• Tidak ada hasil yang ditemukan

Community Readiness in the Application of Technology of Drinking Water Treatment (Case Study : Palu’e Island, Nusa Tenggara Timur)

METODOLOGI PENELITIAN

Instrumen penelitian tersebut terdiri atas tiga variabel besar penelitian, yaitu (1) variabel kesiapan individu, (2) variabel kesiapan komunitas, dan (3) variabel kesiapan tata kelola/delivery system. Tabel variabel dan indikator kesiapan individu, komunitas, dan tatakelola dapat dilihat pada Tabel 3.

Populasi dan sampel dalam studi ini adalah masyarakat calon pemanfaat Teknologi Pengolahan Air Payau. Jumlah responden sampling untuk lokasi

Pulau Palu’e adalah sebanyak 19 orang yang dipilih secara purposive sampling, yaitu mereka yang mengikuti kegiatan sosialisasi pelaksanaan teknologi pengolahan air payau/laut.Metode pengumpulan data adalah dengan menggunakan kuesioner. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan deskriptif kualitatif- kuantitatif (mix-methods). Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menilai kesiapan masing- masing komponen melalui skoring. Skala ukur yang digunakan adalah dikotomis, yaitu jawaban “ya” dan “tidak”. Data bersifat dikotomis, misalnya benar salah, atau ya dan tidak.

Terkait pengisian jawaban, untuk jawaban benar diberi kode 1 dan jika jawaban salah diberi kode 0. Sedangkan pendekatan kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan hasil skoring yang sudah ada. Kategori penilaian bila skor >50 adalah menunjukkan kesiapan dan < 50 menunjukkan ketidaksiapan. Rumus perhitungan skor adalah dengan menjumlahkan jumlah jawaban yang menunjukkan kesiapan dibagi dengan jumlah indikator di dalam 1 variabel tersebut. Secara singkat rumus perhitungan skor kesiapan dapat dituliskan sebagai berikut :

∑ jawaban ya/ ∑ indikator x 100………(1) Model perhitungan indeks Kesiapan Individu, Komunitas, dan Tatakelola dapat dilihat pada Gambar 1.

Dari model tersebut, langkah dimulai dari perumusan dan penetapan indikator kesiapan individu, komunitas dan tatakelola. Langkah kedua

adalah pengumpulan data sekunder dan primer. Kemudian langkah ketiga adalah melakukan penilaian skoring per-indikator. Jawaban ya diberi nilai 1 dan jawaban tidak diberi nilai 0.

Dari langkah tersebut kemudian skoring direrata untuk memberikan nilai akhir skor pervariabel. Langkah terakhir adalah dengan melakukan intrepretasi skoring.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Situasi wilayah Pulau Palu’e

Secara administratif, pulau Palu’e ini masuk dalam Kabupaten Sikka yang beribukota di Maumere. Pulau Palu’e adalah pulau tropis yang berada dalam gugusan kepulauan perairan laut Flores di bagian selatan dari Pulau ini terdapat Gunung Api Rokatenda. Berikut pada Gambar 2 disajikan Peta Pulau (Kecamatan) Palu’e.

Pulau Palu’e merupakan “pulau gunung” dan juga merupakan pulau vulkanik yang tidak memiliki

Variabel Indikator

Kesiapan Individu Pengetahuan Persepsi Motivasi Kesiapan Komunitas Kearifan Lokal

Sumber Daya

Rencana Aksi Kelompok Kepemimpinan Forum Komunitas Kesiapan Tata Kelola Jejaring

Ketersediaan Informasi Komunikasi

Dukungan Program dan Kebijakan Tabel 3. Variabel Kesiapan Masyarakat

Gambar 1. Model Perhitungan Indeks Kesiapan

Individu, Komunitas, dan Tatakelola Kesiapan Masyarakat Menerapkan Teknologi Tepat Guna Pengolahan Air Minum

(Studi Kasus : Pulau Palu’e, Nusa Tenggara Timur) Dimas Hastama

sumber air alami kecuali air hujan. Disebut pulau gunung karena banyak area di Pulau ini yang termasuk dalam area gunung berapi.

Masyarakat di Palu’e hanya memanfaatkan air hujan untuk kebutuhan air minum, sedangkan untuk kebutuhan lainnya mereka menggunakan sumur-sumur gali yang airnya laut/payau. Sebuah bukti bahwa masyarakat di Pulau Palu’e menggunakan air hujan adalah dengan banyaknya Bak Penampungan Air Hujan (BPAH) yang terdapat hampir di setiap rumah penduduk. Cara tersebut dilakukan, karena kualitas air tanah sangat tidak memenuhi standar baku mutu, bersifat payau, dan kadang-kadang berwarna kuning. Penduduk Kecamatan Palu’e pada tahun 2010 mencapai 10.950 jiwa. Jumlah penduduk perempuan adalah 5.944 jiwa (54%) dan penduduk laki-laki berjumlah 5.006 jiwa (46%).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Puslitbang Sosial, Ekonomi, dan Lingkungan Kementerian PU pada 2012 yang lalu, air yang dihasilkan dari cara adaptasi baik dengan pembangunan BPAH (adaptasi struktural) maupun mengambil air dari panas geothermal dan pelepah pisang (adaptasi kultural).

Adaptasi yang dilakukan belum cukup memenuhi kebutuhan masyarakat. Kesulitan-kesulitan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan air terus berlangsung. Oleh karena itu, perlu diupayakan suatu solusi pemenuhan kebutuhan air bersih atau air tawar yang signifikan dan berkelanjutan dengan membangun TTG pengolahan air payau/air laut menjadi air tawar. Terkait permasalahan tersebut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman Kementerian PU akan menerapkan TTG Pengolahan Air Payau menjadi Air Tawar.

Terkait lokasi calon teknologi pengolah air

payau/laut menjadi air tawar yang akan dipasang di daerah tersebut, yakni di Desa Maluriwu (dimana di desa tersebut terdapat Sumur Tua, sumur yang selama ini dapat menghasilkan air payau dengan volume besar dan stabil). Dengan pertimbangan kemudahan aksesibilitas dari seluruh masyarakat untuk mencapai Sumur Tua di desa Maluriwu.

Terkait rencana pengelolaan bila teknologi pengolahan air payau sudah diserahkan kepada masyarakat, dalam pembentukan kelembagaan (tata kelola) teknologi pengolah air payau/laut menjadi air tawar dapat mengadopsi dari struktur organisasi Badan Pemerintahan Desa Maluriwu yang sudah ada (Gambar 3). Cara ini dapat efektif mengingat tugas dan fungsi pada setiap orang pada struktur organisasi Desa Maluriwu hampir sama dengan tugas dan fungsi pada struktur kelembagaan teknologi pengolah air payau/laut menjadi air tawar.

Karakteristik Responden

Karakteristik responden yang dilihat pada advis ini meliputi pekerjaan dan pendidikan. Pada karakteristik pertama adalah pekerjaan dan pendidikan, untuk pekerjaan sendiri mayoritas responden adalah bekerja sebagai petani. Hal ini mayoritas dikarenakan lahan pertanian yang banyak terdapat di Pulau Palu’e. Sedangkan pendidikan sendiri mayoritas responden berturut-turut mengenyam pendidikan SMA, SD, SMP, dan D3/ sarjana. Gambaran pendidikan dan pekerjaan dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5.

Kesiapan Masyarakat

Terkait pemetaan kesiapan masyarakat, yakni variabel individu dapat ditinjau dari indikator pengetahuan, kesiapan, dan motivasi. Setelah

Gambar 2. Pulau Palu’e, Sikka, NTT Sumber : Data Sekunder

dilakukan penilaian maka hasil skoring kesiapan individu dapat dilihat pada Tabel 4.

Dari hasil di atas terlihat bahwa untuk pengetahuan masuk kategori kurang karena skornya <50, yakni 18,4. Sedangkan untuk persepsi 85,6 dan motivasi 85,26 masuk kategori tinggi karena >50. Indikator pengetahuan berisi tentang apakah masyarakat sudah mengetahui tentang teknologi yang akan diberikan. Dari hasil di atas, dapat diintrepretasikan bahwa Indikator

Ket:

: Garis Komando Tanggung jawab : Garis Koordinasi

Sumber : Data primer, 2013

Gambar 3. Struktur Organisasi Badan Perwakilan Desa Maluriwu

pengetahuan kurang dikarenakan masyarakat masih belum banyak mengetahui tentang teknologi ini. Sedangkan untuk indikator persepsi pada umumnya masyarakat sudah mempunyai persepsi yang baik tentang teknologi pengolahan air ini. Indikator persepsi ini berisi tentang pemetaan persepsi kebutuhan air dan persepsi pengopersian alat secara mudah dan murah. Masyarakat secara umum tahu dan mampu untuk mengoperasikan teknologi ini.

Tabel 4. Skoring Kesiapan Individu

Sumber : Hasil Analisis, 2013

Kesiapan Masyarakat Menerapkan Teknologi Tepat Guna Pengolahan Air Minum (Studi Kasus : Pulau Palu’e, Nusa Tenggara Timur) Dimas Hastama

Gambar 4. Gambaran Pendidikan Gambar 5. Gambaran Pekerjaan

membentuk kelompok masyarakat dan masyarakat sudah pernah membuat RAK pada program- program pemerintah yang lalu. Masyarakat di Palue memang sudah pernah mempunyai pengalaman dalam membentuk RAK pada PNPM Perdesaan untuk mengelola prasarana.

Indikator keempat adalah kepemimpinan yang mempunyai nilai 99,34. Sebagai wilayah yang masih memegang adat, masyarakat di Palue mempunyai panutan tokoh masyarakat. Dalam berbagai program pembangunan, tokoh- tokoh tersebut selalu berperan aktif dan selalu bekerjasama dengan aparat pemerintah. Hal ini juga diindikasikan dengan nilai yang cukup tinggi yang mencapai 99,34.

Indikator terakhir adalah forum komunitas dengan nilai 96,49. Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat mempunyai forum/ komunitas dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu masyarakat Palue sudah biasa mengambil keputusan musyawarah untuk mufakat melalui forum/ komunitas.

Berdasarkan beberapa variabel di atas, skor rata-rata pada variabel kesiapan komunitas mencapai skor 88,08 atau masuk kategori siap. Sebagai kesimpulan masyarakat Pulau Palu’e dinilai siap secara komunitas untuk menerima teknologi tersebut.

Sedangkan pada variabel kesiapan tatakelola/ delivery system, indikator yang ditinjau meliputi jejaring, ketersediaan informasi, dukungan program dan kebijakan serta komunikasi. Setelah dilakukan penilaian maka skoring variabel kesiapan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6 memperlihatkan bahwa pada indikator jejaring dengan nilai 57,8, indikator komunikasi dengan nilai 67,10, dan indikator dukungan program dan kebijakan dengan nilai 59,65 menunjukkan hasil yang tinggi. Mengacu pada nilai indikator jejaring, komunikasi, dan dukungan program dengan skor > 50 menunjukkan bahwa masyarakat (komunitas) memiliki kesiapan yang cukup tinggi terkait dengan tatakelola teknologi tersebut. Terkait indikator motivasi juga masuk kategori

tinggi karena teknologi pengolahan ini diperlukan oleh masyarakat di wilayah Pulau Palu’e terutama pada musim kemarau. Masyarakat mempunyai motivasi yang tinggi terhadap teknologi ini karena didesak oleh kebutuhan air yang ada. Skor rata- rata pada variabel kesiapan individu mencapai 63,2 atau masuk kategori siap. Sebagai kesimpulan awal bahwa masyarakat Pulau Palu’e dinilai siap secara individu untuk menerima teknologi tersebut.

Pada variabel kesiapan komunitas, indikator yang ditinjau meliputi kearifan lokal, sumberdaya, rencana aksi kelompok (RAK), kepemimpinan, dan forum komunitas. Setelah dilakukan penilaian hasil skoring kesiapan dapat dilihat pada Tabel 5.

Dari hasil skoring pada Tabel 5 terlihat bahwa untuk kearifan lokal, sumberdaya, RAK, kepemimpinan, dan forum komunitas menunjukkan hasil yang tinggi, masing-masing > 50. Hal ini mengindikasikan skor> 50 adalah masyarakat/ komunitas tersebut memiliki kesiapan yang tinggi terkait dengan akan adanya teknologi pengolahan tersebut. Dalam indikator kearifan lokal berisi tentang modal sosial (kerjasama, gotong royong, partisipasi di lingkungan warga) dan apakah penggunaan teknologi ini bertentangan dengan adat. Pada indikator kearifan lokal sendiri kepercayaan masyarakat di sana antar warganya cukup baik dengan nilai 80,12. Hal ini mengindikasikan bahwa di masyarakat sudah tercipta modal sosial dalam lingkungan adat mereka. Nilai ini juga mengindikasikan bahwa penggunaan teknologi ini tidak bertentangan dengan nilai adat.

Terkait dengan indikator sumber daya yang mana di daerah tersebut dengan nilai skor 68,42. Indikator ini melihat sumber daya air dan sumber daya manusia dalam mengoperasikan alat. Nilai 68,42 ini dapat diintrepretasikan bahwa sumber daya air sangat diperlukan serta SDM dalam pengoperasian akan mau dan mampu dalam mengoperasikan alat.

Indikator selanjutnya adalah RAK (Rencana Aksi Kelompok). Nilai RAK adalah 68,42. Nilai RAK ini mengindikasikan bahwa masyarakat sudah pernah

Tabel 5. Skoring Kesiapan Komunitas

Sedangkan untuk indikator informasi nilainya <50, yakni 45,61 karena memang akses informasi yang mereka dapatkan terbilang sulit disebabkan letaknya yang cukup terpencil, yakni terpisah dengan pulau Flores. Skor rata- rata, pada variabel kesiapan tata kelola mencapai skor 59,65 atau masuk kategori siap. Sebagai kesimpulan masyarakat Palu’e dinilai siap secara tata kelola untuk menerima teknologi tersebut.

Secara keseluruhan ketiga variabel non teknis tersebut di atas, memperlihatkan bahwa aspek kesiapan komunitas sudah memiliki skor rata-rata paling tinggi, yakni 88,08 artinya siap. Pada aspek kesiapan individu dengan skor rata-rata 63,2 juga siap. Sedangkan pada aspek kesiapan tata kelola dengan skor rata-rata 59,65 artinya siap.

Dari 3 variabel di atas dapat digambarkan jaring laba-laba (spyderweb) pada Gambar 6.

Dari Gambar 6, dapat dilihat bahwa secara keseluruhan rata-rata skor dari ketiga variabel, yaitu kesiapan individu, komunitas, dan tatakelola adalah 70,31. Nilai skor dari 3 variabel tersebut adalah 70,31 (lebih >50), artinya masyarakat Pulau Palu’e siap menerima teknologi pengolah air payau/laut menjadi air tawar. Dengan struktur urutan kesiapan paling tinggi adalah kesiapan komunitas (88,08), kesiapan individu (63,2), kemudian kesiapan tata kelola (59,65).

Urutan berbagai macam indikator dalam variabel ini dapat digambarkan pada gambar 7 di bawah ini.

Dari Gambar 7, terlihat bahwa dengan nilai batas (passing grade) 50, terdapat 2 indikator yang di bawah nilai batas. Indikator pertama adalah pengetahuan di dalam kesiapan individu. Indikator kedua adalah akses Informasi di dalam variabel kesiapan tatakelola.Sementara urutan indikator yang memberikan nilai tinggi adalah kepemimpinan, forum komunitas, persepsi, motivasi, kearifan lokal, sumber daya dan Rencana Aksi Kegiatan, serta jejaring, komunikasi dan dukungan program.

Sebagai bahan evaluasi awal bahwa sebelum

Tabel 6. Skoring Tata Kelola/ Delivery System

Sumber : Hasil Analisis, 2013

Gambar 6. Spider web 3 Variabel Studi Sumber : Hasil Analisis,2013

penerapan teknologi tersebut dilakukan, maka konsern utama stakeholders terkait yang perlu diperhatikan lebih pada kesiapan tata kelola.

Dari komparasi studi yang pernah dilakukan, Kondisi geografis dan indikasi perubahan iklim yang Kesiapan Masyarakat Menerapkan Teknologi Tepat Guna Pengolahan Air Minum

(Studi Kasus : Pulau Palu’e, Nusa Tenggara Timur) Dimas Hastama

terjadi di Kecamatan Palue membuat masyarakat perlu melakukan strategi adaptasi atas kondisi kelangkaan air yang dialami. Ini erat kaitannya dengan indikator persepsi dan motivasi dalam variabel kesiapan individu. Strategi adaptasi yang kuat timbul dari persespsi dan motivasi individu yang kuat. Selain itu kearifan local, komunitas, jejaring,kepemimpinan adalah juga merupakan

social capital yang mempengaruhi strategi adaptasi

yang masyarakat Palue lakukan. Sebagai tambahan untuk memperkuat strategi adaptasi adalah akses pengetahuan, informasi, komunikasi, dan dukungan program dari Pemerintah setempat

KESIMPULAN

Berdasarkan data dan pembahasan di atas, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Tingkat kesiapan masyarakat pulau Palu’e terhadap penerapan teknologi pengolah air payau/laut menjadi air tawar dari aspek kesiapan individu dengan skor rata-rata 63,2 atau >50, artinya siap teknologi. Pada aspek kesiapan komunitas dengan skor rata-rata 88,08 atau >50, artinya siap menerima teknologi. Dan aspek kesiapan tata kelola dengan skor rata-rata 59,65 atau >50, artinya siap menerima teknologi. Dari ketiga aspek kesiapan tersebut didapatkan skor rata-rata 70,25 atau > 50 artinya masyarakat Pulau Palu’e siap menerima teknologi pengolah air payau/laut menjadi air tawar untuk kebutuhan air minum dan memasak.

2. Dari segi skor variabel, rata-rata skor terendah adalah pada variabel kesiapan tata kelola, yakni 59,65 maka stakeholders terkait perlu membuat strategi bagaimana supaya tata kelola teknologi pengolahan air payau/laut menjadi air tawar dapat memberikan layanan air tawar yang

Gambar 7. Skor Nilai Indikator Studi Sumber : Hasil Analisis,2013

berkelanjutan.

3. Dari segi skor indikator, skor terendah adalah pada indikator pengetahuan yang termasuk dalam variabel individu, oleh karenanya perlu perhatian dan peningkatan kapasitas terhadap pengetahuan Masyarakat Palue.

DAFTAR PUSTAKA

[Balai Sosekling Bidang Permukiman] Pusat Litbang Sosial, Ekonomi dan Lingkungan. 2012.

Peningkatan Kapasitas Adaptif Masyarakat dalam Penerapan Teknologi Tepat Guna (TTG) Bidang Permukiman Pasca Bencana Gunung Berapi.

[Balai Sosekling Bidang SDA] Pusat Litbang Sosial, Ekonomi dan Lingkungan. 2012. Pemetaan

Sosekling Daerah Pulau Palu’e.

Edwards. R. W. et.al. 2000. Community readiness: Research to practice. Journal of Community

Psychology, 28(3), 291-307.

Kusumartono, FX Hermawan. 2012. Adaptasi Masyarakat Menghadapi Krisis Air (Studi Kasus Masyarakat Pulau Palue). Jurnal Sosial

Ekonomi Pekerjaan Umum Vol.4 No.2 Juli 2012

Peraturan Menteri Kesehatan No.416 Tahun 1990 tentang Tentang Syarat-Syarat Dan Pengawasan Kualitas Air.

Peraturan Menteri Kesehatan No.492 Tahun 2010 tentang Standar Kualitas Air Minum

http://collectiveactionlab.com/sites/default/files/ Edwards_et_al_2000_Community_Readiness. pdf diakses 4 Juni 2013

http://www.resepbunda.biz/2012/01/31/air-bersih-layak-minum-dikonsumsi/ diakses pada 4 Juni 2013

http://www.colostate.edu/Depts/TEC/article4. htm. Community Readiness: A Promising Model for Community Healing diakses pada 4 Juni 2013.

Kesiapan Masyarakat Menerapkan Teknologi Tepat Guna Pengolahan Air Minum (Studi Kasus : Pulau Palu’e, Nusa Tenggara Timur) Dimas Hastama

PENyERAPAN EMISI CO2 DARI KENDARAAN BERMOTOR MELALUI

Dokumen terkait