• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengukuran Tingkat Partisipasi Masyarakat Desa Cibedug, Kabupaten Bogor dalam Pembangunan Jalan Desa Tipe Otta Seal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pengukuran Tingkat Partisipasi Masyarakat Desa Cibedug, Kabupaten Bogor dalam Pembangunan Jalan Desa Tipe Otta Seal"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

Jurnal

Sosek Pekerjaan Umum

Vol. 5

No. 2

77 - 139

Hal.

Jakarta

Juli 2013

2085-384X

ISSN

Pengukuran Tingkat Partisipasi Masyarakat Desa Cibedug, Kabupaten Bogor dalam

Pembangunan Jalan Desa Tipe Otta Seal

Adaptasi Masyarakat Terhadap Bencana Banjir Lahar

(Studi Kasus : Kemiren, Srumbung, Magelang, Jawa Tengah)

Alternatif Dasar Perhitungan Nilai Tanah untuk Pembangunan Waduk

Peran Kelembagaan Lokal Dalam Pengelolaan Situ Tujuh Muara (Ciledug), Kota

Tangerang Selatan

Kesiapan Masyarakat Menerapkan Teknologi Tepat Guna Pengolahan Air Minum

(Studi Kasus : Pulau Palu'e, Nusa Tenggara Timur)

Penyerapan Emisi CO2 dari Kendaraan Bermotor melalui Teknologi Vegetasi di Ruang

Milik Jalan

Ahsan Asjhari

Jati Iswardoyo

Andi Suriadi dan Andri Hakim

Nasta Inah dan Suryawan Setianto

Dimas Hastama Nugraha dan Masmian Mahida

Edwin Hidayat

Vol.5 No.2 Juli 2013

ISSN : 2085 - 384X

(2)

Jurnal

SoSial Ekonomi PEkErJaan umum

Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum adalah wadah informasi bidang sosial dan ekonomi bidang pekerjaan umum dan permukiman berupa hasil penelitian, studi kepustakaan maupun tulisan ilmiah yang memuat aspek sosial, ekonomi bidang infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman. Jurnal ini terbit sejak tahun 2009 dengan frekuensi terbit tiga kali dalam setahun yaitu pada bulan April, Juli, dan November.

Penanggung Jawab

Ir. Lolly Martina Martief, MT Dewan Editor

Ketua : Dr. Ir. R. Pamekas, M.Eng. Anggota : Dr. Ir. Achmad Helmi, M.Sc, M.Si

Prof. (R).Dr.-Ing Andreas Wibowo, ST,MT Ir. Joyce Martha Widjaya, M.Sc

Drs. FX Hermawan K, M.Si

Mitra Bestari

Prof. Dr. Ir. Effendi Pasandaran Prof. Dr. Paulus Wirutomo, M.Sc Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Ir. Hastu Prabatmodjo, MS, Ph.D Prof. Dr. Sunyoto Usman, MA Dr. Dody Prayogo, MPSt Redaksi Pelaksana

Ketua : Ir. Yusniewati, M.Sc Anggota : Enfy Diana Dewi, ST, MUP

Ir. Ridwan Marpaung, MT Rahaju Sutjipta, S.Sos. Aldina Rani Lestari, SIP Masmian Mahida, S. Kom Dwi Rini Hartati, ST Tomi Hendratno, ST

Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum diterbitkan oleh Puslitbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum.

Alamat Redaksi/Penerbit:

Puslitbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum Gedung Heritage (wing barat) lantai 3, Jl. Patimura No. 20 Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110, Telp. (021) 72784641, Fax. (021) 72784644, Email: sosekling@pu.go.id

(3)

Volume 5 Nomor 2 Juli 2013

Jurnal

SoSial Ekonomi PEkErJaan umum

Pengukuran Tingkat Partisipasi Masyarakat Desa Cibedug, Kabupaten Bogor dalam Pembangunan Jalan Desa Tipe Otta Seal

Ahsan Asjhari

Adaptasi Masyarakat Terhadap Bencana Banjir Lahar Studi Kasus : Kemiren, Srumbung, Magelang, Jawa Tengah

Jati Iswardoyo

Alternatif Dasar Perhitungan Nilai Tanah untuk Pembangunan Waduk

Andi Suriadi dan Andri Hakim

Peran Kelembagaan Lokal dalam Pengelolaan Situ Tujuh Muara (Ciledug), Kota Tangerang Selatan

Nasta Inah dan Suryawan Setianto

Kesiapan Masyarakat Menerapkan Teknologi Tepat Guna Pengolahan Air Minum (Studi Kasus : Pulau Palu’e, Nusa Tenggara Timur)

Dimas Hastama Nugraha dan Masmian Mahida

Penyerapan Emisi CO2 Dari Kendaraan Bermotor Melalui Teknologi Vegetasi di Ruang Milik Jalan Edwin Hidayat INDEKS

DAFTAR ISI

ISSN : 2085-384X

77-85 87-96 97-109 111-118 119-129 131-138 139

(4)

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas terbitnya Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum Volume 5 Nomor 2 Juli 2013 ini.Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum adalah jurnal yang diterbitkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi dan Lingkungan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pekerjaan Umum, terbit sejak tahun 2009 dengan frekuensi terbit tiga kali dalam setahun yaitu pada bulan April, Juli, dan November.

Jurnal ini merupakan publikasi ilmiah tentang tulisan yang memuat hasil-hasil penelitian, studi kepustakaan maupun tulisan ilmiah yang memuat aspek sosial, ekonomi, serta lingkungan bidang infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman. Judul dan abstrak tulisan menggunakan dwi bahasa baik Bahasa Indonesia maupun Bahasa Inggris.

Sebagai prestasi, Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum berhasil mempertahankan gelar akreditasi dengan masa berlaku tiga (3) tahun terhitung mulai Juli 2012 - Juli 2015. Jurnal edisi kedua tahun 2013 ini, menampilkan enam (6) buah tulisan ilmiah yaitu; Pengukuran Tingkat Partisipasi Masyarakat Desa Cibedug, Kabupaten Bogor dalam Pembangunan Jalan Desa Tipe Otta Seal; Adaptasi Masyarakat terhadap Bencana Banjir Lahar (Studi Kasus: Desa Kemiren, Srumbung, Magelang, Jawa Tengah); Alternatif Dasar Perhitungan Nilai Tanah untuk Pembangunan Waduk; Peran Kelembagaan Lokal dalam Pengelolaan Situ Tujuh Muara (Ciledug), Kota Tangerang Selatan; Kesiapan Masyarakat Menerapkan Teknologi Tepat Guna Pengolahan Air Minum (Studi Kasus: Pulau Palu’e, Provinsi Nusa Tenggara Timur), dan Penyerapan Emisi CO2 dari Kendaraan Bermotor Melalui Teknologi Vegetasi di Ruang Milik Jalan.

Keenam tulisan yang dimuat merupakan representasi dari beragamnya permasalahan dan tantangan dalam penyelenggaraan infrastruktur pekerjaan umum dan permukiman. Dengan diterbitkannya jurnal ini diharapkan memberi motivasi para peneliti di lingkungan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi dan Lingkungan maupun peneliti di instansi lain untuk melakukan penelitian-penelitian sosial ekonomi dan lingkungan bidang Pekerjaan Umum dan Permukiman yang berkualitas.

Kami redaksi pelaksana menyampaikan kepada pembaca bahwa alamat redaksi Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum telah berpindah dari Jalan Sapta Taruna Raya No.26 Kompleks PU Pasar Jumat, Jakarta Selatan ke Gedung Heritage (wing barat) lantai 3, Jalan Pattimura No. 20, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan 12110.

Akhir kata, pengelola jurnal mengucapkan terima kasih baik kepada seluruh pihak yang terlibat dalam penerbitan Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum. Semoga jurnal ini bermanfaat bagi semua pihak. Selamat membaca!

Jakarta, Juli 2013 Redaksi Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum

(5)

UCAPAN TERIMAKASIH

Redaksi Pelaksana Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum mengucapkan terima kasih kepada para mitra bestari (peer-reviewer) Jurnal Sosial Ekonomi Pekerjaan Umum Volume 5 Nomor 1 April 2013

Prof. Dr. Effendi Pasandaran Prof Dr. Paulus Wirutomo, M.Sc Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc Ir. Hastu Prabatmodjo, MS, Ph.D Prof. Dr. Sunyoto Usman, MA

(6)
(7)

PENGUKURAN TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DESA CIBEDUG,

KABUPATEN BOGOR DALAM PEMBANGUNAN JALAN DESA TIPE OTTA

SEAL

The Measurement of Community Participation Level at Cibedug Village,

Bogor Regency on Developing Rural Roads with Otta Seal Type

Ahsan Asjhari

Balai Litbang Sosial Ekonomi Lingkungan Bidang Jalan dan Jembatan

Pusat Litbang Sosial Ekonomi dan Lingkungan, Balitbang, Kementerian Pekerjaan Umum Jl. Gayung Kebonsari No. 50 Surabaya

Email: asy_syahrun@yahoo.com

Tanggal diterima: 17 April 2013 ; Tanggal disetujui: 17 Juni 2013

ABSTRACT

Roads are the infrastructure needed to support rural connectivity. Roads open access to the market, education, and healthcare facilities to develop socioeconomic communities in the area. The technology used to open to penetrate rural areas up to the remote, it takes the road with low traffic volume specifications. One of the technologies of road pavement to support the road specification is otta seals that developed by Pusjatan Balitbang PU. In 2011, the technology was applied to build the rural road in Desa Cibedug, Kabupaten Bogor as a pilot project. This study aims to determine the level participation villagers Cibedug in the construction process using the combination of level participation stair by Arnstein and participatory road scheme. This study categorizes participation into three levels, i.e. high, medium, and low. Based on the results of the discussion, it can be seen that the participation of the villagers of Cibedug in most phases of construction is medium category. Meanwhile in the phase of action plan, participation of community was categorized as high, which can be seen through various forms of material and non-material participation deployed. Thus community participation has an important role in the successful development of rural roads.

Keywords: participation, construction of roads, rural roads, otta seal ABSTRAK

Jalan merupakan prasarana yang diperlukan untuk menunjang konektivitas daerah pedesaan. Jalan membuka akses terhadap fasilitas pasar, pendidikan, serta kesehatan untuk pengembangan sosial ekonomi bagi masyarakat di daerah tersebut. Teknologi yang digunakan untuk membuka daerah pedesaan, biasanya berupa jalan dengan spesifikasi volume lalu lintas rendah. Salah satu teknologi perkerasan jalan dengan spesifikasi tersebut adalah otta seal yang dikembangkan oleh Pusat Litbang Jalan dan Jambatan Balitbang PU. Pada tahun 2011, teknologi tersebut diujicobakan untuk membangun jalan di Desa Cibedug, Kabupaten Bogor. Tulisan ini bertujuan untuk mengukur tingkat partisipasi masyarakat Desa Cibedug dalam pembangunan jalan desa tersebut, dengan mengkombinasikan tangga partisipasi Arnstein dan skema model pembangunan jalan partisipatif dengan teknologi otta seal sehingga dapat dikategorisasi menjadi 3 tingkatan partispasi, yaitu tinggi, sedang, dan rendah. Dari pembahasan diketahui, tingkat partisipasi masyarakat Desa Cibedug pada sebagian tahapan pembangunan jalan desa tersebut termasuk sedang. Sementara dalam tahap implementasi rencana aksi, partisipasi masyarakat termasuk tinggi. Ini terlihat dari berbagai bentuk partisipasi masyarakat yang dikerahkan dalam tahapan tersebut.

(8)

PENDAHULUAN

Transportasi jalan merupakan prasarana yang sangat dibutuhkan untuk menembus isolasi wilayah, seperti penduduk di daerah pedesaan. Keberadaan jalan tersebut diperlukan untuk menunjang konektivitas daerah pedesaan tersebut terhadap daerah lainnya. Selanjutnya, konektivitas tersebut akan membuka akses terhadap pasar untuk pemasaran hasil pertanian, fasilitas pendidikan, kesehatan, dan berbagai peluang untuk pengembangan sosial ekonomi di daerah pedesaan tersebut.

Jalan untuk pedesaan dengan spesifikasi volume lalu lintas rendah diperlukan untuk menembus daerah pedesaan hingga pelosok pedalaman. Tipe jalan ini memiliki beban standar yang sangat rendah, jauh di bawah standar jalan umum. Umumnya, jalan tersebut tersebut dirancang untuk menerima beban lalu lintas dengan volume tinggi selama masa konstruksinya dan kembali menjadi jalan dengan volume lalu lintas rendah di saat beroperasi (MacCulloch 2006). Menurut Manual on Uniform

Traffic Control Devices (MUTCD), jalan volume

rendah merupakan fasilitas yang terletak di luar area perkotaan, pusat kota, dan perumahan. Jalan ini memiliki volume lalu lintas kurang dari 400 Lalu Lintas Harian Rata-rata (LHR).

Pusat Litbang Jalan dan Jembatan (Pusjatan) Balitbang Kementerian PU telah melakukan pengembangan sebuah model teknis pembuatan atau peningkatan jalan desa yang memenuhi kriteria volume lalu lintas rendah. Salah satu fokus pengembangan jalan volume lalu lintas rendah adalah metode dengan teknologi lapis perkerasan jalan bertipe otta seal.

Teknologi lapis perkerasan jalan bertipe otta seal dikembangkan pada tahun 1960an dan pertama kali diujicobakan di Lembah Otta, Norwegia. Otta seal adalah lapisan aspal tipis yang dapat diaplikasikan sebagai lapisan tunggal atau ganda yang terdiri dari kerikil bergradasi atau agregat pecahan yang berisi semua ukuran. Lapisan tersebut kemudian dilapisi aspal tipis kemudian dipadatkan dengan menggunakan roller. Dengan demikian teknologi lapis perkerasan jalan bertipe otta seal yang relatif sederhana karena pertimbangan kemudahan aplikasi dan pemanfaatan bahan-bahan lokal, sehingga mudah diterapkan secara partisipatif oleh masyarakat.

Pada tahun 2011, teknologi perkerasan jalan bertipe otta seal tersebut diterapkan pada skala lapangan oleh Pusjatan di Desa Cibedug, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Penerapan ini dilakukan dengan didampingi oleh Pusat Litbang Sosial

Ekonomi dan Lingkungan untuk mendukung penerapan teknologi perkerasan jalan bertipe otta

seal yang dilaksanakan langsung oleh masyarakat.

Teknologi yang dikembangkan oleh Pusat Litbang Jalan dan Jembatan ini diharapkan dapat diterapkan langsung secara partisipatif oleh masyarakat setempat.

Desa Cibedug Kecamatan Ciawi sendiri terletak di selatan Kabupaten Bogor dan berada pada ketinggian antara 500 – 1200 mdpl di atas permukaan laut. Sebagian besar penduduk desa adalah petani. Tercatat penduduk yang terlibat dalam sektor pertanian mencapai 78% dari total jumlah penduduk berdasar mata pencaharian. Selain sebagai petani, mata pencaharian penduduk desa ini antara lain adalah sebagai karyawan perusahaan (14%), bergerak di sektor industri mulai kecil, menengah hingga besar (5%), dan sebagai abdi masyarakat (PNS/Polri/Pensiunan), yaitu sebesar 3% (Profil Desa Cibedug 2010).

Merujuk pada aspek demografis terkait tingkat pendidikan secara umum, sebagian besar masyarakat Desa Cibedug hanya mengenyam pendidikan hingga sekolah dasar yang mencapai 53% dari total jumlah penduduk. Bahkan presentasi untuk penduduk yang tidak mengenyam pendidikan mencapai 33,8%. Berdasarkan observasi lapangan, rendahnya pendidikan tersebut berkaitan dengan buruknya prasarana jalan yang mengisolasi sebagian dusun di Desa Cibedug, yaitu Dusun Babakan dan Ciaul. Hal tersebut menyebabkan akses menuju sekolah setingkat SMP/MTs cukup sulit dijangkau, sehingga pembangunan jalan merupakan kebutuhan vital bagi penduduk desa tersebut. Dengan demikian pembangunan jalan dengan teknologi perkerasan

otta seal dapat dilaksanakan secara partisipatif oleh

masyarakat Desa Cibedug.

Penelitian ini merupakan kegiatan verifikasi terhadap Mekanisme Alih Teknologi Penyelenggaraan Jalan Volume Lalu Lintas Rendah dan Biaya Murah Secara Partisipatif yang telah disusun pada tahun 2011. Penelitian ini menggunakan skema model pembangunan jalan partisipatif dengan teknologi otta seal yang disandingkan dengan tangga partisipatif, untuk mengukur partisipasi masyarakat Desa Cibedug dalam penerapan teknologi perkerasan jalan bertipe

otta seal tersebut.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan mengenai “Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam penerapan teknologi perkerasan jalan bertipe otta

seal di Desa Cibedug, Kabupaten Bogor?” Dengan

(9)

pembangunan jalan dengan teknologi tipe otta seal di desa tersebut, diharapkan dapat dijadikan bahan penyempurnaan bagi mekanisme pelaksanaan alih teknologi Penyelenggaraan Jalan Volume Lalu Lintas Rendah dan Biaya Murah Secara Partisipatif, di kemudian hari.

KAJIAN PUSTAKA

Pembangunan Jalan Desa Berbasis Peran Masyarakat

Merujuk pada UU No. 38 Tahun 2004 tentang Jalan, khususnya pada pasal 1 angka 9 disebutkan bahwa penyelenggaraan jalan adalah kegiatan yang meliputi :

1. Pengaturan. Pengaturan jalan adalah kegiatan perumusan kebijakan perencanaan, penyusunan perencanaan umum, dan penyusunan peraturan perundang undangan jalan;

2. Pembinaan. Pembinaan jalan adalah kegiatan penyusunan pedoman dan standar teknis, pelayanan, pemberdayaan sumber daya manusia, serta penelitian dan pengembangan jalan; 3. Pembangunan. Pembangunan jalan adalah

kegiatan pemrograman dan penganggaran, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, serta pengoperasian dan pemeliharaan jalan; dan

4. Pengawasan jalan. Pengawasan jalan adalah kegiatan yang dilakukan untuk mewujudkan tertib pengaturan, pembinaan, dan pembangunan jalan.

Dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 01/PRT/M/2012 tentang Pedoman Peran Masyarakat dalam Penyelenggaraan Jalan menyebutkan bahwa masyarakat dapat ikut berperan dalam pengaturan, pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan. Masyarakat yang berperan dalam penyelenggaraan jalan dapat bersifat: perorangan, kelompok, dan badan usaha. Tiap sifat tersebut dapat digolongkan sebagai 1) masyarakat pengguna jalan, dan 2) masyarakat pemanfaat jalan. Peran masyarakat dapat dilakukan pada jalan nasional, jalan provinsi, jalan kabupaten/ kota, dan jalan desa.

Sedangkan peran masyarakat dalam penyelenggaraan jalan, menyebutkan bahwa peran masyarakat untuk penyelenggaraan jalan desa, antara lain :

1. Partisipasi, masyarakat terlibat secara langsung dalam kegiatan mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, supervisi maupun pemanfaatan serta pemeliharaannya; dan

2. Keswadayaan, kemampuan masyarakat menjadi faktor pendorong utama dalam keberhasilan kegiatan, baik proses perencanaan, pelaksanaan, supervisi maupun pemanfaatan serta pemeliharaannya.

Berdasarkan konsep di atas, dalam konteks penelitian ini, penyelenggaraan jalan lebih difokuskan pada kegiatan pembangunan jalan desa yang melibatkan peran masyarakat yang meliputi unsur partisipasi dan keswadayaan mayarakat dalam persiapan, perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi serta pengoperasian dan pemeliharaan jalan.

Penelitian terkait peran atau partisipasi masyarakat dalam pembangunan jalan antara lain dilakukan oleh Balai Pemberdayaan ke-PU-an Surabaya (2007). Dalam penelitian yang dilakukan di Desa Undisan, Bali, Balai Pemberdayaan ke-PU-an Surabaya membagi pembangunan jalan yang berbasis komunitas (Community Based

Development) menjadi 8 tahapan, yaitu sosialisasi

ke pemerintah daerah, pemilihan lokasi, sosialisasi program ke lokasi terpilih, survei lokasi, penyusunan

community action plan, implementasi, pembentukan

kelembagaan masyarakat, dan pendampingan kelompok masyarakat. Tahapan pembangunan jalan pada penelitian ini mencoba menggali kebutuhan masyarakat terhadap prasarana jalan lingkungan sebagai dasar penyusunan rencana aksi komunitas.

Sementara penelitian Balai Litbang Sosekling Bidang Jalan dan Jembatan (2011) yang mencoba mempertemukan kebutuhan masyarakat akan prasarana jalan dengan kebutuhan teknis untuk penerapan teknologi perkerasan otta seal untuk diterapkan pada skala lapangan. Setidaknya terdapat 7 tahap pembangunan jalan partisipatif dengan teknologi otta seal yang meliputi : fase persiapan (penyusunan) program yang meliputi tahap 1) pemilihan lokasi, 2) pemetaan potensi, dan 3) sosialisasi kegiatan. Fase perencanaan teknis yang meliputi tahap 4) pembentukan dan perkuatan pokja, serta 5) penyusunan rencana aksi. Fase konstruksi yang meliputi tahap 6) implementasi rencana aksi dan fase pengoperasian dan pemeliharaan jalan yang meliputi tahap 7) pemeliharaan pasca konstruksi. Tahapan tersebut merupakan skema ideal yang dapat diacu dalam pelaksanaan pembangunan jalan dengan menggunakan teknologi otta seal sehingga dapat memaksimalkan potensi partisipasi masyarakat secara maksimal.

Tahapan pelaksanaan pembangunan jalan dengan teknologi otta seal tersebut kemudian dirumuskan ke dalam skema model pembangunan jalan Pengukuran Tingkat Partisipasi Masyarakat Desa Cibedug, Kabupaten Bogor dalam Pembangunan Jalan Desa Tipe Otta Seal

(10)

Gambar 1. Skema model pembangunan jalan partisipatif dengan teknologi otta seal Sumber : Balai Litbang Sosekling Jatan, 2011

partisipatif dengan teknologi otta seal sebagaimana dapat dilihat dalam gambar 1.

Partisipasi Masyarakat

Esensi dari pembangunan sosial telah terpenuhi apabila masyarakat telah berpartisipasi sepenuhnya dalam pembentukan keputusan yang mempengaruhi kesejahteraan mereka serta dapat mengimplementasikan keputusan-keputusan tersebut. Partisipasi menumbuhkan sense of

community yang mendorong terbentuknya integritas

sosial. Secara garis besar, konsep pembangunan sosial yang mengandalkan komponen partisipatif di dalamnya mempunyai implikasi perubahan mendasar dalam metode perencanaan pembangunan yang semula top-down dari pemerintah menjadi

bottom-up. Menurut Bintoro (1976), partisipasi

masyarakat merupakan elemen penting dalam pembangunan. Administrasi pembangunan yang sedang berjalan, tidak akan sempurna (efektif) jika tidak terdapat partisipasi masyarakat. Paling tidak partisipasi dalam pelaksanaan kebijakan pembangunan.

Partisipasi menurut Arnstein (Aliadi 1994) adalah bagaimana masyarakat dapat terlibat dalam

perubahan sosial yang memungkinkan mereka mendapatkan bagian keuntungan dari kelompok yang berpengaruh. Selanjutnya Arnstein menyebutkan bahwa terdapat delapan tangga partisipasi (Gambar 2). Tangga pertama disebut manipulasi dan kedua terapi. Kategori manipulasi dan terapi ini bila yang dilakukan dalam bentuk mendidik dan mengobati. Dalam tangga pertama dan kedua ini Arnstein menganggap itu bukan bentuk partisipasi. Tangga ketiga adalah fase penyampaian informasi. Tangga keempat adalah konsultasi dan kelima peredaman kemarahan. Kategori pada tangga ketiga hingga lima ini disebut tingkat tokenisme, yaitu suatu tingkatan peran serta di mana masyarakat didengar dan diperkenankan berpendapat, tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan.

Menurut Arnstein, jika partisipasi hanya dibatasi pada tingkat tokenisme, maka kecil kemungkinan ada upaya perubahan dalam masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Oleh karena itu, masih ada kategori tangga teratas dalam tingkat kekuasaan di mana rakyat memiliki pengaruh dalam proses pengambilan keputusan. Untuk tahap

(11)

ini, tangga keenam disebut kemitraan. Tangga ketujuh pendelegasian kekuasaan dan kedelapan pengawasan masyarakat.

Perkerasan Jalan Tipe Otta Seal

Pembangunan jalan desa yang diterapkan di Desa Cibedug, Kabupaten Bogor dilaksanakan dengan menerapkan teknologi perkerasan dengan tipe otta

seal yang dikembangkan oleh Pusjatan. Teknologi otta seal merupakan salah satu tipe metode lapis

perkerasan jalan, seperti halnya sand seal atau pun

chip seal.

Otta seal sebagai lapisan aspal yang tipis,

diaplikasikan sebagai lapisan tunggal atau ganda yang terdiri dari kerikil bergradasi atau agregat pecahan yang berisi semua ukuran dan aspal gradasi potongan atau penetrasi lunak (Overby dan Pinard 2007).

Lapis perkerasan otta seal sebenarnya tidak menambah kekuatan struktur jalan. Oleh karena itu, permukaan yang akan diperkeras, perlu dipersiapkan untuk menahan tingkat lalu lintas yang direncanakan. Persiapan dasar jalan mungkin mencakup pemberian kerikil ulang pembentukan ulang dan dan pemadatan (Gambar 3).

Gambar 3. Tipe-tipe Perkerasan Jalan Sumber : Overby & Pinard, 2007

Satu lapisan agregat di rol ke aspal menggunakan

roller roda pneumatik atau truk bermuatan.

Penerapan otta seal atau segel otta merupakan perkerasan yang sederhana karena pertimbangan kemudahan dalam memanfaatkan bahan-bahan lokal setempat seperti ketersediaan kerikil alam, tenaga kerjanya berkualitas yang biasa saja, perkerasan berkapasitas beban rendah diperbolehkan, dan kapasitas pemeliharaannya yang rendah. Dengan pertimbangan kemudahan

otta seal menjadi pilihan teknologi untuk dapat

diaplikasikan secara partisipatif oleh masyarakat, khususnya di Desa Cibedug, Kabupaten Bogor.

Teknologi otta seal di Desa Cibedug sendiri diimplementasikan sepanjang 473 meter dari total 538 meter panjang jalan yang dibangun. Kondisi geometri jalan di lokasi kegiatan menyebabkan diperlukan penerapan teknologi perkerasan jalan yang lain, yaitu lapen dan hotmix untuk menyiasati badan jalan dengan kemiringan lebih dari 10°.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif-deskriptif yang dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai sesuatu fenomena atau kenyataan sosial dengan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit untuk diteliti (Faisal 2008).

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan dengan melaksanakan wawancara terhadap key person, antara lain meliputi tokoh masyarakat di Desa Cibedug seperti kepala desa, aparat desa, tokoh agama, dan tokoh masyarakat yang dituakan serta anggota kelompok kerja penerapan teknologi otta seal di Desa Cibedug, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Pengumpulan data primer ini dilakukan pada pelaksanaan pembangunan jalan tipe otta seal di Desa Cibedug, Pengukuran Tingkat Partisipasi Masyarakat Desa Cibedug, Kabupaten Bogor

dalam Pembangunan Jalan Desa Tipe Otta Seal Ahsan Asjhari

Sumber: Arnstein 1969 8. Pengawasan masyarakat

Tingkat Pengambilan Keputusan 7. Pendelegasian kekuasaan 6. Kemitraan 5. Peredaman/perujukan Tingkat Tokenisme 4. Konsultasi 3. Menyampaikan informasi 2. Terapi Non Partisipasi 1. Manipulasi

(12)

Kabupaten Bogor pada tahun 2011. Data primer juga diperoleh melalui buku laporan pokja yang mencatat tentang pelaksanaan rapat internal, buku laporan tentang swadaya masyarakat, dan buku laporan daftar absensi yang merekam kehadiran anggota masyarakat dalam kegiatan pembangunan jalan sebagai dasar perhitungan Hari Orang Kerja (HOK). Sedangkan data sekunder dalam penelitian ini adalah profil Desa Cibedug untuk mengetahui kondisi umum desa tersebut.

Dalam penelitian ini, data yang dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan metode analisis data kualitatif. Merujuk pada Bungin (2008), metode analisis data kualitatif memiliki tahapan-tahapan sebagai berikut : 1) melakukan pengamatan terhadap feno-mena sosial, melakukan identifikasi, revisi-revisi, dan pengecekan ulang terhadap data yang ada; 2) melakukan kategorisasi terhadap informasi yang diperoleh; 3) menelusuri dan menjelaskan kategorisasi; 4) menelusuri dan menjelaskan kategorisasi; 5) menjelaskan hubungan-hubungan kategori-sasi; 6) menarik kesimpulan umum; dan 7) membangun atau menjelaskan teori.

Partisipasi masyarakat Desa Cibedug tersebut kemudian dianalisa dengan menggunakan delapan tangga partisipasi masyarakat yang disandingkan dengan skema model pembangunan jalan partisipatif dengan teknologi otta seal. Delapan tangga partisipasi kemudian disederhanakan sebagai berikut : 1) tahap terapi dan manipulasi masuk ke dalam kategori non partisipasi dimana tingkat partisipasi rendah. Tingkat partisipasi rendah dapat disebabkan pembangunan jalan di Desa Cibedug sama sekali tidak menggunakan skema model mekanisme pembangunan jalan partisipatif dengan teknologi otta seal. 2) tahap konsultasi, menyampaikan informasi, dan peredaman/perujukan masuk ke dalam kategori tokenisme atau tingkat partisipasi sedang. Tingkat partisipasi sedang dapat disebabkan pembangunan jalan di Desa Cibedug menggunakan skema model mekanisme pembangunan jalan partisipatif dengan teknologi otta seal namun tiap tahapan yang tidak dilalui secara prosedural. 3) tahap pengawasan masyarakat, pendelegasian kekuasaan dan kemitraan masuk ke dalam kategorisasi tingkat pengambilan keputusan atau tingkat partisipasi tinggi. Tahapan ini tercapai apabila pembangunan jalan di Desa Cibedug menggunakan skema model mekanisme pembangunan jalan partisipatif dengan teknologi otta seal secara prosedural.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara umum, partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan jalan desa dengan teknologi

perkerasan otta seal yang dilaksanakan di Desa Cibedug, Kabupaten Bogor mulai dari fase persiapan hingga pengoperasian dan pemeliharaan pasca konstruksi adalah sebagai berikut :

1. Pemilihan Lokasi

Dalam skema pemilihan lokasi, skema model mekanisme pembangunan jalan partisipatif dengan teknologi otta seal, pemilihan lokasi seharusnya memenuhi kriteria sosial, ekonomi, dan lingkungan serta teknis. Kriteria sosial, ekonomi, dan lingkungan antara lain terkait prioritas kebutuhan masyarakat, akses bagi masyarakat miskin, dan menggerakkan aspek sosial ekonomi masyarakat sekitar. Sementara kriteria teknis antara lain terkait geometri jalan dan akses peralatan berat.

Dalam pembangunan jalan tipe otta seal di Desa Cibedug, partisipasi masyarakat terwujud melalui usulan dan informasi kebutuhan masyarakat Desa Cibedug akan infrastruktur jalan desa. Namun demikian, kriteria teknis terkait geometri jalan dan akses peralatan berat masih menjadi pertimbangan utama, mengesampingkan usulan. Dengan demikian partisipasi masyarakat dalam tahap ini hanya masuk dalam kategori menyampaikan informasi.

2. Pemetaan Potensi

Sementara dalam tahap pemetaan sosial ekonomi dan lingkungan, partisipasi masyarakat muncul dalam bentuk ide dan mengutarakan pendapat. Proses pemetaan potensi misalnya, pada proses tersebut masyarakat secara aktif menyampaikan pendapat mereka mengenai keterbatasan sumber daya alam di Desa Cibedug guna penerapan teknologi otta seal, beserta alternatif solusinya. Meskipun keputusan pengadaan bahan dan material ditentukan oleh tim teknis, namun kegiatan tersebut mencerminkan tingkat partisipasi pada tangga konsultasi yang berada dalam ranah tokenisme. Tokenisme dalam tangga partisipasi menunjukkan bahwa tingkatan peran serta di mana masyarakat baru sebatas di dengar dan diperkenankan berpendapat, tetapi mereka tidak memiliki kemampuan untuk mendapatkan jaminan bahwa pandangan mereka akan dipertimbangkan oleh pemegang keputusan. 3. Sosialisasi

Dalam pelaksanaan sosialisasi, aura tokenisme masih bisa dilihat karena tingkat partisipasi masyarakat berada dalam tangga ketiga dalam konsepsi Arnstein, yaitu menyampaikan informasi. Hal tersebut didasari pada pelaksanaan kegiatan yang mendudukkan masyarakat pada pihak penerima informasi terkait pelaksanaan kegiatan pembangunan jalan dengan tipe otta seal.

(13)

4. Pembentukan dan perkuatan pokja

Jika sebelumnya partisipasi masyarakat masih terbatas, namun tidak demikian dalam tahapan pembentukan pokja. Penentuan bidang-bidang dalam pokja, seperti Bidang OP, Bidang Pengawasan, Bidang Penyediaan Bahan/Peralatan, Bidang Ketanagakerjaan, Bidang Konsumsi, dan Bidang Sosialisasi yang muncul atas inisiatif dari masyarakat. Demikian juga dalam penentuan personal yang mengisi pos-pos tersebut, ditentukan berdasarkan inisiatif dari masyarakat tanpa adanya campur tangan dari pihak lain. Hal tersebut didasari pada pemikiran bahwa masyarakatlah yang memahami potensi dan kapasitas personal dalam menduduki pos-pos yang ditentukan. Proses pembentukan kelompok ini lebih cenderung dilaksanakan sebagai upaya agar pokja dapat merangkul anggota masyarakat lain untuk turut berpartisipasi dalam pembangunan jalan. Dengan demikian dalam proses pembentukan kelompok cenderung berada dalam tingkatan perujukan. 5. Penyusunan rencana aksi

Penyusunan rencana aksi juga mencerminkan upaya perujukan agar masyarakat Desa Cibedug dapat berpartisipasi dalam pembangunan jalan. Dalam kegiatan tersebut, tim dari Pusjatan memberikan arahan berupa rencana kerja teknis penyiapan badan jalan dan pelaksanaan pekerjaan

otta seal. Arahan tersebut kemudian diskema ulang

guna menginventarisir sumber daya swadaya masyarakat yang dapat dimobilisasi pokja guna mendukung rencana teknis. Kesepakatan pokja untuk memobilisasi sumber daya swadaya masyarakat seperti tenaga kerja, penyediaan lahan, konsumsi, dan peralatan, merupakan salah satu bentuk partisipasi masyarakat.

6. Implementasi rencana aksi

Dalam implementasi rencana aksi penyiapan badan jalan dan pelaksanaan alih teknologi otta

seal, kemitraan antara masyarakat dan tim teknis

terlihat menonjol. Kemitraan tersebut terlihat dalam pelaksanaan kegiatan dimana tim teknis menyediakan bahan/material, peralatan berat (TR 6 ton), dan juga pengetahuan teknis dalam pekerjaan pemasangan gorong-gorong saluran, pemasangan base beton untuk saluran, pemasangan bata pada bahu jalan, pengurugan agregat kelas B, penghamparan lapis CTSB, serta penerapan

otta seal). Sementara masyarakat mengerahkan

sumber daya swadaya yang telah disepakati dalam penyusunan rencana aksi.

7. Pemeliharaan pasca konstruksi

Seperti halnya kegiatan sebelumnya, pemelihara-an pasca konstruksi masih memperlihatkpemelihara-an unsur kemitraan antara masyarakat dengan pelaksana program. Berdasarkan arahan dari tim teknis, pemeliharaan pasca konstruksi penting bagi keberlanjutan teknologi. Pasca penerapannya pada tanggal 11-13 September 2011, teknologi perkerasan otta seal membutuhkan waktu sampai dengan 3 (tiga) bulan untuk memperoleh hasil yang maksimal, dimana aspal mulai mengikat agregat yang ditabur akibat perlindasan lalu lintas. Dalam jangka waktu hingga 3 bulan tersebut, penampakan jalan masih licin akibat agregat yang belum terikat aspal. Dengan demikian diperlukan pengawasan dan pemeliharaan jalan hingga waktu yang ditentukan. Berdasarkan hal tersebut, masyarakat berinisiatif untuk melakukan kerja bakti rutin untuk mengawasi dan mengembalikan kerikil yang terlepas ke tempat semula. Usulan pokja kepada pemerintah desa untuk mengeluarkan himbauan kepada pemilik kendaraan berat di sekitar jalan, juga merupakan bentuk partisipasi masyarakat. Namun demikan partisipasi masyarakat dalam tahapan ini adalah sebatas penyampaian informasi tersebut.

Berikut adalah matriks tingkat partisipasi masyarakat Desa Cibedug dalam tiap tahapan kegiatan pembangunan jalan dengan teknologi otta

seal dalam kategori rendah, sedang, dan tinggi :

Pengukuran Tingkat Partisipasi Masyarakat Desa Cibedug, Kabupaten Bogor dalam pembangunan jalan desa Tipe Otta Seal

Ahsan Asjhari

No Tahapan Kegiatan Tingkat Partisipasi

Rendah Sedang Tinggi

1 Pemilihan Lokasi --

--2 Pemetaan Potensi --

--3 Sosialisasi Kegiatan --

--4 Pembentukan dan Perkuatan Pokja --

--5 Penyusunan Rencana Aksi --

--6 Implementasi Rencana Aksi -- --

7 Pemeliharaan pasca konstruksi --

--Tabel 1. Matriks tingkat partisipasi masyarakat Desa Cibedug dalam pembangunan jalan dengan

teknologi otta seal

(14)

Matriks pada tabel 1 memberikan gambaran tentang skema partisipasi masyarakat dalam pembangunan jalan dengan teknologi otta seal. Terdapat kombinasi tingkat partisipasi masyarakat yang dijumpai dalam tiap tahapan kegiatan tersebut. Pada tahap awal tingkat partisipasi sedang, yaitu pemilihan lokasi, pemetaan potensi, sosialisasi kegiatan, pembentukan, perkuatan pokja, dan penyusunan rencana aksi serta pemeliharaan pasca konstruksi. Partisipasi dalam tahapan tersebut masih terbatas, meskipun masyarakat memiliki peluang untuk menyampaikan pendapat, ide maupun gagasan dalam tiap tahapan tersebut. Namun, peran masyarakat untuk ikut memberikan keputusan masih terbatas karena adanya pertimbangan teknis.

Sementara itu, dalam tahapan implementasi rencana aksi, partisipasi masyarakat Desa Cibedug dapat dikategorikan ke dalam tingkat partisipasi tinggi.

Partisipasi masyarakat dalam implementasi rencana aksi tersebut tercermin dalam kegiatan penyiapan badan jalan, dimana partisipasi masyarakat disumbangkan ke dalam bentuk 1) inisiatif masyarakat untuk menyusun buku daftar hadir untuk pencatatan mobilisasi tenaga kerja, 2) inisiatif masyarakat untuk menyusun buku kerelaan lahan, sehingga dapat diketahui siapa saja masyarakat yang memberi keswadayaan dalam bentuk lahan beserta luasannya, dan 3) inisiatif masyarakat untuk mencatat keswadayaan masyarakat dalam implementasi rencana aksi.

Selain non materi, partisipasi masyarakat Desa Cibedug dalam tahapan implementasi rencana

aksi dalam pembangunan jalan juga memberikan partisipasi materi atau unsur keswadayaan, seperti bahan/material, kerelaan lahan, pendanaan, dan peralatan. Partisipasi materi dimobilisasi pada saat implementasi rencana aksi yang berlangsung selama 31 hari, baik itu penyiapan badan jalan dan pelaksanaan alih teknologi. Partisipasi masyarakat dalam bentuk materi antara lain berupa peralatan kerja. Peralatan kerja yang disediakan secara partisipatif antara lain berupa peralatan sederhana, seperti cangkul, cikrak, ember, parang, linggis, gerobak, dan lain sebagainya. Selain peralatan kerja, partisipasi materi (swadaya) masyarakat Desa Cibedug dalam kegiatan implementasi rencana aksi antara lain berupa tenaga kerja, kerelaan dalam pengadaan lahan dan dana swadaya masyarakat. Partisipasi materi tersebut dapat dikonversikan ke dalam rupiah, seperti yang terlihat dalam tabel 2 mengenai bentuk partisipasi materi dalam implementasi rencana aksi.

Pelaksanaan alih teknologi otta seal dilaksanakan sepanjang 473 meter dari total 538 meter jalan yang direkayasa. Jalan tersebut memiliki lebar rata-rata 3 meter, sesuai dengan kondisi badan jalan eksisting. Informasi dari tim teknis pusjatan menyebutkan bahwa penerapan otta seal membutuhkan komponen biaya Rp. 42.000,- untuk setiap meter perseginya, sehingga dengan panjang 473 meter dan lebar 3 meter, dibutuhkan total dana sejumlah Rp. 59.598.000,-. Penerapan alih teknologi otta seal yang dilaksanakan selama 3 hari tersebut, swadaya masyarakat Desa Cibedug jika dikonversikan ke dalam rupiah adalah sejumlah Rp. 21.555.000,-. Dengan demikian total pembangunan JVLRBM tipe otta seal secara partisipatif menelan biaya Rp. 81.153.000,-.

No Pekerjaan Bentuk Swadaya Jumlah Harga Satuan Konversi Dalam

Rupiah

1 Penyiapan badan jalan Tenaga Kerja 638 HOK Rp. 35.000,-/ hari Rp. 22.330.000,-Pengadaan lahan untuk

pelebaran jalan

170 m2 Rp. 75.000,-/ m2 Rp. 12.750.000,-Dana konsumsi,

administrasi, dll

28 Hari Rp. 300.000,-/ hari Rp. 8.400.000,-Total swadaya masyarakat untuk penyiapan badan jalan (A) Rp. 43.480.000,-2 Pelaksanaan alih teknologi

otta seal

Tenaga Kerja 78 HOK Rp. 35.000,-/ hari Rp. 2.730.000,-Pengadaan lahan untuk

pelebaran jalan otta

seal

239 m2 Rp. 75.000,-/ m2 Rp.

17.925.000,-Dana konsumsi, administrasi, dll

3 Hari Rp. 300.000,-/ hari Rp. 900.000,-Total swadaya masyarakat untuk alih teknologi (B) Rp. 21.555.000,-Total swadaya masyarakat (A+B) Rp.

65.035.000,-Tabel 2. Bentuk partisipasi materi dalam implementasi rencana aksi

(15)

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas disimpulkan bahwa sebagian besar tahapan pembangunan jalan desa dengan teknologi perkerasan tipe otta seal di Desa Cibedug, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor berada dalam tingkat partisipasi sedang. Meski demikian dalam tahapan implementasi rencana aksi, masyarakat Desa Cibedug berada dalam tingkat partisipasi tinggi. Partisipasi masyarakat memiliki peran yang cukup penting dalam keberhasilan pembangunan jalan desa dengan teknologi otta seal sepanjang 473 meter di Desa Cibedug, Kabupaten Bogor.

Tahapan pembangunan jalan desa di Desa Cibedug dengan tipe otta seal tersebut merupakan mekanisme pengembangan untuk dapat diaplikasikan di lokus lain. Guna mencapai partisipasi masyarakat yang lebih tinggi, maka diperlukan pendekatan partisipatif yang lebih mengarah kepada kemitraan antara pelaksana kegiatan dengan masyarakat setempat.

DAFTAR PUSTAKA

Aliadi, Arif dkk. 1994. Peran serta Masyarakat dalam

Pelestarian Hutan; Studi di Ujung Kulon Jawa Barat, Tenganan Bali, Krui Lampung. WALHI,

cetakan pertama.

Arnstein. 1969. A Ladder of Citizen Participation.

JAIP, Vol. 35, No. 4, July 1969.

[Balai Pemberdayaan Bidang Ke-PU-an] Pusat Litbang Sebranmas, Balitbang PU. 2007.

Penelitian Demoplot Model Peran Masyarakat Dalam Pembangunan Jalan di Desa Undisan, Kecamatan Tembuku, Kabupaten Bangli, Provinsi Bali.

[Balai Litbang Sosekling Bidang Jalan dan Jembatan] Pusat Litbang Sosial, Ekonomi dan Lingkungan. 2011. Penyusunan Mekanisme Alih Teknologi

Penyelenggaraan Jalan Volume Lalu Lintas Rendah dan Biaya Murah Secara Partisipatif.

Bungin, M. Burhan. Prof., Dr., H., S., Sos., M.Si. 2008.

Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya.

Jakarta : Kencana.

Faisal, Sanapiah. 2008. Format-format Penelitian

Sosial. Dasar-dasar dan Aplikasi. Jakarta:

Rajawali Pers.

MacCulloch, Frank. 2006. Guidelines For The Risk

Management Of Peat Slips On The Construction

Of Low Volume/Low Cost Roads Over Peat.

Scotland : Forestry Civil Engineering. Forestry Commission.

Overby & Pinard. 2007. The Otta Seal Surfacing.

An economic and practical alternative to traditional bintuminous surface and treatment. Norway :Norwegian Public Roads

Administration.

Petss, Robert. 2007. Rationale For The Compilation

Of International Guidelines For Low-Cost Sustainable Road Surfacing. LCS Working

Paper No 1. Intech Associaties.

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 01/ PRT/M/2012 Tentang Pedoman Peran Masyarakat dalam Penyeleng-garaan Jalan PP No. 34 Tahun 2006 tentang Jalan

Profil Desa Cibedug, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. 2010.

Soetomo. 2009. Pembangunan Masyarakat,

Merangkai Sebuah Kerangka. Yogyakarta :

Pustaka Pelajar.

Suhaimi, Uzair. 1999. Focus Group Discussion,

Panduan Bagi Peneliti Studi Kualitatif Studi Dampak Sosial Krisis Moneter. Kerjasama

BPS-AD.

Tjokroamidjojo, Bintoro. 1976. Pengantar Administrasi Pembangunan, Jakarta :LP3ES.

Undang-Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan http://ab-fisip-upnyk.com. diakses pada 23 Maret

2011.

http://mutcd.fhwa.dot.gov/htm/2009/part5/ part5a.htm diakses pada 23 Maret 2011. http://xa.yimg.com diakses pada 23 Maret 2011. Pengukuran Tingkat Partisipasi Masyarakat Desa Cibedug, Kabupaten Bogor

dalam Pembangunan Jalan Desa Tipe Otta SEAL Ahsan Asjhari

(16)
(17)

ADAPTASI MASyARAKAT TERHADAP BENCANA BANJIR LAHAR

STUDI KASUS : KEMIREN, SRUMBUNG, MAGELANG, JAwA TENGAH

Community Adaptation to Disaster Lava Flood

Case Study: Kemiren, Srumbung, Magelang, Central Java

Jati Iswardoyo

Balai Sabo

Pusat Litbang Sumber Daya Air, Balitbang Kementerian Pekerjaan Umum Jl .Sopalan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, Yogyakarta

Email : masdjaty@yahoo.co.id

Tanggal diterima: 3 Mei 2013 , Tanggal disetujui: 26 Juni 2013

ABSTRACT

Merapi Volcanic eruptions produce a material that is potentially causing harm due to dangerous lava flood. However, on the other side, Mount Merapi is also areas that support continuity of livelihood systems for local communities in the slopes of Mount Merapi. The government has implemented sabo technology in the Village of Kemiren, Srumbung District, Magelang regency, Jawa Tengah. This study examines and analyzes the adaptation strategies, specifically adopted lava floods. Adaptation of community-based lava flood involving all available resources phenomenon, such as natural, human and institutional. The study used a qualitative approach through Focus Group Discussion and Depth Interview. Using secondary data and primary data, the scope of the study covers the mining, agricultural and environmental sectors. The results showed a positive role in Kemiren communities in lava floods adaptation, by involving all the potential resources. Kemiren community has a good understanding of the hazards risk. The application of Sabo technology can be done synergistically with Kemiren village community life.

Keywords: disaster adaptation , lava flood, application of technology, community, mount merapi ABSTRAK

Erupsi Gunung Merapi menghasilkan material yang sangat berpotensi menimbulkan bahaya akibat banjir lahar yang membahayakan. Namun, disisi lain Gunung Merapi juga merupakan kawasan penopang kelangsungan sistem penghidupan (livelihood system) masyarakat lokal di wilayah lereng Gunung Merapi. Pemerintah telah menerapkan teknologi sabo di Desa Kemiren, Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Penelitian ini mengkaji dan menganalisa strategi adaptasi bencana banjir lahar yang diterapkan. Adaptasi bencana banjir lahar berbasis masyarakat melibatkan segala fenomena sumberdaya yang ada, yaitu alam, manusia dan institusi. Penelitian menggunakan pendekatan kualitatif melalui Focus Group Discussion dan Depth Interview. Data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer dengan lingkup penelitian meliputi sektor pertambangan, sektor pertanian dan sektor lingkungan. Hasil penelitian menunjukkan peran positif masyarakat Kemiren dalam adaptasi bencana banjir lahar, dengan melibatkan semua potensi sumber daya yang ada. Masyarakat Kemiren telah memahami dengan baik resiko ancaman bencana. Penerapan teknologi sabo yang diterapkan dapat berjalan sinergis dengan kehidupan masyarakat Desa Kemiren. Kata Kunci : adaptasi bencana, banjir lahar, penerapan teknologi, masyarakat , gunung merapi

(18)

PENDAHULUAN

Undang-Undang No 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana telah menyiratkan secara jelas tentang perubahan paradigma penanggulangan bencana dari upaya responsif menjadi mengutama-kan upaya preventif. Untuk itu guna mendukung implementasi dari amanat undang-undang tersebut maka perlu pemahaman yang komprehensif tentang hakikat dan pengetahuan penanggulangan bencana oleh semua jajaran pengambil keputusan termasuk di dalamnya adalah masyarakat.

Upaya pengurangan resiko bencana menyatakan pentingnya memperkuat kapasitas-kapasitas pada tingkat masyarakat untuk mengurangi resiko bencana pada tingkat lokal. Hal tersebut didasarkan pada ukuran pengurangan resiko bencana yang tepat, dimana pada tingkat ini memungkinkan komunitas dan individual secara signifikan dapat mengurangi kerentanan terhadap bahaya.

Gunung Merapi merupakan salah satu gunung berapi yang sangat aktif di Indonesia, terletak di perbatasan Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah dan dikelilingi oleh pemukiman yang padat penduduk. Erupsi gunung api selalu menghasilkan deposisi material vulkanik berupa abu dan debris gunungapi yang menimbun di lereng badan gunung sehingga Gunung Merapi sangat berpotensi menimbulkan bahaya akibat lava ataupun banjir lahar yang membahayakan penduduk yang tinggal di sekelilingnya.

Namun disisi lain Gunung Merapi juga merupakan kawasan penopang kelangsungan sistem penghidupan (livelihood system) masyarakat lokal di wilayah lereng Gunung Merapi, seperti halnya masyarakat di Desa Kemiren Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah dengan usaha penambangannya. Dalam mengatasi bencana banjir

lahar yang mungkin muncul, penerapan teknologi telah dilakukan sebagai bagian adaptasi masyarakat setempat.

Penelitian tentang adaptasi masyarakat sudah pernah dilakukan. Kusumartono (2012) melakukan penelitian tentang adaptasi masyarakat menghadapi krisi air di Pulau Palue. Penelitian menunjukkan bahwa faktor struktural dan kultural mempengaruhi strategi adaptasi yang dilakukan masyarakat dalam mengantisipasi adanya perubahan iklim. Sedangkan keberterimaan masyarakat terhadap penerapan sebuah teknologi juga pernah dilakukan oleh Putri (2012). Adaptasi positif masyarakat terhadap penerapan kebijakan pembangunan juga diungkapkan dalam Lumongga (2012). Strategi adaptasi masyarakat dalam menghadapi bencana Banjir pasang air laut di kota Pekalongan oleh Rito (2011) juga menjelaskan bahwa adaptasi masyarakat terhadap bencana menjadikan masyarakat dapat menyusun strateginya sendiri dalam menghadapi bencana.

Penelitian tentang keberadaan komunitas masyarakat di area Gunung Merapi dengan mengambil tiga desa, yaitu Desa Kemiren, Desa Kepuharjo dan Desa Sindumartani telah diteliti oleh Kamulyan (2010).

Berangkat dari permasalahan ini, penelitian ini mencoba mengkaji dan merumuskan bentuk adaptasi masyarakat terhadap banjir lahar. Sementara penerapan teknologi sabo telah dilakukan di Desa Kemiren yang terletak di Kecamatan Srumbung, Kabupaten Magelang, Provinsi Jawa Tengah, seperti yang telah ditunjukkan pada Gambar 1. Dengan harapan agar dapat bermanfaat menjadi bahan acuan bagi masyarakat yang mengalami permasalahan serupa.

KAJIAN PUSTAKA

Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Anonim 2007).

Salah satu bencana adalah banjir lahar atau sering disebut dengan aliran debris. Dalam Legono (2011) dikatakan bahwa aliran lahar atau sering juga disebut aliran debris merupakan aliran campuran massa air dan sedimen yang tercampur menjadi satu yang membentuk sifat fluida tertentu. Tergantung dari intensitas atau kadar pencampurannya, aliran

Gambar 1. Peta Lokasi

Sumber:http://www.tourism-mpu.com/data/map_centraljava.jpg, diunduh pada tanggal 8 November 2012

(19)

lahar juga sering disebut aliran dengan kosentrasi tinggi atau flow with hyper concentrated sediment.

Salah satu upaya pengelolaan bencana banjir lahar yang dilakukan di Merapi adalah penerapan teknologi sabo. Kata sabo berasal dari bahasa Jepang, sa berarti pasir (sand), bo berarti pengendalian (prevention). Sangat disayangkan, sampai saat ini pemahaman teknosabo di kalangan masyarakat luas sangat minim, sehingga muncul kelompok ahli mengatakan bahwa teknosabo adalah infastruktur yang tidak berwawasan lingkungan (Soewarno 2012).

Penerapan teknologi sabo antara lain adalah pembuatan dam sabo. Dam sabo adalah salah satu bangunan yang paling dominan dalam penanggulangan fisik aliran sedimen yang bekerja dalam suatu sistem sabo works. Sasaran dari kegiatan sabo tersebut adalah untuk melindungi manusia dan kekayaannya terhadap bahaya aliran sedimen untuk melindungi infrastruktur dan fasilitas irigasi serta untuk melestarikan lingkungan (Rahmat 2007).

Dengan adanya bencana yang memberikan dampak yang luar biasa ini, perlu adanya kapasitas adaptif masyarakat. Menurut O’Brein dalam Kusumartono (2012) kapasitas adaptif adalah kemampuan sistem untuk menyesuaikan terhadap perubahan iklim yang sedang atau diprediksi terjadi atau untuk menanggung beban konsekuensi dari perubahan iklim. Variabel dari kapasitas adaptif adalah kesejahteraan, teknologi, pendidikan, informasi, keahlian, infrastruktur, akses terhadap sumberdaya alam, stabilitas, dan manajemen kemampuan (Kusumartono 2012).

Lebih lanjut adaptasi yang dilakukan, tidak boleh terlepas dari tujuan pembangunan daerah, yang didalamnya adalah keterlibatan masyarakat. Suparna (2009) mengatakan bahwa untuk mencapai tujuan pembangunan daerah, dilaksanakan berbagai program yang dikelompokkan menjadi 4 kelompok, yakni :

1) Pengembangan ekonomi daerah 2) Percepatan pengembangan wilayah 3) Peningkatan pemberdayaan masyarakat 4) Percepatan penangan daerah khusus.

Kirmanto (2011) menegaskan dalam rangka upaya mitigasi bencana yang terkait dengan pengembangan institusi masyarakat dapat dilakukan dengan pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat, pembuatan, dan penempatan tanda-tanda peringatan bahaya serta Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang kebencanaan.

Sistem integrasi pengurangan resiko bencana dalam perencanaan dan kebijakan serta penguatan institusi termasuk mekanisme dan kapasitas di tataran masyarakat lokal perlu untuk dikaji lebih lanjut. Menurut Watanabe (2011) sistem pencegahan bencana sedimen harus menggunakan filosofi dasar yaitu kembali ke kepentingan rakyat dan otonomi daerah dengan berpedoman pada (1) Teknologi; (2) Kerjasama Penduduk; dan Pihak Administratif dan (3) Kerjasama Pemerintah Pusat dan Daerah.

METODE PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode kualitatif digunakan dengan tujuan untuk mendapatkan informasi secara lengkap dan mendalam terkait aspek sosial, terutama adaptasi masyarakat. Data yang digunakan adalah data sekunder dan data primer. Pengumpulan data sekunder melalui studi literatur dan pencarian di internet.

Pengumpulan data primer, dilakukan dengan observasi lapangan, diskusi kelompok secara terarah (focus group discussion-FGD), dan wawancara mendalam (depth interview). FGD dilakukan untuk mengumpulkan data kualitatif dengan cara berdiskusi dengan mengarahkan pada fokus permasalahan yag didiskusikan dengan arahan moderator. Peserta diskusi adalah mahasiswa S2 Magister Pengelolaan Bencana angkatan X, Universitas Gadjah Mada (UGM) sejumlah 20 orang dari berbagai instansi. Fasilitator sekaligus observer, yaitu dosen UGM. Narasumber diskusi diambil dari praktisi rekayasa sabo, agar diskusi masih terkait dengan topik pembahasan. Diskusi dibiarkan berkembang dengan arahan fasilitator. Diskusi dibuat seperti dialog, santai, dan dibiarkan bebas berpendapat namun tetap terarah. Diskusi dilakukan pada saat sebelum dan sesudah melakukan observasi lapangan. Rumusan dilakukan oleh moderator dan selanjutnya hasilnya di-review oleh fasilitator beserta nara sumber. Materi yang didiskusikan menyangkut adaptasi masyarakat Desa Kemiren yang selama ini terjadi.

Wawancara mendalam dilakukan terhadap sumber informasi kunci, yaitu aparat desa, akademisi, praktisi, dan warga sekitar yang berprofesi sebagai petani/peladang baik pemilik lahan maupun buruh penggarap. Wawancara juga dilakukan kepada Prof.Ir. Djoko Legono, Dip.HE, staf pengajar UGM yang membidangi dan membina Lembaga Swadaya “Bumi Lestari”.

Sedangkan analisis data dilakukan melalui proses identifikasi, kategorisasi, dan interpretasi yang dilanjutkan dengan penarikan kesimpulan (Lumongga 2012).

Adaptasi Masyarakat Terhadap Bencana Banjir Lahar, Studi Kasus : Kemiren, Srumbung, Magelang, Jawa Tengah Jati Iswardoyo

(20)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Geografis

Desa Kemiren dapat dijangkau dari Magelang melalui jalur angkutan umum Magelang – Muntilan – Bulu, dari Yogyakarta melalui jalur Yogya – Tempel – Bulu. Desa Kemiren terdiri dari tiga dusun, yaitu Dusun Kamongan Cilik, Dusun Kemiren, dan Dusun Jamburejo. Desa Kemiren terbagi dalam tiga Dukuh, empat RW dan meliputi enam RT. Desa Kemiren memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: a. Sebelah Utara: kawasan lingkar Gunung Merapi b. Sebelah Selatan : Desa Kamongan

c. Sebelah Barat : Desa Ngablak d. Sebelah Timur : Desa Kaliurang

Desa Kemiren ini berbatasan langsung dengan kawasan lingkar Gunung Merapi. Kehidupan masyarakatnya banyak bergantung pada kelestarian lingkungan alam kawasan Lingkar Merapi ini. Baik untuk ketersediaan air, lahan pertanian maupun untuk kebutuhan peternakan serta sebagai daerah bangunan penahan lahar (Sabo Dam) maupun banjir yang berasal dari Gunung Merapi.

Luas Desa Kemiren ini adalah 616,840 ha. Dimana 439,741 ha (71,28%) merupakan area sawah dan ladang, 47,868 ha (7,76%) adalah pemukiman atau area perumahan, 0,029 ha (4,76%) adalah perkantoran pemerintah, dan 129,202 ha (20,54%) adalah tanah lain-lain.

Kondisi Struktur Sosial

Penduduk Desa Kemiren sebanyak 1.103 jiwa dengan komposisi penduduk berjenis kelamin laki-laki sebesar 553 (50,13%) sedangkan penduduk berjenis kelamin perempuan sebesar 550 (49,86%) dan kesemuanya WNI. Jumlah penduduk yang berstatus kepala keluarga 296 KK. Dengan demikian rata-rata setiap keluarga beranggotakan 4 orang. Ilustrasi demografi penduduk ditunjukkan pada Gambar 2 dan 3 (Data Monografi Desa Kemiren bulan Juli tahun 2007). Berdasarkan Gambar 2 dan Gambar 3 terlihat bahwa penduduk Desa Kemiren didominasi oleh penduduk muda yang disebut pemuda yang juga merupakan penduduk usia produktif, yaitu usia antara 15-40 tahun sebesar 465 jiwa dengan presentase sebesar 42,15 %. Sedangkan penduduk Desa Kemiren yang berusia antara 40-60 tahun ke atas hanya sebesar 297 jiwa dengan presentase sebesar 26,92 %. Penduduk yang berusia antara 0-14 tahun sejumlah 334 jiwa dengan presentase sebesar 30,28 %.

Kondisi Perekonomian

Desa Kemiren merupakan salah satu desa yang terletak tepat di kaki Gunung Merapi dan merupakan

kawasan yang terletak di kawasan Lingkar Merapi. Penduduk yang terdapat di Desa Kemiren ini sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan komoditas utama pertanian di desa ini adalah pertanian salak pondoh. Salak pondoh menjadi komoditas utama pertanian di desa ini sejak tahun 1990-an. Oleh karena itu, faktor lingkungan alam seperti ketersediaan air untuk pengairan sawah dan kebun menjadi sangat penting selain untuk kebutuhan sehari-hari.

Selain bertani penduduk juga banyak yang memelihara ternak sapi, kambing maupun kerbau, dan ternak unggas lainnya sehingga kebutuhan rumput untuk pakan ternak menjadi tinggi. Hal inilah yang menjadi alasan pentingnya kelestarian lingkungan alam kawasan hutan lingkar Merapi yang mengalami kerusakan pasca aktivitas penambangan pasir di luar badan sungai.

Adaptasi Masyarakat

Sistem Mitigasi Resiko Bencana

Banyaknya peristiwa bencana yang terjadi dan menimbulkan korban jiwa serta kerugian harta benda yang besar telah membuka mata kita bersama bahwa pengelolaan/manajemen bencana sangat

Prosentase (%) 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-39 40-49 50-59 60 ≤ … Gambar 2. Prosentase Usia Produktif (diolah) Sumber :Anonim, 2007 0 20 40 60 80 100 120 140 0-4 5-9 10-14 15-19 20-24 25-29 30-39 40-49 50-59 60 ≤ … Laki-laki Perempuan

Gambar 3. Perbandingan Jumlah Penduduk (diolah) Sumber :Anonim, 2007

(21)

diperlukan untuk mengurangi resiko terjadinya kerusakan, kerugian, dan timbulnya korban jiwa melalui kegiatan mitigasi. Secara umum kegiatan mitigasi bencana dapat dibagi dalam tiga kegiatan utama, yaitu:

1. Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, kesiapsiagaan, dan peringatan dini;

2. Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan

search and rescue (SAR), bantuan darurat, dan

pengungsian;

3. Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan rekonstruksi. Pengelolaan/manajemen bencana dalam hal ini adalah kegiatan mitigasi bencana merupakan seluruh kegiatan yang meliputi aspek perencanaan dan penanggulangan bencana yang dilakukan sebelum, saat terjadi, dan setelah terjadinya bencana alam yang dikenal sebagai Siklus Manajemen Bencana. Tujuannya untuk mencegah kehilangan jiwa, mengurangi penderitaan manusia, memberi informasi masyarakat, dan pihak berwenang mengenai resiko serta mengurangi kerusakan infrastruktur utama yang berakibat ada hilangnya nilai ekonomis infrastuktur tersebut. Dengan adanya mitigasi maka resiko yang mungkin muncul akan dapat diperkirakan. Penerapan teknologi sabo merupakan bagian dari upaya mitigasi bencana yang mungkin terjadi, yaitu bencana banjir lahar. Teknologi sabo yang telah diterapkan di Desa Kemiren adalah pembuatan dam sabo yang mengapit Desa Kemiren, yaitu BE-RD3 dan BA-D1. Dam sabo berfungsi melindungi manusia dan kekayaannya terhadap bahaya aliran sedimen untuk

melindungi infrastruktur dan fasilitas irigasi serta untuk melestarikan lingkungan.

Pengembangan Institusi Masyarakat

Dengan banyaknya penduduk yang berusia muda, maka ketika terjadi permasalahan dengan lingkungan alam yang terjadi di desa ini para pemuda kemudian tergerak untuk membentuk organisasi swadaya yang bertujuan untuk melestarikan lingkungan alam di daerahnya dan meningkatkan nilai ekonomi masyarakat. Salah satunya adalah melalui Lembaga Pengelola Sumberdaya dan Potensi Desa (LPSPD) Bumi Lestari. Struktur Organisasi LPSPD Bumi Lestari digambarkan dalam Gambar 4. Organisasi ini merupakan organisasi sosial kemasyarakatan yang dibentuk tanggal 17 Mei 2008. Tujuan organisasi adalah mengelola sumberdaya dan potensi Desa Kemiren secara adil dan bijaksana serta berkesinambungan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat (dalam rangka partisipasi publik dalam pembangunan daerah).

Gambar 4. Struktur Organisasi LPSPD Bumi Lestari Sumber :Hasil Observasi

Pelaku Adaptasi Perilaku Adaptasi Analisa

Pemerintah (BBWS Serayu OPAK-Kementerian Pekerjaan Umum)

Penerapan Teknologi Sabo

Pembuatan Dam Sabo yang mengapit desa Kemiren yaitu BE-RD3 dan BA-D1

Masyarakat (LPPD Bumi Lestari)

Pengelolaan dalam Sektor Petambangan

Mengorganisasi penambangan sedimen dengan menerapkan retribusi. Mengolah blantak (material sisa penambangan) dengan stone crusher Pengelolaan dalam

Sektor Pertanian

Memanfaatkan lahan erupsi dengan menanam tanaman jangka pendek (padi, lombok dan cabe)

Pengelolaan dalam Sektor Lingkungan

Membuat hutan pariwisata Membuat Kolam Ikan Membuat Rekreasi alam

Pembuatan Gardu Pandang Bencana Tabel 1. Adaptasi Masyarakat Terhadap Bencana Banjir Lahar

Sumber : Hasil Analisa

Adaptasi Masyarakat Terhadap Bencana Banjir Lahar, Studi Kasus : Kemiren, Srumbung, Magelang, Jawa Tengah Jati Iswardoyo

(22)

Adaptasi Masyarakat Terhadap Bencana Banjir Lahar

Analisis perilaku adaptasi masyarakat Kemiren berdasarkan pelaku adaptasi, yaitu pemerintah dan masyarakat Kemiren yang diwakili oleh LPPD Bumi Lestari, seperti yang di tampilkan dalam Tabel 1. Kemudian akan dijabarkan dalam paragraf berikutnya. Adapun adaptasi masyarakat yang telah dilakukan oleh penduduk Desa Kemiren pada beberapa sektor, antara lain sektor pertambangan, sektor pertanian, dan sektor lingkungan.

• Sektor Pertambangan

Usaha penambangan pasir merupakan salah satu usaha yang mampu menyedot lapangan kerja namun usaha ini juga rawan terhadap pengerusakan lingkungan. Menurut Undang-Undang Nomor 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan, pengrusakan lingkungan adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung/tidak langsung terhadap sifat fisik dan atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan.

Penambangan material dilakukan di Dam RD3, yaitu salah satu dam di Kali Bebeng. Dam BE-RD3 merupakan dam tipe tertutup. Ditunjukkan dalam Gambar 5 dan Gambar 6. Kali Bebeng merupakan perbatasan antara Desa Kemiren dan Desa Kaliurang. Kegiatan penambangan, seperti ditunjukkan pada Gambar 9 dilakukan oleh masyarakat Kemiren dan masyarakat Kaliurang. Berdasarkan kesepakatan dari kedua desa tersebut pembagian lokasi penambangan di sungai tersebut dibagi 2 dengan batasnya merupakan garis tengah

dari sungai tersebut. dikenakan retribusi yang akan dikutip di portal Setiap truk yang akan melakukan muatan akan desa oleh petugas yang ada (gambar 7). Besarnya retribusi yang dikutip adalah Rp. 10.000,-/rit. Setiap truk akan diberi 3 karcis yang di dalamnya tertera harga pasir dan batu. Petugas memberikan tiga lembar karcis yang terdiri dari 1 lembar untuk supir truk, 1 lembar untuk material, dan 1 lembar untuk penambang. Sebagai contoh di dalam karcis tertulis harga pasir Rp. 120.000,-/rit pasir dengan rincian Rp. 100.000,- untuk penambang pasir, Rp. 10.000,- untuk pemilik lahan, dan Rp. 10.000,- untuk desa. Dalam 1 hari jumlah truk yang mengangkut material adalah 50 truk dan jumlah penambang +100 orang. Di Magelang hanya baru Bumi Lestari yang menerapkan sistem retribusi ini dari 54 pemegang SPM (Surat Pengambilan Material).

Menyadari dampak negatif dari adanya kegiatan penambangan pasir, diantaranya adalah (1) sarana jalan desa yang rusak, (2) pencemaran lingkungan berupa debu, kebisingan, dan kepadatan lalu lintas

Sumber :Hasil Observasi

Gambar 5. Material yang tertampung di Sabo Dam

Sumber :Hasil Observasi

Gambar 6. Kondisi Kali Bebeng di hilir Sabo Dam

Sumber :Hasil Observasi

(23)

desa, (3) bahaya kerusakan infrastruktur pengendali banjir lahar, (4) penurunan elevasi muka air tanah, dan (5) penurunan kesuburan tanah, maka LSM Bumi Lestari mencoba untuk mengendalikan kegiatan penambangan pasir secara optimal. Dapat dilakukan dengan cara penerapan teknologi pemantauan dan penataan kegiatan penambangan pasir di wilayah Desa Kemiren.

Pengolahan penambangan material golongan C termasuk wilayah kerja bidang pertambangan Mereka mengolah sendiri sisa hasil tambang pasir salah satunya adalah bantak. Bantak biasanya dipisahkan secara manual oleh penambang pasir sewaktu menambang pasir. Bantak biasanya berdiameter antara 10 - 15 cm, karena penambang biasanya mengambil pasir atau batu yang lebih besar dari bantak, sehingga bantak tidak digunakan lagi. Oleh penduduk, bantak dimanfaatkan dengan diolah kembali menjadi split berukuran 1- 4 cm. Pengolahan bantak menggunakan alat pemecah batu (stone crusher), seperti ditunjukkan dalam Gambar 8. Penduduk membeli sendiri stone crusher bekas dari Mojokerto seharga 140 juta. Selanjutnya mesin stone crusher yang ditunjukkan pada Gambar 8 dimodifikasi diganti dengan mesin truk bekas.

Dalam proses penggilingan batu biasanya dibutuhkan 15 – 20 orang dengan kapasitas produksi ± 70 m3 split dan atau pasir. Mereka memproduksi berdasarkan pesanan dengan pendapatan 90 rb/ m3 dan pasir 65 rb/m3. Selanjutnya pasir yang dihasilkan dari proses penggilingan ini dimanfaatkan penduduk dengan cara diolah menjadi batako dan paving block. Dalam proses pembuatan batako ini biasanya dibutuhkan 5 orang pekerja.

• Sektor Pertanian

Pada bidang pertanian, masyarakat sekitar yang dibantu oleh LSM Bumi Lestari memanfaatkan

Gambar 8. Kepala Desa Kemiren menjelaskan prinsip

kerja Stone Crusher

Sumber :Hasil Observasi

kembali lahan bekas erupsi tahun 1961 untuk dipergunakan kembali sebagai lahan budidaya pertanian dengan menggunakan alat berat berupa

backhoe.

Pembagian lahan didasarkan pada kepemilikan hak atas tanah (letter C) yang dimiliki secara turun temurun. Biaya yang dikeluarkan untuk menata lahan agar bisa dipergunakan sebagai lahan pertanian, seperti sewa dan operasional alat berat ditanggung oleh pemilik lahan.

Sampai saat ini sudah hampir 23 ha lahan bekas penambangan sudah mulai dibuka kembali dalam waktu kurang lebih 3 bulan untuk selanjutnya tinggal pengukuran lahan garapan bagi penduduk Kemiren yang akan memanfaatkannya. Pada saat penelitian lapangan dilakukan tanaman pertanian yang dibudidayakan selain padi adalah tanaman tomat dan cabe. Lahan pertanian ini memang dikhususkan untuk tanaman jangka pendek.

Lokasi pertanian warga ini dilakukan di sekitar sabo dam BA-D1 Kali Batang yang terletak di Dusun Ngablak, Desa Kemiren, Kecamatan Srumbung,

Sumber :Hasil Observasi

Gambar 9. Peta Lokasi pertanian

Sumber :Hasil Observasi

Gambar 10. Jalan akses menuju lokasi Sabo Dam BA-

D1 Kali Batang

Adaptasi Masyarakat Terhadap Bencana Banjir Lahar, Studi Kasus : Kemiren, Srumbung, Magelang, Jawa Tengah Jati Iswardoyo

Gambar

Gambar 1. Skema model pembangunan jalan partisipatif dengan teknologi otta seal
Tabel 1. Matriks tingkat partisipasi masyarakat Desa Cibedug dalam pembangunan jalan dengan  teknologi otta seal
Tabel 2. Bentuk partisipasi materi dalam implementasi rencana aksi
Tabel 1. Adaptasi Masyarakat Terhadap Bencana Banjir Lahar
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dan orang-orang yang memberikan apa yang t elah mereka berikan, dengan hat i yang t akut , (karena mereka t ahu bahwa) Sesungguhnya mereka akan kembali kepada Tuhan mereka..

Masalah pertama yang diteliti adalah “Bagaimana tingkat motivasi belajar siswi - siswi kelas X SMA Santa Maria Yogyakarta, tahu n pelajaran 2009/2010?” masalah

MASYARAKAT, APA YANG BISA KITA LAKUKAN DALAM UPAYA MENCEGAH DAN. MENYELAMATKAN PENGGUNA

Bagian dari tanaman obat yang dimanfaatkan yaitu akar, umbi, rimpang, ranting, batang, daun, bunga, biji dan buah dengan dengan cara pengolahan yang bervariasi seperti :

Kejayaan UPM merangkul 53 emas, 31 perak dan 35 gangsa dalam Kejohanan Sukan Institusi Pengajian Tinggi (SUKIPT) 2014 telah meletakkan UPM sebagai pemenang Naib Johan

Berdasarkan hasil analisis regresi dijelaskan bahwa variabel jumlah produksi berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja di sektor

Pada tahap awal Define peneliti menganalisis kebutuhan siswa untuk mengidentifikasi masalah Selanjutnya pada tahapan Design, yaitu menyiapkan dan merancang bahan ajar

Pendekatan (approach), menurut Joni (1991) dalam Rianto (2006:4), menunjukan cara umum dalam memandang permasalahaan atau objek kajian, sehingga berdampak pada permasalahan atau