• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya Perebutan Sumber-sumber Daya Publik

Bab IV. Pergumulan Kabupaten Baru dan Politik Identitas

A. Penduduk „Lokal/Asli‟

5. Upaya Perebutan Sumber-sumber Daya Publik

Ketika muncul upaya memekarkan kabupaten ini di kalangan elit masyarakat SBB, isu yang mengiringi perjuangan adalah pengutamaan putera daerah di setiap birokrasi pemerintahan. Ada rasa kepuasan dan kelegaan dalam diri masing-masing putera-puteri SBB ketika pada akhirnya negeri ini dimekarkan dengan Undang-undang No.40 Tahun 2003. Setidaknya demikianlah ungkapan

137

Wawancara dengan mantan pekerja berinisial Y etnis Jawa, tanggal 10 Januari 2009.

138

79 yang dikeluarkan oleh orang SBB terhadap keadaan ini. Hal ini dapat dipahami mengingat betapa sulitnya mendapatkan pekerjaan di birokrasi pemerintahan, baik propinsi maupun kabupaten. Walaupun sudah dinyatakan mekar tahun 2003 (tanggal 18 Desember) namun peresmiannya baru berlangsung pada awal tahun 2004. Pada awal pemekaran ini, ditunjuklah seorang Pejabat Sementara (PJS) bupati hingga berlangsungnya pemilihan bupati di tahun 2005.

Pada saat pemekaran mulai terjadi, pabrik pengolahan kayu lapis masih beroperasi. Meskipun demikian ketika pada tahun 2005 diadakan tes penerimaan CPNS pertama kalinya untuk duduk pada birokrasi pemerintahan kabupaten, banyak orang Waisarisa yang adalah pekerja pabrik mengikuti tes tersebut.

“…kabupaten mekar kamuka dolo kalau seng salah sekitar taong 2003-2004, tes pertama taong 2005, waktu itu katong masih karja di pabrik, tapi rame-rame katong iko…par nasib ni! Katong disini iko banya lai… tapi seng lolos. Tes-tes selanjutnya beta seng iko lai, macam beta su pamalas lai…”139

Dari pernyataan di atas terungkap alasan mereka mengikuti tes tersebut. Mereka hanya ingin kesejahteraan hidup dan alasan terjaminnya masa depan.140 Hal ini disadari oleh hampir semua pekerja pabrik yang merasa sebagai orang SBB dan berhak atas sumber-sumber daya publik. Seperti yang diungkapkan oleh salah seorang putera daerah SBB:

139

Diterjemahkan kira-kira demikian,“…Kabupaten mekar duluan, kalau tidak salah sekitar

2003-2004, tes pertama tahun 2005, waktu itu kami masih kerja dipabrik, tapi kami mengikutinya berramai-ramai…semua untuk hidup! Kami disini banyak yang ikut…tapi tidak lolos. Tes-tes

selanjutnya saya tidak mengikutinya lagi soalnya saya sudah malas…” Seperti yang diungkapkan oleh OP, tanggal 14 Januari 2009.

140

Selain OP ada beberapa mantan pekerja pabrik yang berpendapat sama yakni Y, FM, MTS, AS yang diwawancarai pada waktu yang berbeda-beda

80 “…baru-baru tes pertama beta iko…waktu itu masih karja di pabrik, beta

pikir kan beta putra daerah asli, baru beta ni kan kamareng termasuk tim sukses par Bob ni, baru beta satu kampong lai, sama-sama orang Kaibobo…”141

Merasa sebagai orang SBB asli menyebabkan banyak etnis SBB mengklaim hak-hak mereka terhadap sumber daya publik. Mereka merasa lebih berhak-hak untuk bekerja di birokrasi pemerintahan lebih dari pendatang yang telah bermukim di SBB maupun orang luar yang baru datang untuk mengikuti tes tersebut.

Menurut informasi, yang diterima pada birokrasi pemerintahan SBB kebanyakan berasal dari luar SBB. Hal senada juga diungkapkan oleh beberapa pejabat pada birokrasi pemerintahan SBB bahwa yang diterima bekerja pada birokrasi SBB bukan orang SBB saja. SBB terbuka menerima pelamar dari mana saja. Jadi yang dipentingkan bukan cuma orang SBB saja yang bisa bekerja di sini (SBB).142 Pernyataan para birokrat ini bukan isapan jempol semata melainkan didukung dengan daftar nama hasil seleksi CPNS pada birokrasi SBB untuk pertama kalinya tanggal 24 Maret 2006. Selain itu, para birokrat juga membandingkan banyaknya orang luar SBB yang menduduki posisi-posisi strategis bidang pemerintahan Kabupaten SBB. Misalnya saja Sekda dan beberapa orang stafnya berasal dari Ambon, Kepala BKD berasal dari Saparua, Kadis Pendidikan dan Pariwisata berasal dari Buton, Kadis PU berasal dari Saparua dan beberapa jabatan strategis lainnya. Mereka beranggapan bahwa untuk menduduki jabatan

141

Wawancara dengan seorang mantan pekerja pabrik berinisial FM, asal desa Kaibobo (Kabupaten SBB) yang diterjemahkan kira-kira demikian: “...Tes yang diselenggarakan pertama kali saya

mengikutinya..pada waktu itu saya masih bekerja di pabrik, saya berpikir bahwa saya putera daerah SBB, kemudian pada waktu pemilihan bupati saya menjadi tim sukses untuk Bob, saya juga berasal dari kampung yang sama dengan beliau (baca: Bob, bupati SBB saat ini), sama-sama

berasal dari Kaibobo...”

142

Wawancara dengan birokrat pemda SBB berinisial JL dan JK, tanggal 9 dan 24 Januari 2009. Kedua orang birokrat ini juga bukan etnis asli SBB.

81 struktural, orang SBB belum ada yang bisa/mampu. Bahkan informasi yang penulis peroleh mengenai gambaran kabupaten SBB semuanya diperoleh dari para pegawai etnis luar bukan SBB misalnya dari Kisar (Kabupaten Maluku Barat Daya), dan etnis Toraja.

Dari 178 nama yang dinyatakan lolos, 144 orang diantaranya bukan marga (fam) asli SBB, sedangkan etnis SBB hanya sekitar 64 orang. Itu berarti bahwa sekitar 64,1% bukan etnis SBB sedangkan etnis SBB hanya sekitar 35,9%. Yang lolos ini ada yang berasal dari Jawa, Buton bahkan daerah lainnya di Maluku. Nama-nama yang berasal dari luar Maluku misalnya Suprianto, Suprapto, Yuningsih, Zainudin, Nyoman Riswan, dll yang merupakan etnis Jawa dan Bali. nama etnis Buton misalnya Wa Rosna,Wa Ica, La Abugafar, dll. Nama-nama fam orang Maluku yang bukan etnis asli SBB adalah Manuhutu, Latumahina, Luhukay, Sahetapy, dll (asal Pulau Saparua Kabupaten Maluku Tengah), Lambiombir, Anaktototy, Barlajery, Bulokroy (dari Kabupaten Maluku Tengara Barat dan Kabupaten Maluku Barat Daya). Sedangkan fam asli SBB baik Islam maupun Kristen yang lolos tidak sebanding dengan para pendatang. Marga/fam SBB yang lolos misalnya Souhali, Pocerattu, Putirulan, Tuamely, Mawene, Samal, dll.143

Dengan melihat daftar nama hasil seleksi CPNS tersebut, dapat dikatakan bahwa etnis SBB memiliki peluang lebih kecil dibandingkan dengan para pendatang. Isu pengutamaan putera-puteri daerah tidak pernah terlaksana. Salah satu faktor yang menyebabkan diterimanya pendatang lebih banyak dari putera-puteri SBB adalah pada panitia pelaksana seleksi tes CPNS tersebut. Menurut

143

Untuk lebih jelas nama-nama fam yang merupakan etnis SBB asli dan bukan SBB yang lolos dalam seleksi CPNS tahun 2006 dapat dilihat pada lampiran 1.

82 infomasi, setiap seleksi penerimaan CPNS di lingkungan birokrasi Pemkab SBB yang menjadi panitianya selalu Kepala dan pegawai di lingkungan Badan Kepegawaian Daerah (BKD). Kepala BKD ini bukan etnis/orang SBB, melainkan berasal dari Pulau Saparua yang berinisial JL. Selain itu ia juga merupakan seorang birokrat di Masohi semasa masih bergabung dalam Kabupaten Maluku Tengah. Dengan demikian dapat dipahami bahwa anak-anak daerah akhirnya harus berbagi kesempatan dengan pendatang meskipun di daerahnya sendiri. Sedikit banyak tergambar apa yang berlaku di Kabupaten Maluku Tengah mulai dipraktekkan di SBB. Peluang putera puteri daerah tergantung pada kekuasaan yang berlaku dalam birokrasi SBB.

Hasil seleksi CPNS menunjukkan bahwa dari Waisarisa hanya dua orang yang lolos. Itupun mereka bukan orang Waisarisa. Mereka yang lolos ini berasal dari Saparua. Mereka ada di Waisarisa justru karena mereka sudah menjadi guru kontrak lebih dulu dan ditempatkan pada Sekolah Dasar Sarihalawane.144 Hal senada juga diungkapkan oleh salah seorang mantan pekerja etnis Flores bahwa keponakannya juga lolos karena ia dari tenaga kesehatan yang memang sangat diperlukan.145

Terlepas dari semua itu, apakah memang diterimanya seseorang karena pada birokrasi pemerintahan tenaganya diperlukan (secara intelektual dan motivasinya), ataukah juga yang memiliki latar belakang tertentu (punya koneksi orang dalam) yang dapat dinyatakan lolos? Pertanyaan ini setidaknya dapat membantu menjawab persoalan terkait dengan penerimaan „orang luar‟ (bukan

144

Wawancara dengan AS, OP tanggal 14 Januari 2009.

145

83 berasal dan tinggal di SBB) yang menurut masyarakat SBB sangat tidak adil bagi mereka;

“…hasil tes yang diumumkan beta seng puas skali lia akang… kalau katong lia

nama-nama PNS di atas pada umumnya orang Buton, Bugis, sedangkan anak

daerah dipinggirkan…Anak-anak daerah yang honor saja banya, bolom pengangkatan, nanti sapa yang dapa SK tu...”146

“…lia hasil tes memang seng puas, kalau tanya adil k seng, pasti seng adil tapi mau bagimana…. Memang su bagitu jua, tergantung dia pung pendekatan…”147

Seperti yang diungkapkan oleh informan di atas bahwa mereka tidak puas dan merasa diperlakukan tidak adil. Ketidakpuasan ini disebabkan harapan yang demikian besar sewaktu pemekaran kabupaten (wacana pengutamaan putera daerah), namun harapan ini tidak menjadi kenyataan. Entah mengapa, ketidakpuasan ini bukan cuma milik orang-orang yang pernah gagal dalam tes penerimaan CPNS semata, tetapi juga orang-orang yang belum pernah mengikuti tes sama sekali. Akibat kekecewaan ini, menurut beberapa informasi yang diperoleh, sempat terjadi demo oleh para tenaga honorer etnis SBB yang tidak kunjung menjadi CPNS setelah sekian tahun bekerja. Tetapi hal ini kemudian dibantah oleh birokrat SBB bahwa itu bukanlah demo, melainkan hanya keributan

146

Diterjemahkan kira-kira demikian,“…hasil tes yang diumumkan sangat tidak memuaskan, kalau

kita lihat, nama-nama PNS di atas (baca: Piru) pada umumnya orang Buton, Bugis, sedangkan

anak daerah terpinggirkan…Anak-anak daerah yang menjadi tenaga honorer saja banyak tapi tidak ada pengangkatan, tidak tahu nanti siapa yang mendapat SK (sebagai CPNS)...” Wawancara dengan mantan pekerja berinisial AP, tanggal 17 Januari 2009.

147

“…lihat hasil tes memang tidak puas, kalau ditanya adil atau tidak , ya pasti tidak adil tapi mau bagaimana lagi… Memang sudah begitu, tergantung pendekatannya…” Wawancara dengan OP tanggal 14 Januari 2009. Bahkan yang lebih ekstrim lagi seorang mantan pekerja mengatakan bahwa ia tidak pernah akan mengikuti tes CPNS lagi selama Yakobus Puttileihalat masih menjadi bupati.

84 biasa sebagai bentuk ketidakpuasan orang-orang SBB yang tidak diterima sebagai CPNS.148

Dengan kenyataan ini, pertanyaan yang muncul adalah apakah isu putera daerah ini hanya sebuah wacana yang sengaja dihembuskan oleh pihak tertentu guna suatu kepentingan? Berdasarkan informasi yang didapat dari mereka yang berjuang untuk pemekaran ini menunjukan bahwa tujuan awal pemekaran ini sebenarnya adalah untuk memperjuangkan nasib orang-orang SBB yang selama ini termarjinalkan.149 Berdasarkan tujuan inilah, orang-orang SBB seakan-akan memiliki kesempatan besar untuk bekerja di negeri sendiri. Dari sinilah kekecewaan itu berawal. Sebagaimana yang diungkapkan oleh salah satu orang tua demikian;

“…tapi skarang ini setiap kali ada tes, yang datang orang dari luar lalu mereka yang diterima sedangkan katong pung ana-ana hanya dudu nganga sa. Ini tidak bisa dibiarkan. Ini namanya perampokan. Dong rampok katong pung ana-ana jatah. Dong musti inga kalu dong waktu pemilihan bupati kan dong pilih untuk Maluku Tengah yo skarang pulang ka Maluku Tengah karna dong pung hak politik disana. Disini katong pung ana-ana pung hak politik, selain itu orang-orang yang pung tanah kabong dong su lapas akang par bangun kantor-kantor, bupati musti inga supaya ganti tanah itu dengan angka orang-orang ini pung ana-ana jadi PNS bukan trima orang luar….(sambil menyalahkan Kepala BKD yang menurutnya banyak menerima orang luar).”150

148

Wawancara dengan AP dan Y tanggal 17 Januari 2009 dan birokrat berinisial JK tanggal 24 Januari 2009.

149

Wawancara dengan tokoh pemekaran NE tanggal 1 Januari 2009.

150

Diterjemahkan kira-kira demikian,“…tapi sekarang ini setiap kali ada tes yang datang orang

dari luar lalu mereka yang di terima sedangkan anak-anak kita hanya lihat saja. Ini tidak bisa dibiarkan, ini namanya perampokan. Mereka merampok jatah anak-anak kita. Mereka mestinya ingat kalau mereka sewaktu pemilihan bupati, mereka memilih untuk wilayah Maluku Tengah karena memang hak politiknya disana. Disini menjadi hak politik anak-anak kita, selain itu banyak orang yang sudah melepaskan hak tanah atas kebun-kebun mereka untuk pembangunan kantor-kantor bupati mestinya mengganti tanah tersebut dengan mengangkat anak-anak pemilik kebun tersebut menjadi PNS bukan menerima para pendatang...”, wawancara dengan seorang bapak berinisial MS, tanggal 21 Desember 2008.

85 Dari ungkapan kedua orang tua ini tampak ada semacam keyakinan dan harapan bahwa alasan hakikat pemekaran adalah untuk warga SBB dan bahwa yang lebih berhak adalah anak-anak SBB sendiri. Tapi kenyataannya banyak orang yang berasal dari luar menganggap bahwa orang SBB itu sebenarnya tidak punya potensi karena minimnya jumlah sarjana. Maka ketika ada isu putera daerah, mereka menanggapinya dengan santai.151 Ternyata hal ini juga didukung oleh keterangan para birokrat sambil merujuk contoh bahwa sekda, kepala BKD dan ada beberapa yang lain juga bukan orang SBB. Mereka beranggapan bahwa sampai saat ini orang SBB belum ada yang mampu.

Pendapat beberapa informan di atas menunjukkan adanya suatu keyakinan bahwa memang putera-puteri SBB sendiri belum memiliki daya saing dengan pendatang yang dalam pandangan mereka lebih layak menjadi PNS. Hal ini kemudian mereka buktikan dengan banyaknya pendatang yang bekerja di birokrasi SBB. Terhadap informasi ini, anak-anak daerah SBB bereaksi, mereka beranggapan bahwa mereka cukup mampu dan berpotensi untuk bekerja pada birokrasi pemerintahan, hanya saja kesempatan itu tidak ditunjang oleh birokrat SBB yang lebih banyak menerima orang luar.152 Dari pendapat-pendapat ini, kelihatan adanya upaya pembelaan diri dari anak daerah tentang potensi diri mereka, pendatang juga tetap memandang orang Seram belum layak untuk bekerja di negeri sendiri.

6. Identifikasi Masyarakat: Sebuah Perjuangan Hidup

Dokumen terkait