BAB II LANDASAN TEOR
3. Miskonsepsi
antara konsep-konsep terutama pada mata pelajaran yang berkaitan
dengan alam.
4. Siswa Kelas V SD adalah peserta didik yang duduk di bangku Sekolah
5. Kecamatan Godean adalah salah satu kecamatan yang berada di wilayah
Kabupaten Sleman. Kecamatan ini berbatasan dengan Kecamatan
9
BAB II
LANDASAN TEORI
Bab II ini akan membahas landasan teori yang menjelaskan tentang kajian
teori mengenai konsep, konsepsi, miskonsepsi, hakikat pelajaran IPA,
pembelajaran IPA di SD kelas V semester 2, miskonsepsi IPA, penelitian yang
relevan, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.
A. Kajian Pustaka 1. Konsep
a. Pengertian Konsep
Dahar (201:62) menjelaskan bahwa konsep adalah dasar bagi
proses mental yang lebih tinggi untuk merumuskan prinsip dan
generalisasi. Untuk memecahkan masalah, seorang siswa harus
mengetahui aturan-aturan yang relevan dan aturan-aturan itu
didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya. Senada dengan
Dahar, Sudarminta (2002:87) mengungkapkan bahwa konsep adalah
suatu representasi abstrak dan umum tentang sesuatu. Konsep
menghubungkan subjek penahu, dan objek yang diketahui, pikiran
serta kenyataan. Sedangkan Berg (1991:8) mengatakan bahwa
konsep adalah benda-benda, kejadian-kejadian, situasi-situasi, atau
ciri-ciri yang memiliki ciri khas dan yang terwakili dalam setiap
budaya atau oleh suatu tanda atau simbol. Konsep merupakan
abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi
Berdasarkan ketiga pendapat di atas data disimpulkan bahwa
konsep merupakan perumusan prinsip dan generalisasi yang
menghubungkan subjek, objek serta fakta yang memiliki kesamaan
ciri sehingga mempermudah komunikasi antara manusia dan yang
memungkinkan manusia untuk berpikir. Contoh konsep dalam
kehidupan adalah meja. Meja adalah sebuah benda berbentuk persegi
panjang, segitiga, lingkaran yang memiliki warna, bahan dan ukuran
yang bermacam-macam. Kata “meja” merupakan suatu abstraksi yang menunjukkan kesamaan semua meja. Meja adalah simbol yang
dipakai oleh manusia untuk berkomunikasi mengenai suatu jenis
benda dengan ciri-ciri tertentu.
b. Ciri-ciri Konsep
Hamalik (2005:162) menyebutkan beberapa ciri-ciri konsep antara
lain:
1) Atribut konsep adalah suatu sifat yang membedakan antara
konsep satu dengan konsep lainnya. Sehingga membuat adanya
keragaman antara konsep-konsep sebenarnya ditandai oleh
adanya atribut yang berbeda.
2) Atribut nilai-nilai, adanya variasi-variasi yang terdapat pada
suatu atribut.
3) Jumlah atribut juga bermacam-macam antara satu konsep
dengan konsep lainnya. Semakin kompleks suatu konsep
semakin banyak jumlah atributnya dan semakin sulit untuk
4) Kedominanan atribut, menunjukkan pada kenyataan bahwa
beberapa atribut dominan (obvious) daripada yang lainnya.
Atribut nyata, maka lebih mudah menguasai konsep dan jika
atributnya tidak nyata maka sulit untuk menguasai suatu konsep.
Jadi dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa konsep
memiliki beberapa ciri-ciri, di antaranya adalah atribut konsep,
atribut nilai-nilai, jumlah atribut dan juga kedominanan atribut.
2. Konsepsi
Konsepsi adalah pemahaman setiap murid terhadap suatu konsep
(Berg dalam Suryanto, 2002:13). Sebagai contohnya adalah mengenai
konsep tentang gaya. Gaya dapat didefinisikan sebagai suatu tarikan atau
dorongan yang memungkinkan perubahan gerak benda. Tetapi siswa
terkadang menjadi bingung dalam membedakannya konsep dan satuan
antara gaya, massa dan berat. Dalam fisika berat adalah suatu gaya
dengan satuan Newton, sedangkan massa adalah ukuran inersia suatu
benda dengan satuan kg. Namun, siswa masih menuliskan bahwa berat
adalah sama dengan massa dan memiliki satuan kg. Mereka beranggapan
bahwa jika tidak ada gaya, maka benda tidak akan bergerak. Senada
dengan Berg, Rustaman (2012:26) juga mengungkapkan bahwa konsepsi
seseorang berbeda dengan konsepsi orang lain. Budi (1992: 114) juga
berpendapat bahwa konsepsi adalah kemampuan dalam memahami
Duit (1996), konsepsi adalah representasi mental mengenai ciri-ciri
dunia luar atau domain-domain teoritik. Konsepsi merupakan
perwujudan dari interpretasi seseorang terhadap suatu obyek yang
diamatinya yang sering bahkan selalu muncul sebelum pembelajaran,
sehingga sering diistilahkan konsepsi pra pembelajaran.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa konsepsi
merupakan pemahaman seseorang dalam memahami konsep yang
diterima melalui indra maupun kondisi lingkungannya.
3. Mikonsepsi
a. Pengertian Miskonsepsi
Miskonsepsi merupakan penjelasan yang salah dan suatu
gagasan yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah yang diterima
para ahli. Miskonsepsi terjadi bukan hanya berasal dari siswa, tetapi
bisa berasal juga dari guru maupun dari sebuah buku (Eka, 2014:1).
Senada dengan Eka, Suparno (2005:8) menjelaskan bahwa
miskonsepsi adalah suatu konsep yang tidak sesuai dengan konsep
yang diakui oleh para ahli. Bentuk miskonsepsi dapat berupa konsep
awal, kesalahan, hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep,
gagasan intuitif atau pandangan yang naif. Penyebab miskonsepsi
dapat berasal dari siswa, guru, buku, konteks, dan metode mengajar.
Sedangkan Feldsine (dalam Suparno, 2005:4) mengungkapkan
bahwa miskonsepsi adalah sebagai suatu kesalahan dan hubungan
Miskonsepsi merupakan kesalahan konsep terjadi perbedaan
konsepsi antara orang satu dengan yang lainnya dalam mempelajari
konsep dalam memahami makna konsep melalui proses presepsi
tahap-tahap perekaman informasi (Budi, 1992: 114).
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi
adalah kesalahan konsep yang terjadi karena perbedaan konsepsi
antara orang satu dengan lainnya dalam mempelajari konsep
sehingga menyebabkan tidak adanya hubungan yang benar antara
konsep-konsep seperti yang diungkapkan oleh para ahli.
b. Penyebab Terjadinya Miskonsepsi
Paul (2005:35) menjelaskan bahwa penyebab miskonsepsi itu
dapat dibedakan menjadi beberapa hal, di antaranya adalah:
1) Siswa
Miskonsepsi dari siswa dapat dikelompokkan dalam
beberapa hal, antara lain prakonsepsi atau konsep awal siswa
yang sudah salah, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik,
alasan yang tidak lengkap/salah, intuisi yang salah, tahap
perkembangan kognitif siswa yang belum tepat, kemampuan
siswa dalam memahami materi yang masih sulit, minat belajar
siswa yang rendah.
2) Guru
Seorang guru yang tidak menguasai bahan atau mengerti
akan materi yang diajarkan secara benar, maka akan
bukan berasal dari lulusan fisika sehingga tidak menguasai ilmu
fisika dengan baik. Kebanyakan guru saat mengajar hanya
melalui penjelasan (berbicara dan menulis) bukan melalui
eksperimen ataupun diskusi. Pemberian rumusan materi juga
langsung ditujukan kepada siswa, sehingga siswa kurang
memahami konsep yang ada.
3) Buku Teks
Buku teks merupakan salah satu yang dapat menyebarkan
miskonsepsi. Beberapa buku teks melakukan kesalahan dalam
menjelaskan materi. Buku teks yang terlalu sulit bagi level siswa
yang sedang belajar dapat juga menumbuhkan miskonsepsi
karena mereka sulit untuk menangkap isinya.
4) Konteks
Miskonsepsi dapat juga terjadi dari konteks kehidupan
siswa sehari-hari, misalnya pengalaman, bahasa sehari-hari,
teman lain, keyakinan dan ajaran agama. Pengalaman dari siswa
tentunya dapat menyebabkan miskonsepsi, misalnya pada kasus
kekekalan energi.
Dalam kehidupan sehari-hari, siswa mengalami bahwa
mereka akan merasa lelah setelah bekerja keras. Tampak bahwa
energi hilang dan tidak kekal. Di sini siswa akan berpikir
tentang kekekalan energi dalam pengertian terbatas dan tidak
dalam pengertian luas. Selain itu, bahasa sehari-hari juga dapat
berat. Biasanya satuan berat menggunakan kg, tetapi dalam
fisika berat adalah suatu gaya dengan satuan Newton. Teman
dalam hal ini juga dapat menyebabkan miskonsepsi. Misalnya
dalam kegiatan kerja kelompok. Jika salah satu dari anggota
kelompok yang dianggap pandai membuat kesalahan konsep,
maka teman lain dalam kelompok tersebut juga akan mengalami
kesalahan konsep.
Tidak hanya pengalaman, bahasa sehari-hari dan teman,
tetapi keyakinan dan ajaran agama juga dapat menyebabkan
miskonsepsi. Misalnya mengenai kisah penciptaan alam semesta
yang akan membuat siswa mempunyai dualisme gagasan, yakni
gagasan menurut ilmu dan gagasan menurut agama.
5) Metode Mengajar
Metode mengajar yang digunakan oleh guru, yang
menekankan satu segi konsep bahan yang digeluti akan
membuat siswa lebih mudah memahami materi yang diajarkan,
tetapi hal ini justru akan menimbulkan miskonsepsi siswa. Guru
perlu kritis dengan metode yang digunakan dan tidak membatasi
diri dengan satu metode saja. Guru dapat menggunakan metode
ceramah, metode praktikum, metode demonstrasi dan metode
diskusi. Penggunaan beberapa metode mengajar akan
memperkecil tingkat miskonsepsi siwa.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi
konteks (pengalaman, bahasa sehari-hari, teman, keyakinan dan
ajaran agama) serta metode mengajar.
c. Mendeteksi Adanya Miskonsepsi
Miskonsepsi dapat dideteksi melalui enam cara yang
dikelompokkan sebagai berikut ini (Suparno, 2005: 121).
1) Peta Konsep
Peta konsep dapat digunakan untuk mendeteksi
miskonsepsi Fisika yang dialami oleh siswa. Identifikasi
miskonsepsi dengan menggunakan peta konsep dapat diimbangi
dengan wawancara. Menggunakan peta konsep, siswa diminta
untuk mengungkapkan gagasan pokok tentang konsep yang
dianggap menggandung miskonsepsi dengan disusun secara
hirarkis. Miskonsepsi dapat dilihat dari proporsisi yang salah
dan tidak ada hubungan yang lengkap antar konsep.
2) Tes Multiple Choice dengan Reasoning terbuka
Miskonsepsi yang terjadi pada siswa dapat diidentifikasi
dengan menggunakan tes multiple choice (pilihan ganda) dengan
reasoning (alasan) terbuka. Tipe tes ini mengharuskan siswa
untuk menjawab soal pilihan ganda dan menuliskan alasan
mengapa ia mempunyai jawaban seperti itu (Amir dkk, 1987).
Melalui jawaban dari siswa itulah, peneliti dapat mengetahui
3) Tes Esai Tertulis
Tes esai tertulis juga menjadi salah satu cara untuk
mendeteksi adanya miskonsepsi. Tetapi sebelumnya guru harus
mempersiapkan tes esai terlebih dahulu. Selanjutnya Untuk
mengetahui lebih mendalami tentang miskonsepsi yang dialami
oleh siswa pada setiap bidangnya, maka guru dapat melakukan
wawancara.
4) Wawancara Diagnosis
Wawancara diagnosis dapat digunakan juga untuk
mendeteksi miskonsepsi pada siswa. Guru memilih beberapa
konsep terlebih dahulu yang diperkirakan sulit dimengerti siswa.
Kemudian siswa diajak untuk mengekspresikan gagasan mereka
mengenai konsep-konsep tersebut. Dari sinilah dapat dimengerti
konsep alternatif yang ada dan sekaligus dinyatakan dari mana
mereka memperoleh konsep alternatif tersebut. Wawancara
dapat berbentuk bebas dan terstruktur. Untuk wawancara bebas,
guru dapat bertanya dengan bebas dan siswa juga dapat
menjawab sebebas mungkin. Wawancara terstruktur, guru sudah
menyiapkan garis besar daftar pertanyaan. Berdasarkan jawaban
yang diberikan oleh siswa, maka guru dapat mendeteksi
miskonsepsi yang dialami oleh siswa.
5) Diskusi dalam Kelas
Diskusi dalam kelas bertujuan untuk mengungkapkan
Melalui diskusi inilah, guru dapat mengetahui sejauh mana
pemahaman mereka mengenai konsep yang sudah ada dan
kesalahan atau miskonsepsi yang terjadi pada siswa.
6) Praktikum dengan Tanya Jawab
Praktikum dengan tanya jawab akan membantu guru
untuk mengetahui miskonsepsi yang terjadi pada siswa. Selama
kegiatan praktikum berlangsung guru memberikan beberapa
pertanyaan kepada siswa. Guru memperhatikan setiap uraian
jawaban yang diungkapkan oleh siswa, apakah konsep tersebut
benar adanya ataukah keliru.
d. Kiat Mengatasi Miskonsepsi
Suparno (2005:55) menjelaskan bahwa secara garis besar
langkah yang digunakan untuk membantu mengatasi miskonsepsi
adalah:
1) mencari atau mengungkap miskonsepsi yang dilakukan siswa,
2) mencoba menemukan penyebab miskonsepsi tersebut,
3) mencari perlakuan yang sesuai untuk mengatasi.