LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
45
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penanganan material secara manual seperti pengangkutan proses produksi yang menggunakan tenaga manusia masih banyak digunakan di sebagian perusahaan di indonesia. Selain mudah untuk dilakukan, pengangkutan material secara manual juga tidak mengeluarkan biaya penanganan yang terlalu tinggi. Namun terkadang perusahaan lupa untuk memperhatikan akibat dari pengangkutan material secara manual tersebut bagi kenyamanan dan kesehatan pekerja atau operator. Pada saat melakukan pekerjaan para pekerja sering merasakan keluhan pada bagian-bagian tertentu. Hal ini akan mempengaruhi kemampuan pekerja dalam melakukan aktivitasnya. Tingginya tingkat cedera akibat aktivitas pengangkatan dan pemindahan beban akan berdampak buruk bagi perusahaan yaitu berupa penurunan produktivitas kerja perusahaan melalui beban biaya pengobatan yang besar.
Tubuh manusia dirancang untuk melakukan aktivitas serhari-hari, adanya masa otot yang bobotnya lebih dari separuh tubuh memungkinkan manusia untuk dapat menggerakkan tubuh dan melakukan kerja. Dari sudut pandang ergonomi, setiap beban kerja yang diterima oleh seseorang harus sesuai dan seimbang terhadap kemampuan fisik, koknitif, maupun keterbatasan manusia menerima beban tersebut. Biomekanika adalah ilmu yang menggunakan hukum-hukum fisika dan konsep- konsep mekanika untuk mendeskripsikan gerakan dan gaya pada berbagai macam bagian tubuh ketika melakukan aktivitas. Faktor ini sangat berhubungan dengan pekerjaan yang bersifat material handling, seperti pengangkatan dan pemindahan secara manual, atau pekerjaan lain yang dominan menggunakan otot tubuh. Meskipun kemajuan teknologi telah banyak membantu aktivitas manusia, namun tetap saja ada beberapa pekerjaan manual yang tidak dapat dihilangkan dengan pertimbangan biaya maupun kemudahan. Pekerjaan ini membutuhkan usaha fisik sedang hingga besar dalam durasi waktu kerja tertentu.
Biomekanika merupakan studi tentang karakteristik - karakteristik tubuh manusia dalam istilah mekanik. Biomekanika dioperasikan pada tubuh manusia baik saat tubuh dalam keadaan statis ataupun dalam keadaan dinamis. Contoh dari penerapan ilmu biomekanika adalah untuk menjelaskan efek getaran dan dampak yang timbul akibat kerja, menyelidiki karakteristik kolom tulang belakang, menguji penggunaan alat prosthetic, dan lain-lain.
1.2 Tujuan Praktikum 1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan praktikum ini adalah sebagai berikut :
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
46
2. Menggunakan konsep RULA, REBA, dan OWAS dalam mendeteksi postur kerja atau faktor resiko dalam suatu pekerjaan,
3. Mampu melakukan pengukuran kerja fisik dan memanfaatkannya dalam perancangan metode kerja berdasarkan prinsip-prinsip biomekanika,
4. Mengetahui besar beban kerja pada saat mengangkat beban kerja secara manual,
5. Mampu memahami keterbatasan manusia terhadap beban kerja yang dibebankan pada anggota tubuh manusia,
6. Mengetahui alat-alat yang digunakan dalam pengukuran kerja fisik berdasarkan prinsip-prinsip biomekanika.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari praktikum ini adalah sebagai berikut :
1. Mampu menaksir skor dan menganalisa postur kerja dengan metode RULA, REBA, dan OWAS, 2. Mampu menganalisa tingkat kecelakaan yang mungkin terjadi yang diakibatkan oleh postur
kerja tertentu,
3. Mampu mengaplikasikan metode RWL (Recommended Weight Limit) dan LI (Lifting Index) dalam menghitung beban kerja pada saat mengangkat beban kerja secara manual,
4. Mampu menganalisa perbaikan system kerja, merancang gerakan pemindahan benda kerja yang ergonomis, melakukan perbaikan dalam postur kerja, dan memberikan rekomendasi metode kerja yang lebih baik dari metode yang sudah ada.
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
47
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi BiomekanikaBiomekanika adalah ilmu yang menggunakan hukum-hukum fisika dan konsep-konsep mekanika untuk mendeskripsikan gerakan dan gaya pada berbagai macam bagian tubuh ketika melakukan aktivitas. Biomekanika merupakan salah satu dari empat bidang penelitian informasi hasil ergonomi. Yaitu penelitian tentang kekuatan fisik manusia yang mencakup kekuatan atau daya fisik manusia ketika bekerja dan mempelajari bagaimana cara kerja serta peralatan harus dirancang agar sesuai dengan kemampuan fisik manusia ketika melakukan aktivitas kerja tersebut. Dalam biomekanik ini banyak disiplin ilmu yang mendasari dan berkaitan untuk dapat menopang perkembangan biomekanik. Disiplin ilmu ini tidak terlepas dari kompleksnya masalah yang ditangani oleh biomekanik ini. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat bagan (Gambar 2.1) di bawah ini:
Gambar 2.1 Diagram Ilmu Biomekanika Sumber: Contini dan Drill, 1966
Faktor ini sangat berhubungan dengan pekerjaan yang bersifat material handling, seperti pengangkatan dan pemindahan secara manual, atau pekerjaan lain yang dominant menggunakan otot tubuh. Meskipun kemajuan teknologi telah banyak membantu aktivitas manusia, namun tetap
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
48
saja ada beberapa pekerjaan manual yang tidak dapat dihilangkan dengan pertimbangan biaya maupun kemudahan. Pekerjaan ini membutuhkan usaha fisik sedang hingga besar dalam durasi waktu kerja tertentu, misalnya penanganan atau pemindahan material secara manual. Usaha fisik ini banyak mengakibatkan kecelakaan kerja ataupun low back pain, yang menjadi isu besar di negara-negara industri belakangan ini. Biomekanika merupakan studi tentang karakteristik-karakteristik tubuh manusia dalam istilah mekanik. Biomekanika dioperasikan pada tubuh manusia baik saat tubuh dalam keadaan statis ataupun dalam keadaan dinamis. Contoh dari penerapan ilmu biomekanika adalah untuk menjelaskan efek getaran dan dampak yang timbul akibat kerja, menyelidiki karakteristik kolom tulang belakang, menguji penggunaan alat prosthetic, dll.
2.2 Konsep Biomekanika
Biomekanika diklasifikasikan menjadi dua, yaitu general biomechanics dan occupational biomechanics.
2.2.1 General Biomechanic
Adalah bagian dari Biomekanika yang berbicara mengenai hukum–hukum dan konsep–konsep dasar yang mempengaruhi tubuh organik manusia baik dalam posisi diam maupun bergerak
general biomechanics dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Biostatics adalah bagian dari biomekanika umum yang hanya menganalisis tubuh pada posisi diam atau bergerak pada garis lurus dengan kecepatan seragam (uniform).
2. Biodinamic adalah bagian dari biomekanik umum yang berkaitan dengan gambaran gerakan– gerakan tubuh tanpa mempertimbangkan gaya yang terjadi (kinematik) dan gerakan yang disebabkan gaya yang bekerja dalam tubuh (kinetik) (Tayyari, 1997).
2.2.2 Occupational Biomechanic
Didefinisikan sebagai bagian dari biomekanik terapan yang mempelajari interaksi fisik antara pekerja dengan mesin, material dan peralatan dengan tujuan untuk meminimumkan keluhan pada sistem kerangka otot agar produktifitas kerja dapat meningkat. Setelah melihat klasifikasi diatas maka dalam praktikum kita ini dapat kita kategorikan dalam Biomekanik Occupational Biomechanic. Untuk lebih jelasnya disini akan kita bahas tentang anatomi tubuh yang menjadi dasar perhitungan dan penganalisaan biomekanik. Dalam biomekanik ini banyak melibatkan bagian bagian tubuh yang berkolaborasi untuk menghasilkan gerak yang akan dilakukan oleh organ tubuh yakni kolaborasi antara tulang, jaringan penghubung (Connective Tissue) dan otot.
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
49
2.3 Prinsip-prinsip Biomekanika
Dasar dari prinsip kerja Biomekanika adalah Hukum Newton yang terdiri dari: 1. Hukum I Newton
Bunyi Hukum I Newton: Selama jumlah gaya yang bekerja pada sebuah benda sama dengan nol (ΣF = 0) maka benda akan berada dalam keadaan diam atau bergerak secara lurus beraturan (Kecepatannya konstan).
Konsep dari hukum ini dikenal dengan kelembaman (Inersia) yaitu sifat suatu benda untuk cenderung mempertahankan kedudukannya. Benda yang diam cenderung untuk diam dan benda yang bergerak cenderung untuk terus bergerak. Contoh: ketika tubuh dalam keadaan istirahat semua otot dan organ lain juga dalam keadaan relaks. Maka ketika kita akan menggerakkannya harus dimulai dari perlahan lahan (perlu pemanasan). Jika secara tiba-tiba digerakkan maka kemungkinan akan mengakibatkan cedera pada organ tersebut.
2. Hukum II Newton
Jika sebuah benda diberikan gaya maka benda tersebut akan bergerak dan mengalami Percepatan. Percepatan gerak sebuah benda berbanding lurus dengan besarnya gaya yang bekerja dan berbanding terbalik dengan besar masanya.
F = m.a
F = gaya (newton) m = massa (kilogram)
a = percepatan (meter/sekon2)
Konsep berat sama dengan gaya grafitasi berat merupakan hasil kali antara masa dengan percepatan grafitasi (w = mg). Contoh: Gaya otot yang diperlukan akan lebih besar ketika mengangkat beban yang berat dibandingkan dengan ketika mengangkat beban yang ringan, ketika mendorong sebuah sebuah kereta pasien atau kursi dorong gaya yang diperlukan lebih besar ketika mendorong pasien yang berbadan besar dibandingkan dengan ketika mendorong pasien yang bertubuh kecil.
3. Hukum III Newton
Jika sebuah benda melakukan gaya pada benda lain maka benda tersebut akan mendapatkan balasan gaya yang besarnya sama tetapi arahnya berlawanan. Hukum ini dikenal dengan hukum aksi dan reaksi. Contoh: ketika telapak kaki menginjak tanah dan mendorong kearah belakang maka tanah akan membalas dengan memberikan gaya yang besarnya dengan arah kedepan sehingga badan akan terdorong maju.
Prinsip-prinsip biomekanika dalam pengangkatan beban:
1. Sesuaikan berat dengan kemapanan pekerja dengan mempertimbangkan frekuensi pemindahan.
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
50
3. Ubahlah aktivitas jika mungkin sehingga lebih mudah, ringan dan tidak berbahaya.
4. Minimasi jarak horizontal gerakan antara tempat mulai dan berakhir pada pemindahan barang. 5. Material terletak tidak lebih tinggi dari bahu.
6. Kurangi frekuensi pemindahan. 7. Berikan waktu istirahat.
8. Berlakukan rotasi kerja terhadap pekerjaan yang sedikit membutuhkan tenaga.
9. Rancang kontainer agar mempunyai pegangan yang dapat dipegang dekat dengan tubuh. 10. Benda yang berat ditempatkan setinggi lutut agar dalam pemindahan tidak menimbulkan
cidera punggung.
Dalam biomekanika, banyak melibatkan bagian-bagian tubuh yang berkolaborasi untuk menghasilkan gerak yang akan dilakukan oleh organ tubuh.
2.4 Manual Material Handling
Meskipun telah banyak mesin yang digunakan pada berbagai industri untuk mengerjakan tugas pemindahan, namun jarang terjadi otomasi sempurna di dalam industri. Disamping pula adanya pertimbangan ekonomis seperti tingginya harga mesin otomasi atau juga situasi praktis yang hanya memerlukan peralatan sederhana. Sebagai konsekuensinya adalah melakukan kegiatan manual di berbagai tempat kerja. Bentuk kegiatan manual yang dominan dalam industri adalah
Manual Material Handling (MMH).
Definisi Manual Material Handling (MMH) adalah suatu kegiatan transportasi yang dilakukan oleh satu pekerja atau lebih dengan melakukan kegiatan pengangkatan, penurunan, mendorong, menarik, mengangkut, dan memindahkan barang. Selama ini pengertian MMH hanya sebatas pada kegiatan lifting dan lowering yang melihat aspek kekuatan vertikal. Padahal kegiatan MMH tidak terbatas pada kegiatan tersebut diatas, masih ada kegiatan pushing. Kegiatan MMH yang sering dilakukan oleh pekerja di dalam industri antara lain:
1. Kegiatan pengangkatan benda (Lifting Task) 2. Kegiatan pengantaran benda (Carrying Task) 3. Kegiatan mendorong benda (Pushing Task) 4. Kegiatan menarik benda (Pulling Task)
Pemilihan manusia sebagai tenaga kerja dalam melakukan kegiatan penanganan material bukanlah tanpa sebab. Penanganan material secara manual memiliki beberapa keuntungan sebagai berikut:
1. Fleksibel dalam gerakan sehingga memberikan kemudahan pemindahan beban pada ruang terbatas dan pekerjaan yang tidak beraturan.
2. Untuk beban ringan akan lebih murah bila dibandingkan menggunakan mesin. Tidak semua material dapat dipindahkan dengan alat.
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
51
Beberapa parameter yang harus diperhatikan dalam manual material handling adalah sebagai berikut:
1. Beban yang harus diangkat
2. Perbandingan antara berat beban dan orangnya 3. Jarak horizontal dari beban terhadap orangnya
4. Ukuran beban yang akan diangkat (beban yang berdimensi besar akan mempunyai jarak CG (Center of Gravity) yang lebih jauh dari tubuh dan bisa mengganggu jarak pandangnya).
2.5 Faktor Resiko dan Bahaya Resiko
Dalam pemidahan material secara manual terdapat faktor resiko dan bahaya resiko, yaitu sebagai berikut:
2.5.1 Faktor Resiko
Beberapa faktor yang berpengaruh dalam pemindahan material adalah sebagai berikut: 1. Berat beban yang harus diangkat dan perbandingannya terhadap berat badan operator. 2. Jarak horizontal dan beban relatif terhadap operator.
3. Ukuran beban yang harus diangkat (beban yang berukuran besar) akan memiliki pusat massa (center of gravity) yang letaknya jauh dari badan operator, hal tersebut akan menghalangi pandangan operator.
4. Ketinggian beban yang harus diangkat dan jarak perpindahan beban (mengangkat beban dari permukaan lantai akan relatif lebih sulit daripada mengangkat beban dari ketinggian permukaan pinggang).
5. Beban puntir (twisting load) pada badan operator selama aktivitas angkat beban.
6. Prediksi terhadap berat beban yang diangkat. Hal ini adalah untuk mengantisipasi beban yang lebih berat dari yang diperkirakan.
7. Stabilitas beban yang diangkat. 8. Kemudahan untuk dijangkau pekerja.
9. Berbagai macam rintangan yang menghalangi ataupun keterbatasan postur tubuh yang berada pada suatu tempat kerja.
10. Kondisi kerja yang meliputi: pencahayaan, tempetatur, kebisingan dan kelicinan lantai. 11. Frekuensi angkat yaitu banyaknya aktivitas angkat.
12. Metode angkat yang benar (tidak boleh mengangkat beban secara tiba-tiba). 13. Tidak terkoordinasinya kelompok kerja (lifting team).
14. Diangkatnya suatu beban dalam suatu periode. Hal ini adalah sama dengan membawa beban pada jarak tertentu dan memberi beban pada vertebral disc (VD) dan intervertebral disc (ID) pada vertebral colomn di daerah punggung.
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
52
2.5.2 Bahaya Resiko
Faktor resiko terpenting dari pengabaian faktor ergonomi dalam tempat kerja adalah MSD’s (Muscoloskeletal Disorders). MSD’s ini memungkinkan timbul dalam waktu yang cukup lama (adanya kumulatif resiko). Adapun faktor-faktor komulatif yang menyebabkan resiko tersebut, yaitu:
1. Repetitive Motion
Melakukan gerakan yang sama berulang-ulang. Resiko yang timbul bergantung dari berapa kali aktivitas tersebut dilakukan, kecepatan dalam gerakan / perpindahan, dan banyaknya otot yang terlibat dalam kerja tersebut.
Gerakan yang berulang-ulang ini akan menimbulkan ketegangan pada syaraf dan otot yang berakumulatif. Dampak resiko ini akan semakin meningkat jika dilakukan denga postur yang kaku dan penggunaan usaha yang terlalu besar.
2. Awkward Postures
Sikap tubuh sangat menentukan sekali pada tekanan yang diterima otot pada saat aktivitas dilakukan. Awkward postures meliputi repetitif reaching, twisting, bending, kneeling, squatting, working overhead dengan tangan atau lengan, dan menahan benda dengan posisi tetap. Sebagai contoh terdapat tekanan yang berlebih pada bagian low back dalam aktivitas mengangkat benda, yang ditunjukkan pada gambar berikut.
Gambar 2.2 Awkward Postures
Sumber : Anonim, 2007, http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/s1/tmi/2007/jiunkpe-ns-s1-2007-25403095-9066-welding_line-chapter2.pdf.
3. Contact Stresses
Tekanan pada bagian tubuh karena sisi tepi atau ujung dari benda yang berkontak langsung. Hal ini dapat menghambat fungsi kerja syaraf maupun aliran darah.
Contohnya: kontak yang berulang-ulang dengan sisi yang keras atau tajam pada meja secara kontinu.
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
53
Gambar 2.3 Contact Stresses
Sumber : Anonim, 2007, http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/s1/tmi/2007/jiunkpe-ns-s1-2007-25403095-9066-welding_line-chapter2.pdf.
4. Vibration
Getaran ini terjadi ketika spesifik bagian dari tubuh atau seluruh tubuh kontak dengan benda yang bergetar seperti penggunaan power handtool dan pengoperasian forklift mengangkat beban.
Gambar 2.4 Hand-Arm Vibration
Sumber : Anonim, 2007, http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/s1/tmi/2007/jiunkpe-ns-s1-2007-25403095-9066-welding_line-chapter2.pdf.
Gambar 2.5 Whole Body Vibration
Sumber : Anonim, 2007,http://digilib.petra.ac.id/jiun kpe/s1/tmi/2007/jiunkpe-ns-s1-2007-25403095-9066-welding_line-chapter2.pdf.
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
54
5. Forcefull Exertions (termasuk lifting, pushing, pulling)
Force adalah jumlah usaha fisik yang digunakan untuk melakukan pekerjaan seperti mengangkat benda berat. Jumlah tenaga bergantung pada tipe pegangan yang digunakan, berat objek, durasi aktivitas, postur tubuh, dan jenis aktivitasnya.
Gambar 2.6 Lifting Bulky Loads
Sumber : Anonim, 2007, http://digilib.petra.ac.id/jiunkpe/s1/tmi/2007/jiunkpe-ns-s1-2007-25403095-9066-welding_line-chapter2.pdf.
6. Duration
Durasi menunjukkan jumlah waktu yang digunakan dalam melakukan pekerjaan. Semakin lama durasi dalam melakukan pekerjaan yang sama, maka akan semakin tinggi resiko yang diterima dan semakin lama juga waktu yang diperlukan untuk pemulihan tenaga pekerja.
7. Kondisi lain, seperti:
a. Temperatur dingin atau panas b. Jam istirahat untuk pemulihan c. Dan lain-lain
2.6 Sistem Musculoskeletal
Pekerjaan penanganan material secara manual (Manual Material Handling) yang terdiri dari mengangkat, menurunkan, mendorong, menarik dan membawa merupakan sumber utama komplain karyawan di industri (Ayoub & Dempsey, 1999).Aktivitas manual material handling
(MMH) yang tidak tepat dapat menimbulkan kerugian bahkan kecelakaan pada karyawan. Akibat yang ditimbulkan dari aktivitas MMH yang tidak benar salah satunya adalah keluhan muskoloskeletal. Keluhan muskoloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam jangka waktu yang lama akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan inilah yang biasanya disebut sebagai muskoloskeletal disorder (MSDs) atau cedera pada sistem muskuloskeletal (Grandjean, 1993).
Tingginya tingkat cidera atau kecelakaan kerja selain merugikan secara langsung yaitu sakit yang diderita oleh pekerja, kecelakaan tersebut juga akan berdampak buruk terhadap kinerja
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
55
perusahaan yaitu berupa penurunan produktivitas perusahaan, baik melalui beban biaya pengobatan yang cukup tinggi dan juga ketidakhadiran pekerja serta penurunan dalam kualitas kerja.
2.6.1 Sistem Tulang dan Rangka
Tulang adalah alat untuk meredam dan mendistribusikan gaya/tegangan yang ada padanya. Tulang yang besar dan panjang berfungsi untuk memberikan perbandingan terhadap beban yang terjadi pada tulang tersebut. Kolaborasi antar tulang dapat menghasilkan gerakan yang dilakukan oleh organ tubuh. Tulang adalah alat untuk meredam dan mendistribusikan gaya/tegangan yang ada padanya. Tulang yang besar dan panjang berfungsi untuk memberikan perbandingan terhadap beban yang terjadi pada tulang tersebut. Dalam aplikasinya, biomekanik selalu berhubungan dengan kerangka manusia.
Gambar 2.7 Pandangan depan dan belakang dari sistem tulang manusia Sumber : Nurmianto, (2005:11)
Tulang juga selalu terikat dengan otot, dan jaringan penghubung (Connective Tissue) yakni ligamen,cartilage dan Tendon. Fungsi otot disini untuk menjaga posisi tubuh agar tetap sikap sempurna.
Untuk dapat memenuhi desain atau perancangan produk baru maka diperlukan suatu peralatan yang sesuai dengan kebutuhan manusia, sehingga dibutuhkan pengetahuan mengenai kerangka pada manusia, Hal ini dilakukan agar diketahui karakter kerangka manusia dan sistem otot yang menyertainya. Karakteristik otot terutama berkaitan dengan dimensi dan kapasitasnya.
Rangka-rangka yang ada pada manusia sebenarnya merupakan suatu hubungan atau garis-garis pada sistem pergerakan tubuh manusia ( link ), dimana pada rangka ini akan menempel
otot-LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
56
otot yang bekerja secara sinergis dan antagonis. Rangka pada manusia terdiri dari tulang-tulang yang bersatu membentuk sebuah sistem pergerakan yang dikendalikan oleh otot. Rangka ini berfungsi sebagai alat untuk meredam dan mendistribusi gaya atau tegangan yang ada.
2.6.2 Sistem Otot
Membahas masalah otot striatik yaitu otot sadar. Otot terbentuk atas visber (fibre), dengan ukuran panjang dari 10-40 mm dan berdiameter 0,01 - 0,1 mm dan sumber energi otot berasal dari pemecahan senyawa kaya energi melalui proses aerob maupun anaerob.
1. Anaerobic
Yaitu proses perubahan ATP menjadi ADP dan energi tanpa bantuan oksigen. Glikogen yang terdapat dalam otot terpecah menjadi energi, dan membentuk asam laktat. Dalam proses ini asam laktat akan memberikan indikasi adanya kelelahan otot secara lokal, karena kurangnya jumlah oksigen yang disebabkan oleh kurangnya jumlah suplai darah yang dipompa dari jantung. Misalnya jika ada gerakan yang sifatnya tiba-tiba (mendadak), lari jarak dekat (sprint), dan lain sebagainya. Sebab lain adalah karena pencegahan kebutuhan aliran darah yang mengandung oksigen dengan adanya beban otot statis. Ataupun karena aliran darah yang tidak cukup mensuplai oksigen dan glikogen akan melepaskan asam laktat.
2. Aerobic
Yaitu proses perubahan ATP menjadi ADP dan enegi dengan bantuan oksigen yang cukup. Asam laktat yang dihasilkan oleh kontraksi otot dioksidasi dengan cepat menjadi CO2 dan H2O
dalam kondisi aerobic. Sehingga beban pekerjaan yang tidak terlalu melelahkan akan dapat berlangsung cukup lama. Di samping itu aliran darah yang cukup akan mensuplai lemak, karbohidrat dan oksigen ke dalam otot. Akibat dari kondisi kerja yang terlalu lama akan menyebabkan kadar glikogen dalam darah akan menurun drastis di bawah norma, dan kebalikannya kadar asam laktat akan meningkat, dan jika sudah demikian maka cara terbaik adalah menghentikan pekerjaan, kemudian istirahat dan makan makanan yang bergizi untuk membentuk kadar gula dalam darah.
Hal tersebut di atas adalah merupakan proses kontraksi otot yang telah disederhanakan analisa pembangkit energinya, dan sekaligus menandakan arti pentingnya aliran darah untuk otot.
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
57
Gambar 2.8 Struktur Otot Manusia Sumber: Nurmianto, 2005:14 2.6.3 Sistem Persendian
Persendian (artikulasi) merupakan hubungan antartulang sehingga tulang dapat digerakkan. Beberapa komponen penunjang sendi adalah sebagai berikut:
1. Kapsula sendi adalah lapisan berserabut yang melapisi sendi. Di bagian dalamnya terdapat rongga.
2. Ligamen (ligamentum) adalah jaringan pengikat yang mengikat luar ujung tulang yang saling membentuk persendian. Ligamentum juga berfungsi mencegah dislokasi.
3. Tulang rawan hialin (kartilago hialin) adalah jaringan tulang rawan yang menutupi kedua ujung tulang. Berguna untuk menjaga benturan.
4. Cairan sinovial adalah cairan pelumas pada kapsula sendi. Ada berbagai macam tipe persendian, yaitu:
1. Sinartrosis
Sinartrosis adalah persendian yang tidak memperbolehkan pergerakan. Dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
a. Sinartrosis sinfibrosis
Sinartrosis yang tulangnya dihubungkan jaringan ikat fibrosa. Contoh: persendian tulang tengkorak.
b. Sinartrosis sinkondrosis
Sinartrosis yang dihubungkan oleh tulang rawan. Contoh: hubungan antarsegmen pada tulang belakang.
2. Diartrosis
Diartrosis adalah persendian yang memungkinkan terjadinya gerakan. Dapat dikelompokkan menjadi:
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
58
a. Sendi peluru
Persendian yang memungkinkan pergerakan ke segala arah. Contoh: hubungan tulang lengan atas dengan tulang belikat.
b. Sendi pelana
Persendian yang memungkinkan beberapa gerakan rotasi, namun tidak ke segala arah. Contoh: hubungan tulang telapak tangan dan jari tangan.
c. Sendi putar
Persendian yang memungkinkan gerakan berputar (rotasi). Contoh: hubungan tulang tengkorak dengan tulang belakang I (atlas).
d. Sendi luncur
Persendian yang memungkinkan gerak rotasi pada satu bidang datar. Contoh: hubungan tulang pergerlangan kaki.
e. Sendi engsel
Persendian yang memungkinkan gerakan satu arah. Contoh: sendi siku antara tulang lengan atas dan tulang hasta.
3. Amfiartosis
Persendian yang dihubungkan oleh jaringan tulang rawan sehingga memungkinkan terjadinya sedikit gerakan.
a. Sindesmosis
Tulang dihubungkan oleh jaringan ikat serabut dan ligamen. Contoh:persendian antara fibula dan tibia.
b. Simfisis
Tulang dihubungkan oleh jaringan tulang rawan yang berbentuk seperi cakram. Contoh: hubungan antara ruas-ruas tulang belakang.
2.6.4 Keluhan Terhadap Sistem Muskuloskeletal
Pekerjaan penanganan material secara manual (Manual Material Handling) yang terdiri dari mengangkat, menurunkan, mendorong, menarik dan membawa merupakan sumber utama komplain karyawan di industri (Ayoub & Dempsey, 1999).Aktivitas manual material handling (MMH) yang tidak tepat dapat menimbulkan kerugian bahkan kecelakaan pada karyawan. Akibat yang ditimbulkan dari aktivitas MMH yang tidak benar salah satunya adalah keluhan muskoloskeletal. Keluhan muskoloskeletal adalah keluhan pada bagian-bagian otot
skeletal yang dirasakan oleh seseorang mulai dari keluhan yang sangat ringan sampai sangat sakit. Apabila otot menerima beban statis secara berulang dalam jangka waktu yang lama akan dapat menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon. Keluhan inilah yang biasanya disebut sebagai muskoloskeletal disorder (MSDs) atau cedera pada sistem
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
59
muskuloskeletal (Grandjean, 1993). Tingginya tingkat cidera atau kecelakaan kerja selain merugikan secara langsung yaitu sakit yang diderita oleh pekerja, kecelakaan tersebut juga akan berdampak buruk terhadap kinerja perusahaan yaitu berupa penurunan produktivitas perusahaan, baik melalui beban biaya pengobatan yang cukup tinggi dan juga ketidakhadiran pekerja serta penurunan dalam kualitas kerja.
Ada tiga keluhan utama yang sering dikeluhkan penderita yang mengalami gangguan muskuloskeletal, yaitu:
1. Perubahan bentuk (Deformitas) a. Bengkak
Pada umumnya terjadi karena radang, tumor, pasca trauma, dan lain-lain b. Bengkok, misalnya:
1) Varus, yaitu kelainan tulang bengkok keluar
2) Valgus, yaitu kelainan tulang bengkok ke dalam seperti kaki X 3) Genu varum, yaitu kaki seperti O
c. Pendek
Kelainan tulang yang dapat dibandingkan dengan kontralateral yang normal 2. Gangguan Fungsi (Disfungsi), yaitu penurunan/hilangnya fungsi
a. Afungsi (tidak bisa digerakkan sama sekali) b. Kaku (stiffness)
c. Cacat (disability)
d. Gerakan tak stabil (instability) 3. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat trauma sebelumnya
b. Riwayat infeksi tulang dan sendi seperti osteomielitis/arthritis c. Riwayat pembengkakan/tumor yang diderita
d. Riwayat kelainan kongenital muskuloskeletal seperti CTEV
e. Riwayat penyakit –penyakit diturunkan seperti skoliosis, dan lain-lain 2.7 Cidera
Cidera kerja adalah kecelakaan yang terjadi di tempat dan saat bekerja. Menurut Bird and Germain (1990), cidera kerja adalah kejadian tidak diharapkan yang mengakibatkan kesakitan (cidera dan korban jiwa) pada pekerja/orang.
Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 3 tahun 1998 tentang Tata Cara Pelaporan dan Pemeriksaan Kecelakaan, kecelakaan adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda. Tempat kerja merupakan ruangan atau lapangan tertutup atau terbuka, bergerak atau di mana tenaga kerja
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
60
bekerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan usaha dan di mana terdapat sumber cahaya.
2.7.1 Faktor Resiko Cidera
Faktor resiko diasosiasikan dengan jumlah tugas yang dapat menyebabkan cidera muskuloskeletal. Faktor resiko digunakan untuk menganalisa tugas manual (manual task). Manual task atau manual material handling memiliki interaksi yang kompleks antara pekerja dan lingkungan kerja. Cara penggolongan faktor resiko cidera di berbagai negara tidak sama. Namun ada kesamaan umum, faktor resiko kemudian dikategorikan menjadi tiga bagian yaitu :
1. Tekanan langsung kepada tubuh.
Hal ini meliputi faktor seperti tingkat tekanan pada muscular, postur/sikap kerja, pengulangan pekerjaan, getaran peralatan dan lama waktu kerja.
2. Kontribusi faktor resiko yang secara langsung mempengaruhi tuntutan kerja.
Hal ini meliputi layout area kerja, penggunaan alat, penangan beban. Jika komponen ini di desain ulang pengaruh dari tekanan dapat dikurangi.
3. Memodifikasi faktor resiko dapat memberi masukan pada perubahan sikap kerja sehingga akibat dari faktor resiko dapat dikurangi.
Cidera akibat kerja terjadi tanpa disangka-sangka dalam waktu sekejap mata. Benneth (1991) mengemukakan bahwa di dalam setiap kejadian cidera kerja, empat faktor bergerak dalam satu kesatuan berantai.
1. Faktor Manusia a. Umur
Usia muda relatif mudah terkena kecelakaan kerja dibandingkan dengan usia lanjut yang mungkin dikarenakan sikap ceroboh dan tergesa-gesa. Pengkajian usia dan cidera akibat kerja menunjukkan angka kecelakaan yang pada umumnya lebih rendah dengan bertambahnya usia, tetapi tingkat keparahan cidera dan penyembuhannya lebih serius. Angka kejadian cidera lebih tinggi pada pekerja muda yaitu kurang dari 24 tahun (<24 tahun) dibandingkan pada pekerja lanjut usia (WHO, 1993).
b. Jenis kelamin
Tingkat cidera akibat kerja pada perempuan akan lebih tinggi daripada laki-laki. Perbedaan kekuatan fisik antara perempuan dengan kekuatan fisik laki-laki adalah 65%. Secara umum, kapasitas kerja perempuan rata-rata sekitar 30 % lebih rendah daripada laki-laki. Tugas yang berkaitan dengan gerak berpindah dengan gerak berpindah, laki-laki mempunyai waktu reaksi lebih cepat daripada perempuan, baik pergerakan tangan, kaki, dan lengan.
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
61
c. Koordinasi otot
Koordinasi otot berpengaruh terhadap keselamatan pekerja. Diperkirakan kekakuan dan reaksi yang lambat berperan dalam terjadinya cidera kerja.
d. Kecenderungan cidera
Konsep populer dalam penyebab cidera adalah “accident prone theory”. Teori ini didasarkan pada pengamatan bahwa ada pekerja yang lebih besar mengalami cidera dibandingkan pekerja lainnya. Hal ini disebabkan karena ciri-ciri yang ada dalam pribadi yang bersangkutan.
e. Pengalaman kerja
Semakin banyak pengalaman kerja dari seseorang, maka semakin kecil kemungkinan terjadinya cidera akibat kerja. Pengalaman untuk kewaspadaan terhadap cidera kerja bertambah baik sesuai dengan usia, masa kerja atau lamanya bekerja di tempat yang bersangkutan.
f. Tingkat pendidikan
Pendidikan formal dan pendidikan non-formal akan mempengaruhi peningkatan pengetahuan pekerja dalam menerima informasi dan perubahan, baik secara langsung maupun tidak langsung. Tuntutan pekerjaan atau job requirements pada seorang pekerja adalah:
1) Pengetahuan (pengetahuan dasar dan spesifik tentang pekerjaan)
2) Fungsional (keterampilan dasar dan spesifik dalam mengerjakan suatu pekerjaan) 3) Afektif (kemampuan dasar dan spesifikasi dalam suatu pekerjaan)
g. Kelelahan
Kelelahan dapat menimbulkan kecelakaan kerja pada suatu industri. Kelelahan merupakan suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup lagi untuk melakukan aktivitasnya. Kelelahan ini ditandai dengan adanya penurunan fungsi-fungsi kesadaran otak dan perubahan pada organ di luar kesadaran. Kelelahan disebabkan oleh beberapa hal, antara lain kurang istirahat, terlalu lama bekerja, pekerjaan rutin tanpa variasi, lingkungan kerja yang buruk, serta adanya konflik. (Silalahi, 1991).
2. Faktor lingkungan
Lokasi/tempat kerja adalah tempat dilakukannya pekerjaan bagi suatu usah, dimana terdapat tenaga kerja yang bekerja, dan kemungkinan adanya bahaya kerja di tempat itu (Silalahi, 1991). Desain dari lokasi kerja yang tidak ergonomis dapat menimbulkan cidera kerja. Tempat kerja yang baik apabila lingkungan kerja aman dan sehat.
3. Faktor bahaya
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
62
Proses produksi adalah bagian dari perencanaan produksi. Langkah penting dalam perencanaan adalah memilih peralatan dan perlengkapan yang efektif sesuai dengan apa yang diproduksinya. Pada dasarnya peralatan/perlengkapan mempunyai bagian-bagian kritis yang dapat menimbulkan keadaan bahaya, yaitu :
a. Bagian fungsional b. Bagian operasional
Bagian mesin yang berbahaya harus ditiadakan dengan jalan mengubah konstruksi, memberi alat perlindungan. Peralatan dan perlengkapan yang dominan menyebabkan kecelakaan kerja, antara lain :
a. Peralatan/perlengkapan yang menimbulkan kebisingan
b. Peralatan/perlengkapan dengan penerangan yang tidak efektif
c. Peralatan/perlengkapan dengan temperatur tinggi ataupun terlalu rendah d. Peralatan/perlengkapan yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya e. Peralatan/perlengkapan dengan efek radiasi yang tinggi
f. Peralatan/perlengkapan yang tidak dilengkapi dengan pelindung, dll.
Sumber cidera kerja merupakan asal dari timbulnya kecelakaan, bisa berawal dari jenis peralatan/perlengkapannya, berawal dari faktor human error, dimana sumber dari kecelakaan merambat ke tempat-tempat lain, sehingga menimbulkan kecelakaan kerja.
2.7.2 Macam Cidera
Secara umum, terdapat tiga macam cidera dalam dunia kerja, yaitu sakit pada tulang belakang bagian bawah, sakit pada tulang belakang bagian atas, dan sakit pada tangan dan pergelangan tangan.
1. Sakit pada Tulang Belakang Bagian Bawah
Sebanyak 90% orang akan merasakan sakit tulang belakang pada beberapa titik di dalam kehidupannya. Mereka merasakan sakit tulang belakang pada bagian bawah untuk kedua kalinya sebagai alasan utama untuk melakukan perawatan medis. Sakit tulang belakang bagian bawah ini mewabah di Negara besar seperti Amerika Serikat. Hal itu sudah diperkirakan dan insiden timbulnya Lower Back Pain (LBP) per tahun adalah 5% dari populasi.
Sekitar 70% dan 90% dari orang – orang mengalami peristiwa kambuhnya rasa nyeri, dan sepertiga pasien mengalami nyeri yang persisten, rekuren, dan intermitten dari rasa
nyeri yang pertama. Kesulitan menyembuhkan jaringan tertentu (seperti spondylolisthesis), proses degeneratif yang berkelanjutan, dan banyak pasien yang tidak memperkecil faktor resiko potensial. Semua ini dapat berperan dalam memperparah terjadinya LBP.
Hal ini yang terpisah tetapi dengan sakit tulang belakang bagian bawah adalah cidera tulang belakang. Ini biasanya secara akut, peristiwa mendadak sakit tulang belakang atau
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
63
“penyakit pegal pada pinggang” berhubungan dengan suatu peristiwa yang spesifik. Cidera seperti itu pada umumnya tidak dianggap sebagai MSDs yang dihubungkan dengan gerakan berulang. Meskipun demikian, ada juga cidera seperti itu yang menyebabkan rasa sakit apabila melakukan gerakan berulang tertentu. Perawatan dari sakit tulang belakang bagian bawah in harus dibedakan untuk masing-masing pasien. Karena penyebab timbulnya rasa sakit pada tiap-tiap pasien itu berbeda-beda. Sementara ada bukti ilmiah yang mendukung intervensi spesifik, seperti koreksi postur tubuh, posisi tubuh pasien, latihan umum, dan teknik-teknik fisioterapi spesifik yang mungkin akan sangat bermanfaat.
2. Sakit pada Tulang Belakang Bagian Atas
Beberapa individu melaporkan adanya rasa sakit pada tulang belakang bagian atas
dan tengah. Tulang thorax (thoracic spine) dirancang untuk mendukung organ penting didalamnya dan sangat kuat. Jarang sekali mengalami gejala-gejala degeneratif karena pergerakannya kecil dan sangat stabil. Tentu saja trauma atau cidera dari ketegangan bisa menyebabkan rasa nyeri. Meski struktur - struktur dari tulang belakang jarang cidera, tetapi beberapa kondisi-kondisi seperti osteoporosis dapat mempengaruhi kondisi spesifik seperti tekanan yang mematahkan. Tulang thorax sering dilibatkan dalam skoliosis yang idiopatik atau kebongkokan. Hal ini kemudian dapat berkembang menjadi kondisi yang menyakitkan, meski sumber dan penyebab yang tepat sering belum jelas. Mungkin hal tersebut merupakan penyebab yang sering timbul pada bagian pertengahan tulang belakang, tetapi sekali lagi sangatlah sulit untuk dapat mendiagnosa dengan tepat nyeri otot dari otot-otot postural dan otot-otot tulang belikat. Kontribusi dari postur yang abnormal, postur statis, kekuatan dan daya tahan yang lemah dan menyeluruh mempengaruhi keadaan individu dan perlu untuk diperhitungkan. Beberapa usaha rehabilitasi harus melibatkan otot-otot yang besar, termasuk peregangan, latihan-latihan penguatan, aktivitas fungsional, dan perhatian pada postur tubuh. 3. Sakit pada Tangan dan Pergelangan Tangan
MSDs dari tangan dan pergelangan tangan dapat terjadi dalam bermacam-macam bentuk seperti, kelainan trauma kumulatif, cidera karena ketegangan, trauma mikro karena pekerjaan berulang, sindrom penggunaan berlebih, sindrom terowongan karpus (carpal tunnel syndrome) dan kelainan karena tekanan yang berulang. Hal dominan yang menjadi penyebab kelainan gerakan berulang adalah gerakan-gerakan pembelokan dan perluasan dari pergelangan tangan dan jari-jari. Secara kronis gerakan berulang tersebut terutama pada posisi pinch menjadi penyebab terbanyak. Hal umum lain yang menyokong faktor-faktor terjadinya cidera pada tangan dan pergelangan tangan termasuk gerakan-gerakan di mana pergelangan tangan itu menyimpang dari posisi netral menjadi posisi yang abnormal ataupun tidak biasa; bekerja untuk periode waktu yang lama tanpa istirahat atau pertukaran otot-otot tangan dan lengan bawah; tekanan mekanik pada persarafan dari genggaman pada tepi tajam
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
64
dari instrument, pekerjaan yang membutuhkan kekuatan berlebih dan memperluas penggunaan dari instrumen-instrumen yang bergetar seperti Dental handpieces.
2.7.3 Upaya Mencegah Cidera
Adapun upaya mencegah cidera antara lain : 1. sediakan kalori secukupnya untuk input tubuh 2. bekerja menggunakan metode kerja yang baik 3. memperhatikan kemampuan tubuh.
4. memperhatikan waktu kerja yang teratur 5. mengatur lingkungan fisik sebaik-baiknya 2.8 Kelelahan
Dalam biomekanik kita akan berurusan dengan salah satu kejadian yang dinamakan kelelahan. Kelelahan ini tidak lepas dari biomekanik karena dalam aplikasinya biomekanik melihat orang secara mekanik, tetapi kodrat kemanusiaan pada manusia tidak dapat dikesampingkan sehingga manusia/pekerja mempunyai keterbatasan yaitu salah satunya keadaan yang dinamakan lelah. Kelelahan adalah proses menurunnya efisiensi performansi kerja dan berkurangnya kekuatan atau ketahanan fisik tubuh manusia untuk melanjutkan kegiatan yang harus dilakukan. Dalam bahasan lain, kelelahan didefinisikan sebagai suatu pola yang timbul pada suatu keadaan yang secara umum terjadi pada setiap individu yang telah tidak sanggup lagi untuk melakukan aktivitasnya. Ada beberapa macam kelelahan yang diakibatkan oleh beberapa faktor, seperti:
1. Lelah otot, yang diindikasikan dengan munculnya gejala kesakitan ketika otot harus menerima beban berlebihan.
2. Lelah visual, yaitu lelah yang diakibatkan ketegangan yang terjadi pada organ visual (mata) yang terkonsentrasi secara terus menerus pada suatu objek.
3. Lelah mental, yaitu kelelahan yang datang melalui kerja mental seperti berfikir sering juga disebut sebagai lelah otak.
4. Lelah monotonis, yaitu kelelahan yang disebabkan oleh aktivitas kerja yang bersifat rutin, monoton, ataupun lingkungan kerja yang menjemukan.
Sedangkan kelelahan yang disebabkan oleh sejumlah faktor yang berlangsung secara terus menerus dan terakumulasi, akan menyebabkan apa yang disebut dengan lelah kronis. Di mana gejala-gejala yang tampak jelas akibat lelah kronis dapat dicirikan seperti:
1. Meningkatnya emosi dan rasa jengkel sehingga orang menjadi kurang toleran atau asosial terhadap orang lain.
2. Munculnya sikap apatis terhadap pekerjaan. 3. Depresi yang berat.
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
65
2.8.1. Proses Terjadinya Kelelahan
Kelelahan terjadi karena terkumpulnya produk-produk sisa dalam otot dan peredaran darah, dimana produk-produk sisa ini bersifat membatasi kelangsungan aktivitas otot dan mempengaruhi serat-serat syaraf dan sistem syaraf pusat sehingga orang menjadi lambat bekerja. Makanan yang mengandung glikogen mengalir dalam tubuh melalui peredaran darah. Setiap kontraksi dari otot selalu diikuti oleh kimia (oksidasi glukosa) yang merubah glikogen menjadi tenaga, panas dan asam laktat (produk sisa).
Pada dasarnya kelelahan timbul karena terakumulasinya produk sisa dalam otot dan tidak seimbangnya antara kerja dan proses pemulihan. Secara lebih jelas terdapat 3 penyebab timbulnya kelelahan fisik, yaitu:
1. Oksidase glukosa dalam otot menimbulkan CO2 ,saerolactic, phosphati dan sebagainya, dimana zat-zat tersebut terikat dalam darah yang kemudian dikeluarkan waktu bernafas. Kelelahan terjadi apabila pembentukan zat-zat tersebut tidak seimbang dengan proses pengeluaran, sehingga timbul penimbunan dalam jaringan otot yang mengganggu kegiatan otot selanjutnya.
2. Karbohidrat didapat dari makanan dirubah jadi glukosa dan disimpan dihati dalam bentuk glukogen. Setiap cm2 darah normal akan membawa 1 mm glukosa, berarti setiap sirkulasi darah hanya membawa 0,1% dari sejumlah glikogen yang ada dalam hati karena bekerja persediaan glikogen akan menipis dan kelelahan akan timbul apabila konsentrasi glikogen dalam hati tinggal 0,7%.
3. Dalam keadaan normal jumlah udara yang masuk dalam pernafasan kira-kira 4 Lt/menit, sedangkan dalam keadaan kerja keras dibutuhkan udara kira-kira 15 Lt/menit. Ini berarti pada suatu tingkat kerja tertentu akan dijumpai suatu keadaan dimana jumlah oksigen yang masuk melalui pernafasan lebih kecil dari tingkat kebutuhan. Jika hal ini terjadi
maka kelelahan yang timbul dikarenakan reaksi oksidasi dalam tubuh yaitu untuk mengurangi asam laktat menjadi air dan karbon dioksida agar dikeluarkan dari tubuh, menjadi tidak seimbang dengan pembentukan asam laktat itu sendiri (asam laktat terakumulasi dalam otot dalam peredaran darah).
2.8.2 Gejala-gejala Terjadinya Kelelahan
Secara pasti datangnya kelelahan yang menimpa pada diri seseorang akan sulit untuk diidentifikasikan secara jelas. Mengukur lingkungan kelelahan seseorang bukanlah pekerjaan yang mudah. Prestasi ataupun performansi kerja yang bisa mengevaluasi tingkatan kelelahan. Kelelahan dapat kita lihat melalui indikasi-indikasi (gejala-gejala) sebagai berikut:
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
66
1. Perhatian pekerja yang menurun.
2. Perasaan berat dikepala, menjadi lelah seluruh badan, kaki terasa berat menguap, pikiran merasa kacau, mata merasa berat, kaku dan canggung dalam gerakan tidak seimbang dalam berdiri terasa berbaring.
3. Merasa susah berpikir, menjadi gugup tidak dapat konsentrasi tidak dapat mempunyai perhatian terhadap sesuatu, cenderung lupa, kurang kepercayaan, cemas terhadap sesuatu tidak dapat mengontrol sikap, dan tidak tekun dalam pekerjaan.
4. Sakit kekakuan bahu nyeri di pinggang pernafasan merasa tertekan suara serat, haus, terasa pening , spasme dari kelopak mata, tremor pada anggota badan merasa kurang sehat badan. 2.8.3 Upaya Mengurangi Kelelahan
Problematika kelelahan akhirnya membawa manajemen untuk selalu berupaya mencari jalan keluar. Karena apabila kelelahan tidak segera ditangani secara serius akan menghambat produktivitas kerja dan bisa menyebabkan kecelakaan kerja. Adapun upaya-upaya untuk mengurangi kelelahan adalah sebagai berikut:
1. Sediakan kalori secukupnya sebagai input untuk tubuh.
2. Bekerja menggunakan metode kerja yang baik. Misalkan bekerja dengan menggunakan prinsip ekonomi gerakan.
3. Memperhatikan kemampuan tubuh, artinya mengeluarkan tenaga tidak melebihi pemasukannya dengan memperhatikan batasan- batasannya.
4. Memperhatikan waktu kerja yang teratur. Berarti harus dilakukan pengaturan terhadap jam kerja, waktu istirahat, dan sarana-sarananya. Masa libur dan rekreasi.
5. Mengatur lingkungan fisik sebaik-baiknya, seperti temperatur, kelembaban, sirkulasi udara, pencahayaan kebisingan getaran, bau/wangi-wangian, dll.
6. Berusaha untuk mengurangi monotoni warna dan dekorasi ruangan kerja, menyediakan musik, menyediakan waktu-waktu olah raga, dll.
2.8.4 Penyebab Kelelahan
Kelelahan yang terjadi dapat disebabkan berbagai hal, penyebab kelelahan secara garis besar adalah:
1. Penyakit tertentu
Adanya penyakit tertentu seperti flu, anemia, diabetes mellitus, gangguan tidur atau gangguan kelenjar tiroid dapat menyebabkan seseorang mengalami kelelahan.
2. Psikologis
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
67
3. Gaya Hidup
Seperti kurang tidur, terlalu banyak tidur, konsumsi alkohol, diet yang salah, kurang olahraga dan kurang nutrisi.
4. Kondisi Kerja
Misalnya: kerja shift, suasana tempat kerja yang buruk, workaholic (kecanduan kerja), suhu maupun penyinaran ruang kerja, kebisingan, beban kerja, juga pekerjaan yang monoton. 2.9 Metode-metode Analisis Postur Kerja
Untuk mengetahui baik tidaknya postur kerja dapat dianalisis dengan menggunakan metode-metode analisis postur kerja, yaitu Rapid Upper Limb Assessment (RULA), Rapid Entire Body Assessment (REBA), dan Metode Analitik.
2.9.2 Metode RULA
Rapid Upper Limb Assessment (RULA) adalah sebuah metode untuk menilai postur, gaya dan gerakan suatu aktivitas kerja yang berkaitan dengan penggunaan anggota tubuh bagian atas (upper limb). Metode ini dikembangkan untuk menyelidiki resiko kelainan yang akan dialami oleh seorang pekerja dalam melakukan aktivitas kerja yang memanfaatkan anggota tubuh bagian atas (upper limb).
Metode ini menggunakan diagram postur tubuh dan tiga tabel penilaian untuk memberikan evaluasi terhadap faktor resiko yang akan dialami oleh pekerja. Faktor-faktor resiko yang diselidiki dalam metode ini adalah yang telah dideskripsikan oleh McPhee sebagai faktor beban eksternal (external load factors), yaitu :
1. Jumlah gerakan 2. Kerja otot statis 3. Gaya/kekuatan
4. Penentuan postur kerja oleh peralatan 5. Waktu kerja tanpa istirahat
Setiap individu pekerja pasti mempunyai perbedaan-perbedaan, yaitu postur kerja, kecepatan gerakan, akurasi gerakan, frekuensi dan lamanya delay, umur dan pengalaman, dan faktor sosial. Oleh sebab itu, RULA didesain untuk membahas faktor-faktor resiko di atas terutama pada 4 faktor eksternal pertama. Adapun tujuan dari metode ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagai metode yang dapat dengan cepat mengurangi resiko cidera pada pekerja, khususnya yang berkaitan dengan tubuh bagian atas.
2. Mengidentifikasi bagian tubuh yang mengalami kelelahan dan kemungkinan terbesar mengalami cidera.
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
68
Prosedur dalam pengembangan metode RULA meliputi tiga tahap, yaitu: 1. Pengembangan metode untuk merekam postur kerja
Untuk menghasilkan sebuah metode kerja yang cepat untuk digunakan, tubuh dibagi dalam segmen-segmen yang membentuk dua kelompok atau grup yaitu grup A dan B. Grup A meliputi bagian lengan atas dan bawah, serta pergelangan tangan. Sementara grup B meliputi leher, punggung, dan kaki. Hal ini untuk memastikan bahwa
seluruh postur tubuh terekam, sehingga segala kejanggalan atau batasan postur oleh kaki, punggung atau leher yang mungkin saja mempengaruhi postur anggota tubuh bagian atas dapat tercakup dalam penilaian.
a. Grup A
1) Lengan bagian atas
Jangkauan gerakan untuk lengan bagian atas (upper arm) dinilai dan diberi skor berdasarkan studi yang telah dilakukan oleh Tichauer, Chaffin, Herberts et al, Schuldt et al, dan Harms-Ringdahl & Schuldt. Skornya sebagai berikut :
a) 1 untuk ekstensi 20° dan fleksi 20°
b) 2 untuk ekstensi lebih dari 20° atau fleksi antara 20-45° c) 3 untuk fleksi antara 45-90°
d) 4 untuk fleksi lebih dari 90°
Jika bahu terangkat, skor dari postur di atas ditambahkan 1. Jika lengan bagian atas abduksi maka skor postur juga ditambahkan 1. Sedangkan bila operator bersandar atau berat lengan disangga atau diberi penyangga, skor postur di atas dikurangkan 1.
Gambar 2.9 Standar RULA untuk postur lengan bagian atas
Sumber : Anonim,2005,http://www.google.co.id/its.ac.id/16624005-fisiologi.pdf. 2) Lengan bagian bawah
Jangkauan untuk lengan bagian bawah (lower arm) dikembangkan berdasarkan penelitian Grandjean dan Tichauer. Skornya sebagai berikut :
a) 1 untuk fleksi 60-100°
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
69
Jika lengan bagian bawah bekerja melewati garis tengah (midline) tubuh atau berada di luar sisi tubuh, maka skor postur di atas ditambahkan 1.
Gambar 2.10 Standar RULA untuk postur lengan bagian bawah
Sumber : Anonim,2005,http://www.google.co.id/its.ac.id/16624005-fisiologi.pdf. 3) Pergelangan tangan
Panduan untuk pergelangan tangan (wrist) yang diterbitkan oleh Health and Safety Executive digunakan untuk menghasilkan skor postur berikut:
a) 1 jika pada posisi netral
b) 2 untuk fleksi dan ekstensi 0-15°
c) 3 untuk fleksi dan ekstensi lebih dari 15°
Jika pergelangan tangan dalam gerakan ulnar maupun radial, maka skor postur ditambahkan 1.
Gambar 2.11 Standar RULA untuk postur pergelangan tangan
Sumber : Anonim,2005,http://www.google.co.id/its.ac.id/16624005-fisiologi.pdf.
Pronasi dan supinasi pergelangan tangan ditentukan menyertai postur netral berdasarkan Tichauer. Skornya sebagai berikut :
a) 1 jika pergelangan tangan berputar dalam jangkauan tengah
b) 2 jika pergelangan tangan berputar dekat atau pada akhir jangkauan b. Grup B
1) Leher
Jangkauan postur untuk leher (neck) didasarkan pada studi yang dilakukan oleh Chaffin dan Kilbom et al. Skor dan jangkauannya sebagai berikut:
a) 1 untuk fleksi 0-10° b) 2 untuk fleksi 10-20°
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
70
c) 3 untuk fleksi lebih dari 20° d) 4 bila dalam posisi ekstensi
Jika leher berputar, skor postur ditambahkan 1. Jika leher bergerak ke samping, skor postur ditambahkan 1.
Gambar 2.12 Standar RULA untuk postur leher
Sumber : Anonim,2005,http://www.google.co.id/its.ac.id/16624005-fisiologi.pdf. 2) Punggung
Jangkauan gerakan punggung (trunk) dikembangkan dari Drury, Grandjean dan Grandjean et al.
Skor posturnya sebagai berikut :
a) 1 jika duduk dan tersangga baik dengan sudut antara pinggul dan punggung 90° atau lebih
b) 2 untuk fleksi 0-20° c) 3 untuk fleksi 20-60° d) 4 untuk fleksi lebih dari 60°
Jika punggung memuntir, maka skor postur ditambahkan 1. Jika punggung melentur ke samping, maka skor postur ditambahkan 1.
Gambar 2.13 Standar RULA untuk postur punggung
Sumber : Anonim,2005,http://www.google.co.id/its.ac.id/16624005-fisiologi.pdf. 3) Kaki
Skor postur kaki (legs) ditentukan sebagai berikut :
a) 1 jika kaki dan telapak kaki tersangga dengan baik ketika duduk dengan berat yang seimbang.
b) 1 jika berdiri dengan berat tubuh terdistribusi secara merata pada kedua kaki, dengan ruang untuk mengganti posisi.
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
71
2. Pengembangan sistem skor untuk pengelompokan bagian tubuh.
Sebuah skor tunggal dibutuhkan dari Grup A dan B yang dapat mewakili tingkat pembebanan postur dari sistem muskuloskeletal kaitannya dengan kombinasi postur bagian tubuh.Rekaman video yang dihasilkan dari postur Grup A yang meliputi lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan putaran pergelangan tangan diamati dan ditentukan skor untuk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut dimasukkan dalam tabel A untuk memperoleh skor A.
Tabel 2.1 Skor Postur Grup A (Tabel A)
Sumber : Anonim,2005,http://www.google.co.id/its.ac.id/16624005-fisiologi.pdf.
Rekaman video yang dihasilkan dari postur Grup B yaitu leher, punggung dan kaki diamati dan ditentukan skor untuk masing-masing postur. Kemudian skor tersebut dimasukkan ke dalam tabel B untuk memperoleh skor B.
Tabel 2.2 Skor Postur Grup B (Tabel B)
Sumber : Anonim,2005,http://www.google.co.id/its.ac.id/16624005 -fisiologi.pdf.
Sistem penilaian dilanjutkan dengan melibatkan otot (mucle) dan tenaga (force) yang digunakan. Skor yang melibatkan penggunaan otot dikembangkan berdasarkan penelitian Drury, yaitu tambahkan (+) 1 jika postur statis (dipertahankan dalam waktu 1 menit) atau penggunaan postur tersebut berulang lebih dari 4 kali dalam 1 menit.
Skor untuk penggunaan tenaga (beban) dikembangkan berdasarkan penelitian Putz-Anderson dan Stevenson dan Baida, yaitu sebagai berikut:
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
72
a. Jika pembebanan sesekali atau tenaga kurang dari 2 Kg dan ditahan maka skor tidak ditambah.
b. Tambahkan (+) 1 jika beban sesekali antara 2 – 10 Kg.
c. Tambahkan (+) 2 jika beban 2 – 10 Kg bersifat statis atau berulang-ulang atau beban sesekali namun lebih dari 10 Kg.
d. Tambahkan (+) 3 jika beban (tenaga) lebih dari 10 Kg dialami secara statis atau berulang dan atau jika pembebanan seberapapun besarnya dialami dengan sentakan cepat.
Skor penggunaan otot (muscle) dan skor tenaga (force) pada Grup tubuh bagian A dan B diukur dan dicatat dalam kotak-kotak yang tersedia kemudian ditambahkan dengan skor yang berasal dari tabel A dan B seperti pada lembar skor berikut :
Gambar 2.14 Diagram penilaian RULA
Sumber : Anonim,2005,http://www.google.co.id/its.ac.id/16624005-fisiologi.pdf.
Hasil penjumlahan skor penggunaan otot (muscle) dan tenaga (force) dengan Skor Postur A menghasilkan Skor C. Sedangkan penjumlahan dengan Skor Postur B menghasilkan Skor D.
3. Pengembangan Grand Score dan Action List
Tahap ini bertujuan untuk menggabungkan Skor C dan Skor D menjadi suatu grand score
tunggal yang dapat memberikan panduan terhadap prioritas penyelidikan / investigasi berikutnya. Tiap kemungkinan kombinasi Skor C dan Skor D telah diberikan peringkat, yang disebut grand score dari 1-7 berdasarkan estimasi resiko cidera yang berkaitan dengan
pembebanan musculoskeletal.
Gambar 2.15 Grand Score (Tabel C)
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
73
Berdasarkan grand score dari Tabel C, tindakan yang akan dilakukan dapat dibedakan menjadi 4 action level berikut :
a. ActionLevel 1
Skor 1 atau 2 menunjukkan bahwa postur dapat diterima selama tidak dijaga atau berulang untuk waktu yang lama.
b. ActionLevel 2
Skor 3 atau 4 menunjukkan bahwa penyelidikan lebih jauh dibutuhkan dan mungkin saja perubahan diperlukan.
c. ActionLevel 3
Skor 5 atau 6 menunjukkan bahwa penyelidikan dan perubahan dibutuhkan segera. d. Action Level 4
Skor 7 menunjukkan bahwa penyelidikan dan perubahan dibutuhkan sesegera mungkin (mendesak).
Tabel 2.3 Action Level
Action
Level Nilai Tingkat kepentingan Perbaikan 1 2 3 4 1 atau 2 3 atau 4 5 atau 6 7
- Tidak Perlu Perbaikan - Diperlukan perbaikan - Implementasi dari perbaikan - Dilakukan perbaikan - Implementasi dan perbaikan
dilaksanakan secepatnya - Dilakukan perbaikan
- Implementasi dan perbaikan mendesak untuk dilaksanakan
Sumber : Anonim,2005,http://www.google.co.id/its.ac.id/16624005-fisiologi.pdf. Aplikasi Metode RULA adalah sebagai berikut:
1. Alat untuk melakukan analisis awal yang mampu menentukan seberapa jauh risiko pekerja untuk terpengaruh oleh faktor-faktor penyebab cedera,yaitu:
a. Postur
b. Kontraksi otot statis c. Gerakan repetitive
d. Gaya
2. Menentukan prioritas pekerjaan berdasarkan faktor risiko cedera. Hal ini dilakukan dengan membandingkan nilai tugas-tugas yang berbeda yang dievaluasi menggunakan RULA.
3. Menemukan tindakan yang paling efektif untuk pekerjaan yang memiliki risiko relatif tinggi. Analisis dapat menentukan kontribusi tiap faktor terhadap suatu pekerjaan secara keseluruhan dengan cara melalui nilai tiap faktor risiko.
4. Menemukan sejauh mana penngaruh suatu modifikasi atas pekerjaan. Perbaikan secara kuantitatif dapat diukur dengan cara membandingkan penilaian sebelum dan sesudah modifikasi diterapkan.
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
74
Gambar 2.16 RULA Employee Assesment Worksheet
Sumber : Anonim,2005,http://www.google.co.id/its.ac.id/16624005-fisiologi.pdf. 2.9.3 Metode REBA
Sebuah metode dalam bidang ergonomi yang digunakan secara cepat untuk menilai postur leher, punggung, lengan, pergelangan tangan dan kaki seorang pekerja luka-luka yang dialami di tempat kerja dikenal sebagai Musculos Keletal Disorder (MSDS). MSDS juga didefinisikan sebagai gangguan dan penyakit pada otot yang telah terbukti atau dihipotesa yang disebabkan dengan pekerjaan.
REBA merupakan suatu metode penelitian untuk penilaian tubuh dengan cepat secara keseluruhan. Metode ini tidak membutuhkan peralatan spesial dalam penilaian postur punggung, leher, kaki, dan lengan tangan dan pergelangan tangan. Setiap pergerakan diberi dengan skor yang telah ditetapkan.
REBA dikembangkan sebagai suatu metode untuk menilai postur kerja yang merupakan faktor resiko (risk factor). Metode ini didesain untuk menilai pekerja dan mengetahui Muscules keletal
yangg kemungkinan dapat menimbulkan gangguan pada anggota tubuh.
Dalam usaha untuk penilaian 4 (empat) faktor beban eksternal, jumlah gerakan, kerja otot statis, tenaga/ kekuatan, dan postur, REBA dikembangkan untuk:
1. Memberikan sebuah metode penyaringan suatu populasi kerja yang beresiko menyebabkan gangguan pada anggota tubuh,
2. Mengidentifikasi usaha otot yang berhubungan dengan postur kerja, penggunaan tenaga dan kerja yang berulang-ulang yang dapat menimbulkan kelelahan (fatigue) otot,
3. Memberikan hasil yang dapat digabungkan dengan sebuah metode penilaian ergonomi, yaitu epidemiologi, fisik, mental, lingkungan dan faktor organisasi.
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
75
Untuk melakukan penilaian postur dan pergerakan kerja dengan menggunakan metode REBA melalui tahapan–tahapan sebagai berikut (Hignett dan McAtamney, 2000) :
1. Untuk mendapatkan gambaran sikap (postur) pekerja dari leher, punggung, lengan, pergelangan tangan hingga kaki secara terperinci dilakukan dengan merekam atau memotret postur tubuh pekerja. Hal ini dilakukan supaya peneliti mendapatkan data postur tubuh secara detail (valid), sehingga dari hasil rekaman dan hasil foto bisa didapatkan data akurat untuk tahap perhitungan serta analisis selanjutnya.
2. Penentuan sudut–sudut dari bagian tubuh pekerja. Setelah didapatkan hasil rekaman dan foto postur tubuh dari pekerja dilakukan perhitungan besar sudut dari masing – masing segmen tubuh yang meliputi punggung (batang tubuh), leher, lengan atas, lengan bawah, pergelangan tangan dan kaki. Pada metode REBA segmen – segmen tubuh tersebut dibagi menjadi dua kelompok, yaitu grup A dan B. Grup A meliputi punggung (batang tubuh), leher dan kaki. Sementara grup B meliputi lengan atas, lengan bawah dan pergelangan tangan. Dari data sudut segmen tubuh pada masing–masing grup dapat diketahui skornya, kemudian dengan skor tersebut digunakan untuk melihat tabel A untuk grup A dan tabel B untuk grup B agar diperoleh skor untuk masing–masing tabel.
Berikut merupakan tabel A dan tabel B untuk skoring pada metode REBA : Tabel 2.4 Tabel A pada Metode REBA
Sumber: Nur W,2009,http://nur-w.blogspot.com/2009/05/rapid-entire-body-assessment-reba.html.
Tabel 2.5 Tabel B pada Metode REBA
Sumber: Nur W,2009,http://nur-w.blogspot.com/2009/05/rapid-entire-body-assessment-reba.html.
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
76
Tabel 2.6 Tabel C pada Metode REBA
Sumber: Nur W,2009,http://nur-w.blogspot.com/2009/05/rapid-entire-body-assessment-reba.html.
Tabel 2.7 Level Resiko dan Tindakan
Sumber: Nur W,2009,http://nur-w.blogspot.com/2009/05/rapid-entire-body-assessment-reba.html. Langkah-langkah yang diperlukan dalam menerapkan metode REBA, antara lain:
1. Mengambil data gambar posisi tubuh ketika bekerja.
2. Menentukan bagian-bagian tubuh yang akan diamati, antara lain batang tubuh, pergelangan tangan, leher, kaki, lengan atas, dan lengan bawah.
3. Penentuan nilai untuk masing-masing postur tubuh dan penentuan activity score.
4. Penjumlahan nilai dari masing-masing kategori untuk memperoleh nilai REBA.
5. Penentuan level resiko dan pengambilan keputusan untuk perbaikan. 6. Membuat desain metode, fasilitas dan lingkungan kerja.
7. Implementasi dan evaluasi desain metode, fasilitas, dan lingkungan kerja.
8. Penilaian ulang dengan menggunakan metode REBA untuk desain baru yang telah diimplementasikan.
9. Evaluasi perbandingan nilai REBA untuk kondisi sebelum dan setelah implementasi desain perbaikan.
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
77
Keuntungan dari metode REBA, antara lain:
1. Metode ini dapat menganalisa pekerjaan berdasarkan posisi tubuh dengan cepat.
2. Menganalisa faktor-faktor resiko yang ada dalam melakukan pekerjaan.
3. Metode ini cukup peka untuk menganalisa pekerjaan dan beban kerja berdasarkan posisi tubuh ketika bekerja.
4.
Teknik penilaian membagi tubuh kedalam bagian-bagian tertentu yang kemudian diberi kode-kode secara individual berdasarkan bidang-bidang geraknya untuk kemudian diberikan nilai.Gambar 2.17 REBA Employee Assesment Worksheet
Sumber : Anonim,2005,http://www.google.co.id/its.ac.id/16624005-fisiologi.pdf. 2.9.4 Metode OWAS
Ovako Work Posture Analysis System (OWAS) dimulai pada tahun tujuh puluhan di perusahaan Ovako Oy Finlandia (sekarang Fundia Wire). Metode ini dikembangkan oleh Karhu dan kawan-kawannya di Laboratorium Kesehatan Buruh Finlandia (Institute of Occupational Health). Lembaga ini mengkaji tentang pengaruh sikap kerja terhadap gangguan kesehatan seperti sakit pada
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
78
punggung, leher, bahu, kaki, lengan, dan rematik. Penelitian tersebut memfokuskan hubungan antara postur kerja dengan berat beban.
Metode ini sesuai dengan penelitian tentang sikap kerja yang mencakup pergerakan tubuh secara keseluruhan (Darmawan dan Hermawati, 2004). Metode OWAS juga sesuai dengan penelitian yang mengidentifikasi sikap kerja dinamis yang berbahaya ketika para pekerja sedang melakukan pekerjaan (Coutney Dkk, 1998). Sehingga dapat dikatakan bahwa metode OWAS ini berguna untuk memperbaiki kondisi pekerja dalam bekerja , sehingga perfomance kerja dapat ditingkatkan terus . Hasil yang diperoleh dari metode OWAS digunakan untuk merancang metode perbaikan kerja guna meningkatkan produktifitas. Metode ini dapat diterapkan pada suatu area : 1. Pembangunan stasiun kerja atau sebuah metode kerja, untuk mengurangi beban gangguan
otot (musculoskeletal) agar lebih nyaman dan lebih produktif. 2. Pengukuran ergonomi untuk beban postur
3. Pelayanan kesehatan yang mengalami sakit dalam suatu pekerjaan
Prosedur OWAS dilakukan dengan melakukan observasi untuk mengambil data postur, beban, fase kerja untuk kemudian dibuat kode berdasarkan data tersebut. Evaluasi penilaian didasarkan pada skor dari tingkat bahaya postur kerja yang ada dan selanjutnya dihubungkan dengan kategori tindakan yang harus diambil.
Metode ini mengkodekan sikap (postur) kerja pada bagian punggung (belakang), tangan, kaki, dan berat beban. Setiap postur tubuh tersebut terdiri dari 4 postur bagian belakang, 3 postur lengan, 7 postur kaki, sedangkan berat beban yang dikerjakan juga dilakukan penilaian mengandung 3 skala poin.
Klasifikasi sikap dan kriteria OWAS tersebut digambarkan seperti gambar di bawah ini: 1. Bagian Belakang (Back)
Membungkuk : Penilaian sikap kerja diklasifikasikan membungkuk jika terjadi sudut yang terbentuk pada punggung minimal sebesar 20o atau lebih. Begitu pula sebaliknya jika
perubahan sudut kurang dari 20o, maka dinilai tidak membungkuk. Adapun posisi leher dan
kaki tidak termasuk dalam penilaian batang tubuh (punggung).Berikut ini gambar postur tubuh bagian belakang :
Gambar 2.18 Postur tubuh bagian belakang (Back)
LABORATORIUM PERANCANGAN KERJA DAN ERGONOMI PROGRAM STUDI TEKNIK INDUSTRI – UNIVERSITAS BRAWIJAYA
79
Tabel 2.8 Skor Postur Tubuh Bagian Belakang
Pergerakan Skor
Lurus atau tegak 1
Bungkuk ke depan 2
Miring ke samping 3
Bungkuk ke depan dan miring ke
samping 4
Sumber : Alexander San Lohat, 2009, http://gurumuda.com/bse/metode-analisa -postur-kerja-owas.
2. Bagian Lengan (Arms)
Yang dimaksud sebagai lengan adalah dari lengan atas sampai tangan. Penilaian terhadap posisi lengan yang perlu diperhatikan adalah posisi tangan.
Gambar 2.19 Postur tubuh bagian lengan
Sumber : Alexander San Lohat, 2009, http://gurumuda.com/bse/metode-analisa-postur-kerja-owas. Tabel 2.9 Skor Postur Tubuh Bagian Lengan
Pergerakan Skor
Kedua tangan di bawah bahu 1
Satu tangan pada atau di atas bahu 2` Kedua tangan pada atau di atas bahu 3
Sumber : Alexander San Lohat, 2009 http://gurumuda.com/bse/metode-analisa-postur-kerja-owas.
3. Bagian Kaki (Legs) Berikut sikap :
a. Duduk, pada sikap ini adalah duduk dikursi dan semacamnya.
b. Berdiri bertumpu pada kedua kaki lurus adalah kedua kaki dalam posisi lurus atau tidak bengkok dimana beban tubuh menumpu kedua kaki.
c. Berdiri bertumpu pada satu kaki lurus adalah beban tubuh bertumpu pada satu kaki yang lurus (menggunakan saru pusat gravitasi lurus), dan satu kaki yang lain dalam keadaan menggantung (tidak menyentuh lantai). Dalam hal ini kaki yang menggantung untuk menyeimbangkan tubuh dan bila jari kaki yang menyentuh lantai termasuk sikap ini.