• Tidak ada hasil yang ditemukan

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di wilayah Kabupaten Sumbawa Barat (KSB) yang mempunyai potensi sumber daya pesisir seperti: Pesisir Kecamatan Poto Tano, Taliwang, Jereweh, dan Sekongkang. Untuk wilayah yang telah memiliki usaha budidaya rumput laut yaitu seperti Poto Tano dan Taliwang (Gambar 3), penelitian dilakukan untuk mengetahui optimalisasi pemanfaatan lahan. Sedang untuk Jereweh dan Sekongkang untuk meneliti peruntukan wilayah pesisir laut yang sesuai untuk pengembangan kawasan budidaya rumput laut.

Pengambilan data dilakukan di empat wilayah perairan kecamatan pesisir, dengan masing-masing dua hingga tiga titik pengambilan sampel. Direncanakan, dengan jarak ±0,5 sampai 1 km dari garis pantai ke arah laut, atau batas kedalaman yang masih memungkinkan untuk pengembangan budidaya rumput laut. Penelitian lapangan untuk pengumpulan data primer dan sekunder sudah dilakukan selama 3 (tiga) bulan yaitu pada bulan September hingga Oktober 2011. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah metode survei ground check yang dirancang berdasarkan GIS (Geografic Information System).

Penentuan lokasi pengamatan dilakukan dengan teknik purposive sampling. Menurut Hadi (2005), bahwa penentuan titik pengambilan sampel air muara atau air laut pada kedalaman tertentu didasarkan pada perbedaan suhu dan salinitas. Untuk daerah pantai atau pelabuhan dengan kedalaman kurang dari 5 meter, titik pengambilannya adalah pada satu meter di bawah permukaan, bagian tengah, dan 0,5 meter di atas dasar laut (Hutagalung, 1997). Selain itu, penentuan lokasi atau stasiun penelitian juga memperhatikan faktor keterlindungan dengan melihat keberadaan teluk atau pulau-pulau kecil yang berada di depan daratan besar. Faktor keterlindungan akan mempengaruhi besaran gelombang dan kecepatan arus yang sesuai untuk budidaya rumput laut.

Pengambilan sampel kualitas air dilakukan pada pukul 08.00 – 17.00 WITA. Pengamatan parameter fisika, kimia dan biologi pada penelitian meliputi DO, pH, nitrat, fosfat, COD, Logam Berat, suhu, kedalaman, kecerahan, salinitas, arus dan hama penyakit. Untuk mengetahui produksi rumput laut dan kandungan karaginan dilakukan proses wawancara dan studi literatur.

Teknik Pengumpulan Data Data Parameter Fisika, Kimia, dan Biologi

Data primer dikumpulkan secara langsung di lapangan pada setiap stasiun. Parameter yang diamati/diukur meliputi parameter fisika, kimia dan biologi. Secara rinci parameter yang diamati/diukur disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Parameter fisika, kimia dan biologi yang diamati selama penelitian

No Parameter Alat Pengukuran Frekwensi (Kali) Keterangan 1. Fisika Kecerahan Suhu Kecepatan Arus Kedalaman Secchi disk Termometer Kit

current meter dan stopwatch Tali penduga dan meteran

3 3 3 3 Insitu Insitu Insitu Insitu 2. Kimia Salinitas pH Fosfat Nitrat DO COD Logam berat Refraktometer pH meter Spektrofotometri Spektrofotometri DO meter Spektrofotometri Spektrofotometri 3 3 3 3 3 3 3 Insitu Insitu Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium Laboratorium 3. Biologi Hama Pengganggu

Visual dan Wawancara - Frekuensi : Satu kali pengambilan

A. Parameter Fisika

Parameter fisika yang diamati meliputi : Kecerahan (m), alat yang digunakan untuk mengukur kecerahan adalah secci disk, alat ini diturunkan sampai kedalaman tertentu kemudian diukur kecerahannya sampai dengan batas penglihatan. Suhu permukaan (°C), alat yang digunakan adalah termometer dengan dicelupkan sampai kedalaman ± 30 cm. Kecepatan arus (m/detik), alat yang digunakan adalah current meter dan stopwatch. Cara pengukurannya dengan menurunkan alat tersebut ke dalam air sampai pada kedalaman tertentu atau ± 30 cm dari permukaan air. Untuk mendapatkan nilai kecepatan arus maka dihitung sampai sejauhmana alat tersebut dibawa oleh arus. Standar yang digunakan adalah tali yang diikatkan pada current meter. Apabila current meter tersebut berpindah atau dibawa oleh arus, maka tali itu akan renggang, sehingga dengan demikian dapat ketahui bahwa current meter tersebut sudah berpindah sepanjang tali yang telah ditentukan. Misalnya panjang tali 5 meter, memerlukan waktu beberapa menit berpindah dari tempat semula. Dari uraian tersebut dapat diperjelas dengan rumus V = L/S dimana V = kecepatan arus (m/s), L = jarak tempuh (m), dan S = waktu (detik). Selanjutnya untuk kedalaman perairan (m) diukur dengan menggunakan alat meteran dan tali penduga. Secara keseluruhan pengamatan parameter fisika perairan dilakukan secara langsung di lapangan.

B. Parameter Kimia

Pengambilan contoh air untuk mengukur parameter kimia dilakukan pada minggu kedua, keempat dan keenam. Contoh air diambil dengan menggunakan kemmerer water sampler, secara vertikal yaitu permukaan (± 30 cm dari atas permukaan), pertengahan (± 1.5 m atau tergantung kedalaman air) dan dasar (± 30 cm dari dasar). Beberapa parameter kimia meliputi : salinitas (ppt), alat yang digunakan adalah refraktometer dengan mengambil contoh air permukaan lalu diukur salinitasnya; pH diukur langsung ke lapangan dengan mencelupkan kertas pH indikator ke dalam air lalu dibandingkan warna yang ada di tabel; kelarutan oksigen (DO) diukur secara langsung di lapangan dengan cara titrasi (metode winkler). Sedangkan fosfat, nitrat, COD, dan logam berat, contoh air diambil langsung pada setiap stasiun pengamatan dengan menggunakan kemmerer water sampler kemudian disimpan dalam botol sampel setelah terlebih dahulu dilakukan pengawetan dengan asam sulfat (H2SO4) kemudian disimpan dalam box yang

berisi es. Selanjutnya dianalisis di Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan MSP-IPB Bogor.

C. Parameter Biologi

Untuk hama pengganggu, pengamatan dilakukan dengan metode visual sensus dan wawancara langsung dengan nelayan. Pengamatan secara visual yaitu pengamatan untuk mengetahui jumlah hama pengganggu baik yang menempel langsung ke thallus rumput laut maupun yang berada di dasar perairan. Metode pengamatan yang digunakan adalah metode sensus yaitu dengan melakukan pengamatan langsung pada thallus rumput laut dan snorkling di sekitar area budidaya rumput laut. Untuk mengelilingi area tersebut dengan menggunakan sampan supaya memudahkan mengamati hama yang menempel pada thallus rumput laut. Sedangkan untuk mengamati hama yang ada di dasar perairan dengan melakukan snorkling di permukaan air. Metode pengamatan sensus ini diawali dengan pemasangan garis transek dengan ukuran 50 m dengan menarik garis lurus ke depan dengan perkiraan jarak pandang pada waktu snorkling ke arah kanan 2,5 m dan ke arah kiri 2,5 m sehingga keseluruhan 5 m (English, et al, 1994).

Luasan area budidaya rumput laut dalam satu stasiun pengamatan seluas 1.000 m2 (10 tali). Dalam pengamatan satu tali membutuhkan waktu 30 menit dan untuk 10 tali membutuhkan waktu 300 menit atau 5 jam/petak (stasiun) pengamatan. Selama pengamatan berlangsung, direncanakan, akan dicatat apa yang diamati meliputi bulu babi (Tripneustes) dan teripang yang menempel pada thallus rumput laut. Serta jenis ikan seperti ikan beronang (Siganus spp.), ikan kerapu (Epinephelus sp.), avertebrata air seperti bintang laut (Protoneustes nodosus), dan penyu hijau (Chelonia midas) digunakan metode snorkling yaitu pengamatan secara visual di permukaan air sambil berenang lurus ke depan sampai sejauh 50 m. Untuk membantu penglihatan di dalam air maka digunakan masker dan alat bantu pernapasan.

Produksi

Untuk menghitung produksi rumput laut, maka dilakukan pengambilan sampel rumput laut yang dibudidayakan oleh nelayan. Budidaya rumput laut biasanya dilakukan dengan menggunakan tali. Ada 2 (dua) jenis tali untuk budidaya rumput laut yaitu tali induk dan tali ris. Tali induk adalah tali utama

tempat tali ris diikatkan. Sedangkan tali ris adalah tali dimana rumput laut diikatkan. Lebar ke samping (tali induk atau tali untuk mengikatkan tali ris) 20 m, panjang tali ris (tali untuk mengikatkan rumput laut) 50 m, jarak antara tali ris (tali tempat rumput laut diikatkan) ± 2 m, dan jarak tanam antar rumpun ± 25 cm. Satu unit budidaya biasanya terdiri dari 10 (sepuluh) tali ris. Satu nelayan biasanya memiliki 5 – 10 unit budidaya dan lama pemeliharaan biasanya 40 – 42 hari. Satu unit budidaya akan menggunakan lahan seluas 1000 m2 atau satu unit budidaya terdiri dari 2000 rumpun / 1000 m2 (Gambar 4).

Gambar 4. Metode Budidaya Long Line

Data yang diambil untuk menghitung produksi rumput laut diambil dengan cara ditimbang berat rumput laut saat awal budidaya dan pada saat panen. Pemeliharaan rumput laut dilakukan oleh nelayan (petani). Satu unit budidaya terdiri dari 10 tali ris. Jarak antara tali ris dengan tali ris yang lain ± 2 m. Jadi secara keseluruhan banyaknya ikatan rumput laut 200 rumpun/tali ris atau 2.000 rumpun/1.000 m2.

Dalam satu stasiun, pengambilan sampel hanya diwakili oleh satu nelayan dan diambil 10 (sepuluh) tali ris dan dari masing-masing tali ris diambil untuk ditimbang secara keseluruhan. Untuk menghitung produksi rumput laut maka rumput laut tersebut terlebih dahulu ditimbang dalam keadaan basah sebelum dibudidayakan sebagai berat awal (B0). Berat awal (B0) adalah berat rumput laut sebelum dibudidayakan. Setelah ditimbang rumput laut tersebut diikatkan pada tali ris, dan tali ris (tali pemeliharaan) tersebut diikatkan pada tali induk. Untuk menjaga kemungkinan kematian atau rusak pada rumput laut yang telah diikatkan sebagai sampel maka dipersiapkan 1 (satu) tali ris sebagai pengganti (yang sebelumnya juga sudah ditimbang) yang ditempatkan pada lokasi yang berdekatan. Hal ini dimaksudkan supaya memudahkan dalam pengukuran berat

panen. Sebelum ditimbang, rumput laut terlebih dahulu dicuci dengan menggunakan air laut supaya bersih dari kotoran dan biota penempel lainnya.

Untuk mendapatkan nilai produksi/ha maka dilakukan perhitungan sebagai berikut : Berat panen total (Bp) / tali ris dibagi dengan luas panen budidaya atau dapat digambarkan sebagai berikut:

Keterangan :

P = Produksi total (kg/ha) Bp = Berat panen (kg) Lp = Luas panen (ha)

Pengumpulan data sekunder

Data sekunder antara lain diperoleh dari hasil-hasil penelitian, literatur- literatur penunjang dan peta-peta yang berhubungan dengan lokasi penelitian.

Analisa Data

Analisis Kualitas Perairan dan Identifikasi Jenis Rumput Laut

Analisis kualitas air dilakukan secara deskriptif terhadap hasil pengukuran yang diperoleh di lapang dengan membandingkan dengan baku mutu kualitas air yang dikeluarkan oleh KLH untuk kepentingan budidaya atau standar kriteria, batasan yang digunakan oleh para pakar yang berkecimpung dalam bidang budidaya rumput laut. Identifikasi jenis rumput laut dilakukan dengan melihat dan membandingkan sampel rumput laut yang diperoleh di lokasi dengan situs elektronik www.algaebase.org.

Analisis Kesesuaian Lokasi Budidaya Rumput Laut

Tahap awal dari analisis kesesuaian lokasi untuk budidaya rumput laut meliputi penyusunan matrik kesesuaian yang merupakan dasar untuk analisa keruangan. Matrik ini disusun melalui studi pustaka sehingga sapat diketahui parameter-parameter lingkungan yang menjadi syarat untuk kegiatan budidaya rumput laut.

Kriteria yang digunakan dalam penyusunan matrik untuk menentukan kelayakan lokasi budidaya rumput laut mengacu pada kriteria yang telah disusun oleh KLH (1988 dan 2004), Aslan (1988) serta kriteria lain yang relevan. Secara umum terdapat empat tahapan analisis yang akan dilakukan, yaitu; (1) penyusunan peta kawasan, (2) penyusunan matrik kesesuaian, (3) pembobotan dan pengharkatan, dan (4) melakukan analisis spasial untuk kesesuaian budidaya rumput laut.

A. Penyusunan peta kawasan

Penggunaan kawasan mengacu pada kenyataan bagaimana kawasan tersebut digunakan. Penentuan kategori penggunaan kawasan didasarkan pada jenis penggunaan yang dominan pada kawasan tersebut. Jenis-jenis kegiatan yang memiliki kesamaan karakteristik digolongkan ke dalam satu kategori dan dapat diperhitungkan sebagai satu jenis dalam dominannya. Penyusunan peta kawasan dilakukan dengan Sistem Informasi Geografi (GIS), yaitu dengan melakukan

query terhadap data SIG dengan menggunakan prinsip-prinsip kawasan sehingga informasi spasialnya dapat diketahui :

 Kawasan mana saja yang tersedia bagi kegiatan budidaya rumput laut, dan kawasan mana saja yang dijadikan sebgai kawasan lindung.

 Hasil penyusunan peta kawasan yang sesuai dengan peruntukannya dapat saja berbeda dengan penggunaan kawasan pada saat sekarang.

B. Penyusunan matrik kesesuaian

Matrik kesesuaian lokasi untuk budidaya rumput laut berdasarkan hasil studi pustaka. Matrik ini sangat penting untuk disusun, mengingat dari matrik tersebut akan dapat diketahui data dari berbagai parameter dan cara analisisnya. Kategori kesesuaian pada matrik ini menggambarkan tingkat kesesuaian lokasi untuk pengembangan budidaya rumput laut. Dalam penelitian ini, kelas kesesuaian dibagi kedalam 3 (tiga) kategori yang didefinisikan sebagai berikut : Kategori (S1) : Sangat Sesuai (highly suitable)

Daerah ini tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan perlakuan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti atau tidak berpengaruh secara nyata terhadap penggunaannya dan tidak akan menaikkan masukan tingkatan perlakuan yang diberikan.

Kategori (S2) : Sesuai (suitable)

Daerah ini mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat perlakuan yang harus diterapkan. Pembatas ini akan meningkatkan masukan/tingkat perlakuan yang diperlukan.

Kategori (N) : Tidak Sesuai (Not Suitable)

Daerah ini mempunyai pembatas permanen sehingga mencegah segala kemungkinan perlakuan pada daerah tersebut.

C. Pembobotan dan pengharkatan

Pembobotan pada setiap faktor pembatas/parameter ditentukan berdasarkan pada dominannya parameter tersebut terhadap suatu peruntukan. Besarnya pembobotan ditunjukan pada suatu parameter untuk seluruh evaluasi lokasi. Nilai bobot (ßi) diperoleh dari hasil parameter utama pertumbuhan rumput laut hasil pengukuran di Kabupaten Sumbawa Barat yang dianalisa melalui kajian literatur yang berkaitan dengan parameter yang sering digunakan oleh para ahli budidaya. Untuk setiap parameter dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kelas yaitu sangat sesuai (S1) diberi skor kelas 3 atau 30, sesuai (S2) diberi skor kelas 2 atau 20, dan tidak sesuai (N) diberi skor kelas 1 atau 10. Untuk menyimpulkan tingkat kesesuaian lokasi (stasiun) maka dilakukan penjumlahan nilai akhir seluruh parameter pada stasiun yang bersangkutan (Y = Σ Nilai Bobot dikali Skor). Untuk mendapatkan nilai selang kelas (X), maka nilai S1 ditambah S2 dibagi dua, nilai S2 ditambah N dibagi dua. Dengan demikian untuk kategori kesesuaian lokasi budidaya rumput laut berada pada kisaran sebagai berikut: Kategori Sangat Sesuai (S1), Kategori Sesuai (S2) dan Kategori Tidak sesuai (N).

D. Analisis Spasial

Analisis spasial dilakukan untuk kesesuaian lokasi budidaya rumput laut. Basis data dibentuk dari data spasial dan data atribut, kemudian dibuat dalam bentuk layers atau coverage dimana menghasilkan peta-peta tematik dalam format digital sesuai kebutuhan/parameter masing-masing jenis kesesuaian lokasi. Setelah basis data terbentuk, analisis spasial dilakukan dengan metode tumpang susun (overlay) terhadap parameter yang berbentuk polygon. Proses overlay dilakukan dengan cara menggabungkan (union) masing-masing layers untuk tiap jenis kesesuaian lokasi. Penilaian terhadap kelas kesesuaian dilakukan dengan melihat nilai Indeks Overlay dari masing-masing jenis kesesuaian lokasi tersebut. Pengolahan data SIG dilakukan dengan menggunakan ArcView GIS Version 3.3.

Dokumen terkait