• Tidak ada hasil yang ditemukan

E. PERUBAHAN STRUKTUR SEL MIKROBA

III. METODOLOGI

A. TEMPAT DAN WAKTU

Penelitian ini dilaksanakan di beberapa laboratorium. Pembuatan bubuk biji atung dilakukan di laboratorium Pilot plant Pusat Studi Pangan dan Gizi IPB, ekstraksi bubuk biji atung dilakukan di laboratorium Biokimia dan Gizi Pusat Studi Pangan dan Gizi IPB. Pangamatan mikrobiologis dilakukan di laboratorium Mikrobiologi Pangan dan Gizi Pusat Studi Pangan dan Gizi IPB. Pengamatan perubahan morfologi dan ultrastruktur sel dilakukan di laboratorium elektron mikroskop NAMRU (Naval Medicine Research Unit), Lembaga EIJKMAN Jakarta dan di laboratorium Genetika Fak.Peternakan IPB, Darmaga Bogor.

Penelitian ini dilaksanakan mulai Desember 1998 sampai dengan Januari 2001, kemudian dilanjutkan Desember 2002 sampai dengan April 2003.

B. BAHAN DAN ALAT

1. Bahan Utama

Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah atung (Parinarium glaberimum Hassk) yang diperoleh dari Desa Hutumuri, Kecamatan Sirimau, Kotamadya Ambon, Propinsi Maluku. Bagian buah yang digunakan adalah biji dari buah atung yang sudah tua dengan tanda kulit luar berwarna coklat merah bata.

2. Bahan Pembantu

Bahan pembantu utama yang digunakan adalah bahan-bahan yang digu- nakan untuk proses ekstraksi biji atung. Bahan-bahan tersebut adalah heksana dan etil asetat yang digunakan sebagai pelarut. Jenis pelarut yang digunakan adalah pelarut teknis. Bahan lain yang digunakan untuk ekstraksi adalah gas nitrogen dan kertas saring.

Bahan pembantu lain adalah bahan yang digunakan untuk analisis mikro- biologis berupa media NA (Nutrient Agar), NB (Nutrient Broth) dan MRS dari Difco. Bahan lain yang diperlukan adalah alkohol, NaCl, kapas, almunium foil

dan aquades. Untuk pembuatan pangan model padat diperlukan bahan berupa tepung tapioka, tepung kedele, gula merah dan minyak goreng.

Bahan untuk pengamatan perubahan morfologi dan ultrastruktur sel adalah : natrium cacodilat, glutaraldehid, osmium tetraoksida, etanol, aseton, resin, uranil asetat, lead sitrat, grid dan film. Semua bahan ini diperoleh dari laboratorium elektron mikroskop NAMRU dan EIJKMAN Jakarta. Bahan untuk analisa kebocoran sel yang dipakai adalah asam nitrat, asam sulfat, air bebas ion dan HCl.

3. Kultur mikroba

Mikroba uji yang digunakan terdiri dari beberapa jenis mikroba yaitu : S. aureus (ATCC 25178), P. flourescens (ATCC 13525) kedua bakteri ini diperoleh dari Balai Penelitian Veteriner Bogor dalam bentuk liofilisasi. Bakteri lainnya adalah B. subtilis, E. coli dan L. plantarum diperoleh dari koleksi biakan lab. Mikrobiologi Pangan, TPG-FATETA IPB, Bogor.

4. Peralatan

Alat yang digunakan untuk penelitian ini meliputi alat untuk ekstraksi, alat untuk analisa mikrobiologis dan alat untuk pengamatan sel pada tingkat seluler. Alat untuk proses ekstraksi, adalah hammer mill ukuran saringan 40 mesh, seperangkat peralatan soxhlet dan refluks berupa labu lemak, kondensor, hot plate, stirrer dan vakum rotavapor untuk menguapkan pelarut. Peralatan untuk analisa mikrobiologis terdiri atas lemari pendingin, mikroskop, inkubator, otoklaf, shaker, vortex, cawan petri, tabung reaksi, vial, pipet pasteur, pipet mikro, bunsen dan ose. Peralatan untuk analisa kebocoran sel meliputi sentrifus, spektrofotometer, AAS ( Atomic Absorption Spectrophotometry ) dan ruang asam. Untuk pengamatan perubahan struktur sel digunakan mikrotom dan mikroskop elektron berupa Scanning Electron Microscopy (SEM) dan Transmission Electron Microscopy (TEM).

38

C. PERSIAPAN

1. Ekstraksi Biji Atung

Ekstraksi biji atung dimaksudkan untuk menyiapkan komponen anti- mikroba biji atung dalam bentuk ekstrak. Biji atung dibuat bubuk menggunakan hammer mill dengan ukuran 40 mesh, kemudian diekstraksi menurut cara Adawiyah (1998) dengan proses bertingkat. Bagan alir proses ektraksi dapat dilihat pada Lampiran 1.

Pertama, biji atung dibuang lemaknya dengan pelarut heksan menggu- nakan sokhlet dengan cara sebagai berikut: bubuk biji atung dibungkus dengan kertas saring berbentuk silinder sebesar tempat sampel. Labu lemak berukuran 500 ml diisi pelarut heksana sampai setengah volume labu dihubungkan dengan tempat sampel dan kondensor (pendingin), dipanaskan pada suhu 60-78oC (titik didih pelarut) selama 30-36 jam sampai tidak ada lagi lemak yang ditandai dengan warna kuning pada pelarut yang kontak dengan sampel.

Kedua, serbuk biji atung bebas lemak hasil ekstraksi heksana dikering anginkan selama semalam untuk menguapkan pelarut yang masih tersisa, kemu- dian di refluks menggunakan pelarut etil asetat untuk mendapatkan senyawa antimikroba biji atung dengan cara sebagai berikut: Bubuk biji atung hasil ekstraksi heksana dimasukkan ke dalam labu lemak berleher dua ukuran 1000 ml (leher yang tegak lurus ke labu disambung ke pendingin, leher kesamping untuk.tempat meletakkan termometer), ditambah pelarut etil asetat dengan perbandingan 1: 4, dipanaskan pada suhu 60-70oC menggunakan pemanas yang dilengkapi dengan pengaduk. Pemanasan dilakukan selama 4 jam, selama pemanasan dilakukan pengadukan. Setelah proses berakhir dilakukan penyaringan menggunakan kertas saring Whatman No. 2, filtrat yang diperoleh diuapkan pelarutnya dengan rotavapor pada suhu 40oC dan sisa pelarut yang masih tersisa diuapkan dengan cara menyemprot dengan gas nitrogen sampai berat ekstrak konstan. Ekstrak disimpan di dalam botol vial coklat di dalam lemari pendingin sebelum digunakan.

2. Kultur Bakteri

Bakteri S. aureus dan P. fluorescens diperoleh dalam bentuk liofil sebelum digunakan diaktifkan dahulu. Tabung dibuka secara aseptis, pelet liofil dipindah- kan menggunakan pinset steril ke dalam tabung yang berisi medium NB steril, diinkubasi pada suhu 37oC untuk S. aureus dan pada suhu ruang untuk P. fluorescens selama 24 jam. B. subtilis, E. coli dan L. plantarum diperoleh dalam bentuk agar miring, sebelum digunakan disegarkan terlebih dahulu yaitu diambil satu ose bakteri dari stok kultur dimasukkan ke dalam medium NB cair steril, untuk L. plantarum dimasukkan ke dalam MRS cair steril diinkubasi selama 24 jam pada suhu 37oC.

Kultur cair yang diperoleh dari liofil dan agar miring untuk digunakan sebagai kultur cair dalam percobaan, agar didapatkan jumlah sel awal percobaan 106-107 sel /ml, kultur disegarkan kembali dengan cara 0,1 ml kultur cair ini dimasukkan kedalam 9,9 ml medium NB cair steril, diinkubasi selama 24 jam, kultur siap digunakan.

Untuk perbanyakan dibuat biakan agar miring NA dengan cara menggo- reskan satu ose larutan kultur ke permukaan NA miring kemudian diinkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam. Untuk penggunaan jangka waktu kurang dari 3 minggu kultur ini disimpan dalam lemari pendingin pada suhu (4-5oC). Penggunaan untuk jangka waktu lebih dari 3 minggu kultur disimpan dalam larutan gliserol dengan perbandingan 1:1 dengan NB, disimpan pada suhu –20oC.

D. METODE PERCOBAAN

Penelitian ini dilaksanakan dalam 6 tahap meliputi: (1) Percobaan konsentrasi minimum penghambatan (MIC) bakteri S. aureus, P. fluorescens, B. subtilis, E.coli dan L. plantarum oleh ekstrak biji atung, (2) percobaan inaktivasi bakteri S. aureus dan P. flourescens oleh ekstrak biji atung pada beberapa tingkat dosis ekstrak di bawah nilai MIC (3) percobaan inaktivasi bakteri S. aureus dan P. fluorescens oleh ekstrak biji atung pada beberapa tingkat dosis ekstrak biji atung di atas nilai MIC (4) percobaan inaktivasi bakteri S. aureus oleh ekstrak biji atung pada pangan model padat (5) pengamatan perubahan morfologi dan ultrastruktur sel S. aureus dan P. fluorescens pengaruh ekstrak biji atung

40

menggunakan mikroskop elektron (TEM dan SEM) (6) pengamatan kebocoran sel S. aureus dan P. fluorescens pengaruh ekstrak biji atung.

Percobaan 1. Penentuan Konsentrasi Minimum Penghambatan (MIC)

Tujuan penelitian tahap pertama ini adalah untuk menentukan dan membandingkan nilai MIC 5 jenis bakteri yaitu S. aureus, P. fluorescens, B. subtilis, E. coli, L. plantarum. Penentuan nilai MIC dimaksudkan untuk menentukan aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat biji atung dan nilai ini digunakan sebagai satuan aktivitas untuk perlakuan pada penelitian tahap berikutnya. Nilai MIC didefinisikan sebagai konsentrasi ekstrak antimikroba terendah dimana tidak terjadi pertumbuhan bakteri setelah 24 jam kontak di dalam medium cair uji (Kubo et al, 1992).

Penentuan MIC dilakukan menurut Kubo (1992) dengan sedikit modifikasi yaitu: kedalam 19 ml nutrient broth (NB) atau MRS cair steril di dalam erlemeyer 50 ml ditambahkan 1 ml inokulum bakteri uji yang berumur 20-24 jam (106-107 sel/ml). Kemudian ditambahkan beberapa tingkat konsentrasi (0,0 s/d 0,7 % v/v) ekstrak biji atung secara aseptis. Selanjutnya diinkubasi goyang dengan kecepatan 150 rpm pada suhu 37oC dan untuk P. fluorescens pada suhu ruang selama 24 jam. Setelah inkubasi jumlah mikroba dinyatakan tumbuh atau tidak tumbuh setelah ditumbuhkan pada media agar.

Percobaan 2. Inaktivasi Bakteri S aureus dan P. fluorescens oleh Ekstrak

Dokumen terkait