• Tidak ada hasil yang ditemukan

Midfield pressing ( pressing yang dilakukan di lapangan tengah)

Dalam dokumen J. MATERI KEPELATIHAN PENJAGA GAWANG Hal (Halaman 122-128)

Midfield pressing (pressing yang dilakukan di lapangan tengah)

Miedfield pressing atau pressing 2 adalah tekanan terhadap lawan yang dimulai di lapangan tengah. Artinya, lawan dibiarkan leluasa membangun serangan di daerah pertahanannya sendiri tanpa diganggu terlebih dahulu. Baru setelah bola berada di daerah lapangan tengah tekanan secara bersama, teratur, dan agresif dilancarkan.

Posisi pemain saat melakukan taktik bermain pressing 2 adalah sebagai berikut:

Midfield pressing adalah variasi pressing yang paling sering dan umum dilakukan. Tentu saja saat serangan kandas jauh di daerah pertahanan lawan pressing 1 dilakukan. Paling tidak untuk sementara waktu. Begitu ada kesempatan (seperti terjadi lemparan ke dalam dan lain-lain) pemain berbondong-bondong kembali pada posisinya semula sesuai taktik midfield pressing / pressing 2.

Fall back (pressing yang dilakukan di daerah pertahanan sendiri)

Yang dimaksud dengan fall back* adalah penempatan posisi pemain di daerah pertahanan sendiri. Lawan dibiarkan bergerak bebas hingga melebihi garis tengah lapangan. Bisa dikatakan baru di saat-saat terakhir tekanan terhadap lawan dilakukan. Posisi pemain saat melakukan fall back atau pressing 3 adalah sebagai berikut:

Taktik pressing 3 ini biasanya dilakukan oleh tim-tim lemah yang hanya berusaha menyerang lewat serangan balik. Bisa juga pressing 3 dilakukan oleh tim yang sebenarnya kuat dan hanya sementara mundur dikarenakan gempuran lawan yang tiba-tiba bertambah hebat sehingga membuat kewalahan. Situasi seperti ini paling sering terjadi saat lawan keti ng g a l a n da n b er na fs u memena ngka n perta ndi nga n. Menurut pengamatan saya hal ini umumnya terjadi di awal babak kedua (lawan baru saja dimotivasi pelatihnya untuk mempersering gempuran) dan menjelang akhir pertandingan (waktu yang tersedia semakin menipis). Keterangan: Dalam bahasa Indonesia “jatuh ke belakang” atau lebih tepatnya mengundurkan/menarik diri”.

3. Prinsip bergerak secara bersama-sama ke arah letak bola

Sistem bermain 4-4-2 maupun sistem-sistem modern lainnya seperti 3-4-3 atau 4-3-3 tidak bisa berfungsi dengan baik apabila pemain tidak bergerak secara bersama -sama ke arah bola. Sebagai contoh, lawan mengumpan bola kepada pemain 8 (sayap kirinya). Pergerakan lawan dengan demikian adalah ke kanan. Semua pemain bergerak serentak ke sebelah kanan lapangan. Perhatikan diagram di berikut ini.

Contoh di atas memakai taktik full back. Perhatikan bagaimana baik barisan pertahanan maupun barisan lapangan tengah membentuk dua pisang! Perhatikan juga bagaimana ketat dan padatnya posisi pemain satu dengan yang lainnya. Perhatikan penempatan posisi pemain 3 (bek kiri) dan 8 (sayap kiri) yang ikut masuk ke tengah. Hanya dengan demikian ti m s ecara keseluruhan bisa berdiri dengan

compact (padat dan ketat) sehingga lawan sulit melakukan kombinasi permainan. Permainan lawan menjadi tidak berkembang dan bola bisa dengan lebih mudah direbut kembali.

Bergerak ke arah bola mempunyai tujuan menciptakan situasi 2 v 1 bahkan 3 v 1. Pemain yang menggiring bola ditekan secara agresif oleh dua pemain bertahan sekaligus. Salah satu pemain bertahan bisa melakukan tekanan dengan total atau agresif karena ada pemain bertahan lain yang siap membantu apabila lawan mampu lolos. Sering pemain bertahan tidak total dalam menekan lawan karena khawatir dilewati lawan. Saat menerapkan sistem bermain 4-4-2 masalah ini bisa teratasi karena adanya pemain bertahan lain yang melapis. Prinsip melapis sesama pemain begitu sentral dalam falsafah sistem 4-4-2! Pemain harus dibiasakan untuk selalu bersedia melakukan prinsip melapis baik di tengah lapangan, di sayap lapangan ataupun melapis ke belakang. Kuncinya pemain rajin bergerak dan rajin bergeser secara serentak. Saat bola "melewati” pemain, pemain tersebut harus memiliki kedisiplinan yang tinggi untuk ikut turun ke belakang (bergeser sesuai posisinya) dan bila mungkin melakukan "melapis ke belakang”. Perhatikan diagram melapis ke belakang di samping ini:

Perhatikan bagaimana pemain 7 (sayap kanan) dan pemain 9 (penyerang kanan) tidak berhenti bermain saat bola "melewati” keduanya. Baik pemain 7 maupun 9 sama-sama memiliki kedisiplinan yang tinggi untuk membantu pemain 6 (gelandang bertahan) sehingga praktis terjadi situasi empat(!) v 1; pemain 6 menekan secara agresif (tentu saja tanpa melakukan pelanggaran)*,

pemain 6 dari belakang, sedang pemain 7 dan 9 “melapis ke belakang”. Perhatikan bahwa barisan pertahanan juga terlibat secara tidak langsung dengan cara naik ke atas sehingga jarak antar lini menjadi padat! Demikian juga pemain 11 (penyerang kiri) ikut bergeser sedikit ke belakang dan pemain 8 (sayap kiri) merapatkan posisinya ke arah pemain 6 dan 10. Ruang yang dimiliki lawan untuk melakukan kombinasi guna membangun serangan menjadi sangat minim dikarenakan tim yang bertahan menempatkan diri secara ketat dan padat. Sekali lagi: hal ini hanya bisa dicapai apabila semua pemain selalu bergeser ke arah bola secara bersama-sama.

* Keterangan: Melakukan pelanggaran menjadi tidak perlu dilakukan karena situasi toh

menguntungkan tim sendiri. Melakukan pelanggaran di saat situasi begitu menguntungkan seperti ini (4 v 1) adalah bodoh karena dengan demikian situasi akan kembali netral. Lawan mendapatkan tendangan bebas sehingga bola yang tadinya sudah hampir terebut kembali bisa leluasa dikuasai lawan.

Pada prinsipnya saat melakukan pergeseran pemain harus selalu berorientasi secara berturut-turut pada:

1. BOLA 2. TEMAN 3. LAWAN

Bandingkan dengan sistem 3-5-2 yang lazim dilakukan di Indonesia. Sistem yang memakai sistem man to man marking ini selalu mengarahkan pemain untuk berorientasi pada lawan. Dalam sistem 4-4-2, 4-3-3 atau sistem modern lainnya lawan hanya menempati nomor 3! Benar-benar sebuah perbedaan yang drastis.

Secara praktis penerapan falsafah berorientasi kepada (1) bola, (2) kawan dan (3) lawan saat melakukan pergeseran bisa kita pelajari sesuai diagram di atas. Kita ambil pemain 8 (sayap kiri) sebagai contoh. Pemain 8 bergeser ke arah kanan karena letak BOLA adalah di sebelah kanannya. Selanjutnya 8 melihat TEMANNYA pemain 10 (gelandang serang) meninggalkan posisinya demi melapis pemain 6 dari belakang. Dengan demikian, pemain 8 harus bergeser lebih jauh ke dalam dari biasanya sehingga jarak kira-kira 10 meter antara pemain 10 dan 8 tetap terjaga. Baru kemudian pemain 8 berorientasi pada LAWAN dan menempatkan dirinya di antara lawan terdekat dan letak bola sehingga passing line atau garis umpan kepada lawan jagaannya bisa tertutup.

4. Prinsip penggunaan aturan off side

Prinsip menekan lawan secara serentak di mana semua pemain terlibat (termasuk barisan bek yang ikut naik sehingga jarak antara baris tengah dan belakang menjadi dekat dan padat) hanya bisa dilakukan karena adanya peraturan off side. Apabila peraturan off side

itu sendiri tidak ada maka tidak mungkin barisan pertahanan ikut naik baik untuk membantu serangan maupun guna membantu lapangan tengah mencuri bola dari lawan. Perlu ditekankan di sini bahwa dalam sepak bola modern pemain bertahan tidak ikut maju dengan tujuan lawan terperangkap off side! Ini yang sering salah dipahami. Dalam sepak bola modern barisan pertahanan ikut naik guna menciptakan barisan pertahanan secara

keseluruhan yang compact. Lawan yang membawa bola tidak diberikan waktu, ketenangan dalam bertindak serta tempat. Hal ini hanya bisa terwujud apabila barisan pertahanan ikut menopang barisan gelandang dengan cara memperketat dan memperkecil ruang gerak lawan. Terperangkapnya penyerang lawan dalam off side hanyalah by product atau produk sampingan hasil pergerakan barisan pertahanan yang ikut naik guna menghasilkan pertahanan yang compact! Oleh karena itu, istilah "jebakan off side” tidaklah tepat dalam sepak bola modern; pemain tidak naik semata-mata agar pemain lawan off side.

Menurut saya di sinilah letak kelemahan utama sistem 4-4-2 saat dipraktikkan di Indonesia. Sistem pressing yang terkandung secara kental dalam falsafah bermain 4-4-2 sangat bergantung pada penilaian wasit yang jeli saat terjadi off side. Padahal kepercayaan publik Indonesia terhadap wasit baik dalam hal moral wasit maupun kemampuan wasit saat memimpin pertandingan tergolong minim. Sebuah dilema yang menurut saya bisa dipecahkan dengan cara hanya memakai taktik miedfiel dpressing dan taktik fall back. Sedang taktik forechecking hendaknya hanya dipraktikkan apabila wasit yang memimpin pertandingan diketahui dengan pasti memiliki moral dan kemampuan yang baik.

5. Prinsip penjaga gawang yang ikut bermain

Dalam sepak bola modern penjaga gawang tidak hanya semata-mata bertindak sebagai penjaga gawang. Seorang penjaga gawang yang modern adalah penjaga gawang dan

libero sekaligus. Seorang kiper dewasa ini harus mahir memainkan bola dengan kaki, harus mahir memberikan umpan pendek dan panjang, harus mahir membaca perkembangan serangan lawan serta harus bisa memberikan instruksi yang jelas dan benar kepada barisan pertahanan.

Saat lawan membangun serangan seorang penjaga gawang yang modern harus menempatkan diri relatif jauh di depan gawangnya sendiri. Kira-kira di mana seorang libero

semestinya berada di situlah dia “berdiri”. Berdiri tertulis dalam tanda kutip karena kenyataannya kiper modern harus selalu bergerak sesuai letak bola: umumnya antara letak bola dan titik tengah gawang!

Pada piala dunia 2006 Jürgen Klinsmann, pelatih timnas Jerman saat itu, mengejutkan dunia dengan keputusannya memilih Jens Lehmann (Arsenal) di atas Oliver Kahn (Bayern München). Dalam sebuah konfrensi pers Klinsmann menjelaskan bahwa ada 10 kriteria yang dibahas secara mendetail sebelum keputusan dilakukan. Dari 10 kriteria tersebut ada 9 kriteria di mana kekuatan Lehmann dan Kahn hampir sama. Hanya dalam satu kriteria Lehmann jauh unggul di atas Kahn; dalam hal ikut bermain! Lehmann adalah seorang pemain bola yang lebih baik dari Kahn. Teknik mengolah bola dan kualitas umpan Lehmann sangat baik sehingga dialah yang akhirnya terpilih menjadi kiper No. 1 Jerman. Dalam sistem sepak bola modern tidak ada tempat untuk seorang libero. Tapi karena barisan pertahanan harus ikut naik guna menghasilkan pertahanan yang compact penjaga gawang otomatis harus keluar dari sarangnya guna mengantisipasi umpan terobosan lawan. Untuk jelasnya, perhatikan diagram di bawah ini:

Perhatikan bahwa; (1) posisi kiper adalah di antara bola dan titik tengah gawang (invisible line), (2) posisi kiper relatif jauh dari mulut gawang , da n ( 3 ) ki per s i a p m e n g a n t i s i p a s i u m p a n terobosan lawan. Ketiga tujuan di atas hanya bisa terealisasi apabila penjaga gawang

senantiasa bergerak sesuai

letak bola dan situasi permainan.

Jarak antara kiper dan barisan pertahanan yang menjadi relatif pendek juga menguntungkan disaat bola harus terlebih dahulu diumpankan kepada kiper di saat tekanan teralu hebat untuk memaksakan diri memainkan bola ke depan. Menguntungkan karena jarak umpan menjadi jauh lebih pendek dibandingkan apabila kiper tetap di sarangnya. Hal ini penting dari segi keamanan. Perlu diingat bahwa di bagian sepertiga pertama lapangan berlaku hukum safety first atau penekanan terhadap keamanan. Karena semakin pendek umpan semakin bagus kualitas umpan itu sendiri maka otomatis semakin amanlah umpan yang berjarak pendek.

Penjaga gawang modern dituntut untuk begitu aktif dalam hal ikut bermain baik di saat lawan menguasai bola maupun di saat membangun serangan sehingga istilah "pemain

gawang” menjadi semakin populer, khususnya di bagian selatan Jerman akhir-akhir ini. Banyak pelatih di selatan Jerman bahkan membiasakan diri menyebut sistem 4 -4-2 dengan 1-4-4-2. Kiper ikut dihitung dan disebut karena peran penjaga gawang memang menjadi semakin penting di era sepak bola modern ini. Memang sistem 4-4-2 atau 4-4-3 serta formasi modern lainnya tidak bisa berfungsi dengan baik apabila tidak ada "pemain gawang” yang bertindak sebagai libero*. Oleh karena itu, saya pribadi setuju sistem 4-4-2 disebut dengan 1-4-4-2. Paling tidak sebagai wujud hormat saya terhadap kiper sebagai salah satu bagian yang penting dalam tim. Apa pun nama sistem yang dipakai, apa pun istilah yang diberikan kepada kiper, yang paling penting adalah pemain mengerti bahwa kiper harus ikut bermain dengan aktif!

Keterangan :

* Tanpa seorang kiper yang sekaligus bertindak sebagai libero, risiko bertahan secara

modern akan terlalu tinggi. Barisan pertahanan yang naik guna menciptakan pertahanan yang compact harus dilapis oleh kiper yang juga ikut naik (keluar dari sarangnya) sehingga risiko umpan terobosan dapat diminimalisasi.

C. Langkah Demi Langkah Menuju 4-4-2

(sekaligus 4-3-3)

Mengajarkan cara bermain 4-4-2 kepada pemain tidak boleh asal-asalan. Harus ada strategi pengajaran yang metodis sehingga pada akhirnya pemain betul-betul mengerti dan bisa menerapkan sistem 4-4-2 dengan baik. Sistem 4-4-2 sering dianggap teralu sulit untuk dimengerti pemain Indonesia. Benar-benar sebuah opini yang meremehkan intelegensia pemain Indonesia! Permasalahan yang sebenarnya adalah banyaknya pelatih yang kurang mengerti atau kurang mampu menjelaskan/melatih sistem 4-4-2. Bila ada kemauan untuk bekerja keras dan apabila metode melatih 4-4-2 diterapkan, saya yakin semua pemain dan

semua pelatih Indonesia akan mampu menerapkan sistem 4-4-2 dan juga 4-3-3 dengan benar.

Dalam dokumen J. MATERI KEPELATIHAN PENJAGA GAWANG Hal (Halaman 122-128)

Dokumen terkait