• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.2. Mitosis

Mitosis adalah pembelahan sel dari 1 sel induk membelah menjadi 2 sel anak yang mempunyai struktur genetika sama dengan sel induknya. Pada saat mitosis rantai ganda DNA yang merupakan pembawa informasi gen terbelah menjadi 2 rantai tunggal (Sukardja, 2000).

Pembelahan sel secara mitosis dilaksanakan untuk memperbanyak sel yang ada dalam tubuh makhluk hidup sehingga makhluk hidup ini dapat bertumbuh (Junowo dan Juniarto, 2000).

2.2.2. Fase. a. Profase

Pada profase didalam inti nampak terdapat kromosom yang berupa benang-benang halus. Dalam inti sel akan dapat dilihat bahwa nukleolus akan mulai mengecil dan akhirnya menghilang dan membran inti juga menghilang. Selain itu, sentriol menggandakan diri dan masing-masing menuju kutub. Fase ini berlangsung selama kurang lebih 1 jam (Sukardja, 2000).

b. Metafase

Sentriol yang ada di kutub nampak terdapat benang-benang halus menuju equator kromosom mengatur diri menuju equator dan membelah diri menjadi 2 bagian yang sama. Terbentuklah 2 sel anak yang sama besar. Fase ini berlangsung kurang dari 1 jam (Juwono dan Juniarto, 2000).

c. Anafase

Kromosom memisahkan diri di equator dan masing-masing menuju kutub-kutub pembelahan sel dan disamping itu membran plasma akan tampak mulai berubah sehingga sel akan tampak lebih memanjang. Fase ini berlangsung kurang lebih setengah jam (Sukardja, 2000).

d. Telofase

Pada fase ini akan terbentuk membran inti yang akan melingkupi kromosom pada masing-masing kutub pembelahan sel. Kromoson juga akan mulai tampak menipis dan akhirnya menjadi kromatin. Pembentukan membran inti diikuti dengan pemisahan sitoplasma berserta organel yang ada. pada akhirnya akan terbentuk 2 sel yang sama dalam bentuk dan sifatnya (Juwono dan Juniarto, 2000).

2.2.3. Siklus Sel.

Untuk sebuah sel membelah, DNA harus diduplikasi dan disebarkan merata ke sel-sel anak. Proses sintesis DNA dan mitosis dipisahkan oleh gaps, selama RNA dan protein dibentuk dan sel mengatur sel itu sendiri untuk proses pembelahan sel berikutnya, tahapan ini disebut siklus sel. Siklus sel terdiri dari 4 fase, yaitu fase Gap 1 (G1), fase Sintesis (S), fase Gap 2 (G2), dan fase mitosis (M) (King, 2000).

Pada fase G1, dimulai dari sel anak yang baru saja membelah. Pada kebanyakan sel, fase ini membutuhkan waktu antara 3-4 jam, tetapi beberapa jenis sel membutuhkan beberapa hari sampai beberapa bulan maupun tahun. Pada fase ini terjadi sintesis RNA yang akan diikuti oleh sintesis protein sehingga sitoplasma akan bertambah banyak dan sel akan tumbuh. Sintesis RNA awalnya terjadi dalam inti sel dimana RNA terbentuk berdasarkan model DNA yang ada

dalam inti sel sehingga sifat-sifat RNA juga akan spesifik sesuai dengan spesies makhluk hidup dan protein yang akan disintesis oleh RNA juga bersifat spesifik (Junowo dan Juniarto, 2000).

Pada fase G1 sel dewasa akan masuk ke zona perbatasan (restriction zone) yang menentukan apakah sel itu akan berhenti tumbuh atau tumbuh terus. Sel yang berhenti tumbuh akan masuk ke fase G0. Sel-sel yang masuk ke fase G0 ada 2 golongan, yaitu stem sel yang dapat tumbuh lagi jika ada rangsangan tertentu dan sel yang tetap tidak akan tumbuh sampai sel itu mati (Sukardja, 2000).

Selanjutnya sel yang akan tumbuh lagi masuk ke fase S. Pada fase ini terjadi sintesis DNA yang berlangsung selama 5-8 jam. Pada fase ini juga dibentuk enzim, protein, dan nucleotide triphosphate. Dalam fase ini, molekul-molekul DNA akan terbentuk melalui proses duplikasi dari molekul-molekul DNA yang sudah ada. Selain itu, pada fase ini juga terjadi pembentukan molekul histon yang menjadi protein dasar kromosom (King, 2000).

Kemudian masuk ke fase G2 yang merupakan fase akhir dari pertumbuhan sel. Pada fase ini sintesis RNA masih tetap berlangsung walaupun sudah mulai berkurang dan berhenti pada saat pembelahan sel. Fase ini hanya berlangsung 2-5 jam. Setelah itu, sel siap masuk ke dalam fase M dimana akan terjadi pembelahan sel sehingga terbentuk 2 sel anak dari 1 sel induk (Slingerland dan Tannock, 1998).

Regulasi primer checkpoint dari fase G1 terdiri dari 3 keluarga protein, yaitu cyclins, cyclin-dependent kinases (CDK), dan cyclin-dependent kinase inhibitors (CDKN). Gambaran molekul dari protein ini juga penting pada checkpoint fase G2 dan M. Kinases mengubah fungsi biologis dari regulasi protein melalui phosphorylation yang merupakan satu jalan umum dari fungsi regulasi. Pengaktifan protein oleh cyclin dan penghambatan protein oleh CDKN berperan dalam checkpoint ini (King, 2000).

Sebuah substrat penting dari kinase adalah protein hasil dari gen retinoblastoma Rb. Protein ini menghambat proliferasi sel pada checkpoint G1. Penekanan ini dilepaskan oleh phosphorylation protein dan didapatkan kembali

oleh dephosphorylation melalui phosphatases protein. Siklus phosphorylation/dephosphorylation berpengaruh dalam pengaturan mekanisme kecepatan proliferasi. Aktivasi CDK juga dihambat oleh CDKN, yang terdiri dari Cyclins Inhibitory Protein/Kinase inhibitory protein (CIP/KIP) protein (meliputi p21, p27, p57) dan keluarga Inhibitor of cyclin-dependent kinase 4 (INK4) yang mengikat pada CDK4 dan CDK6 (Slingerland dan Tannock, 1998).

2.2.4. Apoptosis.

Apoptosis merupakan kematian sel melalui mekanisme genetik dengan kerusakan atau fragmentasi kromosom atau DNA. Salah satu proses apoptosis melalui beberapa jalur, yaitu aktivitas p53, jalur sitotoksik, disfungsi mitochondria, dan kompleks Fas ligand. Apoptosis dipicu oleh aktivitas p53 karena sel mempunyai gen yang rusak karena dipicu oleh banyak faktor, seperti bahan kimia, radikal bebas, maupun virus. P53 merupakan faktor transkripsi terhadap pembentukan p21. Peningkatan p21 akan menghambat semua CDK dan cyclin, dimana siklus sel tergantung ikatan kompleks antara CDK dan cyclin. Apabila terjadi pengikatan p21, semua CDK akan terhambat, baik pada CDK-1 pada fase M maupun CDK4 dan CDK6 pada fase S, kemudian siklus sel akan berhenti sehingga p53 akan memicu aktivitas Bax. Protein Bax akan menekan Bcl-2 sehingga terjadi perubahan membran permeabilitas dari mitochondria yang mengakibatkan pelepasan cytochrome C ke cytosol sehingga akan mengaktivasi kaskade caspase. Caspase aktif ini akan mengaktifkan DNA-se yang akan menembus membrane inti dan merusak DNA, sehingga DNA akan terfragmentasi dan mengalami apoptosis (King, 2000; Slingerland dan Tannock, 1998).

2.2.5. Mitotic Index.

Pertumbuhan jaringan normal maupun jaringan tumor ditentukan oleh keseimbangan antara pembelahan sel atau mitosis, dan kematian sel oleh karena apoptosis. Interaksi antara pembelahan sel dan kematian sel bersifat dinamis. Pada sel jaringan tumor mengalami dedifferentiated dan proliferasi sel yang lebih cepat daripada jaringan normal. Aktivitas sel yang sedang berproliferasi dalam suatu populasi sel dapat diukur dengan mitotic index (King, 2000; Sukardja, 2000).

Pada AJCC 7th edition tahun 2009 mitotic index telah masuk kedalam staging pada melanoma maligna (Balch et al., 2009). Terlihat di tabel klasifikasi tumor primer, sebagai berikut:

Tabel 2.1 Klasifikasi Tumor Primer Klasifikasi

T

Tebal (mm) Status ulkus/mitosis

T1 ≤1,0 a: tanpa ulkus dan mitosis

<1/mm²

b: dengan ulkus atau mitosis ≥1/mm² T2 1,01-2,0 a: tanpa ulkus b: dengan ulkus T3 2,01-4,0 a: tanpa ulkus b: dengan ulkus T4 >4,0 a: tanpa ulkus b: dengan ulkus

Perhitungan mitotic index dilakukan pada jaringan yang telah diwarnai hemtoxylin-eosin yang kemudian dilihat dengan mikroskop dengan pembesaran kuat 400x atau lensa objektif 40x yang mana setara dengan besar area 1 mm². kemudian dihitung jumlah sel yang mengalami mitosis pada 5 sampai 10 lapangan pandang mikroskop, setelah itu dirata-ratakan untuk mendapatkan angka mitotic index per millimeter kuadrat (Paek et al., 2008; Attis dan Vollmer, 2007).

Ada beberapa macam kategori nilai mitotic index dalam penelitian terdahulu. Pada suatu penelitian ada yang hanya mengkategorikan mitotic index menjadi 2 kategori, yaitu absent dan present (Hale et al., 2013). Dalam AJCC edisi ketujuh setidaknya 1/mm² berpengaruh terhadap prognosis melanoma dan juga menjadikan sebagai patokan <1/mm² dan ≥1/mm² sebagai klasifikasi tumor primer (Balch et al., 2009). Pada penelitian lain dapat dilihat pembagian nilai mitotic index setidaknya menjadi 3 kategori yang memilki nilai likelihood ratio lebih tinggi dibanding yang hanya 2 kategori maupun 4 kategori, seperti <1/mm², 1-4/mm², >4/mm² (Attis dan Vollmer, 2007).

2.3. Tumor Infiltrating Lymphocytes (TILs).

Dokumen terkait