• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemekaran Kabupaten Baru

Bab II. Seram Bagian Barat: Geografi, Demografi dan Mitos-Sejarah

B. Pemekaran Kabupaten Baru

Berbekalkan keyakinan untuk mengatur diri sendiri sebagai daerah otonom, para elit lokal dan masyarakat SBB bertekad untuk mekar dari Kabupaten Maluku Tengah. Hal ini tak lepas dari semangat reformasi yang mengedepankan desentralisasi kekuasaan untuk kepentingan masyarakat. Kondisi ini semakin diperkuat dengan adanya kebijakan pemerintah pusat maupun daerah untuk memekarkan daerah-daerah baru. Sebagaimana respon pemerintah Propinsi Maluku yang akhirnya mengeluarkan Surat Keputusan Gubernur Propinsi Maluku Nomor 1 tahun 1997 tentang pemekaran 5 daerah otonom di Propinsi Maluku.

Di setiap awal proses pemekaran suatu daerah, kekuatan masyarakat menjadi salah satu faktor penentu. Seperti yang diungkapkan oleh Yaya Mulyana bahwa sinergi kekuatan-kekuatan masyarakat dapat menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan pemekaran propinsi Banten yang lepas dari Propinsi Jawa Barat.71 Demikian juga dengan Kabupaten SBB yang ingin mekar dari Kabupaten Maluku Tengah sebagai wujud pelaksanaan surat keputusan Pemerintah Daerah Propinsi Maluku.

Para elit lokal SBB dan masyarakat SBB ingin berdiri sendiri sebagai sebuah wilayah administrasi baru. Pemekaran wilayah SBB berangkat dari sebuah idealisme elit-elit SBB yang mengidam-idamkan adanya sebuah kabupaten yang

69

Harian Umum Siwalima, Jumat 28 Februari 2003, Edisi: 028/II Tahun IV

70

Sebagian sejarah pemekaran ini diperoleh dari arsip Sekda SBB bagian pemerintahan.

71

Yaya Mulyana, “Dimensi Gerakan Dalam Pembentukan Propinsi Banten”, dalam Erick Hiariej, Ucu Martanto, Ahmad Musyaddad (Ed), Politik Transisi Pasca Soeharto, Yogyakarta, FISIPOL UGM, 2004, hlm.202.

49 bisa menjadi sarana bagi putera-puteri daerahnya untuk berkarya di birokrasi pemerintahan tanpa takut tersaingi oleh orang luar. Selain itu, walaupun tidak memiliki organisasi resmi yang dapat menjadi sarana penggerak, ide pemekaran ini tetap dimantapkan dalam setiap pertemuan para elit SBB.72 Ide ini kemudian mereka satukan dalam perjuangan di tingkat birokrasi pemerintahan maupun di tingkat masyarakat yang memang selama ini menginginkan sebuah perubahan bagi daerah mereka.

Pada awalnya keputusan Pemda Propinsi tidak dapat diimplementasikan oleh Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah. Padahal telah dilakukan uji kelayakan oleh Tim Studi Kelayakan Seram Bagian Barat Propinsi Maluku dan Bappeda Propinsi Maluku pada bulan Oktober sampai Nopember 2000.73 Terhadap uji kelayakan ini, menurut pendapat Ketua Tim Kerja Otonomi Daerah Komisi II DPR-RI sebagaimana dikutip Makagansa, penentuan kelayakan daerah merupakan titik awal dan sangat menentukan daya mandiri daerah itu untuk membangun ke depan dan tidak menjadi beban dan tanggung jawab negara.74 Dengan dukungan pemerintah propinsi, SBB dinilai layak berdiri menjadi sebuah kabupaten otonom.

Dengan kondisi yang demikian, Consorsium Nusa Ina (CNI) selaku NGO dan putera-puteri daerah SBB yang berdiam di luar SBB bersama sejumlah institusi kemasyarakatan, para latupati75 yang ada di empat kecamatan (Huamual Belakang, Kairatu, Seram Barat dan Taniwel), mulai melakukan tekanan-tekanan politik ke

72

Wawacara tanggal 17 Januari 2009, dengan seorang pemuda yang juga turut bekerja untuk proses ini berinisial OS

73

Harian Umum Siwalima, Selasa 19 Agustus 2003, Edisi 214/VIII Tahun IV.

74

Makagansa, op.cit, hlm. 165.

75

50 berbagai institusi pemerintahan. Tujuannya untuk mencapai kesepakatan guna proses pemekaran tersebut.

Sikap Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah yang tidak segera merespons keputusan Pemerintah Maluku dan segala aspirasi masyarakat SBB merupakan salah satu faktor kendala desentralisasi. Menurut Edie Toet Hendratno, kendala tersebut adalah adanya ketidaktulusan di kalangan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk mendudukkan masyarakat pada posisi yang sebenarnya. Posisinya yakni sebagai elemen penting dalam proses pengambilan keputusan.76 Atau dengan kata lain bahwa adanya kecenderungan Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah tidak rela melepaskan SBB dan SBT menjadi kabupaten otonom baru mengingat daerah-daerah ini kaya sumber daya alam, merupakan salah satu faktor yang dapat menyumbang kemandirian ekonomi suatu daerah.77

Selain itu, perjuangan masyarakat yang dimotori CNI ini menunjukkan bahwa organisasi-organisasi tingkat lokal memiliki pengaruh yang begitu kuat karena didukung berbagai tokoh masyarakat yang sudah diakui (cukup terkenal di kalangan masyarakat Seram bahkan Maluku).78 Tokoh-tokoh masyarakat ini bukan saja yang berdiam di SBB sendiri, melainkan juga melibatkan sejumlah

76

Edie Toet Hendratno, op.cit, hlm. 69. Menurutnya selain adanya ketidaktulusan pemerintah baik pusat maupun daerah, faktor lain yang menjadi kendala desentralisasi adalah skala besaran wilayah operasi pemerintah daerah yang mengakibatkan penyelenggaraan pemerintahan daerah menjadi kurang efektif terutama dalam menangani persoalan sosial dan ekonomi.

77

Lili Romli, Potret Otonomi Daerah Dan Wakil Rakyat Di Tingkat Lokal, Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2007, hlm. 58.

78

Bandingkan dengan tulisan Yaya Mulyana tentang proses pemekaran Propinsi Banten yang dimotori oleh kelompok-kelompok masyarakat, LSM-LSM, himpunan-himpunan maupun forum-forum serta mahasiswa yang setidaknya telah mengecap pendidikan metropolitan yang mencetuskan pikiran-pikiran guna pemekaran tersebut, Dalam Dimensi Gerakan dalam Pembentukan Propinsi Banten, op.cit, hlm. 208.

51 tokoh yang berada di luar SBB (Ambon dan sekitarnya) yang cukup vokal bersuara tentang pemekaran.

Dengan adanya tekanan-tekanan yang dilakukan oleh masyarakat SBB melalui perwakilan CNI dicapailah hasil-hasil yang cukup menggembirakan. Diantaranya adalah Rekomendasi Bupati Maluku Tengah (Rudolf Ruka) Nomor : 100/87/Rek/2002 tanggal 21 Juni 2002 tentang dukungan pemekaran Kabupaten Seram Bagian Barat. Dukungan ini bukan saja diperoleh dari Bupati Maluku Tengah tetapi juga dari Ketua DPRD Kabupaten Maluku Tengah, Hasbullah Selan, SHi (Sarjana Hukum Islam). Menurut informasi yang didapat bahwa rekomendasi yang dikeluarkan oleh Bupati Rudolf Ruka adalah berdasarkan tulisan salah satu tokoh pemekaran SBB.79

Menurut para elit SBB, Rekomendasi Bupati Maluku Tengah dan dukungan ketua DPRD merupakan titik awal pengusulan kabupaten SBB ke DPR-RI. Adapun pengusulan ini nantinya akan masuk dalam agenda pembahasan dewan. Dengan dukungan 20 anggota DPR-RI sebagai hak usul inisiatif dewan maka dalam Rapat Paripurna DPR-RI tanggal 27 Nopember 2002 telah diambil keputusan tentang Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemekaran Kabupaten SBB. Keputusan ini sebagai hak usul inisiatif dewan dan didukung semua fraksi. Demikianlah secara politis Seram Bagian Barat telah final dan hanya menunggu proses administrasi.

79

Wawancara dengan seorang tokoh pemekaran berinisial NE tanggal 2 Maret 2009. Dari penjelasan tokoh inilah tersingkap jelas kenapa sampai saat ini masih ada beda pendapat antara Pemerintah Kabupaten SBB dengan Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah tentang tapal batas kedua kabupaten ini.

52 Consorsium Nusa Ina (CNI) dalam gerakan pemekaran berjalan tanpa dukungan dana dari pemerintah daerah. Namun dengan tekad dan semangat telah memfasilitasi dokumen administrasi mulai dari pengumpulan dukungan masyarakat SBB, membuat studi kelayakan, pembuatan lambang kabupaten80 serta memfasilitasi kelengkapan normatif lainnya. Kelengkapan itu antara lain dukungan pemerintah daerah dan DPRD Kabupaten Maluku Tengah. Dukungan Pemerintah Maluku Tengah yang dirasakan lambat mengindikasikan kekurangseriusan dalam proses tersebut.

Tanggapan yang kurang serius dari Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah menyebabkan adanya campur tangan pemerintah propinsi dan pemerintah pusat yang selalu memberikan tekanan politik dan hukum. Pemerintah Propinsi Maluku menyatakan dukungannya dengan mengeluarkan SK Gubernur Maluku Nomor 139 tahun 2003 tentang kesanggupan pemenuhan Propinsi Maluku atas dukungan dana bagi kabupaten baru. Selain itu juga dukungan datang dari Komisi II DPR-RI. Terhadap dukungan DPR-RI ini banyak suara yang mempertanyakan dukungan mereka. Misalnya dalam kasus pemekaran salah satu kabupaten di Sumba (Propinsi NTT) ditemukan bahwa kedatangan anggota DPR di daerah tersebut bukan dalam rangka penilaian layak atau tidak, melainkan dalam fungsi konsultatif. Maksudnya adalah mengarahkan dan memberikan saran-saran bagaimana pemekaran dapat mulus dan digolkan.81 Hal ini tentu saja akan berpengaruh ketika daerah tersebut jadi dimekarkan.

80

Pembuatan lambang kabupaten ini dikerjakan oleh tokoh-tokoh pemekaran serta tokoh-tokoh masyarakat SBB, salah satu tokoh tersebut yang menjadi responden. Dengan motto Saka Mese Nusa (bahasa Wemale) artinya Jaga Pulau Bai-bai (jaga pulau dengan baik).

81

53 Dengan dukungan dari semua pihak, maka semua kelengkapan administratif dari pemerintah kabupaten induk dan pemerintah propinsi pada waktunya dapat dipenuhi. Pada tanggal 10 – 20 Nopember 2003 diadakan pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemekaran. Pembahasan RUU ini menyangkut pemekaran 24 kabupaten dari 13 propinsi di seluruh Indonesia oleh pemerintah pusat bersama DPR-RI. Pembahasan ini dihadiri oleh LO (Liason Officer) dan perwakilan tiap propinsi. Propinsi Maluku diwakili ketua CNI (Jacobus Fredik Puttileihalat, S.Sos). Oleh Dr. Sijagor Situmorang yang mewakili pemerintah pusat, ditunjuklah ketua CNI untuk mempresentasikan tiga kabupaten di propinsi Maluku, yakni Seram Bagian Barat (SBB), Seram Bagian Timur (SBT) dan Kepulauan Aru.

Pada tanggal 7 Januari 2004 di Jakarta telah diresmikan berlakunya 24 daerah otonom baru di seluruh Indonesia. Oleh karena tanggal tersebut ditetapkan sebagai hari lahirnya kedua puluh empat daerah itu. Pengukuhan tanggal 7 Januari 2004 sebagai hari lahirnya Kabupaten SBB ditetapkan dengan Surat Keputusan Bupati SBB Nomor: 141-04 tanggal 25 Agustus 2005.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa untuk menuju sebuah perubahan sangat diperlukan dukungan masyarakat. Dukungan masyarakat tentunya dapat menjadi daya dorong untuk maju di bawah pengawasan pemerintah daerah dan pusat. Perjuangan panjang masyarakat SBB dan masyarakat daerah lain hasil pemekaran ini setidaknya telah membuktikan bahwa kekuatan masyarakat di era desentralisasi kekuasaan cukup mampu membawa perubahan bagi masyarakat itu sendiri tanpa menunggu perubahan dari pemerintah. Sebab, yang menjadi sasaran pemekaran adalah masyarakat itu sendiri.

Dokumen terkait