A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan bagian dari grand design penelitian yang berjudul Reduksi Stigma kepada Penyandang Disabilitas melalui Intervensi Bias Implisit, oleh Cleoputri Yusainy Ph.D dan Ika Herani S.Psi, M.Si yang mereplikasi penelitian Menatti dkk (2013) tentang stigma publik kepada individu dengan gangguan mental. Terdapat tiga kondisi dalam penelitian Menatti (2013) yaitu, kondisi 1) kelompok yang terlebih dahulu menerima pengukuran stigma eksplisit dilanjutkan dengan pengukuran stigma implisit dan pemberian feedback bias implisit, kondisi 2) kelompok yang terlebih dahulu menerima pengukuran stigma implisit dilanjutkan dengan pemberian
feedback bias implisit dan pengukuran stigma eksplisit, kondisi 3) kelompok yang terlebih dahulu menerima pengukuran stigma implisit dilanjutkan dengan pengukuran stigma eksplisit dan pemberian feedback bias implisit.
Gambar 4.Grand Design penelitian Reduksi Stigma kepada Penyandang Disabilitas melalui Intervensi Bias Implisit
KONDISI 2
KONDISI 3 KONDISI 1
Sub-bab ini membahas mengenai metode yang digunakan untuk menjawab masalah utama penelitian 1) Apakah terdapat korelasi antara stigma implisit dan stigma eksplisit kepada penyandang disabilitas, 2) Sejauh mana urutan perlakuan (pengukuran stigma implisit dan feedback bias implisit) memengaruhi stigma eksplisit yang dilaporkan.
Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif eksperimen dalam
setting laboratorium dengan between subjects experimental design,yang mereplikasi penelitian Menatti dkk (2013), terkait stigma publik kepada individu dengan gangguan mental, namun pada penelitian ini target stigma ditujukan kepada individu penyandang disabilitas fisik. Partisipan dibagi dalam 2 kondisi, yaitu 1) kelompok yang terlebih dahulu menerima pengukuran stigma implisit, diikuti pemberian feedback atas bias implisit dan pengukuran stigma implisit, dan 2) Kelompok yang terlebih dahulu menerima pengukuran stigma implisit, diikuti pengukuran stigma eksplisit dan pemberian feedback bias implisit.
Gambar 5. Desain penelitian Pengaruh Kesegeraan Feedback Bias Implisit terhadap Stigma Eksplisit kepada Penyandang Disabilitas Fisik
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah kesegeraan feedback
bias implisit sebagai variabel independen dengan variasi feedback segera KONDISI 1
(Feedback segera) KONDISI 2 (Feedback tertunda)
(immediate) dan feedback tertunda (delayed), dan stigma eksplisit sebagai variabel dependen.
B. Definisi Operasional 1. Stigma implisit
Sikap yang berada diluar kendali sadar atau kesadaran dikenal sebagai stigma implisit. Stigma implisit terbentuk atas adanya prasangka (elemen afektif), stereotipe (elemen kognitif), dan diskriminasi (elemen perilaku).. Stereotipe adalah evaluasi atau respon afektif terhadap kelompok sosial dan anggota kelompoknya yang didasarkan pada informasi yang terbatas. Prasangka adalah atribut konseptual yang diasosiasikan dengan suatu kelompok dan anggota kelompoknya. Reaksi diskriminasi merupakan perilaku menghindar, hostilitas, dan menolak untuk memberi bantuan 2. Kesegeraan feedback bias implisit
Feedback bias implisit adalah informasi mengenai bias implisit partisipan terhadap penyandang disabilitas yang dihitung berdasarkan D-Score, yaitu kekuatan asosiasi antar kategori yang diukur, pada masing-masing patisipan (Menatti dkk, 2013). Variasi dari variabel independen adalah penyajian feedback segera dan penyajian feedback tertunda.
Feedback segera berarti informasi terkait pandangan partisipan kepada penyandang disabilitas fisik diberikan langsung setelah pengukuran stigma implisit. Sedangkan feedback tertunda berarti informasi terkait pandangan partisipan kepada penyandang disabiitas fisik ditunda pemberiannya,
dengan diberikannya pengukuran stigma eksplisit setelah stigma implisit baru diakhiri pemberian feedback.
Penggolongan d-score yang ditampilkan di layar komputer partisipan didasarkan pada kategorisasi dari penelitian Menatti dan kolega (2013), dijabarkan pada Tabel 1.
Tabel 1. Kategorisasi D-Score dan Interpretasinya (Menatti dan kolega, 2013)
d-score Interpretasi
Skor absolut -0,65 Asosiasi implisit tinggi dengan atribut negatif -0,64 – -0,35 Asosiasi implisit sedang dengan atribut negatif -0,34 – -0,15 Asosiasi implisit rendah dengan atribut negatif -0,14 – +0,14 Tidak ada perbedaan / Tidak ada bias implisit +0,15 – +0,34 Asosiasi implisit rendah dengan atribut positif +0,35 – +0,64 Asosiasi implisit sedang dengan atribut positif Skor absolut +0,65 Asosiasi implisit tinggi dengan atribut positif
3. Stigma Eksplisit
Stigma eksplisit adalah sikap negatif yang ditunjukkan secara sadar, terkendali, dan reflektif. Stigma eksplisit terhadap penyandang disabilitas diukur melalui social distance scale (SDS; Lampiran 1) dan feeling thermometer (FT; Lampiran 1). Keduanya adalah modifikasi kuisioner dari Wang dan kolega (2012). Semakin rendah skor total SDS dan skor total FT, semakin tinggi stigma eksplisit yang dilaporkan oleh partisipan. C. Partisipan
Dalam penelitian ini partisipan yang digunakan adalah mahasiswa Program Studi Psikologi semester 1 angkatan 2015 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Brawijaya Malang. Pertimbangan penggunaan mahasiswa angkatan 2015 adalah untuk mengurangi kemungkinan bias saat
pengerjaan pengukuran stigma dikarenakan adanya proses pembelajaran. Respon yang diberikan sebagai hasil dari proses pembelajaran dianggap tidak bisa menggambarkan stigma implisit yang sesungguhnya. Mahasiswa angkatan 2015 psikologi diasumsikan belum pernah bersentuhan dengan alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, sehingga respon yang diberikan memang benar-benar respon otomatis terhadap penyandang disabilitas. Partisipan direkrut dari kelas Biopsikologi angkatan 2015. Setiap partisipan mendapat kompensasi 10% nilai kuis.
Berdasarkan hasil analisis statistical power dengan menggunakan
G*Power versi 3.1 menunjukkan bahwa dengan effect size kategori large
(d=0.40), Alpha level sebesar 0.05, dan power sebesar 0.80, dibutuhkan total sampel N ≥ 66 untuk 3 kondisi perlakuan. Sehingga, 1 kondisi perlakuan
membutuhkan 22 partisipan. Untuk mengantisipasi kemungkinan
dataexclusion, penelitian ini menggunakan total sampel N=73 (ditambah 10% dari total sampel), atau n=24 untuk tiap kondisi. Partisipan dialokasikan ke dalam kondisi eksperimen dengan menggunakan prosedur random assignment
menggunakan aplikasi randomizer. D. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan tiga alat ukur dalam upaya mengukur stigma eksplisit dan stigma implisit beserta dimensi-dimensinya. Stigma implisit beserta dimensi-dimensinya diukur dengan menggunakan Single Category Implicit Association Test (SC-IAT), stigma ekplisit pada dimensi perilaku
diukur menggunakan Social Distance Scale (SDS) dan dimensi afektif diukur mneggunakan Feeling Thermometer (FT)
1. Stigma Implisit - Single Category Implicit Association Test (SC-IAT) Instrumen ini adalah pengembangan dari instrument terdahulu bernama
Implicit Association Test (IAT). Penggunaan SC-IAT dibandingkan dengan IAT didasarkan pada pertimbangan bahwa penelitian ini hanya menggunakan satu kategori yaitu disabilitas, sedangkan IAT adalah alat yang lebih cocok untuk mengukur sikap implisit terhadap dua kategori. Penelitian terkait propertik psikometrik terhadap SC-IAT menunjukan bawa alat ini bisa dikatakan alat yang memadai untuk mnegukur stigma implisit dengan satu kategori secara akurat (Bar-Anan & Nosek, 2014; Wang dkk, 2012; Rebar dkk, 2015)
Instrumen SC-IAT terdiri atas dua level; incompatible dan compatible
(Cronbach alpha 0,92). Secara total, terdapat tiga kategori stimulus yang harus direspon oleh partisipan, yaitu 1) empat simbol yang merepresentasikan target penyandang disabilitas, 2) dua belas atribut positif, contoh :menyenangkan (elemen afektif SC-IAT), mendekat (elemen perilaku SC-IAT), kompeten (elemen kognitif SC-IAT), dan 3) dua belas atribut negatif, contoh : bosan (elemen afektif SC-IAT), menghindari (elemen perilaku SC-IAT), rapuh (elemen kognitif SC-IAT).
Tabel 2. Stimulus atribut untuk tiga elemen dalam Single Category Implicit Association Test (SC-IAT)
Elemen Atribut
Positif Negatif
SC-IAT