• Tidak ada hasil yang ditemukan

“Modal asing adalah modal yang berasal dari luar perusahaan yang sifatnya sementara bekerja dalam perusahaan, dan bagi perusahaan modal tersebut merupakan utang yang pada saatnya harus dibayarkan kembali.” (Riyanto, 1995: 227). Pada dasarnya modal asing/utang dalam perusahaan dibagi menjadi dua bagian, yaitu utang jangka pendek (yaitu kurang dari satu tahun) dan utang jangka panjang (yaitu lebih dari satu tahun).

Suatu kewajiban diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka pendek jika: (a) diperkirakan akan diselesaikan dalam jangka waktu siklus normal operasi perusahaan atau (b) jatuh tempo dalam jangka waktu dua belas bulan dari

tanggal neraca. Semua kewajiban lainnya harus diklasifikasikan sebagai kewajiban jangka panjang. (IAI, 2007: 1.8 par 44).

Utang jangka pendek dapat diklasifikasikan serupa dengan aktiva lancar. Beberapa utang jangka pendek seperti utang dagang dan biaya pegawai serta biaya operasional lainnya akan membentuk sebagian modal kerja yang digunakan dalam siklus operasi normal perusahaan. Sedangkan utang berbunga jangka panjang yang digunakan untuk membiayai modal kerja dan tidak jatuh tempo dalam waktu dua belas bulan termasuk ke dalam utang jangka panjang. Standar Akuntansi Keuangan menetapkan bahwa utang yang akan jatuh tempo pada siklus akuntansi periode berikutnya diharapkan dapat dibiayai kembali atau diperpanjang kembali sehingga tidak diharapkan adanya penggunaan modal kerja lancar. Utang seperti itu merupakan pembiayaan jangka panjang yang tergolong ke dalam utang jangka panjang.

Namun dalam pembelanjaan, utang dibagi menjadi tiga golongan, yaitu: 1) Utang jangka pendek / short term debt

Utang jangka pendek merupakan modal asing yang jangka waktunya paling lama satu tahun yang sebagian besar terdiri dari kredit perdagangan, yaitu kredit yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan usahanya. Husnan (1995: 228-231) mengelompokkan utang jangka pendek tersebut ke dalam empat bagian, yaitu:

a. Kredit rekening koran, adalah kredit yang diberikan oleh bank kepada perusahaan dengan batas plafond tertentu dengan pengambilan oleh perusahaan tidak dilakukan sekaligus melainkan sesuai dengan kebutuhannya, dan bunga yang dibayar hanya untuk jumlah yang diambil saja, meskipun sebenarnya perusahaan meminjamnya lebih dari jumlah tersebut.

b. Kredit dari penjual, merupakan kredit perniagaan (trade-credit) dan kredit ini terjadi apabila penjualan produk dilakukan secara kredit.

c. Kredit dari pembeli, adalah kredit yang diberikan oleh perusahaan sebagai pembeli kepada pemasok (supplier) dari bahan mentahnya atau barang-barang lainnya.

d. Kredit wesel, terjadi apabila suatu perusahaan mengeluarkan “surat pengakuan utang” yang berisikan kesanggupan untuk membayar sejumlah uang tertentu kepada pihak tertentu dan pada saat tertentu (surat Promes/ Notes Payable), dan setelah ditandatangani surat tersebut dapat dijual atau diuangkan kepada Bank.

2) Utang jangka menengah / intermediate term debt

Utang jangka menengah adalah utang yang jangka waktu umumnya adalah lebih dari satu tahun dan kurang dari sepuluh tahun. Kebutuhan untuk berbelanja dengan jenis kredit ini dirasakan apabila di satu pihak kebutuhan pembelanjaan tidak dapat dipenuhi dengan kredit jangka pendek, namun di pihak lain sulit untuk dipenuhi oleh utang jangka panjang. Pada utang jangka menengah, pengurusan pembelanjaannya lebih mudah dengan mengadakan kontak langsung dengan kreditur, dan cara seperti ini merupakan ciri khas dari pembelanjaan dengan utang jangka menengah.

Utang jangka menengah terdiri dari term loan dan leasing. “Term Loan, yaitu kredit usaha dengan umur lebih dari satu tahun dan kurang dari sepuluh tahun.” (Husnan, 1995: 232). Pada umumnya term loan dibayar kembali dengan angsuran tetap selama suatu periode tertentu, misalkan pembayaran angsuran dilakukan setiap bulan, setiap kuartal, atau setiap tahun. Term loan ini biasanya diberikan oleh Bank Dagang, perusahaan asuransi, suppliers atau manufactures. “Dilihat dari biaya modalnya, term loan memiliki biaya lebih rendah daripada modal saham ataupun obligasi, maka harus membayar emisi, pendaftaran, dan

biaya lain yang berkaitan dengan pengeluaran saham dan obligasi.” (Sartono, 2008: 301). Dengan demikian keperluan dana yang tidak terlalu besar tidak perlu menggunakan saham dan obligasi, karena biayanya terlalu mahal. Dibandingkan dengan utang jangka pendek, term loan lebih baik karena tidak segera jatuh tempo dan peminjam memberikan jaminan pembayaran secara periodik yang mencakup bunga dan pokok pinjaman. “Besarnya tingkat bunga term loan ditentukan oleh beberapa faktor, seperti bunga umum, besar kecilnya pinjaman, jatuh tempo, jumlah utang yang telah dimiliki sebelumnya, dan faktor lainnya.” (Sartono, 2008: 302).

Pada umumnya tingkat bunga term loan lebih besar dibandingkan dengan tingkat bunga jangka pendek, karena pemberian term loan dianggap lebih berisiko dibandingkan dengan utang jangka pendek. Salah satu risiko dari term loan adalah interest rate risk yaitu risiko akibat perubahan tingkat bunga, selain itu risiko lain adalah default risk yaitu risiko tidak terbayarnya term loan oleh peminjam.

Jenis pembiayaan jangka menengah lainnya yaitu leasing. Apabila perusahaan tidak ingin memiliki aktiva tetapi hanya menginginkan service dari aktiva tersebut, perusahaan dapat memperoleh hak penggunaan atas suatu aktiva tersebut tanpa disertai dengan hak milik dengan cara mengadakan kontrak leasing untuk aktiva tersebut. Oleh karena itu, leasing dapat diartikan sebagai suatu alat atau cara untuk mendapatkan services dari suatu aktiva tetap yang pada dasarnya adalah sama halnya dengan menjual obligasi untuk mendapatkan services dan hak milik atas aktiva tersebut, namun perbedaannya ialah pada leasing tidak disertai oleh hak milik.

Menurut Sartono (2008: 304), “leasing adalah suatu kontrak antara pemilik aktiva yang disebut lessor dan pihak lain yang memanfaatkan aktiva tersebut yang disebut lesee untuk jangka waktu tertentu.” Lesee dapat memanfaatkan aktiva tersebut tanpa harus memilikinya, namun sebagai kompensasinya lesee mempunyai kewajiban untuk membayar secara periodik sebagai sewa aktiva yang digunakan, namun lesee tidak perlu menanggung biaya perawatan, pajak, dan asuransi.

Husnan (1995: 235) menyatakan bahwa “ada tiga bentuk utama leasing, yaitu: sale and leaseback, operating leases, dan financial atau capital leases.” Maksud dari bentuk yang pertama yaitu sale and leaseback adalah pemilik aktiva berupa tanah, bangunan, dan peralatan pabrik menjual aktivanya kepada perusahaan lain sekaligus menyewa kembali aktiva yang telah dijualnya tersebut. Pembeli dari aktiva itu dapat berupa sebuah bank, perusahaan asuransi, perusahaan leasing, pegadaian, atau investor individu. Biasanya aktiva tersebut dijual dengan nilai pasar.

Manfaat dari sale and leaseback ini adalah bahwa penjual atau lesee menerima pembayaran segera sebagai tambahan dana yang dapat diinvestasikan ke investasi lain, dan bersamaan dengan itu lesee masih menggunakan aktiva yang dijualnya selama jangka waktu perjanjian leasing. (Sartono, 2008: 304)

Pada jenis leasing yang kedua yaitu operating leases, atau sering disebut juga dengan services leases, pihak lessor menyediakan pendanaan sekaligus biaya perawatan yang keseluruhannya tercakup dalam pembayaran leasing. Ciri utama dari bentuk ini adalah bahwa harga perolehan aktiva sebagai objek leasing tidak diamortisasikan secara penuh, dengan kata lain pembayaran yang disyaratkan

tidak cukup untuk menutup keseluruhan harga perolehan dan biaya perawatan aktiva. Namun demikian, jangka waktu operating leases ini biasanya lebih pendek daripada usia ekonomis yang diharapkan, sehingga lessor berharap dapat menyewakan kembali kepada pihak lain atau menjual aktiva tersebut untuk menutup harga perolehan, biaya perawatan dan tingkat keuntungan yang disyaratkan.

“Karakteristik operating leases adalah sering dicantumkannya klausul pembatalan yang memberikan hak kepada lesee untuk membatalkan leasing dan mengembalikan aktiva sebelum periode leasing berakhir.” (Sartono, 2008: 305). Klausula sangat penting terutama bagi aktiva yang melibatkan teknologi tinggi, karena dengan adanya klausula ini jika lesee memandang bahwa aktiva yang digunakannya sudah usang, maka lesee dapat membatalkan perjanjian sewa guna usaha tersebut dan membuat perjaniajn leasing yang baru.

Jenis leasing yang terakhir yaitu financial leases, ialah “bentuk leasing yang tidak memberikan maintanance services, tidak dapat dibatalkan, dan harus penuh diangsur.” (Riyanto, 1995: 236). Pada jenis leasing ini, lessor menerima pembayaran sewa dari lesee yang meliputi harga penuh dari leased equipment tersebut plus harga bunga yang diinginkan. Lessor dalam hal ini biasanya adalah perusahaan-perusahaan asuransi atau bank dagang.

3) Utang jangka panjang / long term debt

Utang jangka panjang adalah utang atau modal asing yang jangka waktunya panjang, yaitu lebih dari 10 tahun.

Utang jangka panjang (long term loan) adalah satu bentuk perjanjian antara peminjam dengan kreditur dimana kreditur bersedia memberikan pinjaman sejumlah tertentu dan peminjam bersedia untuk membayar secara periodik yang mencakup bunga dan pokok pinjaman. (Sartono, 2008: 324)

“Utang jangka panjang ini pada umumnya digunakan untuk membelanjai perluasan perusahaan (ekspansi) atau modernisasi dari perusahaan, karena kebutuhan modal untuk keperluan tersebut meliputi jumlah yang besar.” (Riyanto, 1995: 238).

Menurut Riyanto (1995: 238) “utang jangka panjang terbagi menjadi dua bagian, yaitu pinjaman obligasi (bonds-payable) pinjaman hipotik (mortgage)”, sedangkan menurut Husnan (2000: 282) “utang jangka panjang terdiri atas obligasi, kredit investasi, dan hipotek.”

Bentuk pertama yaitu obligasi, adalah “surat tanda utang yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam jumlah tertentu dan akan jatuh tempo pada waktu tertentu serta memberikan pendapatan sejumlah bunga tertentu.” (Sartono, 2008: 324). Riyanto (1995: 238) mendefinisikan pinjaman obligasi adalah “pinjaman uang untuk jangka waktu yang panjang, dengan debitur mengeluarkan surat pengakuan utang yang mempunyai nominal tertentu”, sedangkan menurut Husnan (2000: 282) “obligasi merupakan surat tanda utang dan umumnya tidak dijamin dengan aktiva tertentu.”

Jangka waktu peminjaman obligasi harus melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu, antara lain:

1. Jangka waktu pinjaman kredit hendaknya disesuaikan dengan jangka waktu penggunaannya dalam perusahaan

2. Jumlah angsuran harus disesuaikan dengan jumlah penyusutan dari aktiva tetap yang akan dibelanjai dengan kredit obligasi tersebut (Riyanto, 2001: 238)

Terdapat dua jenis obligasi atau bond, yaitu (a) mortgage bond dan (b) debenture bond. Mortgage bond adalah utang jangka panjang yang dijamin oleh sekelompok aset (Sartono, 2008: 324). Dengan demikian, apabila seandainya debitur tidak dapat membayar kembali utang dan bunganya, maka kreditur dapat memaksa perusahaan untuk menjual asset yang dijadikan jaminan.

Jenis obligasi kedua adalah debenture bond, yaitu utang jangka panjang tanpa jaminan. Jenis obligasi ini hampir mirip dengan utang jangka panjang yang diperoleh melalui bank maupun perusahaan asuransi. Namun yang membedakan adalah bunga debenture biasanya lebih tinggi daripada bunga motgage bond karena risiko yang ditanggung oleh pemegang debenture bond lebih tinggi daripada risiko yang dihadapi pemegang mortgage bond.

Bentuk utang jangka panjang yang kedua yaitu kredit investasi. Jenis pendanaan ini disediakan oleh perbankan, dan masih banyak dimanfaatkan oleh kalangan pengusaha. Utang yang diperoleh melalui bank atau perusahaan asuransi yang memiliki tiga karakteristik yaitu cepat, fleksibel, dan biaya rendah yang disebabkan karena pinjaman tersebut dinegosiasikan langsung antara peminjam dengan kreditur. Biaya administrasi menjadi semakin kecil, dan tidak diperlukan adanya persetujuan dengan pengawas pasar modal seperti halnya perusahaan mengeluarkan obligasi. Sedangkan mengenai tingkat bunga yang disetujui dapat berupa bunga tetap atau variabel.

Jika digunakan tingkat bunga tetap, maka biasanya ditentukan setinggi tingkat bunga obligasi yang memiliki jatuh tempo yang sama dan risiko yang sama. Jika tingkat bunga ditentukan bersifat variabel, maka kreditur dapat menentukan sebesar persentase tertentu di atas tingkat bunga surat berharga yang dikeluarkan oleh pemerintah atau obligasi pemerintah. (Sartono, 2008: 324)

Bentuk utang jangka panjang terakhir adalah hipotik. Pinjaman hipotik merupakan “bentuk utang jangka panjang dengan agunan aktiva tidak bergerak (tanah, bangunan).” (Husnan, 2000: 287). Hal serupa dikemukakan oleh Riyanto (1995: 239) mengenai utang hipotik yaitu

Pinjaman jangka panjang dengan pemberi uang (kreditur) diberi hak hipotik terhadap suatu barang tidak bergerak, agar apabila pihak debitur tidak memenuhi kewajibannya, barang itu dapat dijual dan dari hasil penjualan tersebut dapat digunakan untuk menutup tagihannya.

Dalam perjanjian kredit pada hipotik, disebutkan secara jelas aktiva apa yang dipergunakan sebagai agunan. Dalam peristiwa likuidasi, kreditur akan dibayar terlebih dahulu dari hasil penjualan aktiva tetap yang dipergunakan sebagai agunan. Apabila hasil penjualan aktiva yang diagunkan tersebut belum cukup, maka sisanya menjadi kreditur umum, sama halnya dengan pemilik obligasi.

Modal asing merupakan pembiayaan dalam bentuk utang yang dalam jangka waktu tertentu harus kembali dibayarkan sejumlah utang beserta bunganya. Semakin lama jangka waktu dari pembayaran utang dan semakin mudah persyaratan penggunaan modal asing tersebut, maka akan semakin leluasa perusahaan dalam menggunakan sumber dananya. Namun pembayaran utang tidak boleh diabaikan, utang harus tetap dibayar sebagaimanapun keadaan finansial perusahaan. Dengan demikian, seandainya perusahaan tidak dapat membayar utangnya, maka kreditur memiliki hak untuk menyita asset yang dimiliki oleh perusahaan. Oleh sebab itu, pertimbangan menggunakan modal asing harus benar-benar dilakukan secara efisien dalam pendanaan perusahaan.

Penggunaan modal asing akan menimbulkan beban yang tetap, dan penggunaan modal asing ini tergantung oleh besarnya leverage perusahaan. Semakin besar penggunaan modal asing, maka semakin besar kemungkinan perusahaan mengalami kesulitan dalam hal pembayaran utang/ modal asing tersebut beserta bunga yang telah ditetapkan pada saat jatuh tempo. Bagi para kreditur, hal tersebut berarti bahwa kemungkinan turut sertanya dana yang mereka tanamkan di dalam perusahaan untuk dipertaruhkan pada resiko kerugian juga semakin besar.

Dokumen terkait