• Tidak ada hasil yang ditemukan

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2013 sampai dengan bulan Mei 2014 di DAS Cileungsi yang meliputi di wilayah-wilayah Kecamatan Cileungsi Citeureup, Klapanunggal, Jonggol, Sukamakmur, dan Babakan Madang, Kabupetan Bogor (Gambar 1). Lokasi penelitian secara geografis terletak di antara koordinat 6º 30’ 30” – 6º 41’ 00” LS dan 106º 43’ 30” – 106º 51’ 00” BT. Analisis data dilakukan di Divisi Penginderaan Jauh dan Informasi Spasial, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi citra IKONOS tahun 2010, citra satelit SRTM resolusi 30 m, Peta Rupa Bumi Indonesia (RBI) digital dan cetak edisi 1998 (skala 1:25.000), yang meliputi Lembar : Cileungsi, Tajur, dan Cisarua, serta Peta Geologis digital, skala 1:250.000 (PPPG, 1996). Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS, klinometer, alat tulis, kamera, dan piranti lunak: ArcGIS 9.3, Global Mapper v12, dan Microsoft Office 2010.

4

Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian (DAS Cileungsi) di Kabupaten Bogor Metode Penelitian

Metode penelitian yang dipakai meliputi interpretasi dan analisis data spasial (peta dan citra satelit) dan dilengkapi dengan kerja lapangan untuk pengumpulan data primer serta verifikasi hasil interpretasi/analisis. Secara teknis penelitian ini dilakukan melalui 4 tahapan seperti diuraikan berikut ini.

1. Tahap Persiapan Data

Tahap persiapan data meliputi koreksi geometrik, penentuan batas daerah penelitian (DAS Cileungsi), analisis dan klasifikasi kemiringan lereng dari data RBI dan SRTM, serta interpretasi bentuklahan dari citra SRTM 30 m dan citra IKONOS. Berikut uraian singkat dari proses pembuatan batas DAS, peta-peta kemiringan lereng, dan peta bentuklahan dimaksud.

a. Penentuan Batas Daerah Penelitian

Bahan yang digunakan adalah peta kontur dari Peta RBI dan data SRTM dengan interval kontur (IC) = 12,5 meter. Dengan software Global Mapper v12

dari tools: “create watershed” dapat dihasilkan sungai dan daerah aliran sungai

(DAS) dari masing-masing data. Secara teknis data ini kemudian diekspor dalam bentuk file shapefile (.shp) dan kedua data tersebut kemudian diolah dalam software ArcGIS 9.3 untuk menentukan daerah penelitian. Daerah penelitian

didapatkan dengan cara menghapus sungai-sungai dan DAS yang bukan milik sungai Cileungsi.

5

b. Pembuatan Peta kelas Lereng Secara Manual dan Digital

Klasifikasi kemiringan lereng yang digunakan mengacu pada klasifikasi Van Zuidam (1985) yang disederhanakan menjadi 5 kelas seperti tersaji pada Tabel 1.

Tabel 1 Kelas Lereng

Kelas Lereng (%) A 0- 8 B 8- 15 C 15- 30 D 30- 45 E < 45

Untuk analisis kelas kemiringan lereng secara manual prosedurnya dilakukan di atas Peta RBI cetak skala 1:25.000 yang meliputi lembar Cileungsi (1209-422), lembar Tajur (1209-144), dan lembar Cisarua (1209-142). Metode analisis mengacu pada Tjahjono et al. (2013) yang didasarkan pada nilai

kerapatan kontur. Dalam metode ini kemiringan lereng dihitung berdasarkan jarak horizontal dari dua garis kontur yang berdekatan dan perbedaan ketinggian. Contoh untuk menghitung kemiringan lereng, misalnya 8%, adalah sebagai berikut :

Kemiringan 8% = 12,5 m/X, dimana 12,5 m adalah beda tinggi (= interval kontur) dan X = jarak horizontal antar dua garis kontur. Dengan demikian X = 12,5 x 100/8 = 156,25 m atau 15.625 cm. Jarak ini adalah jarak di lapangan, sehingga jarak di peta adalah = 15.625/25.000 x 1 cm = 0,625 cm. Dengan demikian dua garis kontur yang mempunyai jarak 0,625 cm (atau 6,25 mm) di peta RBI cetak skala 1:25.000 akan mempunyai kemiringan lereng sebesar 8%. Demikian selanjutnya dilakukan perhitungan terhadap kelas-kelas kemiringan lereng yang lain. Jika semua rentang jarak antar kontur sudah ditetapkan untuk semua kelas lereng, maka langkah selanjutnya adalah mengelompokkan area yang mempunyai kelas lereng yang sama, yaitu mempunyai kerapatan kontur yang sama sesuai dengan rentang jarak tiap kelas. Pengelompokan ini dilakukan dengan cara deliniasi area tersebut di atas peta RBI cetak secara manual (visual).

Untuk analisis kemiringan lereng secara digital dilakukan melalui software

SIG dengan menggunakan data dari RBI digital dan SRTM. Dalam software

ArcGIS 9.3 analisis dilakukan dari Menu tools : peta kontur > TIN > DEM >

Slope.

c. Pembuatan Peta Bentuklahan

Bahan yang digunakan adalah citra SRTM, IKONOS, peta kontur, dan peta geologis. Keempat data tersebut digunakan untuk melakukan interpretasi bentuklahan (landform) secara visual dengan menggunakan software ArcGIS 9.3.

Sistem klasifikasi bentuklahan mengacu pada sistem ITC (Van Zuidam, 1985) dengan modifikasi pada pemberian simbolnya. Dalam sistem ITC klasifikasi

6

bentuklahan mempertimbangkan aspek-aspek, morfologi (terkait dengan relief), morfogenesis (terkait dengan proses-proses geomorfik yang membentuknya), morfokronologi (terkait dengan tahap pembentukan dan perkembangan bentuklahan), dan morfoarrangement (terkait dengan hubungan susunan keruangan bentuklahan dan proses-proses yang membentuknya). Dalam interpretasi bentuklahan, citra SRTM dan IKONOS digunakan untuk melihat morfologi dan morfoarrangement secara umum, peta geologi untuk membantu mengetahui jenis batuan, struktur, dan penafsiran morfogenesis, sedangkan garis kontur untuk membantu mengetahui relief, yaitu melalui pola garis kontur. Dari sisi morfogenesis, bentuklahan dipilah menjadi 11 jenis asal proses geomorfik (Tjahjono et al. 2013), yaitu proses-proses tektonik/struktural, vulkanik, fluvial,

marin, glasial, aeolin, solusional/karst, biologik/organik, denudasional, lakustrin, dan antropogenik.

2. Tahap Pengecekan Lapang

Pada tahap kerja lapang dilakukan verifikasi terhadap peta-peta yang telah dihasilkan dari tahap sebelumnya, yaitu peta kemiringan lereng dan peta bentuklahan. Pada tahap ini juga dilakukan pengukuran terhadap kemiringan lereng di lapangan. Pengambilan titik sampel dilakukan dengan metode stratified random sampling yang didasarkan pada jenis bentuklahan dan kelas kemiringan

lereng serta mempertimbangkan kondisi hambatan lapang (hutan, lembah yang dalam, atau tebing curam). Pada wilayah yang tidak dapat diakses maka tidak diambil sampel.

3. Tahap Analisis

Pada tahap ini dilakukan analisis perbandingan antara data primer dengan hasil yang diperoleh sebelumnya untuk tujuan mengetahui tingkat ketelitian pada skala 1:25.000. Selain itu dilakukan analisis hubungan antara bentuklahan dengan kemiringan lereng melalui operasi tumpang tindih (overlay) dengan SIG.

4. Tahap Penyajian Hasil

Seluruh hasil penelitian ini selanjutnya disajikan dalam bentuk skripsi yang dilengkapi dengan tabel, grafik, peta-peta, dan foto-foto lapangan. Secara singkat rangkaian dari seluruh penelitian ini disajikan dalan bentuk diagram alir seperti yang terlihat pada Gambar 2.

7

1

PENDAHULUAN