• Tidak ada hasil yang ditemukan

MINYAK NILAM SEBAGAI INSEKTISIDA NABATI

Secara umum, insektisida nabati diartikan sebagai suatu insektisida yang bahan dasarnya berasal dari tumbuhan. Insektisida nabati relatif mudah dibuat dengan pengetahuan dan kemampuan yang terbatas. Jenis insektisida ini mudah terurai di alam (biodegradable) sehingga tidak mencemari lingkungan dan relatif aman bagi manusia dan hewan (Kardinan, 2002). Beberapa keuntungan yang didapat dengan menggunakan insektisida nabati antara lain adalah tidak mencemari lingkungan, lebih spesifik, residunya relatif pendek, dan hama tidak mudah berkembang menjadi resisten (Mardiningsih et al., 1994).

Nyamuk Aedes aegypti merupakan hama serangga yang sangat mempengaruhi kehidupan manusia karena berperan sebagai vektor pembawa virus DHF (Dengue Haemorrhagic Fever). Sampai saat ini belum terdapat vaksin yang efektif terhadap virus DHF (Soedarmo dan Sumarmo, 1988). Hal yang sama juga dinyatakan oleh Menteri Kesehatan RI pada Seminar Parasitologi Nasional V dan Kongres P4I tanggal 20 Agustus 1988 di Ciawi Bogor bahwa dunia Kedokteran

belum berhasil menemukan teknologi untuk memberantas virus penyebab demam berdarah. Karena itu, upaya pemberantasan DHF ditujukan terutama kepada pengendalian vektornya (Anonim, 1988).

Pengendalian dengan tujuan memutus rantai siklus hidup vektor, baik pada tingkat larva maupun pada tingkat dewasa dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu secara kimia, biologi, dan ekologi (Putra, 1995). Pengendalian dapat dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan yang bersifat penolak (repelling agents), pemikat (attractants agents), dan senyawa yang dapat mengendalikan perilaku (behaviour controlling compounds) (Soemartono, 1984). Minyak nilam memiliki bahan aktif seskuiterpen yang dapat berperan sebagai repellant dan penghambat perkembangbiakan nyamuk. Prinsip kerja dari zat penolak (repelling agents) adalah menolak kehadiran nyamuk yang akan menghisap atau meletakkan telur namun tidak membunuh nyamuk tersebut (Putra, 1995).

Pengendalian populasi serangga dengan bahan aktif dari tanaman merupakan metode baru yang sedang dikembangkan dewasa ini. Grainge dan Ahmed (1987) menyatakan bahwa senyawa pada tanaman yang bertanggung jawab terhadap efek pestisida adalah saponin, tanin, flavanoid, triterpenoid, sulfur, kumarin, dan steroid. Lebih dari seribu jenis tumbuhan yang mengandung bahan aktif insektisida, diantaranya adalah nilam yang cukup potensial.

Peranan minyak nilam sebagai bahan baku insektisida didasarkan atas keberadaan senyawa metabolit sekunder di dalam vakuola yang bersifat merangsang kemoreseptor serangga sehingga tidak disukai. Adanya bahan aktif dalam tanaman nilam menyebabkan tanaman ini tahan terhadap P. brachyurus dengan mekanisme ketahanan terjadi sebelum tanaman terinfeksi (Mustika et al., 2002).

Ketaren (1985) menyatakan bahwa komponen penyusun minyak nilam ialah seskuiterpen dan patchouli alcohol (terpen teroksigenasi) yang terdiri dari benzeldehida, eugenol benzoat, sinamaldehida, alkohol, dan semikarbozom. Seskuiterpen tersebut diduga mempengaruhi perkembangan serangga. Sekuiterpen di dalam tanaman Ocimun basilium L. berperan sebagai larvasida terhadap nyamuk Culex sp. (Jacobson, 1989). Patchouli alcohol, pogostol, dan pogoston

dalam minyak nilam menunjukkan aktifitas antimikroba terhadap bakteri dan fungi periodontopatik (Van Valkenburg dan Bunyapraphatsara, 2001).

Laksmanahardja (2002) mengemukakan bahwa penyulingan daun nilam menghasilkan alkaloid, saponin, dan glikosida yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan pestisida dan pewangi ruangan. Menurut Grainge dan Ahmed (1987), senyawa tanin dan triterpenoid dapat berperan sebagai pestisida, sedangkan senyawa lainnya seperti saponin dan flavanoid dapat digunakan sebagai antibakteri dan antikanker.

Dalam minyak nilam juga terdapat sejumlah senyawa eugenol yang menurut penelitian Wiratno (1994), penggunaan eugenol 1% ternyata efektif membunuh serangga Stegobium paniceum dan berbeda nyata dengan kontrol (tanpa eugenol). Minyak nilam mampu menekan perkembangan Stegobium paniceum, hama gudang di Indonesia yang menyerang biji ketumbar dan jinten (Kalshoven, 1981). Minyak nilam menekan populasi Stegobium paniceum sebesar 24 – 42% selama 9 hari penyimpanan.

Nilam juga dimanfaatkan sebagai pengusir hama ngengat. Daun nilam telah digunakan di Indonesia untuk mengusir serangga dengan menempatkannya di antara pakaian dan dapat digunakan untuk mengusir Thysanura lepismatidae (Dummond, 1960). Bagian akar, batang, dan daun tanaman ini mampu membunuh

C. chinensis, Dysdercus koeningii, Sitophilus oryzae, Tribolium castaneum,

Stegobium paniceum, Crocidolomia binotalis, dan Spodoptera litura yang

merupakan hama tanaman, sedangkan daun dan pucuk nilam dapat digunakan untuk membasmi semut (Formicidae) dan kecoa (Blattidae). Minyak nilam juga mampu menolak beberapa serangga seperti kumbang jagung (Sitophilus zeamais), kumbang buah kering (Carcophilus sp.), kutu daun (Aphid sp.), nyamuk, dan Pseudalatia unipuncta (Soedibyo, 1998).

Penggunaan limbah nilam sebagai mulsa pada pertanaman lada dapat menekan populasi kumbang Lophobaris piperis (Wiratno et al., 1991). Tepung daun nilam yang dicampurkan dengan minyak nilam, serbuk gergaji, dan dekstrin dalam bentuk pelet dapat mengusir kumbang jagung Sitophilus zeamais (Mardiningsih et al., 1994). Menurut Undayasari (2002), ekstrak P. cablin di dalam heksana dan dietil eter mampu memberikan presentase penghambatan

aktivitas peneluran kumbang lebih dari 90%. Efektivitas limbah padat penyulingan nilam telah diuji pada tahun 2002 terhadap serangga pertanian, sebesar 20% ekstrak limbah penyulingan nilam memberikan mortalitas Heliopeltis dan Ostremia masing-masing 40% dan 30%.

E. METANOL

Metanol yang juga dikenal sebagai methyl alcohol, wood alcohol, wood

naphta, atau juga wood spirits adalah suatu zat kimia dengan rumus molekul

CH3OH (juga sering disebut MeOH).

Gambar 7. Rumus bangun metanol (wikipedia.org)

Metanol diproduksi secara alami melalui proses metabolisme anaerobik dari berbagai jenis bakteri yang mudah ditemukan di lingkungan sekitar kita. Proses metabolisme tersebut menghasilkan fraksi sederhana dari uap metanol dalam atmosfer (atmospheric methanol).

Metanol bersifat biodegradable, dengan bantuan sinar matahari, atmospheric methanol akan teroksidasi oleh oksigen menjadi karbon dan air. Proses oksidasi tersebut dapat kita lihat pada gambar berikut.

2CH3OH + 3O2 2CO2 + 4H2O Gambar 8. Proses oksidasi metanol (wikipedia.org)

Dalam kondisi penyinaran oleh matahari pembakaran dari metanol tidak berwarna, namun pembakaran tersebut dapat dihentikan dengan menggunakan air. Metanol merupakan zat yang beracun bila dikonsumsi oleh manusia. Meminum 10 ml metanol akan mengakibatkan kebutaan, dan meminum sedikitnya 100 ml akan mengakibatkan kematian. Metanol adalah jenis alkohol yang paling sederhana, ringan, volatile, tidak berwarna, dan mudah terbakar. Metanol

memiliki aroma yang khas, hampir sama dengan etanol namun lebih ringan dan manis. (National Institute for Occupational Safety and Health, 2008).

Karena sifatnya yang berbahaya, metanol hanya digunakan sesekali saja dalam industri pembuatan etanol sebagai denaturant additive. Metanol sering juga disebut wood alcohol (alkohol kayu) karena metanol pertama kali diperoleh sebagai produk sampingan dari proses destilasi destruktif kayu.

Metanol merupakan pelarut yang biasa digunakan dalam laboratorium, khususnya untuk HPLC dan UV/VIS spectroscopy. Penggunaan terbesar dari metanol adalah untuk memproduksi bahan kimia lainnya seperti biodiesel, MTBE (methyl tert-butyl ether = gasoline additive), aerosol spray propellant, asam asetat, bahan tambahan LPG, antibeku (antifreeze), dan lain lain.

F. HEKSANA

Heksana merupakan hidrokarbon alkali dengan rumus molekul CH3(CH2)4CH3 atau C6H14. Heksana diperoleh dari hasil refinasi (pemurnian) minyak mentah (crude oil). Secara tepat, komposisi fraksinya bergantung pada sumber minyaknya (mentah atau telah berubah) dan kendala-kendala selama refinasi.

Gambar 9. Rumus bangun heksana (wikipedia.org)

Heksana adalah suatu isomer yang tidak mudah bereaksi dan kerap kali digunakan sebagai pelarut inert pada reaksi organik karena sifatnya yang sangat nonpolar. Pada suhu ruang (± 27 oC), heksana memiliki tekanan uap antara 160 hingga 180 mmHg. Heksana relatif tidak beracun bagi manusia meskipun dapat mengakibatkan efek bius yang rendah (Hathaway et al., 1991).

Heksana sering digunakan untuk campuran bahan bakar dan lem untuk sepatu, kulit, dan atap. Selain itu juga dapat dimanfaatkan sebagai pelarut guna mengekstrak minyak untuk memasak dan sebagai zat pembersih pada industri sepatu, furnitur, dan tekstil. Di laboratorium, heksana digunakan untuk

mengekstrak minyak, gemuk (grease) dari air dan tanah sebelum dilakukan determinasi dengan analisis grafimetrtik atau kromatografi gas (Nord, 2003).

G. POLYSORBATE 80

Polyoxyethylene sorbitan esters atau umumnya disebut polysorbates, adalah hasil pembentukan reaksi sorbitan esters dengan ethylene oxide. Sorbitan fatty-acid esters (sorbitan esters) adalah sorbitol turunan dari mono dan digliserida yang sangat larut dalam air. Sorbitan fatty-acid esters adalah emulsifier lipofilik yang dapat digunakan dalam emulsi yang lemah berikatan dengan air dan meningkatkan aerasi yang diinginkan (O’Brien, 2004).

Ada 3 tipe polysorbate yang diperbolehkan sebagai surfactant dalam jumlah terbatas yaitu polysorbate 60, polysorbate 65, dan polysorbate 80 (O’Brien, 2004). Angka 60 yang mengikuti bagian polyoxyethylene mengacu pada total angka dari gugus oxyethylene -(CH2CH2O)- yang terdapat di dalam molekul. Angka tersebut berhubungan dengan asam lemak (fatty acid) yang berasosiasi dengan bagian polyoxyethylene sorbitan pada molekul. Monolaurate ditandai oleh angka 20, monopalmitate ditandai oleh angka 40, monostearate dengan angka 60, dan monooleate dengan angka 80 (www.wikipedia.com, 2008).

Polysorbate adalah emulsifier hidrofilik yang memiliki kemampuan kuat

sebagai surface-active agents (surfactants) untuk mengurangi tegangan antarmuka dalam air, minyak, dan campuran lainnya untuk meningkatkan kualitas interaksi antar campuran, dan untuk menaikkan stabilitas emulsi (O’Brien, 2004).

Polysorbate 80 adalah jenis surfaktan nonionik dan emulsifier turunan dari

polyoxylated sorbitan dan asam oleat. Polysorbate 80 bersifat jernih, cairan

berwarna kuning dalam air. Gugus hidrofilik dalam senyawa ini adalah komponen

polyether yang dikenal sebagai polyoxyethylene yang merupakan polimer dari

ethylene oxide. Pada penamaan polysorbate, beberapa rancangan polysorbate lebih suka pada gugus lipofilik, dalam hal ini asam oleat. Polysorbate 80 sering digunakan untuk mengikat udara dalam campuran dan membuat struktur yang lebih kokoh (Chou, 2005).

Polysorbate 80 memiliki nilai HLB (Hidrofil Lipofil Balance) sebesar 15, sehingga dapat digunakan dalam jenis emulsi oil in water (O/W). Kisaran nilai

HLB untuk emulsi oil in water (O/W) berkisar dari 8-18. Nilai HLB pada dasarnya merupakan indikasi persentase berat dari bagian hidrofilik molekul

emulsifier nonionik. Nilainya yang semakin tinggi menunjukkan bahwa sifat

emulsifier yang semakin suka pada air (hidrofilik). Kisaran nilai HLB pada

emulsifier nonionik berada pada kisaran nilai 1 - 20. Perubahan dari lipofilik ke

hidrofilik pada skala HLB ini terjadi pada nilai HLB 10 (Suryani et al., 2000). Tabel 5 berikut ini menjelaskan mengenai sifat-sifat molekul polysorbate 80.

Tabel 5. Sifat molekul polysorbate 80 Sifat Molekul Keterangan

Nama IUPAC Polyoxyethylene (20) sorbitan monooleate Nama lain Tween 80

Rumus molekul C64H124O26 Massa molar 1310 g/mol Densitas 1.06-1.09 g/mL Titik didih > 100 °C Kelarutan dalam air Sangat larut Kelarutan dalam

pelarut lain

Larut dalam ethanol, cottonseed oil, corn oil, ethyl acetate, methanol, toluene

Viskositas 300 - 500 centistokes (25 °C)

Tampilan Cairan kental berwarna kekuning-kuningan seperti resin dan agak transparan

(wikipedia.org) w + x + y + z = 20 O O O OH O OH O y x O w z O OH

Dokumen terkait