• Tidak ada hasil yang ditemukan

Saran yang dapat diberikan untuk penelitian berikutnya adalah agar dilakukan analisis parameter-parameter lain yang menunjang kesempurnaan formula antinyamuk sebagai suatu larutan insektisida emulsi, seperti penggunaan pelarut dan bahan-bahan tambahan lain dengan jenis dan konsentrasi yang berbeda. Selain itu dapat pula dilakukan analisis finansial dan analisis pada skala yang lebih besar karena formula ini memiliki potensi sebagai produk komersil.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 1988. Prosiding Seminar Parasitologi Nasional V. Jakarta.

Arif I. 2009. indonetwork.co.id /indo_aromatik_m/44759/minyak-nilam.html [27 November 2010].

Backer, C. A. dan R. C. B. Van der Brink. 1963. Flora of Java. Netherlands: Noordhaff.

BALITRO. 2008. pengawasbenihtanaman.blogspot.com/2008/07/hal-yang-perlu-anda-ketahui-tentang.html [27 November 2010].

Benner, J. P. 1993. Pesticidal compounds from higher plant. J Pest Sci 39: 95-102. Burkill, I. H. 1935. A Dictionary of The Economic Products of The Malay

Peninsula. London: Crown Agents for The Collonies Millbank.

Chapman, H. 1997. The potential of botanical essential oil for insect pest control. Integrated Pest Management 2: 101-109.

Cheng, T. C. 1973. General Parasitology. New York & London: Academic Press. Chou, D. K. 2005. Effects of Tween 20 and Tween 80 on the stability of

Albutropin during agitation. http://en.wikipedia.org/wiki/Tween_80. [13 Juni 2008].

Christopher, S. R. 1960. Aedes aegypti (L), The Yellow Fever Mosquito. London: Cambridge University.

Dadang, B. W. Nugroho, dan D. Prijono. 1999. Bahan Pelatihan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Insektisida Alami. Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu. Bogor: Institut Pertanian Bogor Press.

Djojosumarto, P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Agromedia Pustaka.

Dummond, H. M. 1960. Patchouly oil. Patchouly Oil Journal of Perfuary and Essential Oil Record.

Grainge, M. dan S. Ahmed. 1987. Handbook of Plants with Pest Control Properties. New York: Willey-Interscience Publication.

Green Cottage and Electrical Soap. 2000. Patchouli. http://www.greencottage.com/herbs/patchouli.html [28 Agustus 2008]. Guenther E. 1987. Minyak Atsiri. Terjemahan S. Ketaren. Jakarta: Universitas

Hadi, U. dan Koesharto. 2006. Nyamuk. In Sigit S. (eds). Hama Permukiman Indonesia. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. pp 23-51.

Hathaway, G. J., Nick H., dan James P. Hughes. 1991. Proctor and Hughes'

chemical hazards of the workplace. 3rd ed. New York: Van Nostrand

Reinhold.

Jacobs, A. 1997. Understanding Organic Reaction Mechanism. United Kingdom: Cambridge University Press.

Jacobson, M. 1989. Botanical Pesticidees. Past, Present, and Future. In J. T. Arnason, B. J. R. Philogene and P. Morand (eds) Insecticides of Plant Orogin. Washington DC: Amer Chem Soc.

Kalshoven, L. G. E. 1981. The Pest of Crops in Indonesia. Resived and translated by P. A. Van der Laan. Jakarta: PT. Ikhtiar Baru – Van Hoeve.

Kardinan, A. 2002. Pestisida Nabati: Ramuan dan Aplikasi. Jakarta: Penebar Swadaya.

Ketaren, S. Pengantar Teknologi Minyak Atsiri. Terjemahan A. Saptorahardjo. Jakarta: Balai Pustaka.

Laksmanahardja, P. 2002. Perbaikan Sistem Penyulingan Minyak Atsiri dan Pengembangannya. Laporan Akhir 2002. Bogor: Balai Penelitian Pasca Panen.

Machfudz, F. 2008. Kajian Proses Pembuatan Dan Karakterisasi Eau De Cologne Aromatheraphy Lavender [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Mardiningsih, T. L., S. Rusli, E. A. Wikardi, Wiratno, dan Ma’mun. 1994. Monograf Nilam. Bogor: Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat. Mardiningsih, T. L., S. Rusli, E. A. Wikardi, dan S. L. Tobing. 1994.

Kemungkinan produk nilam sebagai bahan penolak serangga. Prosiding seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. 1-2 Desember 1993. Bogor.

Metode Standar Pengujian Efikasi Pestisida Untuk Pendaftaran. 2007. Bidang Pengendalian Hama Pemukiman/Rumah Tangga. Pusat Perizinan dan Investasi/Komisi Pestisida Departemen Pertanian.

Mustika, I., Y. Nuryani, dan R. Harni. 2002. Pengaruh suhu terhadap pertumbuhan nilam (Pogostemon sp.) dan kemungkinan ketahanannya terhadap Pratylenchus brachyurus. Buletin Penelitian Tanaman Rempah dan Obat 13 (1): 1-10.

Nagasampigi, B. A. 2001. Commercially important essential oil industry in chemistry. Prosiding Seminar Sehari Balai Besar Industri Kimia. 1 Februari 2001. Jakarta.

National Institute for Occupational Safety and Health. 2008. The Emergency Response Safety and Health Database: Methanol. http://www.cdc.gov/niosh/ershdb/EmergencyResponseCard_29750029.ht ml. [17 Maret 2009].

nkoguam.com/mosquitos.html [27 November 2010]

Nord, T. 2003. Use of ozone depleting substances in laboratories. http://www.norden.org/pub/ebook/2003-516.pdf. [17 Maret 2009].

O’Brien, R.D. 2004. Fats and Oils formulating and processing for applications. Florida: CRC Press.

Prijono, D. dan H. Triwidodo. 1993. Pemanfaatan insektisida nabati di tingkat petani. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. 1-2 Desember 1993. Bogor.

Putra, S. E. 1995. Nyamuk Aedes Aegypti, Bahaya dan Pengendaliannya. Padang: Universitas Andalas.

Rusli S. dan N. Nurjanah. 1990. Penelitian tanaman penghasil minyak atsiri di BALITRO. Edisi Khusus Littro 6 (1): 1-4. Bogor.

Sastroamidjojo, S. 1967. Obat Asli Indonesia. Khusus Tumbuh-tumbuhan yang Terdapat di Indonesia. Jakarta: Dian Rakyat.

Soedarmo dan S. S. Porwo. 1988. Demam Berdarah (Dengue) Pada Anak. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Soedibyo, M. 1998. Alam, Sumber Kesehatan, Manfaat, dan Kegunaan. Jakarta: Balai Pustaka.

Soemartono. 1984. Kemajuan-kemajuan Dalam Pemberantasan Hama. Jakarta: Balai Pustaka.

Standar Nasional Indonesia. 1992. Cara Uji Fisika Pestisida Bentuk Pekatan Yang Dapat Diemulsikan (emulsifiable concentrate, ec). SNI 02-2722-1992. Badan Standardisasi Nasional.

Standar Nasional Indonesia. 2006. Minyak Nilam (SNI 06-2385-2006). Badan Standardisasi Nasional.

Suryani, A., I. Sailah, dan E. Hambali. 2000. Teknologi Emulsi. Bogor: Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Suyono, A. H. 2001. Nilam Tanaman Semak Pencetak Dollar. http://www.indomedia.com/intisari/2001/Sept/khas_flora.htm [28 Agustus 2008].

Syamsuhidayat, S. Sugati, dan J. R. Hutapea. 1991. Inventaris Tanaman Obat Indonesia I. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Depkes RI.

Tasma, I Made dan Moch. Mansur. 1987. Plasma nutfah tanaman nilam. Edisi Khusus Litrro 3 (1). Bogor.

Undayasari, U. 2002. Penghambatan Aktivitas Peneluran Kumbang Kacang Hijau (Callosobruchus chinensis L.) (Coleoptera: Bruchidae) yang Diperlakukan Sepuluh Ekstrak Tanaman [skripsi]. Bogor: Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Institut Pertanian Bogor.

Van Valkenburg, J. L. C. H. dan N. Bunyapraphatsara. 2001. Plant resources of South-East Asia. Medicinal and Poisonous Plants 12 (2). Netherlands. Wasiaatmadja, S. M. 1997. Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta : Universitas

Indonesia Press.

Webmaster. 2000. Patchouli (Nilam). http://www.niasisland.smeindonesia.com/homeproduct_desc_inq.php?fil e_option=../home/data_production.txt&primary_key=12. [28 Agustus 2008].

Widiahtuti, Ivon. 2008. Efisiensi Energi dan Uji Kinerja Prototipe Alat Penyulingan Minyak Nilam [skripsi]. Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

wikipedia.org/wiki/Berkas:Aedes_aegypti_biting_human.jpg. [27 November 2010]. wikipedia.org/wiki/Hexane [27 November 2010]. wikipedia.org/wiki/Methanol [27 November 2010]. wikipedia.org/wiki/Patchouly-Alcohol [27 November 2010]. wikipedia.org/wiki/Polysorbate80 [27 November 2010].

Wiratno. 1994. Penelitian pendahuluan pengaruh beberapa konsentrasi eugenol terhadap mortalitas Stegobium paniceum. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Pestisida Nabati. 56 – 59.

Wiratno. E. A. Wikardi, dan M. Iskandar. 1991. Prospek pemanfaatan limbah minyak atsiri sebagai repelen serangga. Seminar Ilmiah dan Kongres Nasional Biologi 10. Jakarta.

Lampiran 1. Prosedur analisis kualitas formula antinyamuk spray

1. pH

Uji pH dilakukan untuk mengetahui tingkat keasaman dari produk yang dihasilkan. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH-meter. Sebanyak 5 g contoh dimasukkan ke dalam gelas piala 100 ml yang telah berisi 50 ml air suling. Kemudian ditambahkan lagi air suling hingga tepat 100 ml dan diaduk sampai homogen. Selanjutnya pH larutan diukur dengan menggunakan pH-meter.

2. Bobot jenis

Prinsip pengukuran bobot jenis adalah membandingkan bobot contoh terhadap bobot air pada suhu dan volume yang sama. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan piknometer. Piknometer 25 ml dicuci terlebih dahulu dan disterilkan dengan menggunakan oven, kemudian bobot piknometer kosong ditimbang (t = 25 oC). Piknometer diisi dengan air hingga penuh dan ditutup rapat sehingga tidak terbentuk gelembung udara di dalam piknometer. Bobot piknometer yang telah berisi air tersebut ditimbang dengan menggunakan neraca analitik (t = 25 oC). Kemudian piknometer dikosongkan dan dibersihkan seperti semula. Piknometer yang telah kosong diisi lagi dengan larutan sampel antinyamuk hingga penuh dan ditutup rapat. Bobot piknometer yang berisi sampel antinyamuk kemudian ditimbang dengan menggunakan neraca analitik.

Bobot jenis dihitung berdasarkan persamaan:

Berat jenis (25 oC/25 oC) = W2 - W W1 - W dengan

W = berat piknometer kosong (g) W1 = bobot piknometer + air (g)

3. Kestabilan emulsi

Sejumlah sampel antinyamuk yang sudah ditimbang dimasukkan ke dalam wadah. Wadah dan sampel tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 45°C. Bobot wadah dan sampel tersebut diamati setiap 15 menit hingga mencapai bobot yang konstan. Setelah bobotnya konstan kemudian diletakkan di dalam desikator hingga dingin dan ditimbang lagi bobot fase akhir yang tersisa.

Kestabilan emulsi dihitung berdasarkan persamaan:

Kestabilan emulsi (%) = Bobot fase yang tersisa x 100% Bobot awal

4. Pembentukan busa stabil

Pengamatan busa stabil yang terjadi dilakukan setelah sampel antinyamuk dikocok. Pengocokan dilakukan selama 1 menit. Setelah itu diukur tinggi busa yang terbentuk di permukaan sampel dan dihitung volumenya. Sampel didiamkan selama 3 menit untuk mengamati kestabilan busa yang terjadi. Tinggi busa diukur lagi dan dihitung pula volumenya.

Pembentukan busa stabil dihitung berdasarkan persamaan:

A

B x 100% Stabilitas Busa =

dengan

A = volume awal busa yang terbentuk

Lampiran 2. Prosedur analisis efektifitas penolakan antinyamuk spray terhadap nyamuk

Pengujian efektifitas penolakan terhadap nyamuk (efikasi) yang dilakukan adalah uji daya tolak (repelansi) terhadap nyamuk Aedes aegypti. Pengujian dilakukan di Laboratorium Entomologi dan Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor dengan menggunakan kurungan berukuran panjang 50 cm, lebar 35 cm, dan tinggi 40 cm yang berisi 25 ekor nyamuk dewasa (umur 2 – 5 hari, betina, belum menghisap darah). Kurungan terbuat dari kasa nylon berbingkai kawat besi. Pada sisi bagian depan terdapat dua lubang untuk memasukkan tangan dan diberi kasa nylon sepanjang ± 30 cm.

Perlakuan terdiri dari kelompok perlakuan yang diberi repellant dan kelompok kontrol tanpa diberi bahan apapun. Repellant diaplikasikan tanpa pengenceran (siap pakai), yaitu 2 g/lengan (2 g = ± 30 kali semprot).

Cara pengujiannya yaitu: tangan ditutup dengan sarung tangan karet (rubber gloves) hingga pergelangan. Lengan bagian atas (arm) sebaiknya juga ditutup dengan lengan baju yang terbuat dari karet (rubber sleeve). Sebanyak 2 gram bahan uji dioleskan secara merata dan menyeluruh pada lengan bagian bawah (forearm = siku hingga pergelangan) sebelah kiri, kemudian dibiarkan selama lima menit. Pada saat menunggu selama lima menit penguji tidak boleh melakukan kegiatan apapun. Tangan kiri dimasukkan ke dalam kotak kurungan uji berisi nyamuk melalui lubang sebelah kiri, sedangkan tangan kanan (kontrol) dimasukkan melalui lubang sebelah kanan dan dipaparkan selama lima menit. Pemaparan dilakukan setiap 30 hingga 60 menit selama 6 jam. Jumlah nyamuk yang hinggap pada lengan tersebut dihitung untuk mengetahui efektifitas penolakan terhadap nyamuk (efikasi). Efikasi repellant ditentukan berdasarkan daya proteksi yang dihitung dengan rumus:

K - R K

Daya Proteksi (DP) = x 100%

dengan:

K = jumlah nyamuk yang hinggap pada lengan kontrol R = jumlah nyamuk yang hinggap pada lengan uji

Lampiran 3. Pemeliharaan nyamuk Aedes aegypti

Telur nyamuk diperoleh dari Laboratorium Entomologi dan Parasitologi Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Untuk menetaskannya, telur-telur tersebut dimasukkan ke dalam tray yang berisi air. Setelah ± 30 menit, telur-telur mulai menetas menjadi larva. Pada tahap ini kita sudah bisa memberinya makanan, yaitu dengan memasukkan ati ayam yang telah direbus ke dalam tray. Pada hari ke-4 semua telur telah menetas dan menjadi larva.

Pada hari ke-8 sebagian larva mulai bermetamorphosis menjadi pupa, dan kemudian pada hari ke-11 semua larva telah berubah menjadi pupa. Dua hari setelah berubah menjadi larva (hari ke-10), sebagian pupa tersebut mulai mengalami proses metamorphosis menjadi nyamuk (imago). Pada hari ke-12 semua pupa telah berubah menjadi bentuk nyamuk. Nyamuk yang digunakan untuk pengujian adalah nyamuk yang telah berusia tidak kurang darii 3 hari.

Lampiran 4. Rekapitulasi data hasil analisis antinyamuk spray

1. pH

Formula pH Standar

Deviasi Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata

M5 4.27 4.59 4.43 0.23 M10 4.53 4.77 4.68 0.17 M20 4.78 5.29 5.04 0.36 H5 4.85 4.62 4.74 0.16 H10 4.35 4.32 4.34 0.02 H20 4.15 5.03 4.61 0.62 SS 4.86 4.60 4.73 0.18 2. Bobot jenis

Formula Bobot jenis ( g

/ml) Standar Deviasi Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata

M5 0.85 0.86 0.86 0.01 M10 0.88 0.89 0.89 0.01 M20 0.95 0.95 0.95 0 H5 0.68 0.69 0.69 0.01 H10 0.69 0.70 0.70 0.01 H20 0.75 0.75 0.75 0 SS 0.96 0.96 0.96 0

3. Kestabilan emulsi

Formula Kestabilan emulsi (%) Standar Deviasi Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata

M5 99.86 99.56 99.71  0.21 M10 99.84 99.72 99.78  0.08 M20 99.88 99.80 99.84  0.06 H5 99.72 99.41 99.57  0.22 H10 99.70 99.40 99.55  0.21 H20 99.64 99.30 99.47  0.04 SS 99.72 99.74 99.73  0.01

4. Pembentukan busa stabil

Formula Volume busa stabil (cm 3

) Standar Deviasi

Ulangan 1 Ulangan 2 Rata-rata

M5 1.67 0.97 1.32 0.49 M10 1.11 0.70 0.91 0.29 M20 1.11 0.83 0.97 0.20 H5 1.25 1.39 1.32 0.10 H10 0.97 0.70 0.84 0.19 H20 0.83 1.11 0.97 0.20 SS 0 0 0 0

5. Efektifitas penolakan terhadap nyamuk Formula Daya proteksi (%) Stdr Dev Jam ke-0 Jam ke-1 Jam ke-2 Jam ke-3 Jam ke-4 Jam ke-5 Jam ke-6 Rata 2 M5 96.89 84.12 59.81 54.57 69.38 75.16 79.67 74.23 14.49 M10 97.15 78.8 74.86 70.34 61.95 24.66 56.58 66.33 22.53 M20 100 93.87 93.07 75.71 60.71 52.09 73.92 78.48 18.04 H5 97.68 87.69 92.6 89.14 70.82 91.23 64.29 84.78 12.32 H10 96.01 92.38 63.79 66.34 46.66 77.5 66.94 72.80 17.25 H20 87 46.34 49.17 35.64 37.5 71.16 49.82 53.80 18.67 SS 100 98.57 92.17 88.06 89.86 94.85 82.22 92.25 6.20 Keterangan:

M5 = pelarut metanol + bahan aktif 5% M10 = pelarut metanol + bahan aktif 10% M20 = pelarut metanol + bahan aktif 20% H5 = pelarut heksana + bahan aktif 5% H10 = pelarut heksana + bahan aktif 10% H20 = pelarut heksana + bahan aktif 20%

Lampiran 5. Analisis ragam (ANOVA) formula antinyamuk terhadap nilai pH

Perlakuan A (Pelarut) Total Rata2 Metanol Heksana B (Bahan Akt if) 5% 4.27 4.85 9.12 4.56 4.59 4.62 9.21 4.605 8.86 9.47 18.33 4.5825 10% 4.53 4.35 8.88 4.44 4.77 4.32 9.09 4.545 9.3 8.67 17.97 4.4925 20% 4.78 4.15 8.93 4.465 5.29 5.03 10.32 5.16 10.07 9.18 19.25 4.8125 Total 28.23 27.32 55.55 Rata2 4.7050 4.5533 4.6292 ANOVA Sumber

Keragaman dk JK RJK f hitung f tabel Rata2 1 257.1502 257.1502 A 1 0.0690 0.0690 0.6634 5.99 B 2 0.2179 0.1089 1.0472 5.14 AB 2 0.3213 0.1606 1.5442 5.14 Kekeliruan 6 0.6242 0.1040 Total 12 258.3825

Lampiran 6. Analisis ragam (ANOVA) formula antinyamuk terhadap nilai

bobot jenis

Perlakuan A (Pelarut) Total Rata2 Metanol Heksana B (Bahan Akt if) 5% 21.4994 19.6974 41.1968 20.5984 21.5118 19.7345 41.2463 20.6232 43.0112 39.4319 82.4431 20.6108 10% 21.8180 19.7656 41.5836 20.7918 21.8622 19.8398 41.7020 20.8510 43.6802 39.6054 83.2856 20.8214 20% 22.5774 20.4251 43.0025 21.5013 22.5413 20.4350 42.9763 21.4882 45.1187 40.8601 85.9788 21.4947 Total 131.8101 119.8974 251.7075 Rata2 21.9684 19.9829 20.9756 ANOVA Sumber

Keragaman dk JK RJK f hitung f tabel Rata2 1 5,279.7221 5,279.7221 A 1 11.8260 11.8260 13,657.6776 5.99 B 2 1.7054 0.8527 984.7443 5.14 AB 2 0.0617 0.0309 35.6450 5.14 Kekeliruan 6 0.0052 0.0009 Total 12 5,293.3204

Uji lanjut Newman – Keuls

1. Pengaruh perlakuan A (jenis pelarut) terhadap bobot jenis

Dari Tabel

Rata2: 24.8668 27.3127

Perlakuan: Heksana Metanol

Selisih Rata2: M : H 2.4459

Dari Tabel Anova

RJK Kekeliruan: 0.0009

dk: 6 ni: 6

Sŷi: 0.0120

Dari Daftar Rentang Student (v = 6; α = 0.05): p = 2

rentang = 3.46 RST = 0.0416

Kesimpulan:

2. Pengaruh perlakuan B (konsentrasi bahan aktif) terhadap bobot jenis Dari Tabel Rata2: 20.6108 20.8214 21.4947 Perlakuan: 5% 10% 20% Selisih Rata2: 20% : 5% 0.88 20% : 10% 0.67 10% : 5% 0.21

Dari Tabel Anova

RJK Kekeliruan: 0.0009

dk: 6 ni: 4

Sŷi: 0.0147

Dari Daftar Rentang Student (v = 6; α = 0.05):

p = 3 2

rentang = 4.34 3.46 RST = 0.0639 0.0509

Kesimpulan:

5% : 20% 0.88 > 0.0639 Terdapat perbedaan yang berarti 5% : 10% 0.67 > 0.0509 Terdapat perbedaan yang berarti 10% : 20% 0.21 > 0.0639 Terdapat perbedaan yang berarti

3. Pengaruh interaksi antara perlakuan A (konsentrasi bahan aktif) dan perlakuan B (jenis pelarut) terhadap bobot jenis

Dari Tabel Rata2: 19.71595 19.8027 20.4300 21.5056 21.84 22.5593 Perlakuan: H5 H10 H20 M5 M10 M20 Selisih Rata2: M20 : H5 2.8434 M20 : H10 2.7567 M10 : M5 0.3345 M20 : H20 2.1293 M5 : H5 1.7897 M20 : M5 1.0538 M5 : H10 1.7029 M20 : M10 0.7193 M5 : H20 1.0756 M10 : H5 2.1242 H20 : H5 0.7141 M10 : H10 2.0374 H20 : H10 0.6274 M10 : H20 1.4101 H10 : H5 0.0868 Dari Tabel Anova

RJK Kekeliruan: 0.0009

dk: 6 ni: 2

Sŷi: 0.0208

Dari Daftar Rentang Student (v = 6; α = 0.05):

p = 6 5 4 3 2

rentang = 5.63 5.31 4.9 4.34 3.46 RST = 0.1171 0.1105 0.1020 0.0903 0.0720 Kesimpulan:

M20 : H5 2.8434 > 0.1171 Terdapat perbedaan yang berarti M20 : H10 2.7567 > 0.1105 Terdapat perbedaan yang berarti M20 : H20 2.1293 > 0.1020 Terdapat perbedaan yang berarti M20 : M5 1.0538 > 0.0903 Terdapat perbedaan yang berarti M20 : M10 0.7193 > 0.0720 Terdapat perbedaan yang berarti M10 : H5 2.1242 > 0.1105 Terdapat perbedaan yang berarti M10 : H10 2.0374 > 0.1020 Terdapat perbedaan yang berarti M10 : H20 1.4101 > 0.0903 Terdapat perbedaan yang berarti M10 : M5 0.3345 > 0.0720 Terdapat perbedaan yang berarti M5 : H5 1. 7897 > 0.1020 Terdapat perbedaan yang berarti M5 : H10 1.7029 > 0.0903 Terdapat perbedaan yang berarti M5 : H20 1.0756 > 0.0720 Terdapat perbedaan yang berarti H20 : H5 0.7141 > 0.0903 Terdapat perbedaan yang berarti H20 : H10 0.6274 > 0.0720 Terdapat perbedaan yang berarti H10 : H5 0.0868 > 0.0720 Terdapat perbedaan yang berarti

Lampiran 7. Analisis ragam (ANOVA) formula antinyamuk terhadap nilai kestabilan emulsi

Perlakuan A (Pelarut) Total Rata2 Metanol Heksana B (Bahan Aktif) 5% 99.86 99.72 199.58 99.79 99.56 99.41 198.97 99.485 199.42 199.13 398.55 99.6375 10% 99.84 99.7 199.54 99.77 99.72 99.4 199.12 99.56 199.56 199.1 398.66 99.665 20% 99.88 99.64 199.52 99.76 99.8 99.3 199.1 99.55 199.68 198.94 398.62 99.655 Total 598.66 597.17 1195.83 Rata2 99.77667 99.52833 99.6525 ANOVA Sumber

Keragaman dk JK RJK f hitung f tabel Rata2 1 119,167.4491 119,167.4491 A 1 0.1850 0.1850 5.3821 5.99 B 2 0.0015 0.0008 0.0225 5.14 AB 2 0.0258 0.0129 0.3755 5.14 Error 6 0.2063 0.0344 Total 12 119,167.8677

Lampiran 8. Analisis ragam (ANOVA) formula antinyamuk terhadap volume pembentukan busa stabil

Perlakuan A (Pelarut) Total Rata2 Metanol Heksana B (Bahan Akt if) 5% 1.67 1.25 2.92 1.46 0.97 1.39 2.36 1.18 2.64 2.64 5.28 1.32 10% 1.11 0.97 2.08 1.04 0.7 0.7 1.4 0.7 1.81 1.67 3.48 0.87 20% 1.11 0.83 1.94 0.97 0.83 1.11 1.94 0.97 1.94 1.94 3.88 0.97 Total 6.39 6.25 12.64 Rata2 1.065 1.0417 1.053333 ANOVA Sumber

Keragaman dk JK RJK f hitung f tabel

Rata2 1 3.3141 13.3141 A 1 0.0016 0.0016 0.0216 5.99 B 2 0.4467 0.2233 2.9535 5.14 AB 2 0.0033 0.0016 0.0216 5.14 Kekeliruan 6 0.4537 0.0756 Total 12 14.2194

Lampiran 9. Analisis ragam (ANOVA) formula antinyamuk terhadap efektifitas penolakan terhadap nyamuk

A (Formula)

Total Rata2 Met 5% Met 10% Met 20% Hek 5% Hek 10% Hek 20%

B (Wa ktu ) Jam ke-0 94.19 97.24 100 97.62 99.07 90 578.12 96.35333 99.58 97.06 92.73 95.38 84.76 36 505.51 84.25167 193.77 194.3 192.73 193 183.83 126 1083.63 95.763 Jam ke-1 72 72.3 95 80 100 56.67 475.97 79.32833 96.23 85.29 92.73 95.38 84.76 36 490.39 81.73167 168.23 157.59 187.73 175.38 184.76 92.67 966.36 87.369 Jam ke-2 25 60 92.97 90.34 86.67 45.33 400.31 66.71833 94.61 89.63 93.16 94.86 40.9 56 469.16 78.19333 119.61 149.63 186.13 185.2 127.57 101.33 869.47 76.814 Jam ke-3 28 70.67 85.71 82.42 76 44 386.8 64.46667 81.14 70 65.71 95.85 56.67 27.27 396.64 66.10667 109.14 140.67 151.42 178.27 132.67 71.27 783.44 71.217 Jam ke-4 62.5 50 69.41 57.78 20 40 299.69 49.94833 76.25 73.89 52 83.85 73.33 35 394.32 65.72 138.75 123.89 121.41 141.63 93.33 75 694.01 61.901 Jam ke-5 66.67 -26.67 77.5 95.79 90 82.25 385.54 64.25667 83.64 76 26.67 86.67 65 60 397.98 66.33 150.31 49.33 104.17 182.46 155 142.25 783.52 64.127 Jam ke-6 70 50 60 76 88 63.64 407.64 67.94 89.33 63.16 87.83 52.5 45.88 36 374.7 62.45 159.33 113.16 147.83 128.5 133.88 99.64 782.34 68.27 Total 1039.14 928.57 1091.42 1184.44 1011.04 708.16 5962.77 Rata2 74.2243 66.3264 77.9586 84.6029 72.2171 50.5829 70.9854 ANOVA Sumber

Keragaman dk JK RJK f hitung f tabel Rata2 1 423,269.3580 423,269.3580 A 5 9,576.5264 1,915.3053 1.7019 2.77 B 6 8,853.2492 1,475.5415 1.3111 2.66 AB 30 10,334.2777 344.4759 0.3061 2.11 Kekeliruan 18 20,257.5050 1,125.4169 Total 60 472,290.9163

Lampiran 10. Foto-foto selama penelitian  

   

Formula antinyamuk spray yang didapatkan pada penelitian

 

   

Penimbangan formula antinyamuk spray di dalam piknometer dengan menggunakan neraca analitik pada pengujian bobot jenis

 

   

Penimbangan formula antinyamuk spray di dalam gelas piala dengan menggunakan neraca pada uji kestabilan emulsi

 

   

Formula antinyamuk spray di dalam tabung reaksi pada pengukuran volume busa

 

   

Pemeliharaan jentik nyamuk Aedes aegypti di dalam tray berisi air

 

   

Nyamuk dewasa di dalam sangkar uji siap untuk pengujian

 

   

Uji efikasi formula antinyamuk spray terhadap nyamuk dewasa dengan menggunakan sangkar uji

FORMULASI ANTI NYAMUK SPRAY

MENGGUNAKAN BAHAN AKTIF MINYAK NILAM

SKRIPSI

ARIEF BUDI PRASETYO F34104107

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011

ARIEF BUDI PRASETYO. F34104107. Formulasi Antinyamuk Spray Menggunakan Bahan Aktif Minyak Nilam. Di bawah bimbingan Mulyorini Rahayuningsih dan Upik Kesumawati Hadi. 2011

RINGKASAN

Nyamuk mempunyai peranan dalam kehidupan manusia karena dapat menjadi vektor utama suatu penyakit. Salah satunya adalah Aedes aegypti yang merupakan vektor penyakit demam berdarah (Dengue Haemorrhagic Fever). Insektisida kimia sintetik sering digunakan untuk menghindari gigitan nyamuk. Penggunaan insektisida tersebut dapat menyebabkan vektor menjadi resisten dan berdampak negatif terhadap lingkungan. Insektisida nabati merupakan alternatif yang ramah lingkungan dan relatif tidak menyebabkan resistensi. Nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu jenis tanaman minyak atsiri dapat digunakan sebagai insektisida. Mengingat manfaatnya sebagai pengendali populasi serangga, maka minyak nilam mempunyai prospek yang cukup baik untuk dikembangkan sebagai salah satu bahan baku insektisida.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh formula antinyamuk spray dengan bahan aktif minyak nilam yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) serta menggali potensi yang dimiliki minyak nilam sebagai bahan aktif pembuatan insektisida nabati pengganti insektisida kimia berbahaya. Formulasi pada pembuatan antinyamuk spray dilakukan dengan metode trial and error menggunakan bahan-bahan yang sudah ditentukan sebelumnya. Rancangan percobaan dalam pembuatan formula ini adalah Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor dan dua kali ulangan. Faktor yang dijadikan sebagai perlakuan adalah jenis pelarut, yaitu menggunakan pelarut metanol dan heksana. Pada formula dengan masing-masing pelarut diaplikasikan konsentrasi bahan aktif yang berbeda-beda dengan tiga taraf uji, yaitu 5%, 10%, dan 20%. Hasilnya adalah 6 macam formula, yaitu: M5 (pelarut metanol, konsentrasi minyak nilam 5%), M10 (pelarut metanol, konsentrasi minyak nilam 10%), M20 (pelarut metanol, konsentrasi minyak nilam 20%), H5 (pelarut heksana, konsentrasi minyak nilam 5%), H10 (pelarut heksana, konsentrasi minyak nilam 10%), dan H20 (pelarut heksana, konsentrasi minyak nilam 20%).

Analisis ragam menunjukkan bahwa perbedaan jenis pelarut dan konsentrasi minyak nilam yang digunakan pada formula tidak berpengaruh nyata terhadap nilai pH. Formula M5 dan H10 tidak sesuai dengan nilai pH yang dianjurkan. Jenis pelarut dan konsentrasi minyak nilam yang digunakan memberikan perbedaan yang nyata terhadap nilai bobot jenis. Perbedaan yang terbesar terjadi antara formula M20 dan H5. Formula H5 memiliki bobot jenis di luar dari ketentuan yang telah ditetapkan oleh SNI. Perbedaan jenis pelarut dan konsentrasi minyak nilam yang digunakan tidak berpengaruh signifikan terhadap persentase kestabilan emulsi pada formula. Semua formula memiliki kestabilan emulsi yang sangat baik dengan persentase berkisar antara 99.47% hingga 99.84%. Hasil analisis ragam juga menunjukkan bahwa perbedaan jenis pelarut dan konsentrasi minyak nilam tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pembentukan busa pada larutan.

Efektifitas penolakan antinyamuk terhadap nyamuk dewasa menjadi parameter terpenting dalam formulasi ini. Syarat mutu efektifitas penolakan yang

ditetapkan SNI untuk produk antinyamuk yang menggunakan bahan aktif kimiawi adalah 80%. Efektifitas penolakan dari antinyamuk yang dihasilkan pada formulasi ini berada pada kisaran 53.8% hingga 84.78%. Hasil tersebut dapat dinyatakan baik karena salah satu formulanya dapat memenuhi syarat tersebut mengingat bahwa antinyamuk ini menggunakan bahan aktif alami. Analisis ragam yang dilakukan terhadap efektifitas antinyamuk spray menunjukkan bahwa perbedaan jenis pelarut dan konsentrasi minyak nilam yang digunakan tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap efektifitas penolakannya.

Saran yang dapat diberikan untuk penelitian berikutnya adalah agar dilakukan analisis parameter-parameter lain yang menunjang kesempurnaan formula antinyamuk sebagai suatu larutan insektisida emulsi, seperti penggunaan pelarut dan bahan-bahan tambahan lain dengan jenis dan konsentrasi yang berbeda. Selain itu dapat pula dilakukan analisis finansial dan analisis pada skala yang lebih besar karena formula ini memiliki potensi sebagai produk komersil.

ARIEF BUDI PRASETYO. F34104107. Anti-mosquito Spray Formulation Using Patchouli Oil Active Agent. Under the guidance of Mulyorini Rahayuningsih and Upik Kesumawati Hadi. 2011

SUMMARY

Mosquitoes have a role in human life because it can be a major vector of a disease. One of them is the Aedes aegypti as the vector of dengue fever (Dengue Haemorrhagic Fever). Synthetic chemical insecticides are often used to avoid mosquito bites. The use of these insecticides can cause the vectors become resistant, and have a negative impact on the environment. Botanical insecticide is environmentally friendly and relatively does not cause resistance. Patchouli (Pogostemon cablin Benth) is one type of essential oils plant which can be used as an insecticide. Given its benefits as controlling insect populations, the patchouli oil has a good prospect to be developed as one of insecticide raw materials.

This study aims to obtain anti-mosquito spray formula with patchouli oil as active agent in accordance with the Indonesian National Standard (SNI), and explore the potential of patchouli oil as active agent of insecticides, to substitute the hazardous chemical insecticides. Formulation on the making of this anti-mosquito spray was done by trial and error method, using materials that have been predetermined. The experimental design in the making of this formula is Completely Randomized Design (Rancangan Acak Lengkap) with two factors and two replications. Factor that serve as the treatment is a type of solvent, using a solvent of methanol and hexane. Into the formula with the respective solvent concentrations of active ingredient applied different tests with three levels, namely 5%, 10%, and 20%. The result is 6 kinds of formula, namely: M5 (methanol solvent, patchouli oil concentration 5%), M10 (methanol solvent, patchouli oil concentration 10%), M20 (methanol solvent, patchouli oil concentration 20%), H5 (hexane solvent, patchouli oil concentration 5%), H10 (hexane solvent, patchouli oil concentration 10%), and H20 (hexane solvent, patchouli oil concentration 20%).

Analysis of variance showed that differences in the type of solvent and patchouli oil concentration used in the formula did not significantly affect the pH value. Formula M5 and H10 do not comply with the recommended pH value. Solvent type and patchouli oil concentration that was used give a significant difference to the value of specific gravity. The biggest difference is between formula and H5 M20. The specific gravity of formula H5 is at the outside of the conditions set by SNI. The different type of solvent and patchouli oil concentration that was used does not have a significant influence to the percentage of emulsion stability on the formula. All formulas have very good emulsion stability with the percentage ranges from 99.47% to 99.84%. The analysis result also showed that the difference in various types of solvent and patchouli oil

Dokumen terkait