• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mitos Yang Berkembang Dalam

Bab II. Seram Bagian Barat: Geografi, Demografi dan Mitos-Sejarah

A. Mitos Yang Berkembang Dalam

Menurut tuturan para tetua adat bahwa pada awalnya di Pulau Seram (Nusa Ina) terdapat sebuah kerajaan yang bernama Nunusaku. Diperkirakan bahwa Nunusaku ini berada di wilayah Seram Bagian Barat.38 Dalam kerajaan ini terdapat kelompok-kelompok berdasarkan pekerjaannya. Kelompok yang pertama adalah kelompok menenun atau dalam bahasa tana39 disebut kelompok Auna

(yang akhirnya melahirkan suku Alune) dan kelompok kedua adalah kelompok berburu atau kelompok Wema (menurunkan suku Wemale). Kelompok ini timbul

37

Hary Susanto, Mitos Menurut Pemikiran Mircea Eliade, Yogyakarta, Kanisius, 1987, hlm. 74,76-77.

38

J. E. Lokollo, Pela-Gandong Dari Pulau Ambon (Seri Budaya), Ambon, Lembaga Kebudayaan Daerah Maluku, 1998, hlm. 3.

39

Bahasa tana merupakan istilah masyarakat lokal yang menunjuk pada bahasa daerah setempat (Seram/Alune dan Wemale). Bahasa ini umumnya dipakai pada upacara-upacara adat.

32 karena adanya kebiasaan yang sama. Walaupun demikian bahasa yang digunakan saat itu masih satu artinya bahasa komunikasi mereka masih sama. Dari dua kebiasaan yang berbeda ini mulailah terjadi segregesi dalam masyarakat

Nunusaku.40

Suatu ketika terjadi kekacauan (perang saudara) di Nunusaku. Alasan peperangan karena kedua kelompok (Wema dan Auna) memperebutkan Rapie Hainuwele41, perempuan yang terkenal paling cantik di kerajaan tersebut. Karena terjadi peperangan, seluruh penduduknya menyebar ke seluruh pulau (Pulau Seram) bahkan ada yang sampai meninggalkan pulau dan menyeberang ke pulau-pulau lainnya di Maluku.42 Setelah perpisahan tersebut, para orang tua dari kedua kelompok kemudian menurunkan bahasa yang berbeda kepada anak cucu mereka. Kelompok Auna kemudian menurunkan suku Alune dengan bahasa Alune dan kelompok Wema menurunkan suku Wemale dengan bahasa Wemale. Lama kelamaan bahasa asli yang mereka gunakan ketika masih sama-sama di Nunusaku

perlahan-lahan mulai hilang.43 Pengakuan bahwa penduduk yang mendiami pulau-pulau di Maluku berasal dari Pulau Seram bukan hanya milik orang Seram semata. Pengakuan ini juga milik orang Maluku pada umumnya. Mereka juga menganggap bahwa memang tete nene moyang44 mereka berasal dari Pulau Seram

40

Wawancara dengan beberapa orang tua etnis SBB, tanggal 25 Februari 2009 dan 2 Maret 2009

41

Mitos tentang Rapie Hainuwele ini merupakan awal terjadinya peperangan antara kedua kelompok dalam masyarakat Nunusaku. Rapie Hainuwele sendiri artinya putri yang berasal dari kuming kelapa. Mitos Rapie Hainuwele ini sudah ditulis oleh Agustina Kakiay dalam tesis tahun 2001.

42

Wawancara dengan Bapak AS, tanggal 18 Desember 2008, hal ini ikut pula menegaskan keyakinan masyarakat Maluku bahwa mereka berasal dari Pulau Seram.

43

Wawancara dengan seorang tokoh masyarakat SBB berinisial NE, tanggal 2 Maret 2009.

44

Tete nene adalah sebutan lokal untuk kakek nenek, tetapi dalam konteks bahasa diatas diterjemahkan sebagai nenek moyang atau para leluhur.

33 dan setelah beranak pinak, mereka akhirnya menyebar ke seluruh wilayah Maluku.45

Menurut Lokollo, ada beberapa perkembangan kehidupan sosial di Nunusaku yang ikut membuat masyarakatnya berpencar. Diantaranya adalah adanya pertambahan jumlah penduduk, dasar ucapan dan cara rumpun Patasiwa

dan Patalima berbahasa dan adanya perbedaan ketrampilan, antara lain cara menenun pakaian diantara anggota kedua rumpun tersebut.46 Patasiwa adalah kelompok sembilan dan patalima adalah kelompok lima. Masyarakat Maluku Tengah (termasuk Seram Barat) umumnya termasuk salah satu kelompok ini. Adapun susunan sosial kelompok sembilan terdiri dari sembilan satuan yang lebih kecil, misalnya sembilan pemukiman, dsb. Begitu pula dengan kelompok lima.47 Itu berarti bahwa susunan dan perangkat negeri/desa atau adat tersebut termasuk dalam kelompok Patasiwa atau Patalima.

Dari pembagian itu dapatlah dikatakan bahwa penghuni Pulau Seram pada umumnya terdiri dari dua suku, yakni Alune dan Wemale. Terjadinya perpecahan dalam masyarakat Nunusaku ikut menentukan terbentuknya kelompok-kelompok baru. Terbentuknya kelompok baru ini dengan membawa pola kehidupan sama dari kelompok asal mereka yang pada akhirnya mereka pelihara sampai menyebar ke pulau-pulau lainnya di Maluku, terutama Ambon-Lease (Saparua, Haruku dan Nusalaut).

45

Pemda Propinsi Maluku, The Wondeful Islands Maluku, Jakarta-Ambon, Gibon Books dan Pemprov Maluku, 2008, hlm. 82.

46

J. E. Lokollo, op cit, hlm. 8, hal ini juga diungkapkan oleh NE, tanggal 2 Maret 2009

47

Frank L. Cooley, Mimbar dan Takhta (terjemahan), Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1987, hlm. 118.

34 Menurut Cooley, kelompok Patasiwa menghuni wilayah Seram sebelah barat Sungai Mala, sedangkan orang-orang Patalima menghuni daerah-daerah sebelah timurnya.48 Hal ini senada dengan apa yang diungkapkan salah satu tokoh masyarakat SBB bahwa kelompok Patalima menghuni wilayah sebelah timur Sungai Makina (perbatasan Kecamatan Taniwel Kabupaten SBB dengan Kecamatan Seram Utara Kabupaten Maluku Tengah) dan di sebelah selatannya dengan Sungai Mala. Jadi wilayah sebelah timur sungai Mala merupakan wilayah

Patalima. Sedangkan sebelah barat Sungai Mala dan Makina merupakan wilayah

Patasiwa. Walaupun demikian ada juga kelompok patasiwa yang pada akhirnya masuk pada wilayah patalima dan begitu pula sebaliknya. Dalam pandangan masyarakat Seram, kelompok patasiwa dan patalima merupakan nama lain dari suku Wemale dan Alune. Tetapi ada perkecualian untuk suku Wemale, misalnya saja tidak semua suku Wemale termasuk dalam kelompok Patasiwa, Wemale Ulipatai49 ada sebagian Patasiwa dan ada sebagian Patalima.50

Kelompok Patasiwa dan Patalima ini mungkin merupakan gabungan dari beberapa sub-sub suku dari Alune dan Wemale dan mungkin juga merupakan sebuah bentuk kelompok politik yang berupaya membendung serangan dari Utara (empat kerajaan besar, yakni Ternate, Tidore, Bacan dan Jailolo/Halmahera). Hal lain yang berkembang juga adalah bahwa ketika terjadi perang antara Patasiwa

dan Patalima yang memakan banyak korban, orang-orang tua dari kedua kelompok bersepakat untuk melupakan permusuhan dan mengangkat sumpah

48

Frank L. Cooley, ibid, hlm. 119

49

Ini merupakan nama sub suku yang diberikan berdasarkan wilayah tempat tinggalnya. Selain Wemale Ulipatai ada juga Wemale Yapioupatai yang menghuni daerah Elpaputi yang secara administratif masuk dalam wilayah Kabupaten Maluku tengah, sedangkan Wemale Ulipatai masuk dalam wilayah administratif Kabupaten SBB (Kecamatan Taniwel).

50

35 untuk hidup bersatu dalam perdamaian satu dengan yang lain dan tidak ada lagi

bakalai51apalagi dalam skala besar seperti konflik Maluku.

Perjanjian orang-orang tua antara dua kelompok tadi dilakukan di batas wilayah kedua kelompok, yakni di Kali Makina dan Kali Mala. Janji ini dipegang teguh supaya pada gilirannya nilai-nilainya dapat diwariskan kepada generasi berikutnya. Bahkan menurut penuturan salah satu orang tua, adanya janji ini dapat memotivasi seluruh aparatur SBB agar memiliki kinerja yang baik. Dari peristiwa itu diperkirakan muncul istilah miloku atau maloku, yang artinya diikat menjadi satu. Diduga bahwa kedua kata ini ikut melahirkan kata Maluku yang diambil menjadi nama propinsi.52 Selain itu pula bahwa kata miloku dan maloku dianggap pula berasal dari bahasa Maluku Utara atau setidaknya telah mendapat pengaruh dari bahasa Maluku Utara. Hal ini dapat dipahami mengingat pada saat itu telah terjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan di Maluku Utara.

Dokumen terkait