• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Pembahasan

Pada soal nomor 2 membahas konsep pesawat

sederhana, khususnya bidang miring. Untuk mengetahui

pertanyaan sebagai berikut: “Mengapa jalan di daerah

pegunungan dibuat berkelok-kelok?” Jika ditinjau dari jawaban siswa per aitem maka miskonsepsi yang terjadi

ditampilkan pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Data Miskonsepsi Siswa Konsep Bidang Miring

No Jawaban Jumlah Persentase

1 Jalan berkelok-kelok memanfaatkan cara kerja bidang miring. Agar orang dapat mudah mencapai tempat ketinggian tertentu dengan tenaga yang lebih kecil. Dengan dibuat berkelok-kelok, pengendara kendaraan bermotor lebih mudah melewati jalan yang menanjak.

190 79,5%

2 Karena agar jalannya tidak tergelincir 14 5,9%

3 karena kalau tidak berkelok-kelok kendaraan tidak bisa naik ke pegunungan

1 0,4%

4 Karena biar tidak ada bidang miring 1 0,4%

5 Agar kuat saat pendakian kendaraan 1 0,4%

6 Karena daerah daratan tinggi maka jalannya dibuat berkelok-kelok 3 1,3 %

7 Supaya gaya geseknya diperbesar 1 0,4%

8 Karena memperbesar gaya gesek 1 0,4%

9 Karena menerapkan bidang katrol 1 0,4%

10 Karena di daerah pegunungan memperlambat gerak benda untuk menuju ke puncak

1 0,4%

11 Tidak sesuai dengan konteks 25 10,5%

Jumlah Data 239 100%

Jumlah Miskonsepsi 49 20,5%

Tabel 4.3. di atas menyatakan bahwa pemahaman

siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Godean mengenai

mengalami kesalahan, itu artinya terjadi miskonsepsi pada

materi ini. Terbukti dari 242 responden, hanya 239 siswa

yang menjawab pertanyaan dan 190 siswa dengan

persentase 79,5% tepat sesuai dengan kunci jawaban, yakni

“Jalan berkelok-kelok memanfaatkan cara kerja bidang miring. Agar orang dapat mudah mencapai tempat

ketinggian tertentu dengan tenaga yang lebih kecil. Dengan

dibuat berkelok-kelok, pengendara kendaraan bermotor

lebih mudah melewati jalan yang menanjak.”

Siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep

bidang miring ini sebanyak 49 siswa dengan persentase

20,5% yakni jawaban siswa salah konsep dan tidak sesuai

dengan konteks. Miskonsepsi terbesar jawaban siswa adalah

bahwa jalan dibuat berkelok-kelok supaya tidak tergelincir

dengan jumlah 14 siswa atau 5,9%. Sedangkan jawaban

yang tidak sesuai dengan konteks ada 10,5%.

2) Konsep Cahaya

Materi IPA Fisika kelas V semester 2 yang dibahas

selanjutnya adalah cahaya. Dalam materi cahaya, terbagi atas

beberapa hal yakni sifat-sifat cahaya (cahaya dapat diuraikan,

cahaya dapat dibiaskan, cahaya dapat dipantulkan, cahaya dapat

menembus benda bening, cahaya merambat lurus), karya

sederhana yang menerapkan sifat-sifat cahaya. Pada konsep

a) Pembahasan Soal Bayangan Cermin (Soal Nomor 3)

Pada soal nomor 3 membahas mengenai cahaya,

khususnya bayangan yang dibentuk cermin. Untuk

mengetahui konsep dasar terhadap pengetahuan siswa

diberikan pertanyaan sebagai berikut: “Apakah bayangan

yang dibentuk oleh cermin cekung selalu terbalik?

Jelaskan!” Jika ditinjau dari jawaban siswa per aitem maka

miskonsepsi yang terjadi ditampilkan pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Data Miskonsepsi Siswa Konsep Bayangan pada Cermin

No Jawaban Jumlah Persentase

1 Tidak. Karena sifat bayangan dibentuk oleh cermin cekung bergantung pada letak benda di depan cermin. Jika benda terletak di antara F (fokus) dan P(pusat kelengkungan) dan seterusnya maka bayangan yang terbentuk nyata, terbalik. Jika benda terletak di antara O (pusat optis) dan F maka bayangan terletak di belakang cermin, maya, diperbesar, dan tegak

91 38,7%

2 Karena agar membuat bayangan cermin 4 1,7%

3 Karena cahaya dapat merambat lurus 2 0,9%

4 Cermin cekung tidak selalu terbalik 2 0,9%

5 Karena terbuat dari semu, tegak, dan diperbesar 6 2,6%

6 Karena semu, maya, terbalik 1 0,4%

7 Karena terdapat pantulan cermin cekung 12 5,1%

8 Karena cermin cekung cerminnya melengkung ke dalam 16 6,8%

9 Karena sifat bayangannya tidak terbalik 5 2,1%

10 karena tidak seperti cermin cembung 3 1,3%

11 Cermin cekung bersifat mengumpulkan cahaya atau disebut konvergen 9 3,8%

12 Karena bayangan bersifat tidak nyata dan semu 4 1,7%

14 Karena cermin cekung bersifat maya, terbalik, diperkecil 13 5,5%

15 Karena memiliki sifat semu, terbalik, dan diperkecil 5 2,1%

16 Karena bentuk cermin selalu cekung 9 3,8%

17 Karena memiliki sifat mendatar, kecil, dan terbalik 2 0,9%

18 Tidak ada konteks 50 21,3%

Jumlah Data 235

Jumlah Miskonsepsi 144 61,3%

Tabel 4.4. menyatakan bahwa pemahaman siswa kelas

V SD Negeri se-Kecamatan Godean mengenai cahaya,

khususnya bayangan yang dibentuk oleh cermin masih

banyak mengalami kesalahan, itu artinya terjadi

miskonsepsi pada materi ini. Terbukti dari 242 responden,

hanya 235 siswa yang menjawab pertanyaan dan 91 siswa

dengan persentase 38,7% yang tepat sesuai dengan kunci

jawaban, yakni “Tidak. Karena sifat bayangan dibentuk

oleh cermin cekung bergantung pada letak benda di depan

cermin. Jika benda terletak di antara F (fokus) dan P(pusat

kelengkungan) dan seterusnya maka bayangan yang

terbentuk nyata, terbalik. Jika benda terletak di antara O

(pusat optis) dan F maka bayangan terletak di belakang

cermin, maya, diperbesar, dan tegak”.

Dari diagram di atas terlihat bahwa siswa yang

dibentuk oleh cermin cekung sebanyak 144 siswa atau

61,3% yakni terdiri dari jawaban salah konsep dan tidak

sesuai dengan konteks. Miskonsepsi terbesar terjadi karena

jawaban siswa tidak sesuai dengan konteks, yakni 50 siswa

menjawab tidak sesuai konteks atau 21,3%. Selanjutnya

miskonsepsi terbesar kedua jawaban siswa adalah bahwa

“karena cermin cekung cerminnya melengkung ke dalam” dengan jumlah 16 siswa atau 6,8%. Sedangkan miskonsepsi

terendah dari jawaban siswa adalah bahwa “karena cermin

cekung memperkecil bayangan benda” dan “karena semu, maya, terbalik” dengan jumlah 1 siswa atau 0,4%.

b) Pembahasan Soal Sifat-sifat Cahaya (Soal Nomor 5)

Pada soal nomor 5 membahas konsep mengenai salah

satu sifat cahaya yang dibiaskan. Untuk mengetahui konsep

terhadap pengetahuan siswa diberikan pertanyaan sebagai

berikut: “Mengapa pensil pada gambar tampak seperti patah?” (di samping soal ada gambar pensil yang diletakkan

di dalam gelas dan terlihat patah). Jika ditinjau dari jawaban

siswa per aitem maka miskonsepsi yang terjadi ditampilkan

pada tabel 4.5.

Tabel 4.5 Data Miskonsepsi Siswa Konsep Sifat-sifat Cahaya

No Jawaban Jumlah Persentase

1 Pensil pada gambar di atas, nampak seperti patah karena cahaya datang dari zat yang kurang rapat menuju zat yang lebih rapat. Dalam hal ini, air

No Jawaban Jumlah Persentase lebih rapat dari udara sehingga cahaya dibiaskan mendekati garis normal.

2 karena ada cahaya pantulan 4 1,7%

3 Karena gelas kaca terbuat dari cermin cembung 1 0,4%

4 Karena pensil di dalam air mengalami perubahan di dalam air 2 0,8%

5 Karena di dalam gelas terkena cahaya 8 3,4%

6 Karena pensil dicelupkan ke dalam air maka akan terlihat patah 18 7,6%

7 Karena cahaya dapat merambat lurus 6 2,5%

8 Karena di dalam air bayangannya tidak tegak, semu 3 1,3%

9 Karena pada saat di dalam air bayangan kita terbalik 1 0,4%

10 Karena pensil tegak lurus dan pensil kalau terkena cahaya akan semakin patah

1 0,4%

11 Karena terjadi kondensasi 1 0,4%

12 Karena bagian pensil yang tercelup terlihat lebih tinggi dari kedudukan yang sebenarnya

1 0,4%

13 Karena cahaya mempunyai sifat menembus benda bening 3 1,3%

14 Karena terjadi pembelokan cahaya yang menjauhi garis normal 1 0,4%

15 Tidak sesuai konteks 9 4%

Jumlah Data 236 100%

Jumlah Miskonsepsi 59 25%

Tabel 4.5 di atas menyatakan bahwa pemahaman

siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Godean mengenai

sifat-sifat cahaya masih banyak mengalami kesalahan,

artinya terjadi miskonsepsi pada materi ini. Terbukti dari

242 responden, hanya 236 siswa yang menjawab pertanyaan

jawaban, yakni ” Pensil pada gambar di atas, nampak seperti patah karena cahaya datang dari zat yang kurang

rapat menuju zat yang lebih rapat. Dalam hal ini, air lebih

rapat dari udara sehingga cahaya dibiaskan mendekati garis

normal.”

Dari tabel di atas terlihat bahwa siswa yang

mengalami miskonsepsi pada konsep sifat-sifat cahaya

sebanyak 59 siswa atau 25% yakni terdiri dari jawaban

salah konsep dan tidak sesuai dengan konteks. Miskonsepsi

terbesar jawaban siswa adalah “Karena pensil dicelupkan ke dalam air maka akan terlihat patah” dengan jumlah 18 siswa atau 7,6%. Persentase terkecil dari miskonsepsi ini sebesar

0,4%.

3) Konsep Pembentukan Tanah (Pembahasan Soal Nomor 4)

Materi IPA Fisika kelas V semester 2 terdapat

pembentukan tanah yang diajarkan antara lain jenis-jenis batuan,

pembentukan tanah karena pelapukan batuan, susunan tanah

beserta jenis-jenisnya. Pada konsep pembentukan tanah terdapat

satu soal yakni soal nomor 4. Pada soal nomor 4 membahas

pembentukan tanah, khususnya jenis-jenis batuan. Untuk

mengetahui konsep dasar terhadap pengetahuan siswa maka

peneliti memberikan pertanyaan sebagai berikut, “Jelaskan

ditinjau dari jawaban siswa per aitem maka miskonsepsi yang

terjadi ditampilkan pada tabel 4.6.

Tabel 4.6 Data Miskonsepsi Siswa Konsep Penggolongan

Jenis-jenis Batuan

No Jawaban Jumlah Persentase

1 Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari magma yang membeku. Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk dari proses pengendapan lumpur dan mineral dalam air sungai.

98 42,6%

2 Batuan beku terjadi karena pelapukan fisika atau biologi, batuan sedimen terbentuk oleh magma

9 3,9%

3 Batuan beku adalah batuan yang berasal dari magma dan berwarna keabu-abuan. Batuan sedimen batuan yang terdiri dari butiran-butiran kapur yang halus dan memiliki rongga-rongga kecil

3 1,3%

4 Tidak sama 14 6,1%

5 Batuan beku adalah batuan yang bisa membeku 14 6,1%

6 Batuan beku berasal dari es. Batuan sedimen berasal dari pasir 3 1,3%

7 Batuan beku adalah batuan alami. Batuan sedimen adalah batuan buatan

1 0,4%

8 Batuan beku berasal dari endapan magma dan keras. Batuan sedimen berasal dari magma.

37 16,1%

9 Batuan beku adalah batuan yang berasal dari magma yang membeku. Batuan sedimen adalah batu yang terbentuk secara alami

2 0,9%

10 Batuan beku berasal dari letusan gunung berapi. Batuan sedimen berasal dari makhluk hidup.

7 3,0%

11 Batuan beku terbentuk dari lava. Batuan sedimen terbentuk dari batuan granit

1 0,4%

12 Batuan beku dibentuk oleh magma. Batuan sedimen terbentuk dari batu gamping

1 0,4%

13 Batuan beku terbuat dari lava dan api pijar di gunung. Batuan sedimen batuan yang sudah mengalami pelapukan dari tanah

10 4,3%

14 Batuan beku terjadi dari magma yang membeku. Batuan sedimen terbentuk dari pecahan batu bata

No Jawaban Jumlah Persentase 15 Batuan beku adalah batuan yang terbentuk karena terjadi

pengendapan lumut; batuan sedimen: batuan yang terbentuk karena terjadi pengendapan kerak lumut

1 0,4%

16 Batuan beku adalah batuan yang terbuat dari endapan pasir atau magma; batuan sedimen adalah batuan yang tidak dipengaruhi oleh pasir

1 0,4%

17 Batuan beku: batu yang terbentuk dari lava yang membeku dengan sangat lama; batuan sedimen: mengalami metamorf

2 0,9%

18 Batuan beku: batuan yang beku; batuan sedimen: dibuat dari semen 2 0,9%

19 Batuan beku: terbuat dari magma yang membeku; batuan sedimen: terbentuk karena pengaruh cuaca

3 1,3%

20 Batuan beku: terbuat dari lava; batuan sedimen: batu yang terkubur 1 0,4%

21 Batuan beku: terbuat dari lava; batuan sedimen: terbentuk dari bahan tipis

1 0,4%

21 Tidak sesuai konteks 18 7,8%

Jumlah Data 230 100%

Jumlah Miskonsepsi 132 57,4%

Tabel 4.6. di atas menyatakan bahwa pemahaman

siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Godean mengenai

pembentukan tanah, khususnya jenis-jenis batuan masih

mengalami kesalahan, artinya terjadi miskonsepsi pada

materi ini. Terbukti dari 242 responden hanya 230 siswa

yang menjawab pertanyaan dan 98 siswa atau 42,6% yang

menjawab tepat sesuai dengan kunci jawaban, yakni ” Batuan beku adalah batuan yang terbentuk dari magma

terbentuk dari proses pengendapan lumpur dan mineral

dalam air sungai”.

Siswa yang mengalami miskonsepsi pada konsep

jenis-jenis batuan ini sebanyak 132 siswa atau 57,4% terdiri

dari jawaban salah konsep dan tidak sesuai dengan konteks.

Miskonsepsi terbesar dari jawaban siswa adalah bahwa

“Batuan beku berasal dari endapan magma dan keras. Batuan sedimen berasal dari magma.” yakni sebanyak 37 siswa atau 16,1%.

B. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan

Godean Kabupaten Sleman. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tingkat

miskonsepsi siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Godean untuk mata

pelajaran IPA Fisika semester 2. Jumlah responden dalam penelitian ini adalah

242 siswa. Data analisis penelitian diperoleh dari hasil tes tertulis

menggunakan dua instrumen penelitian yakni pilihan ganda dan uraian.

Berdasarkan hasil analisis secara deskripsi diketahui bahwa siswa kelas

V SD Negeri se-Kecamatan Godean mengalami miskonsepsi terhadap materi

IPA Fisika semester 2. Pada instrumen soal pilihan ganda miskonsepsi yang

dilihat dari jawaban siswa salah tetapi keyakinan jawaban mereka yakin benar

rata-rata sebesar 40%. Hasil penelitian pada soal pilihan ganda menunjukkan

1, 2, 3, 4, 5, 7, 8, 10, 12, 13, 15, 16, 17, 18, dan 19. Hanya ada lima aitem yang

memiliki persentase siswa yang mengalami miskonsepsi di bawah 20% yaitu

pada aitem 6, 9, 11, 14, 20. Miskonsepsi paling besar terletak pada aitem 10

yakni konsep sifat-sifat cahaya yang tidak menunjukkan bahwa cahaya

merambat lurus. Sedangkan miskonsepsi paling rendah terletak pada aitem 6

yakni konsep pesawat sederhana khususnya sifat-sfiat katrol.

Analisis yang kedua adalah untuk soal uraian, konsep dalam penelitian

ini meliputi, konsep pesawat sederhana yang dibagi menjadi pengungkit (soal

nomor 1) dan bidang miring (soal nomor 2), konsep cahaya yang dibagi

menjadi bayangan pada cermin (soal nomor3) dan sifat cahaya yang dibiaskan

(soal nomor 5), dan konsep pembentukan tanah yakni perbedaan batuan beku

dan batuan sedimen (soal nomor 4). Miskonsepsi yang terjadi pada instrumen

uraian rata-rata sebesar 45%, dengan miskonsepsi terbesar pada aitem 1 yakni

konsep pengungkit, sedangkan miskonsepsi paling rendah pada konsep

pesawat sederhana khususnya bidang miring. Data miskonsepsi untuk

instrumen uraian yaitu aitem 1 sebesar 62,2%, aitem 2 sebesar 20,5%, aitem 3

sebesar 61,3%, aitem 4 sebesar 57,4%, aitem 5 sebesar 25%. Berdasarkan

analisis data tersebut, miskonsepsi yang paling tinggi yaitu pada soal nomor 1

sebesar 62,2% yakni mengenai pengungkit.

Hasil penelitian ini selaras dengan penelitian yang telah dilakukan oleh

Suryanto dan Hewindati (2002) mengenai pemahaman murid sekolah dasar

(SD) terhadap konsep-konsep Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berbasis Biologi:

suatu diagnosis adanya miskonsepsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

analisis terhadap pola jawaban yang diberikan siswa, miskonsepsi terjadi

karena dalam memahami konsep, siswa mengandalkan pada pengalaman

sehari-hari dan penikiran logis. Berdasarkan hasil penelitian tersebut

memperkuat hasil penelitian peneliti yaitu adanya miskonsepsi IPA Fisika

siswa kelas V semester 2 SD Negeri se-Kecamatan Godean.

Peneliti sejenis dilakukan oleh Mustaqim (2014), yang

menginterpretasikan bahwa miskonsepsi siswa dengan menggunakan metode

Certainty of Response Index (CRI) pada konsep fotosintesis dan respirasi

tumbuhan terdapat miskonsepsi sebesar 37,9%. Sama halnya dengan penelitian

yang dilakukan oleh peneliti mengenai miskonsepsi IPA Fisika pada kelas V

yang terdapat miskonsepsi hingga mencapai 89,7%.

Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Rahmi (2013) tersebut

menguatkan hasil penelitian ini. Hasil penelitian tersebut adalah terdapat

miskonsepsi pada materi gerak jatuh bebas mengenai percepatan gravitasi

sebesar 53,57%. Sama halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti

mengenai miskonsepsi terhadap gaya gravitasi yakni sebesar 43,8%.

Disimpulkan bahwa hasil ini menunjukkan bahwa terdapat miskonsepsi IPA

Fisika kelas V semester 2, hal ini terjadi karena berbagai faktor. Salah satu

faktor tersebut adalah karena pemahaman guru terhadap materi kurang baik,

sehingga hal ini menyebabkan kesalahan konsep pada siswa.

Berdasarkan hasil tersebut terdapat beberapa faktor yang menurut

peneliti dapat mempengaruhi hasil dari analisis deskriptif tersebut, diantaranya

siswa masih mengandalkan pengalaman sehari-hari dan hasil pemikiran logis.

yang menyatakan bahwa penyebab miskonsepsi bisa berasal dari siswa, guru,

buku teks, konteks, dan metode pengajaran. Salah satu penyebab miskonsepsi

yang terlihat pada siswa kelas V SD Negeri se-Kecamatan Godean yaitu

139

BAB V PENUTUP

Bab V ini akan membahas tentang kesimpulan penelitian, keterbatasan

penelitian, dan saran untuk penelitian selanjutnya.

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan oleh peneliti

dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat miskonsepsi IPA Fisika kelas V

semester 2 se-Kecamatan Godean Kabupaten Sleman. Miskonsepsi terbesar

pada instrumen pilihan ganda terjadi pada konsep peristiwa yang

menunjukkan cahaya merambat lurus dengan persentase sebesar 89,7%.

Selanjutnya persentase terbesar kedua terjadi pada konsep pelapukan biologi

dengan persentase sebesar 53,7%. Miskonsepsi terendah terjadi pada ciri-

ciri katrol yakni sebesar 7%. Sedangkan pada instrumen uraian miskonsepsi

terbesar mengenai pengungkit yakni 62,2% dan miskonsepsi terendah pada

materi bidang miring dengan persentase 20,5%.

B. Keterbatasan Penelitian

Penelitian dalam melakukan penelitian ini menyadari sungguh bahwa

masih banyak kelemahan dan keterbatasan yang dialami. Beberapa

kelemahan dan keterbatasan tersebut, yaitu:

1. Waktu pengambilan data yang terlalu mendesak dan kurang tepat

memantau pengambilan data satu per satu karena jumlah tempat

penelitian yang terlalu banyak.

2. Penelitian ini hanya membahas mengenai miskonsepsi IPA Fisika

kelas V saja. Masih banyak aspek, seperti: jenis kelamin, akreditasi,

tingkat pendidikan, tingkat pekerjaan yang bisa dihubungkan dengan

miskonsepsi IPA Fisika kelas V.

3. Penelitian ini hanya membahas miskonsepsi IPA Fisika kelas V

semester 2 secara umum, tidak terlalu mendalam, karena hasil

penelitian ini bisa dijadikan acuan bagi peneliti selanjutnya untuk

mendalami miskonsepsi secara lebih detail.

C. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang menunjukkan adanya miskonsepsi

IPA Fisika kelas V di SD se-Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman maka

peneliti mengajukan beberapa saran sebagai berikut:

1. Guru SD se-Kecamatan Godean, Kabupaten Sleman diharapkan

memahami konsep IPA Fisika terlebih dahulu sebelum

mengajarkannya kepada siswa, sehingga miskonsepsi yang terjadi

tidak terlalu besar.

2. Membuat jadwal penyebaran dan pengambilan instrumen penelitian

agar tidak bertabrakan dengan jadwal lain.

3. Peneliti selanjutnya diharapkan membahas miskonsepsi IPA Fisika

kelas V semester 2 secara lebih mendalam, dilihat dari setiap jawaban

membahas miskonsepsi yang dikaitkan dengan jenis kelamin, jenis

142

DAFTAR REFERENSI

Arifin, Z. (2012). Evaluasi pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Azwar, S. (2009). Reliabilitas dan validitas. Yogakarta: Pustaka Pelajar.

Azizatur, R. (2013). Identifikasi miskonsepsi IPA/Fisika berdasarkan

jenjang Pendidikan (SD, SMP, SMA) Menggunakan Tes Three-Tier pada pokok bahasan gerak dan gaya. Yogyakarta: Universitas

Islam Negeri Sunan Kalijaga. http://digilib.uin- suka.ac.id/12107/1/BAB%20I,%20V,%20DAFTAR%20PUSTAK A.pdf. Diakses tanggal 28 Juni 2015, pukul 12.09.

Blaseman & Mappa. (2011). Teori belajar orang dewasa. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Djamarah. (2011). Psikologi pendidikan. Jakarta: Renika Cipta.

Dahar, Ratna Wilis. (2011). Teori-teori belajar dan pembelajaran. Bandung: Penerbit Erlangga.

Effendi, Sofian & Tukiran. (2012). Metode penelitian survei. Jakarta: LP3ES.

Eka, K. (2014). Miskonsepsi dalam pelajaran IPA di sekolah dasar:

tinjauan kritis dari sudut ilmu pengetahuan. Yogyakarta: Katalog

Dalam Terbitan (KTD).

Febriyani, Fitri. (2015). Miskonsepsi yang terjadi pada pembelajaran

matematika materi bangun datar segiempat pada kelas IV sekolah

dasar. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

https://repository.usd.ac.id/130/. Diakses tanggal 3 Juli 2015, pukul 11.43.

Hamalik, O. (2005). Perencanaan pembelajaran berdasarkan pendekatan

sistem. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Kountur, R. (2003). Metode penelitian untuk penulisan skripsi dan tesis. Jakarta: CV Teruna Grafica.

Kunandar. (2008). Langkah mudah penelitian tindakan kelas sebagai

pengembangan profesi guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Mahmud. (2011). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: CV Pustaka Setia.

Mahdi, A. dan Mujahidin. (2014). Panduan Penelitian Praktis Untuk

Menyusun Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Bandung: ALFABETA.

Mulyasa, E. (2007). Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Mustaqim, A. (2014). Identifikasi miskonsepsi siswa dengan menggunakan

metode certainty of Response Index (CRI) Pada Konsep Fotosintesis dan Respirasi Tumbuhan.

https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=w eb&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjQt42X_cfKAhVTBY 4KHc9tBigQFggaMAA&url=http%3A%2F%2Fjournal.uinjkt.ac.i d%2Findex.php%2Fedusains%2Farticle%2Fdownload%2F1117% 2F994&usg=AFQjCNEWKWhaFDwFb3XMGwwbK5fnWiWRsA& sig2=tcdeTJMx6wNYgts2yKDCgQ&bvm=bv.112454388,d.c2E.

Diakses tanggal 3 Juli 2015, pukul 12.33.

Purwanto. (2009). Evaluasi Hail Belajar. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Pujayanto & Rini B. (2006). Profil miskonsepsi siswa SD pada konsep

gaya dan cahaya.

http://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/prosbio/article/view/1322. Diakses tanggal 29 Juli 2015, pukul 11.24.

Samatowa, U. (2010). Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar. Jakarta: Indeks.

Sangadji, E. & Sopiah. (2010). Metodologi penelitian- pendekatan praktis

dalam penelitian. Yogyakarta: ANDI OFFSET.

Sudarminto, J. (2002). Epistemologi dasar: pengantar filsafat

pengetahuan. Yogyakarta: Kanisius.

Sulistyanto, H. (2008). Ilmu pengetahuan alam 5: untuk SD dan Kelas V. Jakarta: Pusat Perbukuan, Departemen Pendidikan Nasional.

Sugiyono. (2011). Metode penelitian pendidikan (pendekatan luantitatif,

kualitatif, dan R:D). Bandung: ALFABETA.

Sugiyono. (2012). Metodologi penelitian kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung: ALFABETA.

Suharsaputra, U. (2014). Metode penelitian: kuantitatif, kualitatif dan

tindakan. Bandung: PT. Refika Aditama.

Sukmadinata, Nana Syaodih. 2008. Metode penelitian pendidikan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Suryanto, A. & Yuni, T. (2002). Pemahaman murid Sekolah Dasar (SD)

terhadap konsep-konsep Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berbasis

biologi: suatu diagnosis adanya miskonsepsi.

http://www.pustaka.ut.ac.id/pdfpenelitian/70002.pdf. Diakses

tanggal 19 Juni 2015, pukul 08.35.

Suparno, S. (1999). Pemanfaatan dan pengembangan sumber belajar

pendidikan dasar. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan.

Suparno, P. (2005). Miskonsepsi dan perubahan konsep dalam pendidikan

fisika. Jakarta: Grasindo.

Susetyo, B. (2010). Statistika untuk analisis data penelitian. Bandung: Refika ADITAMA.

Taniredja, T. (2011). Penelitian kuantitatif. Bandung: Alfabeta.

Tim Pengembang Ilmu Pendidikan. (2007). Ilmu dan aplikasi pendidikan

(bagian 2, Ilmu Pendidikan Praktis). Jakarta: Imtima.

Triwiyanto, T. (2014). Pengantar pendidikan. Jakarta: Budi Aksara.

Widiyoko, S. (2009). Evaluasi program pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

http://litbang.kemdikbud.go.id/index.php/survei-internasional-pisa (Selasa, 19 Januari 2016) pukul 21.10.

145

149

Lampiran 2a Kisi-Kisi Instrumen Pilihan Ganda Expert Judgment

Dokumen terkait