• Tidak ada hasil yang ditemukan

PETA RISIKO TANAH LONGSOR

4.6. Mitigasi Penanggulangan Risiko Tanah Longsor

Dalam kurun waktu empat tahun terakhir, kejadian tanah longsor di Indonesia telah menimbulkan kerugian yang tak terhitung nilainya , mulai dari hilangnya harta benda, rumah, dan tempat usaha, sampai dengan korban meninggal yang mencapai angka puluhan bahkan ratusan jiwa. Kelemahan utama dalam menghadapi kejadian tanah longsor pada umumnya adalah ketidaksiapan dan tidak adanya data mengenai wilayah -wilayah yang rawan terhadap bahaya tanah longsor. Tindakan baru dilakukan ketika kejadian tanah longsor telah terjadi tanpa ada upaya pencegahan sama sekali.

Atas dasar pertimbangan tersebut, perlu kiranya melakukan upaya mitigasi sebagai bagian dari rangkaian sistematis penanggulangan kejadian tanah longsor. Anwar (2003) menyatakan bahwa mitigasi merupakan suatu siklus kegiatan yang secara umum dimulai dari tahap pencegahan terjadinya longsor, kemudian tahap waspada, evakuasi jika longsor terjadi dan rehabilitasi, kemudian kembali lagi ke tahap yang pertama. Pencegahan dan waspada adalah merupakan bagian yang sangat penting dalam siklus mitigasi ini. Secara skematis, mitigasi penanggulangan tanah longsor sebagaimana konsep di atas dapat dilihat dalam Gambar 20.

Gambar 20. Tahapan Mitigasi Tanah Longsor

Dalam konteks tahapan mitigasi di atas, penelitian yang dilakukan di Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan ini termasuk tahap pencegahan dan waspada. Hal ini karena penelitian ini menganalisis wilayah yang rawan terhadap bahaya tanah longsor untuk selanjutnya menetapkan sebaran wilayah yang memiliki tingkat risiko apabila terjadi tanah longsor. Oleh karena itu, mitigasi akan dilakukan terhadap kedua hasil analisis di atas, yaitu untuk wilayah yang memiliki bahaya dan risiko tanah longsor. Dengan adanya mitigasi ini, diharapkan dapat menjadi dasar untuk mengurangi bahaya dan risiko tanah longsor.

Berdasarkan hasil analisis terhadap wilayah yang rawan terhadap bahaya tanah longsor di Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, diketahui bahwa kedua kecamatan tersebut memiliki potensi daerah rawan longsor yang tinggi. Hal ini terlihat dari luasan wilayah yang termasuk dalam kategori potensi rawan bahaya sekitar 8.460,41 Ha (65,51%) dan kategori sangat rawan seluas 2.7 98,44 Ha (21,67%). Artinya, lebih dari dua pertiga wilayah Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan rawan terhadap bahaya tanah longsor. Secara administrasi wilayah, daerah yang memiliki rawan bahaya terhadap tanah

70

longsor terdapat di Kelurahan Ciherang, Cipancar, Citengah, Pasanggrahan, dan Sukajaya.

Dalam melakukan upaya mitigasi di kedua kecamatan tersebut terutama untuk empat kelurahan di atas, harus lebih mendapatkan prioritas dalam pengawasan untuk mencegah dan mengurangi terjadinya tanah longsor. Mitigasi harus mempertimbangkan faktor yang menyebabkan kerawanan tanah longsor, yaitu kelerengan, jenis tanah, geologi, dan penggunaan lahan. Dari keempat faktor penyebab tersebut, penggunaan lahan dan ke lerengan merupakan dua variabel dominan yang membentuk sebaran potensi bahaya tanah longsor di kedua kecamatan tersebut. Oleh karena itu, upaya mitigasi yang dilakukan sebaiknya mengacu kepada kedua faktor tersebut. Pada Tabel 26 dapat dilihat rincian wilayah dengan faktor penyebab bahaya, potensi bahaya, tingkat risiko, dan upaya penanggulannya secara umum.

Untuk faktor penggunaan lahan, upaya mitigasi yang dapat dilakukan adalah penataan tata ruang wilayah dengan memperhatikan wilayah-wilayah yang berpotensi terhadap bahaya tanah longsor. Selain itu, hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah perubahan penggunaan lahan, terutama lahan pertanian menjadi pemukiman, dan industri.

Untuk faktor kelerengan, terutama di daerah Kecamatan Sumedang Selatan yang sebagian wilayahnya memiliki kelerengan cukup terjal, upaya mitigasi yang dapat dilakukan adalah dengan mengembalikan fungsi hutan dan hutan lindung di lereng-lereng bukit yang telah digunakan sebagai daerah tegalan atau pertanian. Hal ini telah dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Sumedang dengan menanami kembali hutan di sekitar Gunung Palasari yang telah mengalami kerusakan dalam rangka pengembalian fungsi hutan. Selain itu, perlu me mbatasi pembangunan pemukiman di daerah yang rawan tanah longsor.

Berdasarkan hasil analisis terhadap wilayah yang memiliki risiko tanah longsor di Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan, diketahui bahwa luas wilayah yang memiliki risiko (berisiko dan sangat berisiko) sekitar 4.065,14 Ha atau 31.48 % dari luas wilayah kedua kecamatan tersebut. Dari seluruh desa/kelurahan di kedua kecamatan tersebut, delapan desa/kelurahan memiliki luas wilayah yang sangat berisiko, yaitu Ciherang, Pasanggrahan, Kota Kulon, Regol Wetan, Gunasari, Sirnamulya, Mulyasari, dan Cipeumengpeuk. Kedelapan desa/kelurahan tersebut memiliki rata-rata luasan wilayah yang sangat berisiko tanah longsor sekitar 50 Ha.

Luasan dan sebaran wilayah yang memilki risiko tanah longsor ditentukan oleh faktor adanya properti yang terkonsentrasi pada suatu area. Dalam penelitian ini, sebagian besar wilayah yang termasuk dalam kelas berisiko dan sangat berisiko terhadap tanah longsor merupakan wilayah perkotaan yang memiliki kelengkapan properti dibandingkan dengan wilayah bukan perkotaan.

Upaya mitigasi terhadap wilayah yang memiliki risiko dilakukan dengan mengurangi tingkat kerawanan tanah longsor pada wilayah yang berbatasan/ berdekatan dengan wilayah yang memiliki risiko tanah longsor. Artinya, upaya mitigasi yang dilakukan adalah mitigasi terhadap daerah rawan terhadap bahaya tanah longsor, karena pada dasarnya risiko tanah longsor ditimbulkan akibat adanya bahaya tanah longsor.

Selain itu, mitigasi risiko tanah longsor pada wilayah -wilayah yang sangat berisiko dilakukan dengan mengendalikan pembangunan (properti) sesuai dengan daya dukung lingkungan. Pengendalian pembagunan (properti) pada dasarnya bertujuan untuk menghindari terjadinya risiko yang lebih besar apabila terjadi tanah longsor. Hal ini karena properti yang sudah ada tidak mungkin dikurang i atau dihilangkan untuk mengurangi risiko.

Pemanfaatan lahan juga merupakan salah satu parameter dalam perhitungan risiko tanah longsor. Perubahan tata guna lahan yang tidak terkontrol merupakan bentuk campur tangan manusia yang dapat meningkatkan risiko terjadinya longsor. Meningkatnya kebutuhan lahan untuk permukiman, kegiatan ekonomi, atau infrastruktur akibat bertambahnya jumlah penduduk dapat pula meningkatkan risiko apabila terjadi tanah longsor.

72

Tabel 26 . Faktor Penyebab Bahaya, Potensi Bahaya, Tingkat Risiko, dan Mitigasinya di Kecamatan Sumedang Utara dan Sumedang Selatan

No. Kecamatan/Desa Lereng (%) Penggunaan Lahan Potensi Bahaya Tingkat Risiko Mitigasi Sumedang Selatan 1 Baginda > 15 Semak/belukar, sawah, tegalan, pemukiman Rawan dan sangat rawan

Kurang berisiko dan berisiko

Dibuat dinding penahan, mengurangi beban lereng pada kemiringan >15% dari aktivitas penggunaan lahan seperti pemukiman dan membuat terasering pada lahan pertanian (persawahan). Sosialisakan daerah yang memiliki tingkat kerawan tanah longsor kepada masyarakat

2 Ciherang > 15 Sawah,tegalan, pemukiman

Rawan dan sangat rawan

Kurang berisiko dan berisiko

Idem 3 Cipameungpeuk > 15 Semak, sawah,

tegalan,pemukiman

Rawan dan sangat rawan

Kurang berisiko dan berisiko

Idem

4 Cipancar > 30 Hutan Rawan dan

sangat rawan

Kurang berisiko dan berisiko

Mengembalikan fungsi hutan yang telah digunakan sebagai daerah pertanian, karena daerah ini memiliki kemiringan cukup terjal sehingga rentan terhadap tanah longsor 5 Citengah > 30 Hutan,

semak/belukar

Rawan dan sangat rawan

Kurang berisiko dan berisiko

Mengembalikan fungsi hutan dan hutan lindung 6 Gunasari > 8 Hutan,semak/belukar

, sawah, pemukiman

Rawan Kurang berisiko dan berisiko

Dibuat dinding penahan, mengurangi beban lereng pada kemiringan >15% dari aktivitas penggunaan lahan seperti pemukiman dan membuat terasering pada lahan pertanian (persawahan). 7 Pasanggrahan 0 > 45 Semak/belukar, sawah, tegalan, pemukiman Rawan dan sangat rawan

Kurang berisiko dan berisiko

Idem. Pembangunan properti disesuakan dengan tata ruang wilayah dengan memperhatikan wilayah yang memiliki tingkat kerawan terrhadap tanah longsor. 8 Regol Wetan 0 > 45 Semak, sawah,

tegalan,pemukiman

Kurang rawan -sangat rawan

Kurang berisiko dan berisiko

Idem 9 Kota Kulon 0 > 45 Sawah, pemukiman Kurang rawan

-sangat rawan

Kurang berisiko Idem

10 Meruya Mekar > 30 Hutan, semak/ Belukar, tegalan

Rawan dan sangat rawan

Kurang berisiko Mempertahankan fungsi hutan dan membatasi aktivitas penggunaan lahan un tuk tegalan/ladang.

11 Sukagalih > 15 Semak/belukar, sawah, tegalan, pemukiman

Rawan dan sangat rawan

Kurang berisiko dan berisiko

Dibuat dinding penahan, mengurangi beban lereng pada kemiringan >15% dari aktivitas penggunaan lahan seperti pemukiman dan m embuat terasering pada lahan pertanian. 12 Sukajaya > 15 Hutan, semak/

Belukar

Rawan dan sangat rawan

Kurang berisiko dan berisiko

Mempertahankan fungsi hutan dan membatasi aktivitas penggunaan lahan untuk tegalan/ladang.

No. Kecamatan/Desa Lereng (°) Penggunaan lahan Potensi Bahaya Tingkat Risiko Mitigasi Sumedang Utara

1 Jatihurip > 15 Kebun, sawah, pemukiman

Kurang rawan -sangat rawan

Kurang berisiko Dibuat dinding penahan, mengurangi beban lereng pada kemiringan >15° dari aktivitas pe nggunaan lahan seperti: pemukiman dan pertanian.

2 Jatimulya 0 – 15 Kebun, sawah, pemukiman

Kurang rawan dan rawan

Tidak berisiko dan kurang berisiko

Dibuat dinding penahan dan pembangunan wilayah disesuaika dengan tata ruang wilayah.

3 Kebonjati 0 – 8 Semak/belukar, sawah, pemukiman

Tidak rawan - rawan

Tidak berisiko Idem 4 Kota Kaler 0 – 8 Sawah dan

pemukiman

Kurang rawan dan rawan

Kurang berisiko dan berisiko

Idem. Sosialisasikan daerah yang memiliki tingkat kerawanan dan berisiko terhadap tanah longsor. 5 Girimukti 0 – 8 Sawah dan

pemukiman

Kurang rawan dan rawan

Kurang berisiko Idem 6 Margamukti 0 – 15 Sawah,pemukiman,s

emak/belukar

Kurang rawan dan rawan

Kurang berisiko Dibuat dinding penahan dan pembangunan wilayah disesuaika dengan tata ruang wilayah.

7 Mekarjaya > 15 Semak/belukar, sawah, pemukiman

Kurang rawan dan rawan

Kurang berisiko Idem 8 Mulyasari > 15 Sawah,pemukiman,s

emak/belukar

Kurang rawan -sangat rawan

Kurang berisiko dan berisiko

Dibuat dinding penahan, mengurangi beban lereng pada kemiringan >15° dari aktivitas penggunaan lahan seperti: pemukiman dan pertanian. Sosialisasikan daerah yang memiliki tingkat kerawanan dan berisiko terhadap tanah longsor.

9 Padasuka 0 - 30 Sawah,pemukiman,s emak/belukar

Rawan Kurang berisiko Idem 10 Sirnamulya > 15 Tegalan/ladang,

semak/belukar

Rawan dan sangat rawan

Berisiko Idem

11 Situ 0 - 8 Sawah dan

pemukiman

Rawan Kurang berisiko Dibuat dinding penahan dan pembangunan wilayah disesuaika dengan tata ruang wilayah.

12 Talun 0 - 45 Pemukiman, sawah, tegalan

Kurang rawan dan rawan

Kurang berisiko Dibuat dinding penahan, mengurangi beban lereng pada kemiringan >15° dari aktivitas penggunaan lahan seperti: pemukiman dan pertanian. Sosialisasikan daerah yang memiliki tingkat kerawanan dan berisiko terhadap tanah longsor.

Dokumen terkait