok atau grup yaitu grup A dan B. Grup A meliputi bagian lengan atas dan bawah, serta pergelangan tangan. Sementara grup B meliputi leher, punggung, dan kaki. Hal ini untuk memastikan bahwa

seluruh postur tubuh terekam, sehingga segala kejanggalan atau batasan postur oleh kaki, punggung atau leher yang mungkin saja mempengaruhi postur anggota tubuh bagian atas dapat tercakup dalam penilaian.

a. Grup A

1) Lengan bagian atas

Jangkauan gerakan untuk lengan bagian atas (upper arm) dinilai dan diberi skor berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh Tichauer, Chaffin, Herberts et al, Schuldt et al, dan Harms-Ringdahl & Schuldt. Skornya sebagai berikut :

a) 1 untuk ekstensi 20° dan fleksi 20°

b) 2 untuk ekstensi lebih dari 20° atau fleksi antara 20-45° c) 3 untuk fleksi antara 45-90°

d) 4 untuk fleksi lebih dari 90°

Jika bahu terangkat, skor dari postur di atas ditambahkan 1. Jika lengan bagian atas abduksi maka skor postur juga ditambahkan 1. Sedangkan bila operator bersandar atau berat lengan disangga atau diberi penyangga, skor postur di atas dikurangkan 1.

Gambar 2.9 Standar RULA untuk postur lengan bagian atas

Sumber : Anonim,2005,http://www.google.co.id/its.ac.id/16624005-fisiologi.pdf. 2) Lengan bagian bawah

Jangkauan untuk lengan bagian bawah (lower arm) dikembangkan berdasarkan penelitian Grandjean dan Tichauer. Skornya sebagai berikut :

a) 1 untuk fleksi 60-100°

LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA

69

Jika lengan bagian bawah bekerja melewati garis tengah (midline) tubuh atau berada di luar sisi tubuh, maka skor postur di atas ditambahkan 1.

Gambar 2.10 Standar RULA untuk postur lengan bagian bawah

Sumber : Anonim,2005,http://www.google.co.id/its.ac.id/16624005-fisiologi.pdf. 3) Pergelangan tangan

Panduan untuk pergelangan tangan (wrist) yang diterbitkan oleh Health and Safety Executive digunakan untuk menghasilkan skor postur berikut:

a) 1 jika pada posisi netral

b) 2 untuk fleksi dan ekstensi 0-15°

c) 3 untuk fleksi dan ekstensi lebih dari 15°

Jika pergelangan tangan dalam gerakan ulnar maupun radial, maka skor postur ditambahkan 1.

Gambar 2.11 Standar RULA untuk postur pergelangan tangan

Sumber : Anonim,2005,http://www.google.co.id/its.ac.id/16624005-fisiologi.pdf.

Pronasi dan supinasi pergelangan tangan ditentukan menyertai postur netral berdasarkan Tichauer. Skornya sebagai berikut :

a) 1 jika pergelangan tangan berputar dalam jangkauan tengah

b) 2 jika pergelangan tangan berputar dekat atau pada akhir jangkauan b. Grup B

1) Leher

Jangkauan postur untuk leher (neck) didasarkan pada studi yang dilakukan oleh Chaffin dan Kilbom et al. Skor dan jangkauannya sebagai berikut:

a) 1 untuk fleksi 0-10° b) 2 untuk fleksi 10-20°

LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA

70

c) 3 untuk fleksi lebih dari 20° d) 4 bila dalam posisi ekstensi

Jika leher berputar, skor postur ditambahkan 1. Jika leher bergerak ke samping, skor postur ditambahkan 1.

Gambar 2.12 Standar RULA untuk postur leher

Sumber : Anonim,2005,http://www.google.co.id/its.ac.id/16624005-fisiologi.pdf. 2) Punggung

Jangkauan gerakan punggung (trunk) dikembangkan dari Drury, Grandjean dan Grandjean et al.

Skor posturnya sebagai berikut :

a) 1 jika duduk dan tersangga baik dengan sudut antara pinggul dan punggung 90° atau lebih

b) 2 untuk fleksi 0-20° c) 3 untuk fleksi 20-60° d) 4 untuk fleksi lebih dari 60°

Jika punggung memuntir, maka skor postur ditambahkan 1. Jika punggung melentur ke samping, maka skor postur ditambahkan 1.

Gambar 2.13 Standar RULA untuk postur punggung

Sumber : Anonim,2005,http://www.google.co.id/its.ac.id/16624005-fisiologi.pdf. 3) Kaki

Skor postur kaki (legs) ditentukan sebagai berikut :

a) 1 jika kaki dan telapak kaki tersangga dengan baik ketika duduk dengan berat yang seimbang.

b) 1 jika berdiri dengan berat tubuh terdistribusi secara merata pada kedua kaki, dengan ruang untuk mengganti posisi.

LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA

71

2. Pengembangan sistem skor untuk pengelompokan bagian tubuh.

Sebuah skor tunggal dibutuhkan dari Grup A dan B yang dapat mewakili tingkat pembebanan postur dari sistem muskuloskeletal kaitannya dengan kombinasi postur bagian tubuh.Rekaman video yang dihasilkan dari postur Grup A yang meliputi lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan diamati dan ditentukan skor untuk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut dimasukkan dalam tabel A untuk memperoleh skor A.

Tabel 2.1 Skor Postur Grup A (Tabel A)

Sumber : Anonim,2005,http://www.google.co.id/its.ac.id/16624005-fisiologi.pdf.

Rekaman video yang dihasilkan dari postur Grup B yaitu leher, punggung dan kaki diamati dan ditentukan skor untuk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut dimasukkan ke dalam tabel B untuk memperoleh skor B.

Tabel 2.2 Skor Postur Grup B (Tabel B)

Sumber : Anonim,2005,http://www.google.co.id/its.ac.id/16624005 -fisiologi.pdf.

Sistem penilaian dilanjutkan dengan melibatkan otot (mucle) dan tenaga (force) yang digunakan. Skor yang melibatkan penggunaan otot dikembangkan berdasarkan penelitian Drury, yaitu tambahkan (+) 1 jika postur statis (dipertahankan dalam waktu 1 menit) atau penggunaan postur tersebut berulang lebih dari 4 kali dalam 1 menit.

Skor untuk penggunaan tenaga (beban) dikembangkan berdasarkan penelitian Putz-Anderson dan Stevenson dan Baida, yaitu sebagai berikut:

LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA

72

a. Jika pembebanan sesekali atau tenaga kurang dari 2 Kg dan ditahan maka skor tidak ditambah.

b. Tambahkan (+) 1 jika beban sesekali antara 2 – 10 Kg.

c. Tambahkan (+) 2 jika beban 2 – 10 Kg bersifat statis atau berulang-ulang atau beban sesekali namun lebih dari 10 Kg.

d. Tambahkan (+) 3 jika beban (tenaga) lebih dari 10 Kg dialami secara statis atau berulang dan atau jika pembebanan seberapapun besarnya dialami dengan sentakan cepat.

Skor penggunaan otot (muscle) dan skor tenaga (force) pada Grup tubuh bagian A dan B diukur dan dicatat dalam kotak-kotak yang tersedia kemudian ditambahkan dengan skor yang berasal dari tabel A dan B seperti pada lembar skor berikut :

Gambar 2.14 Diagram penilaian RULA

Sumber : Anonim,2005,http://www.google.co.id/its.ac.id/16624005-fisiologi.pdf.

Hasil penjumlahan skor penggunaan otot (muscle) dan tenaga (force) dengan Skor Postur A menghasilkan Skor C. Sedangkan penjumlahan dengan Skor Postur B menghasilkan Skor D.

3. Pengembangan Grand Score dan Action List

Tahap ini bertujuan untuk menggabungkan Skor C dan Skor D menjadi suatu grand score

tunggal yang dapat memberikan panduan terhadap prioritas penyelidikan / investigasi berikutnya. Tiap kemungkinan kombinasi Skor C dan Skor D telah diberikan peringkat, yang disebut grand score dari 1-7 berdasarkan estimasi resiko cidera yang berkaitan dengan

pembebanan musculoskeletal.

Gambar 2.15 Grand Score (Tabel C)

LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA

73

Berdasarkan grand score dari Tabel C, tindakan yang akan dilakukan dapat dibedakan menjadi 4 action level berikut :

a. ActionLevel 1

Skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur dapat diterima selama tidak dijaga atau berulang untuk waktu yang lama.

b. ActionLevel 2

Skor 3 atau 4 menunjukkan bahwa penyelidikan lebih jauh dibutuhkan dan mungkin saja perubahan diperlukan.

c. ActionLevel 3

Skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa penyelidikan dan perubahan dibutuhkan segera. d. Action Level 4

Skor 7 menunjukkan bahwa penyelidikan dan perubahan dibutuhkan sesegera mungkin (mendesak).

Tabel 2.3 Action Level

Action

Level Nilai Tingkat kepentingan Perbaikan 1 2 3 4 1 atau 2 3 atau 4 5 atau 6 7

- Tidak Perlu Perbaikan - Diperlukan perbaikan - Implementasi dari perbaikan - Dilakukan perbaikan - Implementasi dan perbaikan

dilaksanakan secepatnya - Dilakukan perbaikan

- Implementasi dan perbaikan mendesak untuk dilaksanakan

Sumber : Anonim,2005,http://www.google.co.id/its.ac.id/16624005-fisiologi.pdf. Aplikasi Metode RULA adalah sebagai berikut:

1. Alat untuk melakukan analisis awal yang mampu menentukan seberapa jauh risiko pekerja untuk terpengaruh oleh faktor-faktor penyebab cedera,yaitu:

a. Postur

b. Kontraksi otot statis c. Gerakan repetitive

d. Gaya

2. Menentukan prioritas pekerjaan berdasarkan faktor risiko cedera. Hal ini dilakukan dengan membandingkan nilai tugas-tugas yang berbeda yang dievaluasi menggunakan RULA.

3. Menemukan tindakan yang paling efektif untuk pekerjaan yang memiliki risiko relatif tinggi. Analisis dapat menentukan kontribusi tiap faktor terhadap suatu pekerjaan secara keseluruhan dengan cara melalui nilai tiap faktor risiko.

4. Menemukan sejauh mana penngaruh suatu modifikasi atas pekerjaan. Perbaikan secara kuantitatif dapat diukur dengan cara membandingkan penilaian sebelum dan sesudah modifikasi diterapkan.

LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA

74

Gambar 2.16 RULA Employee Assesment Worksheet

Sumber : Anonim,2005,http://www.google.co.id/its.ac.id/16624005-fisiologi.pdf. 2.9.3 Metode REBA

Sebuah metode dalam bidang ergonomi yang digunakan secara cepat untuk menilai postur leher, punggung, lengan, pergelangan tangan dan kaki seorang pekerja luka-luka yang dialami di tempat kerja dikenal sebagai Musculos Keletal Disorder (MSDS). MSDS juga didefinisikan sebagai gangguan dan penyakit pada otot yang telah terbukti atau dihipotesa yang disebabkan dengan pekerjaan.

REBA merupakan suatu metode penelitian untuk penilaian tubuh dengan cepat secara keseluruhan. Metode ini tidak membutuhkan peralatan spesial dalam penilaian postur punggung, leher, kaki, dan lengan tangan dan pergelangan tangan. Setiap pergerakan diberi dengan skor yang telah ditetapkan.

REBA dikembangkan sebagai suatu metode untuk menilai postur kerja yang merupakan faktor resiko (risk factor). Metode ini didesain untuk menilai pekerja dan mengetahui Muscules keletal

yangg kemungkinan dapat menimbulkan gangguan pada anggota tubuh.

Dalam usaha untuk penilaian 4 (empat) faktor beban eksternal, jumlah gerakan, kerja otot statis, tenaga/ kekuatan, dan postur, REBA dikembangkan untuk:

1. Memberikan sebuah metode penyaringan suatu populasi kerja yang beresiko menyebabkan gangguan pada anggota tubuh,

2. Mengidentifikasi usaha otot yang berhubungan dengan postur kerja, penggunaan tenaga dan kerja yang berulang-ulang yang dapat menimbulkan kelelahan (fatigue) otot,

3. Memberikan hasil yang dapat digabungkan dengan sebuah metode penilaian ergonomi, yaitu epidemiologi, fisik, mental, lingkungan dan faktor organisasi.

LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA

75

Untuk melakukan penilaian postur dan pergerakan kerja dengan menggunakan metode REBA melalui tahapan–tahapan sebagai berikut (Hignett dan McAtamney, 2000) :

1. Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dari leher, punggung, lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan dengan merekam atau memotret postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan supaya peneliti mendapatkan data postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil rekaman dan hasil foto bisa didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan serta analisis selanjutnya.

2. Penentuan sudut–sudut dari bagian tubuh pekerja. Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja dilakukan perhitungan besar sudut dari masing – masing segmen tubuh yang meliputi punggung (batang tubuh), leher, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan kaki. Pada metode REBA segmen – segmen tubuh tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu grup A dan B. Grup A meliputi punggung (batang tubuh), leher dan kaki. Sementara grup B meliputi lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Dari data sudut segmen tubuh pada masing–masing grup dapat diketahui skornya, kemudian dengan skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A untuk grup A dan tabel B untuk grup B agar diperoleh skor untuk masing–masing tabel.

Berikut merupakan tabel A dan tabel B untuk skoring pada metode REBA : Tabel 2.4 Tabel A pada Metode REBA

Sumber: Nur W,2009,http://nur-w.blogspot.com/2009/05/rapid-entire-body-assessment-reba.html.

Tabel 2.5 Tabel B pada Metode REBA

Sumber: Nur W,2009,http://nur-w.blogspot.com/2009/05/rapid-entire-body-assessment-reba.html.

LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA

76

Tabel 2.6 Tabel C pada Metode REBA

Sumber: Nur W,2009,http://nur-w.blogspot.com/2009/05/rapid-entire-body-assessment-reba.html.

Tabel 2.7 Level Resiko dan Tindakan

Sumber: Nur W,2009,http://nur-w.blogspot.com/2009/05/rapid-entire-body-assessment-reba.html. Langkah-langkah yang diperlukan dalam menerapkan metode REBA, antara lain:

1. Mengambil data gambar posisi tubuh ketika bekerja.

2. Menentukan bagian-bagian tubuh yang akan diamati, antara lain batang tubuh, pergelangan tangan, leher, kaki, lengan atas, dan lengan bawah.

3. Penentuan nilai untuk masing-masing postur tubuh dan penentuan activity score.

4. Penjumlahan nilai dari masing-masing kategori untuk memperoleh nilai REBA.

5. Penentuan level resiko dan pengambilan keputusan untuk perbaikan. 6. Membuat desain metode, fasilitas dan lingkungan kerja.

7. Implementasi dan evaluasi desain metode, fasilitas, dan lingkungan kerja.

8. Penilaian ulang dengan menggunakan metode REBA untuk desain baru yang telah diimplementasikan.

9. Evaluasi perbandingan nilai REBA untuk kondisi sebelum dan setelah implementasi desain perbaikan.

LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA

77

Keuntungan dari metode REBA, antara lain:

1. Metode ini dapat menganalisa pekerjaan berdasarkan posisi tubuh dengan cepat.

2. Menganalisa faktor-faktor resiko yang ada dalam melakukan pekerjaan.

3. Metode ini cukup peka untuk menganalisa pekerjaan dan beban kerja berdasarkan posisi tubuh ketika bekerja.

4.

Teknik penilaian membagi tubuh kedalam bagian-bagian tertentu yang kemudian diberi kode-kode secara individual berdasarkan bidang-bidang geraknya untuk kemudian diberikan nilai.

Gambar 2.17 REBA Employee Assesment Worksheet

Sumber : Anonim,2005,http://www.google.co.id/its.ac.id/16624005-fisiologi.pdf. 2.9.4 Metode OWAS

Ovako Work Posture Analysis System (OWAS) dimulai pada tahun tujuh puluhan di perusahaan Ovako Oy Finlandia (sekarang Fundia Wire). Metode ini dikembangkan oleh Karhu dan kawan-kawannya di Laboratorium Kesehatan Buruh Finlandia (Institute of Occupational Health). Lembaga ini mengkaji tentang pengaruh sikap kerja terhadap gangguan kesehatan seperti sakit pada

LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA

78

punggung, leher, bahu, kaki, lengan, dan rematik. Penelitian tersebut memfokuskan hubungan antara postur kerja dengan berat beban.

Metode ini sesuai dengan penelitian tentang sikap kerja yang mencakup pergerakan tubuh secara keseluruhan (Darmawan dan Hermawati, 2004). Metode OWAS juga sesuai dengan penelitian yang mengidentifikasi sikap kerja dinamis yang berbahaya ketika para pekerja sedang melakukan pekerjaan (Coutney Dkk, 1998). Sehingga dapat dikatakan bahwa metode OWAS ini berguna untuk memperbaiki kondisi pekerja dalam bekerja , sehingga perfomance kerja dapat ditingkatkan terus . Hasil yang diperoleh dari metode OWAS digunakan untuk merancang metode perbaikan kerja guna meningkatkan produktifitas. Metode ini dapat diterapkan pada suatu area : 1. Pembangunan stasiun kerja atau sebuah metode kerja, untuk mengurangi beban gangguan

otot (musculoskeletal) agar lebih nyaman dan lebih produktif. 2. Pengukuran ergonomi untuk beban postur

3. Pelayanan kesehatan yang mengalami sakit dalam suatu pekerjaan

Prosedur OWAS dilakukan dengan melakukan observasi untuk mengambil data postur, beban, fase kerja untuk kemudian dibuat kode berdasarkan data tersebut. Evaluasi penilaian didasarkan pada skor dari tingkat bahaya postur kerja yang ada dan selanjutnya dihubungkan dengan kategori tindakan yang harus diambil.

Metode ini mengkodekan sikap (postur) kerja pada bagian punggung (belakang), tangan, kaki, dan berat beban. Setiap postur tubuh tersebut terdiri dari 4 postur bagian belakang, 3 postur lengan, 7 postur kaki, sedangkan berat beban yang dikerjakan juga dilakukan penilaian mengandung 3 skala poin.

Klasifikasi sikap dan kriteria OWAS tersebut digambarkan seperti gambar di bawah ini: 1. Bagian Belakang (Back)

Membungkuk : Penilaian sikap kerja diklasifikasikan membungkuk jika terjadi sudut yang terbentuk pada punggung minimal sebesar 20o atau lebih. Begitu pula sebaliknya jika perubahan sudut kurang dari 20o, maka dinilai tidak membungkuk. Adapun posisi leher dan kaki tidak termasuk dalam penilaian batang tubuh (punggung).Berikut ini gambar postur tubuh bagian belakang :

Gambar 2.18 Postur tubuh bagian belakang (Back)

LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA

79

Tabel 2.8 Skor Postur Tubuh Bagian Belakang

Pergerakan Skor

Lurus atau tegak 1

Bungkuk ke depan 2

Miring ke samping 3

Bungkuk ke depan dan miring ke

samping 4

Sumber : Alexander San Lohat, 2009, http://gurumuda.com/bse/metode-analisa -postur-kerja-owas.

2. Bagian Lengan (Arms)

Yang dimaksud sebagai lengan adalah dari lengan atas sampai tangan. Penilaian terhadap posisi lengan yang perlu diperhatikan adalah posisi tangan.

Gambar 2.19 Postur tubuh bagian lengan

Sumber : Alexander San Lohat, 2009, http://gurumuda.com/bse/metode-analisa-postur-kerja-owas. Tabel 2.9 Skor Postur Tubuh Bagian Lengan

Pergerakan Skor

Kedua tangan di bawah bahu 1

Satu tangan pada atau di atas bahu 2` Kedua tangan pada atau di atas bahu 3

Sumber : Alexander San Lohat, 2009 http://gurumuda.com/bse/metode-analisa-postur-kerja-owas.

3. Bagian Kaki (Legs) Berikut sikap :

a. Duduk, pada sikap ini adalah duduk dikursi dan semacamnya.

b. Berdiri bertumpu pada kedua kaki lurus adalah kedua kaki dalam posisi lurus atau tidak bengkok dimana beban tubuh menumpu kedua kaki.

c. Berdiri bertumpu pada satu kaki lurus adalah beban tubuh bertumpu pada satu kaki yang lurus (menggunakan saru pusat gravitasi lurus), dan satu kaki yang lain dalam keadaan menggantung (tidak menyentuh lantai). Dalam hal ini kaki yang menggantung untuk menyeimbangkan tubuh dan bila jari kaki yang menyentuh lantai termasuk sikap ini.

LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA

80

d. Berdiri bertumpu pada kedua kaki dengan lutut ditekuk Pada sikap ini adalah keadaan poatur setengah duduk yang yelah umum diketahui yaitu keadaan lutut ditekuk dan beban tubuh bertumpu pada kedua kaki.

e. Berdiri bertumpu pada satu kaki dengan lutut ditekuk Pada sikap ini dalam keadaan ini berat tubuh bertumpu pada satu kaki dengan lutut ditekuk (menggunakan pusat gravitasi pada satu kaki dengan lutut ditekuk).

f. Berlutut pada satu atau kedua lutut, pada sikap ini dalam keadaan satu atau kedua lutut menempel pada lantai.

g. Berjalan, pada sikap ini adalah gerakan kaki yang dilakukan termasuk gerakan ke depan, belakang, menyamping, dan naik turun tangga.

Gambar 2.20 Postur tubuh bagian kaki

Sumber : Alexander San Lohat, 2009http://gurumuda.com/bse/metode-analisa-postur-kerja-owas. Tabel 2.10 Skor Postur Tubuh Bagian Kaki

Pergerakan Skor

Duduk 1

Berdiri dengan kedua kaki lurus 2

Berdiri dengan bertumpu pada satu kaki lurus 3 Berdiri atau jongkok dengan kedua lutut 4 Berdiri atau jongkok dengan satu lutut 5 Berlutut pada satu atau dua lutut 6

Berjalan atau bergerak 7

Sumber : Alexander San Lohat, 2009 http://gurumuda.com/bse/metode-analisa-postur-kerja-owas.

4. Beban (Load)

Dalam hal ini yang membedakan adalah berat beban yang diterima dalam satuan kilogram (Kg). Berat beban yang diangkat lebih kecil atau sama dengan 10 kg lebih besar dari 10 Kg dan lebih kecil atau sama dengan 20 Kg, lebih besar dari 20 Kg.

LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA

81

Tabel 2.11 Skor Berat Beban (Load)

Beban Skor

<10 kg (kurang dari 10 kilogram) 1

<20 kg (lebih dari 10 kilogram dan kurang dari 20 kilogram) 2

>20 kg (lebih dari 20 kilogram) 3

Sumber : Alexander San Lohat, 2009http://gurumuda.com/bse/metode-analisa-postur-kerja-owas. Hasil dari analisa sikap kerja OWAS terdiri dari empat level skala sikap kerja yang berbahaya bagi para pekerja. Berikut ini merupakan kategori tindakan kerja OWAS secara keseluruhan, berdasarkan kombinasi klasifikasi sikap dari punggung, lengan, kaki, dan beban berat :

a. Kategori 1 : Pada sikap ini tidak menimbulkan masalah pada sistem musculoskeletal dan tidak diperlukan perbaikan.

b. Kategori 2 : Pada sikap ini berbahaya pada sistem musculoskeletal (sikap kerja mengakibatkan pengaruh ketegangan yang signifikan) dan perlu dilakukan perbaikan di masa yang akan datang.

c. Kategori 3 : Pada sikap ini berbahaya bagi sistem musculoskeletal (sikap kerja mengakibatkan pengaruh ketegangan yang sangat signifikan) dan perlu perbaikan sesegera mungkin.

d. Kategori 4 : Pada sikap ini berbahaya bagi sistem musculoskeletal (sikap ini mengakibatkan resiko yang jelas) dan perlu perbaikan secara langsung atau saat itu juga. Berikut merupakan contoh tabel untuk menganalisa pergerakan :

Tabel 2.12 Kategori Tindakan Kerja OWAS

Sumber : Alexander San Lohat, 2009 http://gurumuda.com/bse/metode-analisa-postur-kerja-owas.

Tabel di atas menjelaskan mengenai klasifikasi postur-postur kerja ke dalam kategori tindakan.

Dalam dokumen MODUL Biomekanika (Halaman 23-38)

Dokumen terkait