• Tidak ada hasil yang ditemukan

dari modal sosial: Stabilitas politik

Dalam dokumen Majalah Perencanaan Pembangunan (Halaman 80-84)

Jiwa dan Watak Entrepreneur (Wirausaha)

Outcome 5 dari modal sosial: Stabilitas politik

dan sinergi antara pemerintah & DPR dalam Pembangunan dan Pemberantasan korupsi Pemerataan pendidikan menuju knowledge-based ekonomy Pemerataan basic needs dan

kesehatan masyarakat Ketahanan pangan dan pengembangan industri pangan.

Akses energi yang lebih luas

Akses air bersih

yang lebih merata Kemitraan: Sinergi Pemerintah, Wirausaha, pekerja. Good Govermence Non Fisik

Sektor 2: Pendidikan, Pertanian, Industri, Energi & Pertambangan, Perbankan & keuangan, Konstruksi, Pariwisata, Infrastruktur, Teknologi Informasi & telekomunikasi

Kemudian bahan-bahan yang diperlukan untuk menyusun Roadmap dapat dihasilkan antara lain dengan metode SWOT.

Alternative methodology lain yang bisa digunakan untuk

menyusun Roadmap adalah AHP, Bayesian Methode, Pohon

Masalah, Multi-objective Analysis dan lain sebagainya. Termasuk

yang akan dihasilkan dari suatu proses SWOT adalah (i). key

result areas yang akan diintervensi dalam KPPT, (ii). tujuan (objectives), (iii). kegiatan-kegiatan (actions), dan (iv). tugas (tasks). Dalam paper ini, disarankan focus KPPT adalah pada

key result areas dan objectives. Sedangkan untuk actions dan task

akan dibahas di bagian menyusun kerangka kerja atau frame

work.

Proritas program/kegiatan pembangunan yang dihasilkan

dari suatu diskusi dalam working group (SWOT tool) akan

mempunyai ciri-ciri: (i). tepat: karena mempunyai benang merah hubungan antara input, kegiatan dan mendukung pencapaian tujuan yang diinginkan, (ii). efektif: karena diusulkan atau diajukan oleh pelaksana kegiatan itu sendiri (dalam rangka mendukung tercapainya tujuan yang telah

disepakati bersama) dalam hal ini karena meningkatnya ownership, dan (iii). efisien: karena program dan kegiatan yang diajukan akan menghilangkan duplikasi satu dengan lainnya. Melihat pentingnya kerjasama dan koordinasi dalam

menentukan program kegiatan mulai dari menentukan prioritas dan terhindarnya duplikasi maka dalam implementasi KPPT diperlukan coordinator perencanaan.

Secara nasional, peran tersebut di atas (koordinator perencanaan) semestinya dilakukan oleh Bappenas dan di daerah adalah Bappeda. Tidak lain karena untuk mencapai tujuannya, suatu program/kegiatan harus ‘dikawal’ oleh koordinator perencanaan mulai dari perencanaan program dan kegiatan sampai kepada perencanaan penganggaran. Namun prakteknya, sesuai dengan ketentuan UUKN, maka peran Bappenas hanya sampai perencanaan program, sedangkan perencanaan kegiatan dan perencanaan penganggarannya dilakukan oleh Kementerian Keuangan dengan berkonsultasi dengan DPR. Resiko adanya deviasi antara perencanaan program dan kegiatan dengan hasil akhir yaitu antara RKP dangan DIPA memungkinkan terjadinya perbedaaan yang

cukup tajam, untuk ini pendekatan KPPT mengurangi gap ini.

Sebenarnya, beberapa upaya telah dilakukan misalnya dengan mendekatkan sedekat mungkin atas alokasi anggaran setiap kegiatan/program dalam RKP dengan Renja KL. Permasalahan yang seringkali timbul adalah meskipun telah terjadi prioritas perencanaan program/kegiatan namun ketika alokasi penganggaran, tidak mencukupi karena dari pandangan perencanaan penganggaran maka prioritas suatu program dan kegiatan menjadi berbeda atau melenceng dari RKP. Tidak lain sekali lagi karena dana yang terbatas. Hal ini bisa dihindari apabila tidak ada pemisahan antara perencanaan program/ kegiatan dengan perencanaan penganggaran. Keterpaduan seperti yang dimaksud di sini juga berlaku pada koordinasi

perencanaan yang dituangkan dalam pelaksanaan roadmap

dalam konsep KPPT.

4. KERANGKA KERJA (FRAMEWORK)

Dalam menyusun framework maka “actions” sudah harus

diketahui sebelumnya yang didefinisikan sebagai pilihan secara hati-hati atas kegiatan-kegiatan tertentu guna tercapainya

tujuan; tanggung jawab, sumber daya (input) dan waktu

pelaksanaannya. Lebih rinci dari actions adalah “tasks” yang

didefinisikan sebagai langkah-langkah penting dan rinci untuk

melengkapi kegiatan-kegiatan (actions tersebut di atas). Actions

yang ditentukan tersebut harus sesuai dengan hasil penilaian atas isu-isu yang relevan dengan pembangunan nasional diantaranya: (i).kemampuan dan keterbatasan kondisi saat ini dan (ii). faktor-faktor di luar konteks pembangunan nasional yang mungkin mempengaruhi tercapainya visi yang diinginkan.

Selanjutnya, untuk menyusun framework maka ditentukan

terlebih dahulu “result framework” yang dimulai dari penentuan

Pada contoh Gambar 4. disampaikan bahwa seandainya yang menjadi program prioritas ini adalah program pengurangan kemiskinan. Untuk ini, terwujudnya program harus didukung oleh pencapaian-pencapaian di “box-box” di bawahnya misalnya, “pertumbuhan ekonomi”, “peningkatan pendidikan”, “kesehatan”, “kesinambungan dukungan sumber daya alam” dan sebagainya. Menyusun kerangka kerja menjadi bagian krusial dalam pelaksanaan koordinasi KPPT. Karena itu diperlukan ketelitian dan pembicaraan yang mendalam dengan kementerian/lembaga yang terkait dalam implementasi pembangunan pada sektor atau program tertentu. Hal ini terutama untuk mengetahui bagaimana benang merah

mulai dari input, kegiatan dan output yang berujung pada

terwujudnya outcome dan impact.

Dalam menyusun kerangka kerja ini maka “point of view”

memang relative tetapi jelas dibedakan antara goal dan output.

Sebagai contoh di Kementerian Energi dan Sumber Daya

Mineral goal yang akan diwujudkan adalah: “Peningkatan

Lapangan Kerja Dan Status Pendapatan Penduduk Desa Dan

Kota.” Untuk itu harus diwujudkan terlebih dahulu development

objective: “Meningkatnya Sektor Swasta, Baik Produktivitas Maupun Kompetisinya”. Sedangkan output yang menunjang adalah: “para pelanggan mendapat cukup energi yang tersedia dan komponen aktivitasnya adalah peningkatan produksi energi dan sistim distribusinya.”

Dalam hal ini, ditinjau dari tingkat implementasinya, bisa

jadi developmentnya justru menjadi goal, output menjadi

Development Objective (DO) dan komponen aktivitas menjadi

output. Komponen aktivitasnya manjadi lebih spesifik lagi yakni instalasi peralatan baru dan disain sistim baru. Dalam rangka

menyusun kerangka kerja (framework) maka yang juga sudah

harus diketahui/ditentukan adalah outcome yang diinginkan.

Outcome akan menyelesaikan permasalahan ini dalam masa

tertentu. Outcome dari hasil situation analysis harus dicocokkan

dengan RPJM.

Gambar 4. Framework untuk strategi RPJM dimulai dengan pengurangan kemiskinan dan susun ke bawah dalam bentuk

strategi dan program

Pengurangan Kemiskinan Tercapainya pertumbuhan ekonomi Terwujudnya tondasi ekonomi yg stabil Stabilisasi & Teregulasinya sektor keuangan Teraksananya kebijakan decentralisasi pemerintah Diterapkannya mekanisme pertumbuhan ekspor Terstimulasinya Investasi swasta Good gover nance & mekanisme anti KKN/Keamanan Terlaksananya mekanisme pertumbuhan pertanian Teraksesnya layanan kesehatan berkualitas Teraksesnya layanan pendidikan berkualitas Stabilisasi masalah utang LN Terlaksananya tindakan gender-based strategi Peningkatan pengelolaan lingkungan hidup

Contoh lain adalah apabila themes-nya: “penurunan

pengangguran” diwujudkan dengan tercapainya tujuan (goal): “Peningkatan Lapangan Kerja dan Pendapatan Desa dan Kota”. Kemudian development goalnya (DO) adalah

meningkatnya produktifitas dan kompetitif swasta. Output yang

direncanakan adalah para pengguna energi listrik akan mudah mendapatkannya untuk produksi. Komponen kegiatannya adalah peningkatan produksi energi dan distribusinya.

Namun demikian apabila akan mengubah point of view, maka

komponen kegiatan ini bisa dipandang sebagai output oleh

instansi pelaksana, sedangkan bagi instansi ini maka jenis kegiatannya adalah instalasi peralatan dan desain jaringan baru.

5.

MONITORING DAN EVALUASI

Dalam rangka pelaksanaan KPPT, maka monitoring dan

evaluasi yang dilakukan adalah menggunakan pendekatan

dan metodologilogical framework. Kerangka logis terdiri dari

lima tahap dasar yang saling terkait (Gambar 5),yang meliputi empat tahap (pada kotak pertama merupakan gabungan

antara dua tahap yaitu kegiatan dan input) dan memberikan

beberapa contoh indikator generik yang terhubung satu sama lain. Diantara tahap-tahap tersebut terdapat hubungan logis. Hubungan logis dimulai dari (i)kegiatan, (ii)input dan tiga

tingkat tujuan: (iii)output, (iv)outcome, dan (v)dampak. Perolehan

outputprogram/kegiatan dalam KPPT secara logis mengarah

kepada (dukungan) pencapaian outcome dan dampaknya.

Hubungan dari masing-masing tujuan dihubungkan dengan hipotesis. Pendekatan dan metodologi kerangka logis merupakan alat yang tepat untuk mengevaluasi dan menggambarkan apakah kinerja suatu program/kegiatan KPPT sesuai dengan rencana. Observasi indikator dan hasil analisa perlu dikembangkan (dan untuk pertimbangan) dalam tahap koordinasi perencanaan KPPT.

Activities/

Inputs Outputs Outcomes Impacts

• Products • Development Plans, Recommendations • Material Resources • Training • Human Resources • Financial Resources • Material Resources • Training • Increased income • Increased employment • Increased profitability • Increased welfare • Reduced Poverty • Change in knowledge and /or behavior

• Improvrd Practices

• Increased service/ awareness

• Improved legislation passed

6. ANNUAL WORK PLAN

Annual work plan (AWP) adalah dokumen perencanaan yang penyusunannya diperlukan sebagai bahan acuan pelaksasanaan program satu tahun tertentu. Dokumen perencanaan ini berisi tentang program dan rincian kegiatan yang mendukung program tersebut, termasuk perkiraan pembiayaan yang

diperlukan. Bahan yang diperlukan untuk menyusun annual

work plan ini adalah framework yang sudah disusun untuk

masing-masing program. Framework berisi judul program

atau theme, tujuan yang ingin dicapai dan output yang akan

dihasilkan dari program tersebut. Termasuk di dalamnya adalah instansi terkait yang melaksanakan program tersebut.

AWP ditentukan dengan mempertimbangkan hasil monitoring

oleh seluruh pelaksana program dan kegiatan KPPT. Setelah

diketahui outcome yang ingin diwujudkan (diperlakukan

sebagai tujuan yang ingin dicapai), maka kegiatan dan program

ditentukan dalam pertemuan working group tahunan.

Sedangkan annual workplan sheet adalah kompilasi dari seluruh

framework sheet yang didalamnya berisi rincian kegiatan (semua program) dan perkiraan biaya yang diperlukan. Kegiatan yang

dicantumkan dalam annual workplan sheet(lembar AWP) adalah

untuk pelaksanaan tahun pertama dan perkiraan kegiatan- kegiatan pada tahun-tahun berikutnya selama waktu jangka

menengah (lima tahun). Bersama dengan framework sheet, maka

workplan sheet merupakan bagian dari roadmap. Jadi uraian

tentang program-program prioritas disampaikan dalam road

map, dilengkapi dengan kegiatan-kegiatan secara detail yang

ditentukan dan dievaluasi dalam pertemuan AWP tahunan. Dengan telah berjalannya SPPN dan telah diundangkan undang-undang perencanaan lainnya, maka KPPT masih tetap bisa dilaksanakan karena menyajikan suatu koordinasi perencanaan yang sifatnya antar sektoral (bidang) yang bahan dasarnya sudah tercantum dalam RPJM.

7. PENUTUP

Berdasarkan pendekatan KPPT, maka peran daerah adalah mendukung atau melakukan salah satu bagian dari komponen programnya. Diartikan bahwa dalam konsep KPPT, Bappeda atau Kantor Pemda lainnya bukan merupakan alat pusat untuk melakukan kegiatan di daerah, melainkan melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sendiri. Hubungan antara pusat dan daerah adalah hubungan sinergi melaksanakan program dan kegiatan yang sudah disepakati

dan tertuang dalam roadmap KPPT. Dengan kata lain apa

yang dilakukan adalah independent dari Pusat tapi mendukung

satu program KPPT yang telah disepakati dalam roadmap.

Sebagai contoh yang disepakati dalam roadmaptersebut

adalah pengurangan jumlah kemiskinan di Indonesia, maka

masing-masing kabupaten mempunyai program mengirim beberapa staf atau pendampingan kabupaten ke Jakarta dalam rangka pelatihan pengurangan kemiskinan dengan biaya dari APBD kabupaten. Jadi ciri khas yang bisa dilihat bagaimana

masing-masing instansi setelah menyepakati roadmap lalu

secara sinergi melaksanakan program/kegiatannya antara lain dengan mengeluarkan biayanya dari APBD daerah itu sendiri.

n

Budhi Santoso adalah Direktur Otonomi Daerah, Bappenas

Referensi

Haedar, T., 1997. “Prinsip-prinsip Networking Planning.”PT.

Gramedia. Jakarta.

Mulyono, s. 1996. “Teori Pengambilan Keputusan. “Penerbit

Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Latifah, Siti, 2009. “Prinsip-Prinsip Dasar Analytical Hierarchy

Process.” Jurusan Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan

Takayanagi, Norio. 2010, “Multi-objective Analysis for Citarum”,

ADB-Nippon Koei

---, 2009, “Integrated Citarum Water

Resources Management Implementation Program”, ADB, Manila

---, 2010, “RPJM 2009-2014.”, www.

Bappenas.go.id

---, 2010,”Independent Monitoring Evaluasi

Unit (IMEU).”, Dit. Pengairan dan Irigasi, Bappenas

Pantai Parai Tenggiri, Pulau Bangka

Dalam bidang kehutanan, beberapa kebijakan yang telah dan tengah

Dalam dokumen Majalah Perencanaan Pembangunan (Halaman 80-84)

Dokumen terkait